Anda di halaman 1dari 15

PERKEMBANGAN TAREKAT DI INDONESIA

Untuk memenuhi tugas mata Kuliah Studi Ke-islaman 1

Dosen Pembimbing :
Ririn susilawati,S.H.I

Disusun Oleh :
Mohammad Syafri Wafyuddin (3118037)
Nur Aida (3118062)
Istiqomah (3118071)
Vira Nur Faidah (3118047)

PRODI ADMINISTRASI BISNIS


FAKULTAS BISNIS DAN BAHASA
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
2019
DAFTAR ISI
COVER

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB 1 PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
2. RUMUSAN MASALAH
3. TUJUAN

BAB 2 PEMBAHASAN

1. SEJARAH PERKEMBANGAN THORIQOH


2. PEMBAGIAN THORIQOH DAN TOKOH-TOKOHNYA

BAB 3 PENUTUPAN

1. KESIMPULAN
2. DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami penjatkan ke hadirat Allah S.W.T. atas rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul sejarah
perkembangan thoriqoh diindonesisa dengan sebaik-baiknya, meskipun masih jauh dari kata
kesempurnaan. Shalawat beserta salam kami curahkan kepada Rasulullah S.A.W.
Dalam menyelesaian makalah ini kami berusaha untuk melakukan yang terbaik. Tetapi
kami menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan
makalah kami yang akan 3ating.
Dengan terselesaikannya makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini yang telah memberikan dorongan,
semangat dan masukan.
Semoga apa yang kami tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan masyarakat
pada umumnya, serta mendapatkan ridha dari Allah S.W.T. Amin.

Jombang,8 April 2019


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tarekat berasal dari bahasa Arab. Secara etimologi berarti : (1) jalan, cara (al-kaifiyyah); (2)
metode, sistem (al-uslub); (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab);[2] .Menurut istilah tarekat
berarti perjalanan seorang (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara menysucikan diri ata
u perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mung
kin kepada Tuhan [3] Dengan pengertian ini bisa digambarkan, adanya kemungkinan banyak j
alan, sehingga sebagian sufi menyatakan, “At thuruk bi adadi anfasil makhluk”, yang artinya “
Jalan menuju Allah itu sebanyak nafasnya makhluk”, beranekaragam dan banyak macamnya.
Orang yang hendak menempuh jalanitu haruslah berhati hati, karena : Ada yang sah dan ada y
ang tidak sah, ada yang diterima dan ada yang tidak diterima. (Mu’tabarah. Wa ghairu Mu’tab
arah). Dari sinilah kita di tuntut untuk mengetahui latar belakang dari tarekat itu sendiri agar n
antinya tidak terjadi kesalah dalam memilih tarekat tersebut, lebih-lebih mengetahui tarekat y
angsudah berkembang di Indoneisa.

B. Rumusan Masalah
1. Sejarah Perkembangan Tarekat di Indonesia
2. Pembagian Tarekat Beserta Tokoh-Tokohnya

C. Tujuan Pembahasan
Setelah kami memaparkan isi makalah ini, kami berharap nantinya para mahasiswa bisa meng
etahui beberapa hal berikut:
1. Mengetahui sejarah perkembangan tarekat di Indonesia
2. Mengetahui pembagian tarekat beserta tokoh-tokohnya

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Tarekat di Indonesia
Islam di Indonesia tidak sepenuhnya seperti yang digariskan Al-Qur’an dan Sunnah saja, pend
apat ini didasarkan pada kenyataan bahwa kitab-kitab Fiqih itu dijadikan referensi dalam mem
ahami ajaran Islam di perbagai pesantren, bahkan dijadikan rujukan oleh para hakim dalam m
emutuskan perkara di pengadilan pengadilan agama.[7] Islam di Asia Tenggara mengalami tig
a tahap :
Pertama, Islam disebarkan oleh para pedagang yang berasal dari Arab, India, dan Persia disek
itar pelabuhan (Terbatas).
Kedua : datang dan berkuasanya Belanda di Indonesia, Inggris di semenanjung Malaya, dan S
panyol di Fhilipina, sampai abad XIX M;
Ketiga : Tahap liberalisasi kebijakan pemerintah Kolonial, terutama Belanda di Indonesia.[8]
Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudra, yang memungkinkan terjadinya peru
bahan sejarah yang sangat cepat. Keterbukaan menjadikan pengaruh luar yang tidak dapat dih
indari. Pengaruh yang diserap dan kemudian disesuaikan dengan budaya yang dimilikinyam,
maka lahirlah dalam bentuk baru yang khas Indonesia. Misalnya : Lahirnya tarekat Qadiriya
h Wa Naqsabandiyah, dua tarekat yang disatukan oleh Syaikh Ahmad Khatib As-Sambasy da
ri berbagai pengaruh budaya yang mencoba memasuki relung hati bangsa Indonesia, kiranya I
slam sebagai agama wahyu berhasil memberikan bentukan jati diri yang mendasar. Islam berh
asil tetap eksis di tengah keberadaan dan dapat dijadikan symbol kesatuan. Berbagai agama la
innya hanya mendapatkan tempat disebagian kecil rakyat Indonesia. Keberadaan Islam di hati
rakyat Indonesia dihantarkan dengan penuh kelembutan oleh para sufi melalui kelembagaan t
arekatnya, yang diterima oleh rakyat sebagai ajaran baru yang sejalan dengan tuntutan nurani
nya.[9]
Di wilayah Aceh, pada sekitar permulaan abad sebelas hijriah datang salah seorang keturunan
Rasulullah, yang sekarang nama beliau diabadikan dengan sebuah Institut Agama Islam Nege
ri (IAIN), Syaikh Nuruddin ar-Raniri. Sebelum ke nusantara beliau pernah belajar di Tarim H
adramaut Yaman kepada para ulama terkemuka di sana. Salah satunya kepada al-Imam Abu H
afsh ‘Umar ibn ‘Abdullah Ba Syaiban al-Hadlrami. Ditangan ulama besar ini, al-Raniri masuk
ke wilayah tasawuf melalui tarekat al-Rifa’iyyah, hingga menjadi khalifah dalam tarekat ini.

Terhadap akidah hulûl dan wahdah al-wujûd tarekat ini sama sekali tidak memberi ruang sedi
kitpun. Hampir seluruh orang yang berada dalam tarekat al-Rifa’iyyah memerangi dua akidah
ini.
Ketika kesultanan Aceh dipegang oleh Iskandar Tsani, al-Raniri diangkat menjadi “Syaikh al-
Islâm” bagi kesultanan tersebut. Ajaran Ahlussunnah yang sebelumnya sudah memiliki tempa
t di hati orang-orang Aceh menjadi bertambah kuat dan sangat dominan dalam perkembangan
Islam di wilayah tersebut, juga wilayah Sumatera pada umumnya. Faham-faham akidah Syi’a
h, terutama akidah hulûl dan ittihâd, yang sebelumnya sempat menyebar di wilayah tersebut m
enjadi semakin diasingkan. Beberapa karya yang mengandung faham dua akidah tersebut, jug
a para pemeluknya saat itu sudah tidak memiliki tempat. Bahkan beberapa kitab aliran hulûl d
an ittihâd sempat dibakar di depan Majid Baiturrahman. Dengan demikian dapat diketahui ba
hwa di bagian ujung sebelah barat Indonesia faham akidah Ahlussunnah dengan salah satu tar
ekat mu’tabarah sudah memiliki dominasi yang cukup besar dalam kaitannya dengan penyeba
ran Islam di wilayah Nusantara. Di Palembang Sumatera juga pernah muncul seorang tokoh b
esar. Dari tangannya lahir sebuah karya besar dalam bidang tasawuf berjudul Siyar al-Sâlikîn
Ilâ ‘Ibâdah Rabb al-‘Âlamîn. Kitab dalam bahasa Melayu ini memberikan kontribusi yang cu
kup besar dalam perkembangan tasawuf di wilayah Nusantara. Dalam pembukaan kitab yang t
ersusun dari empat jilid tersebut penulisnya mengatakan bahwa tujuan ditulisnya kitab dengan
bahasa Melayu ini agar orang-orang yang tidak dapat memahami bahasa Arab di wilayah Nus
antara dan sekitarnya dapat mengerti tasawuf, serta dapat mempraktekan ajaran-ajarannya sec
ara keseluruhan. Tokoh kita ini adalah Syaikh ‘Abd ash-Shamad al-Jawi al-Palimbani yang hi
dup di sekitar akhir abad dua belas hijriah. Beliau adalah murid dari Syaikh Muhammad Sam
man al-Madani; yang dikenal sebagai penjaga pintu makam Rasulullah. Kitab Siyar al-Sâlikin
sebenarnya merupakan “terjemahan” dari kitab Ihyâ’ ‘Ulûm al-Dîn, dengan beberapa penyesu
aian penjelasan. Hal ini menunjukan bahwa tasawuf yang diemban oleh Syaikh ‘Abd ash-Sha
mad adalah tasawuf yang telah dirumuskan oleh Imam al-Ghazali. Dan ini berarti bahwa orien
tasi tasawuf Syaikh ‘Abd al-Shamad yang diajarkannya tersebut benar-benar berlandaskan aki
dah Ahlussunnah. Karena, seperti yang sudah kita kenal, Imam al-Ghazali adalah sosok yang
sangat erat memegang teguh ajaran Asy’ariyyah Syafi’iyyah. Pada periode setelah wali songo
ini, ajaran Ahlussunnah; Asy’ariyyah Syafi’iyyah di Indonesia menjadi sangat kuat. Demikian
pula dengan penyebaran tasawuf yang secara praktis berafiliasi kepada Imam al-Ghazali dan I
mam al-Junaid al-Baghdadi, saat itu sangat populer dan mengakar di masyarakat Indonesia. P
enyebaran tasawuf pada periode ini diwarnai dengan banyaknya tarekat-tarekat yang “diburu”
oleh berbagai lapisan masyarakat. Dominasi murid-murid Syaikh Nawawi yang tersebar dari s
ebelah barat hingga sebelah timur pulau Jawa memberikan pengaruh besar dalam penyebaran
ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah. Ajaran-ajaran di luar Ahlussunnah, seperti faham “non ma
dzhab” (al-Lâ Madzhabiyyah) dan akidah hulûl atau ittihâd serta keyakinan sekte-sekte sempa
lan Islam lainnya, memiliki ruang gerak yang sangat sempit sekali. Di kemudian hari kelahira
n Syaikh Yusuf menambah semarak keilmuan, terutama ajaran tasawuf praktis yang cukup m
enjadi primadona masyarakat Sulawesi saat itu. Syaikh Yusuf sendiri di samping seorang sufi
terkemuka, juga seorang alim besar multi disipliner yang menguasai berbagai macam disiplin
ilmu agama. Latar belakang pendidikan Syaikh Yusuf menjadikannya sebagai sosok yang san
gat kompeten dalam berbagai bidang. Tercatat bahwa beliau tidak hanya belajar di daerahnya
sendiri, tapi juga banyak melakukan perjalanan (rihlah ‘ilmiyyah) ke berbagai kepulauan Nus
antara, dan bahkan sempat beberapa tahun tinggal di negara timur tengah hanya untuk mempe
rdalam ilmu agama. Latar belakang keilmuan Syaikh Yusuf ini menjadikan penyebaran tasaw
uf di di wilayah Sulawesi benar-benar dilandaskan kepada akidah Ahlussunnah. Ini dikuatkan
pula dengan karya-karya yang ditulis Syaikh Yusuf sendiri, bahwa orientasi karya-karya terse
but tidak lain adalah Syafi’iyyah Asy’ariyyah. Kondisi ini sama sekali tidak memberikan ruan
g kepada akidah hulûl atau ittihâd untuk masuk ke wilayah “kekuasaan” Syaikh Yusuf al-Mak
asari.

B. Pembagian Tarekat dan Tokoh-Tokohnya


Jumlah Tarekat sebenarnya sangatlah banyak, akan tetapi yang memiliki anggota yang cukup
banyak tersebar di Indonesia sampai saat ini adalah:
1. Thoriqoh Naqsabandiyah
Pendiri Thoriqoh Naqsabandiyah ialah Muhammad bin Baha’uddin Al-Huwaisi Al Bukhari (7
17-791 H). Ulama sufi yang lahir di desa Hinduwan – kemudian terkenal dengan Arifan. Pend
iri Thorikoh Naqsabandiyah ini juga dikenal dengan nama Naksyabandi yang berarti lukisan,
karena ia ahli dalam memberikan gambaran kehidupan yang ghaib-ghaib. Kata ‘Uwais’ ada p
ada namanya, karena ia ada hubungan nenek dengan Uwais Al-Qarni, lalu mendapat pendidik
an kerohanian dari wali besar Abdul Khalik Al-Khujdawani yang juga murid Uwais dan meni
mba ilmu Tasawuf kepada ulama yang ternama kala itu, Muhammad Baba Al-Sammasi. Thor
iqoh Naqsabandiyah mengajarkan zikir-zikir yang sangat sederhana, namun lebih mengutama
kan zikir dalam hati daripada zikir dengan lisan. Pokok-pokok ajaran Thoriqoh Naqsabandiya
h:
a. Berpegang teguh dengan akidah ahli Sunnah
b. Meninggalkan Rukhshah
c. Memilih hukum yang azimah
d. Senantiasa dalam muraqabah
e. Tetap berhadapan dengan Tuhan
f. Senantiasa berpaling dari kemegahan dunia.
g. Menghasilkan makalah hudur (kemampuan menghadirkan Tuhan dalam
hati)
h. Menyendiri di tengah-tengah ramai serta menghiasi diri dengan hal-hal yang memberi
faedah
i. Berpakaian dengan pakaian orang mukmin biasa.
j. Zikir tanpa suara
k. Mengatur nafas tanpa lali dari Allah
l. Berakhlak dengan akhlak Nabi Muhammad SAW
Ada enam dasar yang dipakai sebagai pegangan untuk mencapai tujuan dalam Thorikoh ini, y
aitu:

1. Tobat
Uzla (Mengasingkan diri dari masyarakat ramai yang dianggapnya telah mengingkari ajaran-a
jaran Allah dan beragam kemaksiatan, sebab ia tidak mampu memperbaikinya)
2. Zuhud (Memanfaatkan dunia untuk keperluan hidup seperlunya saja)
3. Taqwa
4. Qanaah (Menerima dengan senang hati segala sesuatu yang
dianugerahkan oleh Allah SWT)
5. Taslim (Kepatuhan batiniah akan keyakinan qalbu hanya pada Allah)
Hukum yang dijadikan pegangan dalam Thoriqoh Naqsabandiyah ini juga ada enam, yaitu:
a. Zikir
b. Meninggalkan hawa nafsu
c. Meninggalkan kesenangan duniawi
d. Melaksanakan segenap ajaran agama dengan sungguh-sungguh
e. Senantiasa berbuat baik (ihsan) kepada makhluk Allah SWT
f. Mengerjakan amal kebaikan
Syarat-syarat untuk menjadi pengikutnya :
a. I’tiqad yang benar
b. Menjalankan sunnah Rasulullah
c. Menjauhkan diri dari nafsu dan sifat-sifat yang tercela
d. Taubat yang benar
e. Menolak kezaliman
f. Menunaikan segala hak orang
g. Mengerjakan amal dengan syariat yang benar

2. Thoriqoh Qadariyah
Pendiri Tarekat Qadiriyah adalah Syeikh Abduk Qadir Jailani, seorang ulama yang zahid, pen
gikut mazhab Hambali. Ia mempunyai sebuah sekolah untuk melakukan suluk dan latihan-lati
han kesufian di Baghdad. Pengembangan dan penyebaran Tarekat ini didukung oleh anak-ana
knya antara lain Ibrahim dan Abdul Salam. Thoriqoh Qodariyah berpengaruh luas di dunia ti
mur. Pengaruh pendirinya ini sangat banyak meresap di hati masyarakat yang dituturkan lewa
t bacaan manaqib. Tujuan dari bacaan manaqib adalah untuk mendapatkan barkah, karena abd
ul Qadir jailani terkwenal dengan keramatnya.
Dasar pokok ajaran Thariqoh Qadariyah yaitu:
a. Tinggi cita-cita
b. Menjaga kehormatan
c. Baik pelayanan
d. Kuat pendirian
e. Membesarkan nikmat Tuhan

3. Thoriqoh Sadziliyah
Pendiri Tarekat Sadziliyah adalah Abdul Hasan Ali Asy-Syazili, seorang ulama dan sufi besar
. Menurut silsilahnya, ia masih keturunan Hasan, putra Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti R
asulullah SAW. Ia dilahirkan pada 573 H di suatu desa kecil di kawasan Maghribi. Ali Syazili
terkenal sangat saleh dan alim, tutur katanya enak didengar dan mengandung kedalaman mak
na. Bahkan bentuk tubuh dan wajahnya, menurut orang-orang yang mengenalnya, konon men
cerminkan keimanan dan keikhlasan. Sifat-sifat salehnya telah tampak sejak ia masih kecil.
Pokok ajaran Thoriqoh Sadziliyah yaitu:
a. Bertaqwa kepada Allah ditempat sunyi dan ramai
b. Mengikutu sunnah dalam segala perbuatan dan perkataan
c. Berpaling hati dari makhluk waktu berhadapan dan membelakang
d. Ridho dengan pemberian Allah sedikit atau banyak
e. Kembali kepada Allah baik senang maupun sedih.
Tarekat Syaziliyah merupakan Tarekat yang paling mudah pengamalannya. Dengan kata l
ain tidak membebani syarat-syarat yang berat kepada Syeikh Tarekat. Kepada mereka dih
aruskan:
a. Meninggalkan segala perbuatan maksiat.
1. Memelihara segala ibadah wajib, seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan dan lain-lain.
2. Menunaikan ibadah-ibadah sunnah semampunya.
3. Zikir kepada Allah SWT sebanyak mungkin atau minimal seribu kali dalam sehari semalam
dan beristighfar sebanyak seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang lain.
4. Membaca shalawat minimal seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang lain.
4. Tarikat Rifaiyah
Pendirinya Tarikat Rifaiyah adalah Abul Abbas Ahmad bin Ali Ar-Rifai. Ia lahir di Qaryah H
asan, dekat Basrah pada tahun 500 H (1106 M), sedangkan sumber lain mengatakan ia lahir p
ada tahun 512 H (1118 M). Sewaktu Ahmad berusia tujuh tahun, ayahnya meninggal dunia. Ia
lalu diasuh pamannya, Mansur Al-Batha’ihi, seorang syeikh Trarekat. Selain menuntut ilmu p
ada pamannya tersebut ia juga berguru pada pamannya yang lain, Abu Al-Fadl Ali Al Wasiti,
terutama tentang Mazhab Fiqh Imam Syafi’i. Dalam usia 21 tahun, ia telah berhasil memperol
eh ijazah dari pamannya dan khirqah 9 sebagai pertanda sudah mendapat wewenang untuk me
ngajar.Ciri khas Tarekat Rifaiyah ini adalah pelaksanaan zikirnya yang dilakukan bersama-sa
ma diiringi oleh suara gendang yang bertalu-talu. Zikir tersebut dilakukannya sampai mencap
ai suatu keadaan dimana mereka dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang menakjubkan, a
ntara lain berguling-guling dalam bara api, namun tidak terbakar sedikit pun dan tidak mempa
n oleh senjata tajam.
5. Tarikat Khalawatiyah
Tarikat Khalawatiyah ialah suatu cabang dari tarikat Suhrawadiyah yang didirikan di Bagdad
oleh Abdul Qadir Suhrawardi dan Umar Suhrawardi, yang tiap kali menamakan dirinya golon
gan Siddiqiyah, karena mereka menganggap dirinya berasal dari keturunan Khalifah Abu Bak
ar. Bidang usahanya yang terbesar terdapat di Afghanistan dan India. Memang keluarga Suhra
wardi ini termasuk keluarga Sufi yang ternama. Abdul Futuh Suhrawardi terkenal dengan nam
a Syeikh Maqtul atau seorang tokoh sufi yang oelh kawan-kawannya diberi gelar ulama, dilah
irkan di Zinjan, dekat Irak pada tahun 549 H.
Suhrawardi yang lain bernama Abu Hafas Umar Suhrawardi, juga seorang tokoh sufi terbesar
di Bagdad, pengarang kitab “Awariful Ma’arif”, sebuah karangan yang sangat mengagumkan
dan sangat menarik perhatian Imam Ghazali, sehingga seluruh kitab itu di muat pada akhir ka
rya “Ihya Ulumuddin” yang oleh tarikat Suhrawardiyah serta cabang-cabangnya dijadikan po
kok pegangan dalam suluknya, dan Suhrawardani ini meninggal pada tahun 638 H .

6. Tarikat Khalidiyah
Cabang Naqsabandiyah di Turkestan mengaku berasal dari tarekat Thaifuriyah dan cabang-ca
bang yang lain terdapat di Cina, Kazan, Turki, India, dan Jawa. Disebutkan dalam sejarah, ba
hwa tarekat itu didirikan oleh Bahauddin 1334 M. Dalam pada itu ada suatu cabang Naqsaban
diyah di Turki, yang berdiri dalam abad ke XIX, bernama Khalidiyah.
Menurut sebuah kitab dari Baharmawi Umar, dikatakan, bahwa pokok-pokok tarekat Khalidiy
ah Dhiya’iyah Majjiyah, diletakkan oleh Syeikh Sulaiman Zuhdi Al-Khalidi, yang lama berte
mpat tinggal di Mekkah. Kitab ini berisi silsilah dan beberapa pengertian yang digunakan dala
m tarekat ini, setengahnya tertulis dalam bentuk sajak dan setengahnya tertulis dalam bentuk b
iasa. Dalam silsilah dapat dibaca, bahwa tawassul tarekat inidimulai dengan Dhiyauddin Khal
id.

7. Tarikat Sammaniyah
Nama tarikat ini diambil daripada nama seorang guru tasawwuf yang masyhur, disebut Muha
mmad Samman, seorang guru terikat yang ternama di Madinah, pengajarannya banyak dikunj
ungi orang-orang Indonesia di antaranya berasal dari Aceh, dan oleh karena itu terikatnya itu
banyak tersiar di Aceh, bisa disebut terekat sammaniyah. Ia meninggal di Madinah pada tahun
1720 M. Sejarah hidupnya dibukukan orang dengan nama Manaqib Tuan Syeikh Muhammad
Samman, ditulis bersama kisah Mi’raj Nabi Muhammad, dalam huruf arab, disiarkan dan diba
ca dalam kalangan yang sangat luas di Indonesia sebagai bacaan amalan dalam kalangan raky
at.

8. Tarikat ‘Aidrusiyah
Salah satu daripada tarekat yang masyhur dalam kalangan Ba’alawi ialah Al’aidurusiyah, teru
tama dalam tasawuf aqidah. Hampir tiap-tiap buku tasawuf menyebut nama Al- aidrus sebaga
i salah seorang sufi yang ternama. Keluarga Al’Ahidus banyak sekali melahirkan tokoh-tokoh
Sufi yang terkemuka, diantaranya, di antaranya S. Abdur Rahman Bin Mustafa Al’Aidus, yan
g pernah menjadi pembicaraan Al-Jabarti dalam sejarahnya. Al-Jabarti menerangkan, bahwa S
.Abdur Rahman berlimpah-limpah ilmunya, ahli yang mempertemukan hakekat dan syariat se
jak kecil ia telah menghafal Al’Quran 30 jus.

9. Tarikat Al-Haddad
Sayyid Abdullah bin Alwi Muhammad Al-Haddad dianggap salah seorang qutub dan arifin da
lam ilmu Tasawuf. Banyak ia mengarang kitab-kitab mengenai ilmu tasawuf dalam segala bid
ang, dalam aqidah, tarekat, dsb. Bukan saja dalam ilmu tasawuf, tetapi juga dalam ilmu-ilmu y
ang lain banyak ia mengarang kitab. Kitabnya yang bernama : “Nasa’ihud Diniyah”, sampai s
ekarang merupakan kitab-kitab yang dianggap penting. Muraqabah termasuk wasiat Al-Hadd
ad yang penting. Muraqabah artinya selalu diawasi Tuhan, dan orang yang sedang melakukan
suluk hendaknya selalu Muraqabah dalam gerak dan diamnya, dalam segala masa dan zaman,
dalam segala perbuatan dan kehendak, dalam keadaan aman dan bahaya, di kala lahir dan di k
ala tersembunyi, selalu menganggap dirinya berdampingan dengan Tuhan dan diawasi oleh T
uhan. Jika beribadah itu seakan-akan dilihat Tuhan, jika ia tidak melihat Tuhan pun, niscaya T
uhan dapat melihat dia dan memperhatikan segala amal ibadahnya. Ak-Hadad mengatakan ba
hwa Muraqabah itu termasuk maqam dan manzal, ia termasuk maqam ihsan yang selalu dipuj
i-puji oleh nabi Muhammad.

10. Tarikat Tijaniyah


Salah satu terekat yang terdapat di Indonesia di samping tarekat-tarekat yang lain ialah tarekat
Tijaniyah. Dalam tahun beberapa rekat ini masuk ke Indonesia tidak diketahui orang-orang se
cara pasti, tetapi sejak tahun 1928 mulai terdengar adanya gerakan ini di Cirebon. Seorang Ar
ab yang tinggal di Tasikmalaya, bernama Ali bin Abdullah At-Tayib Al-Azhari, berasal dari
Madinah, menulis sebuah kitab yang berjudul “Kitab Munayatul Murid” (Tasikmalaya, 1928
M), berisi beberapa petunujk mengenai hakikat ini, dan kitab itu terdapat tersebar luas di Cire
bon khususnya, dan di Jawa barat umumnya. Pendirinya seorang ulama dari Algeria, bernama
Abdul Abbas bin Muhammad bin Mukhtar At-Tijani, lahir di ‘Ain Mahdi pada tahun 1150 H,
(1737-1738 M). Diceritakan bahwa dari bapaknya ia keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib,
sedang nama Tijani adalah dari Tijanah dari keluarga ibunya. Terekat ini mempunyai wirid ya
ng sangat sederhana, dan wazifah yang sangat mudah. Wiridnya terdiri dari istighfar seratus k
ali, shalawat seratus kali, dan tahlil seratus kali. Boleh dilakukan dua kali sehari yaitu pagi da
n sore. Di Cirebon tarekat Tijani ini pernah tersiar dengan suburnya di bawah pimpinan Kiyai
Buntet dan saudaranya Kiyai Anas di desa Martapada, dekat kota Cirebon.

BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudra, yang memungkinkan terjadinya peru
bahan sejarah yang sangat cepat. Keterbukaan menjadikan pengaruh luar yang tidak dapat dih
indari. Pengaruh yang diserap dan kemudian disesuaikan dengan budaya yang dimilikinyam,
maka lahirlah dalam bentuk baru yang khas Indonesia. Misalnya : Lahirnya tarekat Qadiriya
h Wa Naqsabandiyah, dua tarekat yang disatukan oleh Syaikh Ahmad Khatib As-Sambasy da
ri berbagai pengaruh budaya yang mencoba memasuki relung hati bangsa Indonesia, kiranya I
slam sebagai agama wahyu berhasil memberikan bentukan jati diri yang mendasar. Islam berh
asil tetap eksis di tengah keberadaan dan dapat dijadikan symbol kesatuan. Berbagai agama la
innya hanya mendapatkan tempat disebagian kecil rakyat Indonesia. Keberadaan Islam di hati
rakyat Indonesia dihantarkan dengan penuh kelembutan oleh para sufi melalui kelembagaan t
arekatnya, yang diterima oleh rakyat sebagai ajaran baru yang sejalan dengan tuntutan nurani
nya.[9]

Di wilayah Aceh, pada sekitar permulaan abad sebelas hijriah datang salah seorang keturunan
Rasulullah, yang sekarang nama beliau diabadikan dengan sebuah Institut Agama Islam Nege
ri (IAIN), Syaikh Nuruddin ar-Raniri. Sebelum ke nusantara beliau pernah belajar di Tarim H
adramaut Yaman kepada para ulama terkemuka di sana. Salah satunya kepada al-Imam Abu H
afsh ‘Umar ibn ‘Abdullah Ba Syaiban al-Hadlrami. Ditangan ulama besar ini, al-Raniri masuk
ke wilayah tasawuf melalui tarekat al-Rifa’iyyah, hingga menjadi khalifah dalam tarekat ini.

Terhadap akidah hulûl dan wahdah al-wujûd tarekat ini sama sekali tidak memberi ruang sedi
kitpun. Hampir seluruh orang yang berada dalam tarekat al-Rifa’iyyah memerangi dua akidah
ini.

Ketika kesultanan Aceh dipegang oleh Iskandar Tsani, al-Raniri diangkat menjadi “Syaikh al-
Islâm” bagi kesultanan tersebut. Ajaran Ahlussunnah yang sebelumnya sudah memiliki tempa
t di hati orang-orang Aceh menjadi bertambah kuat dan sangat dominan dalam perkembangan
Islam di wilayah tersebut, juga wilayah Sumatera pada umumnya. Faham-faham akidah Syi’a
h, terutama akidah hulûl dan ittihâd, yang sebelumnya sempat menyebar di wilayah tersebut m
enjadi semakin diasingkan. Beberapa karya yang mengandung faham dua akidah tersebut, jug
a para pemeluknya saat itu sudah tidak memiliki tempat. Bahkan beberapa kitab aliran hulûl d
an ittihâd sempat dibakar di depan Majid Baiturrahman.

Tarikat yang berkembang di Indonesia adalah:

Thoriqoh Naqsabandiyah
Thoriqoh Qadariyah
Thoriqoh Sadziliyah
Tarikat Rifaiyah
Tarikat Khalawatiyah
Tarikat Khalidiyah
Tarikat Sammaniyah
Tarikat ‘Aidrusiyah
Tarikat Al-Haddad
Tarikat Tijaniyah

Kritik Dan Saran


Jika ditinjau ulang, tentu didalam makalah ini tidak akan lepas dari koreksi para pembaca. Ka
rena kami menyadari apa yang kami sajikan ini sangatlah jauh dari kata sempurna. Oleh karen
a itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar nantinya
makalah ini akan menjadi lebih sempurna dan baik untuk dikonsumsi otak kita.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Hamid, Syeikh Yusuf Tajul Khalwat; Suatu Kajian Antropologi


Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Madhal Ila al-Tasawuf al-Islamy Ali, Daud M, Hukum
Islam Pengantar: Hukum dan tata Hukum Islam di Indonesia Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1995

Azra Azyumardi, Islam di Asia Tenggara : Pengantar Pemikiran dalam Azyumardi Azra(Peny
), Perpektif Islam diAsia Tenggara, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1989

————- Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII:
Melacak Akar-Akar Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, 1998

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam,jilid 5,Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve,
Cet IV, 1997

Afron, Bangkalan. http://www.Sufiesnews.com-Tarekat

Laili Mansur, H.M, Ajaran dan Teladan para sufi, Jakarta: Srigunting, 1996 Mubarok Jaih, Se
jarah Peradaban Islam”, Bandung:Pustaka Bani Quraisy, Cet II, 1995

Mansur Ahmad Suryanegara,Menemukan Sejarah Rencana Pergerakan Islam di Indonesia,Mi


zan Cet IV, 1998

Pijper, GF, Fragmenta Islamica: Beberapa tentang Studi tentang Islam di

Indonesia abad 20, terjemahan oleh Tudjiman,Jakarata: UI Press, 1987

Snouck Hurgronje,C, Aceh:Rakyat dan Adat Istiadatnya (1), Jakarta INIS, 1997

Sri Mulyati (et.al), Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia,Jakar


ta: Kencana,Cet II, 2005

Thohir Ajid, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik Antikolonialism
e Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau Jawa,Bandung, Pustaka Hidayah, Cet I, 2002
Sholihin, Rosihon anwar. Ilmu Tasawuf. 2008. Bandung : CV Pustaka Setia.

Mulyati, Sri (et.al). Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia. 2006. Jakarta : Kencana.

Mahfud. Akhlak Tasawuf. 2012. Cirebon : Al-Tarbiyah Press.

Anwar Rosihon. Akhlak Tasawuf. 2010. Bandung : Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai