Disusun Oleh:
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“ Peran Strategis UMKM dan Tantangan Di Era Globalisasi “ ini dengan tepat waktu.
Tugas makalah ini adalah tugas mata kuliah Manajemen UMKM di Jurusan
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.
Kami sangat menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak luput dari
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas
ketidaksempurnaan dalam pembuatan makalah ini. Kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan baik dari Ibu Dosen maupun teman-teman. Semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca.
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. Kesimpulan...................................................................................................................15
B. Saran..............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
UMKM merupakan salah satu sektor dalam pilar perekonomian Indonesia.
Dalam fakta sejarahnya, UMKM merupakan sektor yang mampu bertahan saat
Indonesia dilanda krisis ekonomi. Kebanyakan pengusaha Indonesia juga masih
berkecimpung di sektor UMKM sehingga UMKM adalah sektor industri yang paling
digeluti oleh rakyat Indonesia.
UMKM juga menyumbang sebagian besar pendapatan negara. Dengan hal ini
bisa diketahui bahwa UMKM memiliki kedudukan dan peran yang penting serta
strategis dalam perekonomian Indonesia. UMKM adalah penyokong penerimaan
nasional.
B. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan pemahaman, rumusan masalah dalam makalah ini, antara
lain:
1. Apa saja peran-peran strategis UMKM?
2. Bagaimana UMKM bisa memegang peran-peran stategis itu?
3. Apa saja tantangan bagi UMKM di era Globalisasi?
4. Apa saja dampak dari liberalisasi perdagangan?
1
C. Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan makalah ini, antara lain:
1. Mengetahui peran-peran strategis UMKM
2. Memahami peran-peran strategis UMKM
3. Mengetahui tantangan-tantangan yang dihadapi UMKM di era globalisasi
4. Mengetahui dampak-dampak dari liberalisasi perdagangan
2
BAB II
PEMBAHASAN
UMKM telah mampu membuktikan diri sebagai salah satu solusi pertumbuhan
Angkatan kerja baru di Indonesia yang sangat tinggi, memiliki bentuk usaha yang
dinamis, responsive, fleksibel, serta adaptif dalam merespon dinamika tantangan masalah
eksternal. Peranannya yang signifikan dalam penyerapan tenaga kerja itu menjadikan
UMKM sangat efektif sebagai peranti memperkuat stabilitas nasional.
3
Krisis ekonomi yang tak bisa dihindari oleh Indonesia yang ditandai dengan
ketidakstabilan perekonomian negara, dapat diatasi oleh UMKM dimana UMKM dapat
terus tumbuh dan bahkan sangat membantu perekonomian nasional. Jumlah usaha kecil
dan menengah secara keseluruhan meningkat dari sekitar 1.411 juta unit pada tahun 1998
menjadi 1.452 juta unit pada tahun 1999. Lebih jauh, di tengah krisis multidimensi yang
masih belum sepenuhnya mampu diatasi, UMKM tetap memberikan kontribusi signifikan
dalam menopang PDB Indonesia.
Beberapa sebab yang membuat sektor usaha kecil bisa bertahan di masa krisis
diantaranya adalah karena sector usaha kecil tidak terlaly tergantung pada bahan baku
impor dalam proses produksinya dan sumber dana usaha kecil umumnya berasal dari
dalam negeri sehingga tidak terlalu terpengaruh akan depresiasi rupiah. Selain itu, kondisi
tersebut tidak terlepas dari karakteristik pelaku UMKM, yaitu :
Adanya sifat alamiah yang ada pada sektor usaha kecil, menyebabkan usaha
kecil tidak terlalu bergantung kepada fasilitas – fasilitas pemerintah termasuk skim-
skim kredit murah. Ketergantungan usaha kecil terhadap modal dan sumber-sumber
daya informal jauh lebih besar daripada terhadap kredit perbankan karena berbagai
alasan. Hal inilah yang juga menyebabkan usaha kecil lebih kuat dalam menghadapi
guncangan krisis ekonomi.
4
pasar global. Dengan peran strategi tersebut, sudah sepantasnya sektor ini menjadi
prioritas dalam pembangunan nasional. Ahmad Erani Yustika (2007 : 182)
mengungkapkan bahwa pengembangan usaha kecil dan menengah menjadi relevan
untuk dilakukan di Indonesia karena beberapa pertimbangan. Pertama, struktur usaha
di Indonesia selama ini sebenarnya bertumpu pada keberadaan indutsri kecil dan
mennegah akan tetapi dengan kondisi yang memprihatinkan, baik dari segi nilai
maupun keuntungan yang bisa diraih. Kedua, Sebagian sektor industry kecil dan
menengah selama ini ternyata telah berorientasi ekspor sehingga sangat membantu
pemerintah didalam mendapatkan devisa. Ketiga, sektor IKM terbukti lebih fleksibel
dalam berbagai kondisi perekonomian yang tidak menguntungkan seperti yang saat
ini dialami oleh Indonesia. Keempat, sektor IKM tersebut lebih banyak menggunakan
bahan baku atau bahan antara dari dalam negeri sehingga tidak membebani nilai
impor seperti yang selama ini dipraktikkan oleh usaha besar.
Berpijak dari potensi yang cukup besar itulah, dukungan dan fasilitas akan
pengembangan sektor UMKM perlu terus dilakukan agar keberadaan UMKM benar-
benar mampu menjadi tumpuan perekonomian nasional. Kegagalan mengembangkan
ekonomi rakyat akan berakibat pada kegagalan mengembangkan ekonomi secara
menyeluruh. Jika pemerintah mampu mendorong dan mengembangkan usaha kecil
dan menengah, perekonomian nasional juga akan dapat bangkit dan berkembang.
5
ini guna melindungi perekonomian negaranya yang harus ditekan dan
diminimalisasi serendah mungkin. (Chepra dan Tara, 2001:38)
Globalisasi ekonomi memiliki dampak positif dan negatif. Dari sisi pengaruh
internal, globalisasi ekonomi akan mengubah pola perilaku entitas ekonomi dalam
proses produksi. Salah satu cirinya adalah meningkatnya penggunaan faktor
produksi yang berdaya saing, investasi di sektor perdagangan dan pasar, serta
berkembangnya industri nasional yang berdaya saing. Perubahan ini telah
menyebabkan fragmentasi industri yang tidak dapat mengikuti logika global. Selain
itu, secara struktural, kebijakan ekonomi pemerintah juga akan berubah. Untuk
dapat bertahan di pentas global, pemerintah akan mengalihkan perhatiannya dari
sektor ekonomi yang berorientasi tradisional ke sektor modern. Perkembangan
tersebut berdampak pada perubahan kebijakan ekonomi mikro dan makro, kebijakan
pasar dan aspek lainnya. Dalam kondisi eksternal, kemungkinan perubahan
termasuk kebijakan perdagangan dan investasi internasional, sistem moneter
internasional, dan hubungan ekonomi internasional lainnya. Perubahan-perubahan
tersebut tidak lagi diidentifikasi sebagai kegiatan nasional, tetapi sudah bersifat
global (Tara 2001: 40).
6
terhadap populasi yang lebih tinggi. Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
APEC, dibutuhkan satu unit kelas UMKM untuk setiap 20 penduduk. Artinya pada
tahun 2020, kawasan anggota APEC masih membutuhkan 70 juta usaha kecil,
menengah dan mikro (Harfi, 2003). Untuk Indonesia, (Sutrisno, 2003) menyebutkan
bahwa dibutuhkan 20 juta unit UMKM selain sektor pertanian pada tahun 2020. Hal
ini penting untuk meningkatkan daya dukung pertumbuhan ekonomi dan penciptaan
lapangan kerja. Situasi ini merupakan tantangan besar bagi pembangunan ekonomi
rakyat, dan juga merupakan peluang yang baik.
Dari perspektif lain, proses globalisasi telah menyebabkan pengusaha kecil
yang mungkin jatuh ke dalam kesulitan dan rentan terhadap kehancuran. Ada
banyak cara untuk bersaing, termasuk harga, kualitas, bahkan bentuk layanan purna
jual dan desain produk. Keterbatasan pengusaha kecil ini menyebabkan daya saing
rendah. Apalagi saat ini industri besar dan beretika siap berorientasi pasar,
meningkatkan efisiensi produksi, dan mengelola sumber daya secara lebih efektif
(Tjiptoherijanto, 1997 dalam Sunartiningsih dan Suyatna, 2019). Globalisasi juga
telah mempermudah akses terhadap media, termasuk media baru seperti media
cetak, media elektronik, dan media sosial. Hal ini dengan mudah membuat tren
terbaru di berbagai bidang dikenal masyarakat. Akibatnya terjadi perubahan selera
konsumen yang lebih memilih merek ternama, suatu kondisi yang tentunya menjadi
tantangan besar bagi pengusaha dalam negeri.
Dalam perkembangannya, era globalisasi dan liberalisasi perdagangan benar-
benar membawa peluang dan dilema bagi masyarakat. Beberapa negara yang dapat
memanfaatkan globalisasi sebagai peluang antara lain Cina. Di Cina, Wang dan Yao
(2002) menemukan bahwa liberalisasi perdagangan internasional sejak akhir 1970-an
telah membuat UMKM negara itu sangat dinamis (Tambunan, 2012: 84 ). Di Cina,
keberadaan usaha kecil menengah dan perusahaan swasta lokal yang dikenal sebagai
Township and Village Enterprises (TVEs) memang memainkan peran penting dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi. TVEs adalah pengembangan industri pedesaan
yang dipromosikan oleh pemerintah Cina. Sementara pada tahun 1960 jumlahnya
hanya 117 ribu, sejak reformasi 1978 jumlahnya meningkat drastis. Pada saat itu,
tahun 1990-an memiliki setengah tenaga kerja di pedesaan Cina. Produksi TVEs
meningkat rata-rata 22,9% antara 1978-1994 .Secara nasional, produksi TVEs pada
tahun 1994 mencapai 42% dari seluruh produksi nasional, sedangkan untuk ekspor,
7
TVEs menyumbang sepertiga dari total ekspor Cina dalam beberapa tahun terakhir
1990-an (Pramuji, 2004 ).
Di India, sektor UKM juga mengalami pertumbuhan yang pesat, terutama di
sektor energi, farmasi, otomotif, tekstil, dan TI. Kemajuan ekonomi sebagian besar
didukung oleh usaha kecil dan menengah. Sektor usaha kecil mampu memberikan
kontribusi 32% dari total nilai ekspor dan 40% dari nilai output industri manufaktur
nasional (Tambunan, 2002: 19). Di India, ada banyak usaha kecil dan menengah yang
berkembang pesat. Mereka terutama aktif di sektor energi dan medis, otomotif, tekstil
dan teknologi informasi. Selain itu, mereka juga menjadi pasar bagi produk-produk
dari India. Beberapa nama ritel asing terkenal yang menjadi penyumbang utama
devisa bagi industri garmen seperti Carrefour, Decathlon, Gap, H&M, JC Penny, Levi
Strauss, Mark and Spencer, Metro Group, Nike, Reebok, Tesco, Tommy Hilfiger dan
Walmart. Menyusul penghapusan kuota, India menjadi produsen tekstil terbesar di
dunia yang didukung oleh perusahaan tekstil yang sangat kompetitif (Sunartiningsih
dan Suryatna, 2009: 55).
Negara yang juga berkembang sektor industri kecilnya di era globalisasi ini
adalah Jepang. Dalam perkembangannya sampai tahun 2007, jumlah IKM di Jepang
telah mencapai 4,69 juta unit dibandingkan dengan jumlah perusahaan besar ( 13 ribu
unit ). Semua IKM tersebut mampu menyerap tenaga kerja sekitar 30 juta orang dan
menghasilkan nilai ekspor sebesar 137 miliar yen ( Ammari, Fauzi, Wempi Saputra,
Budhi Setiawan, 2008 ).
8
Meskipun era globalisasi memberikan dampak positif bagi beberapa sektor
UMKM di beberapa negara, namun kenyataannya proses globalisasi juga
menimbulkan dampak yang tidak menyenangkan bagi masyarakat pedesaan. Dari
hasil penelitian yang dilakukan di Sri Lanka menunjukkan bahwa liberalisasi
perdagangan telah berdampak buruk bagi eksistensi industri kecil. Sektor industri
kecil ternyata menerima keuntungan yang sangat kecil akibat dari ekspansi beberapa
sektor unggulan seperti garmen dan produk-produk kimia. Di pedesaan, beberapa
industri utama seperti kerajinan tangan dan barang tembikar mengalami kemunduran
sebagai akibat dari liberalisasi ekonomi ( Islam (ed), 1987:189 ).
9
kenaikan bahan bakar. Keterbatasan modal untuk restrukturisasi mesin dan
ketidakmampuan bersaing dengan produk murah seludupan dari Cina juga menjadi
faktor penyebab gulung tikarnya usaha di sektor manufaktur padat karya. Sama
seperti industri lainnya, industri pengecoran logam juga banyak yang gulung tikar
karena kelangkaan bahan baku dan kenaikan biaya bahan bakar ( Kompas, 29
Februari 2008 ).
Usaha lain yang terancam gulung tikar adalah industri pedesaan yang
memproduksi alat rumah tangga dengan bahan baku tanah dan bambu. Mereka tidak
mampu bersaing dengan produk industri plastik modern. Meskipun ada beberapa yang
mampu bertahan dengan melakukan diversifikasi dan meningkatkan kualitas produksi
seperti yang terjadi di Kasongan, bantul, Yogyakarta. Namun, pada umumnya mereka
dalam kondisi yang sangat memprihatinkan ( Effendi, 2005: 149 ).
10
multinasional paling berpengaruh dalam industri pangan seperti Monsanto ( AS ),
Aventis ( Prancis ), Syngenta ( AS ), Cargill ( AS ), Nestle ( Switzerland ), Unilever
( UK/ Netherlands ), Pepsico ( AS ), Coca-cola ( AS ), Conagra ( AS ), RJR Nabisco
( AS ), Grand Metropolitan ( UK ), Elders IXL ( Australia ), Ansheuser Busch ( AS ),
dan BSN Group ( Prancis ) mendapat sorotan tajam karena dominasi mereka yang
tidak bisa dibendung di sektor industri pangan global saat ini. Perusahaan-perusahaan
ini mulai bergerak dari penyediaan bibit unggul, pupuk, obat-obatan, sampai dengan
produk akhir pengolahan pascapanen ( Wiryono dalam Wibowo dan Wahono,2003:
190 )
11
dalam suatu daerah. Ketidakmampuan produk-produk Indonesia untuk bersaing di era
ACFTA akan menyebabkan penutupan unit-unit usaha tersebut tentunya juga akan
membawa pengaruh yang signifikan terhadap penurunan nilai investasi di sector
industry manufaktur. Dampak lebih luas dari penutupan sentra-sentra industry
tersebut ialah munculnya masalah sosial seperti pengangguran akibat pemutusan
hubungan kerja. Jika ini terus terjadi, Indonesia hanya akan menjadi negara pedagang,
bukan negara industry. Para pelaku UMKM tidak menjadi produsen yang
memproduksi barang, melainkan hanya sebagai sales dan barang-barang produksi
Cina dan negara-negara importir lain (Suyatna :2010).
12
Kasus yang ada di Indonesia menunjukan bahwa tidak adanya proteksi dari
negara terhadap produk-produk dalam negeri berimbas pada kekalahan produk dalam
negeri untuk bersaing dengan produk produk dari luar negeri. Perubahan proteksi ke
liberalisasi menyebabkan banyak sector UMKM mengalami penurunan pangsa pasar
dan mengalami kemunduran karena produk mereka tidak mampu bersaing dengan
barang impor yang lebih murah dan kualitas lebih baik. Persoalan klasik seperti
minimnya modal, teknologi, keterampilan dan ditambah kebijakan yang kurang
mendukung dalam pengembangan UMKM menyebabkan sector ini tidak dapat
bersaing. Perubahan kebijakan dari pemerintah yang mengacu pada pasar bebas
semakin memperburuk keadaan ini. Di masa orde baru, kebijakan-kebijakan dengan
model patron client seperti pola kemitraan, “bapak-angkat” masih mendominasi
perkembangan industry kecil. Dalam model patron client ini ada semacam
perlindungan yang dilakukan oleh sesorang yang lebih tinggi kedudukan sosial
ekonominya (patron) dengan pengaruh dan sumber daya yang dimiliki kepada orang
yang lebih rendah kedudukannya (klien), yang pada gilirannya membalas pemberian
tersebut dengan memberikan dukungan yang umum dan bantuan, termasuk jasa-jasa
pribadi kepada patron (Scott dalam Ahimsa Putra,2001:4). Model-model patron
client dari pemerintah akhirnya menghasilkan kebijakan yang bersifat “government
and protection policy”. Terlepas dari kebijakan yang cenderung government and
protection policy ini akan lebih populis serta lebih cepat hasilnya. Pasca-Orde Baru,
kebijakan-kebijakan patron client seperti proteksi terhadap sector UMKM tersebut
perlahan mulai hilang dan tergantikan dengan mekanisme pasar bebas dan industry
kecil dipaksa untuk bersaing di pasar ebebas. Akibatnya, industry kecil banyak yang
kalah bersaing dan hancur. Hal ini menjadi indikasi bahwa aspek structural (kebijakan
negara dalam memberikan perlindungan terhadap industry kecil) memainkan peran
penting dalam keberlangsungan sebuah industry kecul.
13
pada semakinmemburuknya oklim usaha akibat semakin banyaknya pungutan dan
perizinan. Akibatnya trading house yang menjadi saluran ekspor bagi produk usaha
kecil menengah untuk meraih pasar mancanegara semakin merasa berat
mempertahankan usahanya.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
16