KEPENDIDIKAN ISLAM.
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan Islam sudah berlangsung di Indonesia sejak lama. Dalam definisi yang
agak longgar, pendidikan Islam bisa dikatakan sudah berlangsung sejak penetrasinya Islam ke
teritorial ini. Hanya saja kegiatan pendidikan Islam baru dianggap fenomenal dan mendapat
perhatian serius dari para historian pada fase jayanya kerajaan-kerajaan Islam Nusantara.
Pada masa kerajaan-kerajaan Islam eksistensi dan maju mundurnya aktivitas pendidikan
Islam sepenuhnya tergantung pada struktur dan perhatian yang diberikan kerajaan kepadanya.
Namun demikian, dalam kenyataan di lapangan sangat terlihat jelas bahwa pendidikan Islam
memperoleh support yang relatif baik dari para raja dan sultan muslim. Hal ini terbukti
dengan jumlah saintis muslim dan literatur yang mereka tinggalkan sebagai khazanah klasik
Islam Nusantara. Para saintis Nusantara bahkan diketahui telah membangun scientific
network yang berwatak kosmopolitan, melibatkan pusat-pusat kegiatan ilmiah terkemuka di
dunia Islam (Azra, 1994; Bruinessen, 1996).
Pada abad ke-20 setelah melalui proses panjang pembusukan sistem kerajaan Islam
Nusantara dan jatuhnya teritori ini ke bawah kolonialisme bangsa-bangsa Barat watak
pendidikan Islam Indonesia mengalami perubahan yang sangat signifikan. Memudarnya
kerajaan secara langsung menjadikan sistem pendidikan tradisional terdisolvasikan; lalu
keadaan ini diperburuk pula oleh misi kolonialisme yang pada intinya tidak menghendaki
majunya pendidikan Islam. Terdisolvasinya sistem politik dan lemahnya social system umat
Islam memaksa umat Islam mengorganisasikan pendidikan dalam unit-unit dan bahkan subsub unit yang lebih kecil dari masyarakat Islam.
Dengan kata lain, fragmentasi sosio-politik mengakibatkan fragmentasi sistem
pendidikan. Salah satu aspek menarik dari totalitas proses ini adalah lahirnya sejumlah
organisasi sosial keagamaan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, PERSIS, Al-Jamiyatul
Washliyah, Al-Irsyad, dan lain-lain yang menjadikan pendidikan sebagai bagian yang
signifikan dari programnya. Peranan dari organisasi-organisasi ini dalam menggagas,
melaksanakan, dan mengembangkan kegiatan pendidikan Islam tidak saja telah berhasil
memenuhi kebutuhan pendidikan umat Islam Indonesia, tetapi lebih dari itu juga telah
memainkan peran yang lebih luas berdasarkan kondisi yang melingkupinya. Sejumlah
penelitian telah dilakukan oleh para ahli berkenaan dengan berbagai organisasi ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Organisasi Keagamaan Dalam Kependidikan Islam
1. Al-Jamiat Al-Khairiyah
Pertama kalinya dalam sejarah Indonesia pada tahun 1905 berdiri sebuah lembaga yang
dikelola oleh orang-orang keturunan Arab, khususnya dari Hadramaut (Yaman) yang sejak
sekitar abad ke 10 dan 13 Islam sudah masuk secara besar-besaran ke Indonesia. Maka
lahirnya sebuah lembaga kependidikan yang bernama Al-Jamiyah Al-Khairiah didirikan
pada tanggal 17 Juli 1905.1[1]
Orang-orang arab ini dari golongan sayid yang telah mendirikan organisasi tersebut dan
mereka merupakan cendikiawan-cendikiawan yang mencurahkan perhatiannya pada bidang
agama dan pendidikan. Maka didirikannya sebuah madrasah.2[2] Anggota organisasi ini
mayoritas orang-orang Arab. Pada umumnya anggota dan pemimipinnya terdiri dari orangorang yang berada tanpa mengorbankan usaha pencaharian nafkah.
Dalam kurikulum madrasah yang dibangun oleh jamiat khair ini, selain mendapatkan
ilmu dalam bidang keagamaan, tercantumkannya pula mata pelajaran yang bersifat sekuler,
seperti berhitung, sejarah, dan ilmu bumi. Jika dalam bidang kebahasaan yang dipergunakan
yakni bahsa Melayu dan bahasa Arab ditetapkan sebagai bahasa yang utama. Sementara
bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa yang nomor dua dan bahasa Belanda tidak
dipergunakan dalam madrasah ini.3[3]
Selain itu, ada pula rencana yang dibuat agar dapat memajukan anak muridnya dengan
pengiriman anak-anak muda ke Turki untuk melanjutkan studi. Akan tetapi pada bidang yang
kedua ini sering terhambat karena kekurangan biaya dan juga karena kemunduran khilafat,
dengan pengertian tidak ada seorangpun yang dikirim ke Timur Tengah memainkan peranan
yang penting setelah mereka kembali ke Indonesia.
1
2
3
4
5
Organisasi ini mendirikan beberapa lembaga pendidikan Islam untuk mencapai tujuan
yang telah di tetapkan sebelumnya. Selain itu, Muhammadiyah juga mendirikan beberapa
masjid, menerbitkan berbagai macam judul buku, membuat acara tabligh akbar,
menerbitkan dan menyebarkan brosur serta majalah-majalah yang berkaitan dengan
pendidikan dan Agama Islam.
muhammadiyah guna mencapai maksud dan tujuan dari organisasi tersebu. Ada beberapa hal
lainnya sehingga membuat Muhammadiyah bangkit dan meluas di Indonesia.
Pada awalnya, Muhammadiyah tidak mengadakan pembagian yang jelas terhadap
semua anggotanya. Akan tetapi, ada beberapa hal yang lebih pasti untuk di jadikan perluasan
terhadap wilayah muhammadiyah. Pada tahun 1917, muhammadiyah melakukan
perluasan wilayah operasi. Perluasan sangat di mudahkan oleh pribadi K. H. Ahmad
Dahlan yang memiliki propaganda dengan memperlihatkan toleransi dan pengertian
kepada pendengarnya.
Pembaharuan pertama yang di lakukan oleh K. H. Ahmad Dahlan adalah tentang
praktek seperti kiblat dan kebersihan. Sekitar tahun 1920, perluasan Muhammadiyah
kembali lagi keluar Yogyakarta. Daerah Surabayapun sudah mengenal dan tertarik terhadap
pemikiran-pemikiran Muhammadiyah. Ini merupakan inisiatif dari ulama-ulama setempat
seperti K. H. Mas Mansyur yang kemudian menjadi ketua umumnya. Kemudian, di lihat
lagi bahwa cabang pertama yang didirikan oleh Muhammadiyah adalah di Minangkabau.
Muhammadiyah selama ini dikenal punya basis yang kuat di Propinsi Sumatera Barat. Hal
tersebut tidak bisa dilepaskan dari kiprah salah seorang tokohnya yang bernama Ahmad
Rasyid Sutan Mansur, atau yang lebih kondang dengan nama AR Sutan Mansur.
Sejatinya, sebelum Sutan Mansur, pikiran-pikiran dari Muhammadiyah sudah lebih
dulu disebarluaskan oleh H Abdul Karim Amrullah, bahkan beberapa cabang Muhammadiyah
sudah berdiri di Maninjau dan Padang Panjang. Dengan kata lain, H Abdul Karim Amrullah
telah membuka jalan bagi Sutan Mansur untuk lebih mengembangkan Muhammadiyah di
Sumatera Barat. Dan penyebaran gerakan ini justru semakin pesat setelah dia mendapat
dukungan dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dan sejumlah alim ulama 'kaum muda'.
Di samping itu, selaku mubaligh tingkat pusat Muhammadiyah (1926-1929) dia
ditugaskan mengadakan tabligh keliling ke Medan, Aceh, Kalimantan (Banjarmasin, Amuntai
dan Kuala Kapuas), Mentawai serta beberapa bagian Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan.
Aktivitasnya juga melatih pemuda-pemudi dalam lembaga Kulliyatul Muballigin yang
didirikannya untuk menjadi kader Muhammadiyah.
Adapun metode yang digunakan untuk latihan itu adalah mujadalah (kelompok
diskusi). Murid-muridnya antara lain Duski Samad (adik kandungnya sendiri), Abdul Malik
Ahmad (penulis tafsir Alquran), Zein Jambek, Marzuki Yatim (mantan Ketua KNI Sumatera
Barat), Hamka, Fatimah Latif, Khadijah Idrus, Fatimah Jalil, dan Jawanis.
Pada
tahun
1930
diselenggarakan
Kongres
ke-19
Muhammadiyah
di
Sumbangsihnya
dalam
mengembangkan
Muhammadiyah
di
Sumatera
Barat
Raisul Akbar
: K.H. Hasyim Asyari Tebuireng
Wakil Raisul Akbar
: K.H. Dahlan Surabaya
Katib Awal
: K.H. Abdul Wahab Hasbullah Surabaya
Katib Sani
: K.H. Abdul Halim Cirebon
Awan
: K. H. M. Alwi Abdul Aziz Surabaya
Awan
: K. H. Ridwan Surabaya
Awan
: Dan lain-lain
Mustasyar
: K. H. R. Asnawi Kudus
Mustasyar
: K. H. Ridwan Semarang
Mustasyar
: Dan lain-lain
Nahdlatul Ulama memiliki tujuan dan maksud untu memgang teguh salah satu
madzhab dari jumlah madzhab yang empat. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka ada
beberapa usaha yang di lakukan yaitu : menjalin hubungan baik dengan ulama madzhab
3 tahun
3 tahun
4 tahun
3 tahun
4 tahun
3 tahun
3 tahun
3 tahun
5 tahun
Susunan tersebut sekarang ini sudah mengalami banyak sekali perubahan dan
pembaharuan, dan Nahdlatul Ulama seperti halnya Muhammadiyah sudah tersebar luas di
Indonesia.
6. Persatuan Islam
Persatuan Islam (disingkat Persis) adalah sebuah organisasi Islam di Indonesia. Persis
didirikan pada 12 September 1923 (88) di Bandung oleh sekelompok Islam yang berminat
dalam pendidikan dan aktivitas keagamaan yang dipimpin oleh Haji Zamzam dan Haji
Muhammad Yunus. Persis didirikan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman
Islam yang sesuai dengan aslinya yang dibawa oleh Rasulullah Saw dan memberikan
pandangan berbeda dari pemahaman Islam tradisional yang dianggap sudah tidak
orisinil karena bercampur dengan budaya lokal, sikap taklid buta, sikap tidak kritis,
dan tidak mau menggali Islam lebih dalam dengan membuka Kitab-kitab Hadits yang
shahih. Oleh karena itu, lewat para ulamanya seperti Ahmad Hassan yang juga dikenal
dengan Hassan Bandung atau Hassan Bangil, Persis mengenalkan Islam yang hanya
bersumber dari Al-Quran dan Hadits.
Organisasi Persatuan Islam telah tersebar di banyak provinsi antara lain Jawa Barat,
Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Lampung, Bengkulu, Riau, Jambi, Gorontalo, dan masih
banyak provinsi lain yang sedang dalam proses perintisan. Persis bukan organisasi
keagamaan yang berorientasi politik namun lebih fokus terhadap Pendidikan Islam dan
Dakwah dan berusaha menegakkan ajaran Islam secara utuh tanpa dicampuri khurafat,
syirik, dan bid'ah yang telah banyak menyebar di kalangan awwam orang Islam.
sedikit, namun dalam segi kualitas, suaranya menggema seantero Nusantara, hingga Persis di
segani baik kawan maupun lawan.
Maka, Ibrah yang dapat di ambil yang pertama, adalah bagaimana Persis saat ini
memegang peranan dalam hal publikasi pemikiran, walaupun kita tidak menafikan
keberadaan adanya majalah Risalah. Kedua, metode diskusi dalam kajian keislaman harus
kembali di hidupkan kembali, karena selama ini, sebagian besar cabang-cabang Persis lebih
banyak meggunakan metode ceramah (monolog), hingga pada akhirnya tidak ada daya kritis
bagi kader-kader Persis, apalagi dalam menghadapi realita kehidupan masa kini (tidak peka
terhadap zaman).
B. Jenis-Jenis Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
Sejak zaman sebelum kemerdekaan Indonesia sampai sekarang banyak terdapat
lembaga pendidikan islam yang memegang peranan sangat penting dalam rangka penyebaran
ajaran islam di Indonesia, disamping peranannya yang cukup menentukan dalam
membangkitkan sika patriotism dan nasionalisme sebagai modal mencapai kemerdekaan
indonesia serta menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional. dan jenis-jenis lembaga
pendidikan di Indonesia
Mengaji nahwu dengan memakai kitab ajrumiyah, asymawi, syaikh kholid, azhari,
alfiyah, asyumuni,dll.
Sharaf: al-kailani,tafzani
Kantor urusan agama pada zaman belanda disebut kantor voor islamitische saken yang
dipimpin oleh orientalis belanda diubah menjadi sumubu yang dipimpin oleh ulama islam
sendiri, yaitu K.H Hasyim asyari dari jombang di daerah-daerah tersebut disebut sumuka.
Pondok pesantren yang besar-besar mendapat kujungan dan bantuan dari pembesar jepang.
Membentuk barisan hizbullah yang memberi latihan dasar kemiliteran pemuda islam (santrisantri) dipimpin oleh K.H Zainul arifin.
Jepang mengizinkan berdirinya sekolah tinggi islam dipimpin oleh K.H Wahid Hasyim,
Kahar muzakkir, dang Bung Hatta.
Ulama islam bekerja sama dengan pemimpin nasionalis membentuk barsan pembela tanah
air (PETA)
a.
Gerakan pembaharuan islam di indonesia muncul pada awal abad XX dilatar belakang oleh
kesadaran dan semangat yang komplek sebagaimana diuraikan oleh karel A. steenbrink
dengan mengindetifisikan adanya 4 faktor yang mendorong gerakan pembaharuan islam di
Indonesia:
Dan pada tahun 1958 pemerintah terdorong mendirikan madrasah negeri dengan
ketentuan kurikulum 30% pelajaran agama dan 70% pelajaran umum. System
penyelengaraanya sama dengan sekolah-sekolah umum dengan perjenjangan sebagai berikut :
Perguruan tinggi agama islam (PTAIN) yang kemudian berubah menjadi IAIN
(institute Agama islam negeri ).12[12]
Usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan pembinaan madrasah baik kualitas
maupun kuantitasanya dilakukan dalam bidang berikut :
a. Pe-Negerian Madrasah
Perhatian pemerintah untuk meningkatkan pembinaan madrasah melalui peningkatan
status kelembagaan dilakukan dengan menegerikan sekolah rakyat islam (SRI) menjadi
madrasah ibtidaiyah negeri sebanyak 235 pada tahun 1962 berdasarkan keputusan menteri
agama n0.104 tahun 1962. Madrasah tersebut semula berasal dari SRI yang diasuh oleh
pemerintah daerah kemudian diserahakan kepada kementrian agama pada tahun 1959, yaitu:
dan
c.
ilmu
agama
kepada
beberapa
guru
di
Makkah,
1902-
1904. Kemudian KHA Dahlan setelah menuntut ilmu keberbagai negara ia merintis karir
diantaranya :
organisasi Muhammadiyah pada 18 November 1912. Pahlawan Nasional Indonesia ini wafat
pada usia 54 tahun di Yogyakarta, 23 Februari 1923.
KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan citacita pembaharuan Islam di nusantara. Ia ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara
berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam
Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Ia mendirikan
Muhammadiyah bukan sebagai organisasi politik tetapi sebagai organisasi sosial
kemasyarakatan dan keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan.
Pada saat Ahmad Dahlan melontarkan gagasan pendirian Muhammadiyah, ia
mendapat tantangan bahkan fitnahan, tuduhan dan hasutan baik dari keluarga dekat maupun
dari masyarakat sekitarnya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama
Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang
Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak
membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan
hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa
mengatasi semua rintangan tersebut. Pada saat itu ia dengan organisasi Muhammadiyah yang
didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya.
Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan
ummat, dengan dasar iman dan Islam. Ketiga, dengan organisasinya, Muhammadiyah telah
mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan
kemajuan
bangsa,
dengan
jiwa
ajaran
Islam.
Keempat,
dengan
organisasinya,
sepanjang hidupnya, dirinya mengabdikan diri pada lembaga pendidikan, terutama di Ponpes
Tebuireng, Jombang. Adapun beberapa karya adalah :
Al-Tibyan fi al-Nahy an Muqathaah al-Arham wa al-Aqarib wa al-Ikhwan. Berisi tentang
tata cara menjalin silaturrahim, bahaya dan pentingnya interaksi sosial (1360 H).
Mukaddimah al-Qanun al-Asasy Li Jamiyyah Nahdhatul Ulama. Pembukaan undang-
Halim mendirikan Majlis Ilmu (1911) sebagai tempat pendidikan agama dalam bentuk yang
sangat sederhana pada sebuah surau yang terbuat dari bambu. Pada majlis ini ia meberikan
pengetahuan agama kepada para santrinya.
Dengan bantuan mertuanya,KH. Muhammad Ilyas, serta dukungan masyarakat Abdul
Halim dapat terus mengembangkan idenya. Pada perkembangan berikutnya, di atas tanah
mertuanya ia dapat membangun tempat pendidikan yang dilengkapi dengan asrama sebagai
tempat tinggal para santri. Untuk memantapkan langkah-langkahnya pada tahun 1912 ia
mendirikan suatu perkumpulan atau organisasi bernama Hayatul Qulub. Melalui lembaga ini
ia mengembangkan ide pembaruan pendidikan, juga aktif dalam bidang sosialo ekonomi dan
kemasyarakatan. Anggota perkumpulan ini terdiri atas para tokoh masyarakat , santri,
pedagang, dan petani.
Pada tanggal 16 Mei 1916 Abdul Halim mendirikan Jamiyah Ianah al-Mutaalimin
sebagai upaya untuk terus mengembangkan bidang pendidikan. Untuk ini ia menjalin
hubungan dengan Jamiyat Khair dan al-Irsyad di Jakarta. Melihat sambutan yang cukup
tinggi, yang dinilai oleh pihak kolonial dapat merongrong pemerintahan, maka pada tahun
1917 organisasi ini pun dibubarkan.
Dengan dorongan dari sahabatnya, HOS. Tjokroaminoto (Presiden Sarekat Islam pada
waktu itu), pada tahun itu juga ia mendirikan Persyarikatan Ulama. Organisasi ini diakui oleh
pemerintahan kolonial Belanda pada tanggal 21 Desember 1917. Pada tahun 1924 daerah
operasi organisasi ini sampai ke seluruh Jawa dan Madura, dan pada tahun 1937 terus
disebarkan ke seluruh Indonesia. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan agama islam
dapat tersebar cepat di seluruh indonesia adalah:
Kondisi peradaban yang telah ada di Indonesia lebih dahulu yaitu peradaban budha dan
hindu.
Kedua kondisi tersebut sangat mempengaruhi perkembangan umat islam dan
kemurnian amaliah islam di indoesia. Dan untuk mengetahui bagaimana sistem dan isi
pendidikan islam di Indonesia, akan ditelusuri dari sudut sejarah perkembangannya dapat
diuraikan sebagai berikut :
1.
Agama islam tidak sempit dan tidak berat melakukan aturan-aturannya. Bahkan mudah
diturut oleh segala
Penyiaran islam dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami umum,dapat dimengerti
oleh golongan atas denag sabda Nabi Muhammad saw yang maksudnya: berbicaralah kamu
dengan manusia menurut kadar akal mereka.
Pelajaran ketuhanan (teologis) atau ketauhidan yang ada pada garis besarnya berpusat pada
sifat dua puluh.
Isi pendidikan dan penagajaran islam seperti disebut diatas, juga berlaku pada pondok
pesantren, hanya asaja mereka murid-murid (para santri) bertempat tinggal bersama,sehingga
pelajaran tersebut dilaksanakan lebih intensif. Dan bila disimpulkan, maka isi pendidikan
islam dan pengajaran islam smapai timbul sistem madrasah baik yang diajarkan di
surau,langgar,masjid,maupun pondok pesantren, adalah sebagai berikut:
Ilmu saraf
Ilmu nahwu
Ilmu fiqih
Ilmu nahwu
Ilmu saraf
Ilmu fiqih]
Ilmu tafsir
Ilmu tauhid
Ilmu hadis
Mustalah hadis
Mantiq (logika)
Ilmu maani
Ilmu badi
a)
Banyaknya ulama-ulama kita yang telah berhasil menyadap pikiran-pikiran baru tentang
b)
islam adan mekkah dan mesir yang dipandang cocok diterapkan di Indonesia
Pendidikan islam yang telah dilakaukan selama ini secara tradisionil sebagai realisasi dari
BAB III
PENUTUP
Demikianlah, makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas dari Mata Kuliah
Sejarah Pendidikan Islam. Semoga, makalah ini bisa menjadi sebuah manfaat besar bagi
masyarakat yang membacanya. Sebelumnya, kelompok kami akan menyajikan beberapa
kesimpulan sari pembahasan tersebut dan memberikan kesempatan kepada pembaca untuk
memberikan kritik dan sarannya.
Kesimpulan :
Dari uraian yang telah dikemukakan tentang persoalan pendidikan Islam, atas peran
dan fungsi organisasi beragama yang lahir untuk membumikan ajaran Islam di tengah-tengah
masyarakat muslim pada khususnya. Hal ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
Kondisi Pendidikan Islam pada masa penjajahan cukup banyak mendapat tekanan dari pihak
penjajah namun dengan semangat jiwa patriotisme dan semangat jihad di jalan Allah yang
dimiliki oleh para pejuang Islam mampu melawan penjajah dengan berbagai cara termasuk
penyelenggaraan pendidikan Islam sesuai dengan organisasi keagamaan yang telah dibentuk
masing-masing tokoh pendidikan tersebut.
Latar belakang munculnya pendidikan Islam di Indonesia akibat adanya desakan penjajah
untuk membatasi gerakan keagamaan dalam bidang pendidikan, di samping itu juga
munculnya gerakan pembaharuan pemikiran keagamaan dari tokoh Islam.
Pendidikan Islam sesudah merdeka mendapat perhatian dari Pemerintah terbukti dari segi
kualitas dan kuantitas pendidikan, dalam sarana penunjang keberhasilan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Zuhairini, Dkk. Sejarah Pendidikan Islam. 2008. Bumi aksara : Jakarta.
Drs. Rochidin Wahab FZh, MPd. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. 2004. Alfabeta :
Bandung.
Dr. Abdul Mujib, M. Ag. Ilmu Pendidikan Islam. 2008. Kencana : Jakarta
Drs. Hasbullah. 1995. Sejarah Pendidikan Islam Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan. Raja Grafindo Persada : Jakarta
Kutojo, Sutrisno, Mardanas Safwan 1991. K.H. Ahmad Dahlan : riwayat hidup dan
perjuangannya. Bandung: Angkasa.
Rukiati, Enung dan Fenti Hikmawati. 2006. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung
: Pustaka Setia.
Prof. Dr. H. Abudin Nata, M.A. 2044. Sejarah Pendidikan Islam (Pada Periode Klasik dan
Pertengahan). Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Azumardi Azra. 2001. Sejarah Perkembangan Lembaga - Lembaga Pendidikan Islam di
Indonesia. Grasindo : Jakarta
Prof. Dr. Musrifah Sunanto. 2005. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Raja Grafindo :
Jakarta.
Aminudin Rasya, Zuhari A.K, Baihaqi. 1986. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.
Departemen Agama RI : Jakarta.
Yunus, Mahmud. 1979. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Mutiara : Jakarta