Anda di halaman 1dari 23

ORGANISASI KEAGAMAAN DALAM

KEPENDIDIKAN ISLAM.
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan Islam sudah berlangsung di Indonesia sejak lama. Dalam definisi yang
agak longgar, pendidikan Islam bisa dikatakan sudah berlangsung sejak penetrasinya Islam ke
teritorial ini. Hanya saja kegiatan pendidikan Islam baru dianggap fenomenal dan mendapat
perhatian serius dari para historian pada fase jayanya kerajaan-kerajaan Islam Nusantara.
Pada masa kerajaan-kerajaan Islam eksistensi dan maju mundurnya aktivitas pendidikan
Islam sepenuhnya tergantung pada struktur dan perhatian yang diberikan kerajaan kepadanya.
Namun demikian, dalam kenyataan di lapangan sangat terlihat jelas bahwa pendidikan Islam
memperoleh support yang relatif baik dari para raja dan sultan muslim. Hal ini terbukti
dengan jumlah saintis muslim dan literatur yang mereka tinggalkan sebagai khazanah klasik
Islam Nusantara. Para saintis Nusantara bahkan diketahui telah membangun scientific
network yang berwatak kosmopolitan, melibatkan pusat-pusat kegiatan ilmiah terkemuka di
dunia Islam (Azra, 1994; Bruinessen, 1996).
Pada abad ke-20 setelah melalui proses panjang pembusukan sistem kerajaan Islam
Nusantara dan jatuhnya teritori ini ke bawah kolonialisme bangsa-bangsa Barat watak
pendidikan Islam Indonesia mengalami perubahan yang sangat signifikan. Memudarnya
kerajaan secara langsung menjadikan sistem pendidikan tradisional terdisolvasikan; lalu
keadaan ini diperburuk pula oleh misi kolonialisme yang pada intinya tidak menghendaki
majunya pendidikan Islam. Terdisolvasinya sistem politik dan lemahnya social system umat
Islam memaksa umat Islam mengorganisasikan pendidikan dalam unit-unit dan bahkan subsub unit yang lebih kecil dari masyarakat Islam.
Dengan kata lain, fragmentasi sosio-politik mengakibatkan fragmentasi sistem
pendidikan. Salah satu aspek menarik dari totalitas proses ini adalah lahirnya sejumlah
organisasi sosial keagamaan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, PERSIS, Al-Jamiyatul
Washliyah, Al-Irsyad, dan lain-lain yang menjadikan pendidikan sebagai bagian yang
signifikan dari programnya. Peranan dari organisasi-organisasi ini dalam menggagas,
melaksanakan, dan mengembangkan kegiatan pendidikan Islam tidak saja telah berhasil

memenuhi kebutuhan pendidikan umat Islam Indonesia, tetapi lebih dari itu juga telah
memainkan peran yang lebih luas berdasarkan kondisi yang melingkupinya. Sejumlah
penelitian telah dilakukan oleh para ahli berkenaan dengan berbagai organisasi ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Organisasi Keagamaan Dalam Kependidikan Islam
1. Al-Jamiat Al-Khairiyah
Pertama kalinya dalam sejarah Indonesia pada tahun 1905 berdiri sebuah lembaga yang
dikelola oleh orang-orang keturunan Arab, khususnya dari Hadramaut (Yaman) yang sejak
sekitar abad ke 10 dan 13 Islam sudah masuk secara besar-besaran ke Indonesia. Maka
lahirnya sebuah lembaga kependidikan yang bernama Al-Jamiyah Al-Khairiah didirikan
pada tanggal 17 Juli 1905.1[1]
Orang-orang arab ini dari golongan sayid yang telah mendirikan organisasi tersebut dan
mereka merupakan cendikiawan-cendikiawan yang mencurahkan perhatiannya pada bidang
agama dan pendidikan. Maka didirikannya sebuah madrasah.2[2] Anggota organisasi ini
mayoritas orang-orang Arab. Pada umumnya anggota dan pemimipinnya terdiri dari orangorang yang berada tanpa mengorbankan usaha pencaharian nafkah.
Dalam kurikulum madrasah yang dibangun oleh jamiat khair ini, selain mendapatkan
ilmu dalam bidang keagamaan, tercantumkannya pula mata pelajaran yang bersifat sekuler,
seperti berhitung, sejarah, dan ilmu bumi. Jika dalam bidang kebahasaan yang dipergunakan
yakni bahsa Melayu dan bahasa Arab ditetapkan sebagai bahasa yang utama. Sementara
bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa yang nomor dua dan bahasa Belanda tidak
dipergunakan dalam madrasah ini.3[3]
Selain itu, ada pula rencana yang dibuat agar dapat memajukan anak muridnya dengan
pengiriman anak-anak muda ke Turki untuk melanjutkan studi. Akan tetapi pada bidang yang
kedua ini sering terhambat karena kekurangan biaya dan juga karena kemunduran khilafat,
dengan pengertian tidak ada seorangpun yang dikirim ke Timur Tengah memainkan peranan
yang penting setelah mereka kembali ke Indonesia.
1
2
3

Pada tahun 1907, dimulailah perekrutan guru-guru yang mempunyai banyak


pengalaman dalam bidang-bidang tertentu yang dibutuhkan oleh madrasah ini, seperti H. M.
Mansur yang mempunyai talenta dalam bidang agama dan berkemampuan berbahasa Melayu.
Lalu semakin melesatnya perkembangan madrasah ini. Maka pada Oktober 1911, merekrut
beberapa guru lainnya seperti Syeikh. A. Surkati, Syeikh M. Taib, Syeikh Abd. Hamid dan
pada tahun 1913 mendatangkan guru yang mayoritas dari Saudi Arabia.
2. Al-Islah Wal Irsyad
Syaikh Ahmad Sookarti yang berasal dari Sudan juga pernah mengabdi di Jamiat Al
Khair, mendirikan organisasi baru dan menjadi organisasi keturunan Arab terbesar di
Indonesia.4[4]
Setelah keluarnya Sookarti dari Jamiar Khair, kemudian ia ditampung oleh pemuka
masyarakat yakni Umar Maggussy. Setelah itu, ia memimpin sebuah madrasah yang
berkomunitas masyarakat Arab yang kemudian Al-Irsyad Al-Islamiyah wa Al-Irsyad AlArabiyah yang lebih dikenal dengan nama Al-Irsyad. Pada 11 agustus 1915, Al-Irsyad
mendapatkan status hukum dari Belanda. Walaupun demikian, dari pihak Al-Irsyad mencatat
hari berdirinya pada 6 september 1914.5[5]
Al-Irsyad sendiri menjuruskan perhatian pada bidang pendidikan, teutama pada
masyarakat Arab, ataupun pada permasalahan yang timbul dikalangan Arab, walaupun orangorang Indonesia Islam bukan Arab, ada yang menjadi angotanya.Pada awal mula berdirinya
madrasah ini, murid-murid yang pertama kali adalah kebanyakan dari kalangan masyarakat
Arab dan sebagian kecil dari kalangan masyarakat pribumi.
Pada tahun 1930-an, Al- Irsyad mengeluarkan sebuah system yang bersifat beasiswa
kepada beberapa lulusannya ke Mesir. Akan tetapi mereka tidak memanfaatkan dengan baik
untuk pembelajaran disana, sehingga mereka melanjutkan studinya dengan biaya dari
keluarga masing-masing.
Organisasi-organisai tersebut mempunyai peranan penting dalam mempererat sebuah
hubungan cultural antara masyarakat Indonesia dan masyarakat Arab. Selain itu, dengan
adanya penerbitan yang dipesan dari Arab, baik itu buku dan majalah yang masuk ke

4
5

Indonesia. Maka terjalinlah hubungan tersebut mengakibatkan adanya interaksi antara


perkembangan Islam di Indonesia.6[6]
Setelah berusaha sebaik mungkin di Al-Irsyad, akhirnya ia mengundurkan diri
sementara. Tetapi Al-Irsyad mengalami kemunduran. Bahkan, telah dikirimnya M. Abu Zayd
dan Abdurrahman yang merupakan pembaru Islam dari Mesir pada tahun1922.7[7]
Lalu pada tahun 1923, majalah bulanan Az-Zakirah diterbitkan oleh Sookarti yang
isinya merupakan jawaban-jawaban Sookarti atas pertanyaan yang diajukan oleh murudmuridnya yang tersebar di daerah-daerah tersebut.
3. Persyerikatan Ulama
Majalengka-Jawa Barat mempunyai tokoh tersohor yakni K.H. Abdul Halim memimpin
Perserikatan Ulama pada tahun 1911.
Perserikatan ulama diakui sah secara badan hukum oleh pemerintah dengan bantuan
H.O.S Cokroaminto (Pemimpin Serikat Islam) yakni pada tahun 1917. Kemudian pada tahun
1924 Perserikatan Ulama mulai secara resmi meluaskan daerah operasinya ke seluruh Jawa
dan Madura dan pada tahun 1937 ke seluruh Indonesia.
KHA Halim dalam suatu konres perserikatan Ulama di Majalengka pada tahun 1932,
beliau mengusulkan agar sebuah lembaga didirikan yang akan melengkapi pelajar-pelajarnya
bukan hanya dengan berbagai cabang ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum,
tetapi juga dengan kelengkapan-kelengkapan berupa pekerjaan tangan, pedagang dan
pertanian, bergantung dari bakat masing-masing.
4. Muhammadiyah
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada
tanggal 8 November 1912(99). Organisasi ini bertujuan untuk memperkuat keyakinan dalam
agama dan memperluas serta mempertimbangkan pendidikan agama Islam secara modern,
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sesungguhnya di ridhoi oleh Allah SWT.
Muhammadiyah di dirikan oleh faham pembaharuan dan kebangkitan Islam yang lebih di
kenal dengan reformasi dan Modernisasi Islam. Faham ini di pimpin oleh Sayyid Jamaluddin
dari Afghanistan.8[8]
6
7
8

Organisasi ini mendirikan beberapa lembaga pendidikan Islam untuk mencapai tujuan
yang telah di tetapkan sebelumnya. Selain itu, Muhammadiyah juga mendirikan beberapa
masjid, menerbitkan berbagai macam judul buku, membuat acara tabligh akbar,
menerbitkan dan menyebarkan brosur serta majalah-majalah yang berkaitan dengan
pendidikan dan Agama Islam.

Banyak sekali usaha lain yang di dirikan oleh

muhammadiyah guna mencapai maksud dan tujuan dari organisasi tersebu. Ada beberapa hal
lainnya sehingga membuat Muhammadiyah bangkit dan meluas di Indonesia.
Pada awalnya, Muhammadiyah tidak mengadakan pembagian yang jelas terhadap
semua anggotanya. Akan tetapi, ada beberapa hal yang lebih pasti untuk di jadikan perluasan
terhadap wilayah muhammadiyah. Pada tahun 1917, muhammadiyah melakukan
perluasan wilayah operasi. Perluasan sangat di mudahkan oleh pribadi K. H. Ahmad
Dahlan yang memiliki propaganda dengan memperlihatkan toleransi dan pengertian
kepada pendengarnya.
Pembaharuan pertama yang di lakukan oleh K. H. Ahmad Dahlan adalah tentang
praktek seperti kiblat dan kebersihan. Sekitar tahun 1920, perluasan Muhammadiyah
kembali lagi keluar Yogyakarta. Daerah Surabayapun sudah mengenal dan tertarik terhadap
pemikiran-pemikiran Muhammadiyah. Ini merupakan inisiatif dari ulama-ulama setempat
seperti K. H. Mas Mansyur yang kemudian menjadi ketua umumnya. Kemudian, di lihat
lagi bahwa cabang pertama yang didirikan oleh Muhammadiyah adalah di Minangkabau.
Muhammadiyah selama ini dikenal punya basis yang kuat di Propinsi Sumatera Barat. Hal
tersebut tidak bisa dilepaskan dari kiprah salah seorang tokohnya yang bernama Ahmad
Rasyid Sutan Mansur, atau yang lebih kondang dengan nama AR Sutan Mansur.
Sejatinya, sebelum Sutan Mansur, pikiran-pikiran dari Muhammadiyah sudah lebih
dulu disebarluaskan oleh H Abdul Karim Amrullah, bahkan beberapa cabang Muhammadiyah
sudah berdiri di Maninjau dan Padang Panjang. Dengan kata lain, H Abdul Karim Amrullah
telah membuka jalan bagi Sutan Mansur untuk lebih mengembangkan Muhammadiyah di
Sumatera Barat. Dan penyebaran gerakan ini justru semakin pesat setelah dia mendapat
dukungan dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dan sejumlah alim ulama 'kaum muda'.
Di samping itu, selaku mubaligh tingkat pusat Muhammadiyah (1926-1929) dia
ditugaskan mengadakan tabligh keliling ke Medan, Aceh, Kalimantan (Banjarmasin, Amuntai
dan Kuala Kapuas), Mentawai serta beberapa bagian Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan.
Aktivitasnya juga melatih pemuda-pemudi dalam lembaga Kulliyatul Muballigin yang
didirikannya untuk menjadi kader Muhammadiyah.

Adapun metode yang digunakan untuk latihan itu adalah mujadalah (kelompok
diskusi). Murid-muridnya antara lain Duski Samad (adik kandungnya sendiri), Abdul Malik
Ahmad (penulis tafsir Alquran), Zein Jambek, Marzuki Yatim (mantan Ketua KNI Sumatera
Barat), Hamka, Fatimah Latif, Khadijah Idrus, Fatimah Jalil, dan Jawanis.
Pada

tahun

1930

diselenggarakan

Kongres

ke-19

Muhammadiyah

di

Minangkabau. Salah satu keputusannya adalah perlunya jabatan konsul Muhammadiyah di


setiap karesidenan. Maka berdasarkan Konferensi Daerah di Payakumbuh tahun 1931,
dipilihlah Sutan Mansur sebagai konsul Muhammadiyah untuk wilayah Sumatera Barat
hingga 1944. Kemudian atas usul konsul Aceh, konsul-konsul seluruh Sumatera setuju untuk
mengangkat Sutan Mansur selaku imam Muhammadiyah Sumatera.
Ketika berlangsung Kongres Muhammadiyah ke-32 di Purwokerto tahun 1953, dia
terpilih sebagai Ketua Pusat Pimpinan (PP) Muhammadiyah. Tiga tahun berikutnya yakni
pada Kongres ke-33 di Palembang, dia terpilih kembali sebagai ketua PP Muhammadiyah.
Lantas pada kongres ke-35 tahun 1962 di Yogyakarta, Sutan Mansur diangkat sebagai
Penasehat PP Muhammadiyah sampai 1980.
Tercatat selama masa kepemimpinannya dua periode (1953-1959) dia berhasil
merumuskan khittah (garis perjuangan) Muhammadiyah. Antara lain mencakup usaha-usaha
menanamkan dan mempertebal jiwa tauhid, menyempurnakan ibadah dengan khusyuk dan
tawadlu, mempertinggi akhlak, memperluas ilmu pengetahuan, menggerakkan organisasi
dengan penuh tanggung jawab, memberikan contoh dan suri tauladan kepada umat,
konsolidasi administrasi, mempertinggi kualitas sumber daya manusia, serta membentuk
kader handal.
Selain aktif di organisasi, dia pun dikenal sebagai penulis yang produktif. Bukubukunya antara lain Pokok-pokok Pergerakan Muhammadiyah, Penerangan Azas
Muhammadiyah, Hidup di Tengah Kawan dan Lawan, Tauhid, Ruh Islam, dan Ruh Jihad.
Buku-buku tersebut sampai saat ini masih menjadi pegangan bagi anggota Muhammadiyah.
Dalam bidang fikih, Sutan Mansur dikenal sangat toleran. Dia misalnya tidak terlalu
mempermasalahkan perbedaan pendapat dalam masalah furu'iyyah (hukum agama yang tidak
pokok). Hasil Putusan Tarjih Muhammadiyah dipandangnya hanya sebagai sikap organisasi
Muhammadiyah terhadap suatu masalah agama, itu pun sepanjang belum ditemukan
pendapat yang lebih kuat. Karenanya HPT menurut dia tidak mengikat anggota
Muhammadiyah.

Sumbangsihnya

dalam

mengembangkan

Muhammadiyah

di

Sumatera

Barat

menjadikanya mendapat julukan 'Bintang Barat Muhammadiyah', setelah KH Mas Mansyur


dipandang sebagai 'Bintang Timur Muhammadiyah'. Dia pun dipandang selaku tokoh utama
Muhammadiyah dari generasi pertama, setelah KH Ahmad Dahlan, KH AR Fakhruddin,
KH Ibrahim, KH Abdul Mu'thi, KH Mukhtar Bukhari, serta KH Mas Mansyur.
Dalam tahun 1927, Muhammadiyah kembali mendirikan beberapa cabang di daerah
Aceh dan, Makassar, Bengkulu dan Banjarmasin. Sementara alim ulama dari
Muhammadiyah di kirim sebagian untuk menyebarkan cita-cita Muhammadiyah. Akan tetapi,
beberapa cabang ini juga akan di bangun beberapa lembaga pendidikan yang bersifat
permanen seperti sekolah dan hal lainnya. Kemudian, dalam Muhammdiyah juga terdapat
beberapa kegiatan seperti : PKU (Penolong Kesengsaraan Umum), Aisyiyah (Organisasi
wanita dalam Muhammadiyah), Hizbul Watan (Gerakan Kepanduan Muhammadiyah),
dan Majlis Tarjih (Tempat Mengeluarkan Fatwa).
5. Nahdlatul Ulama
Organisasi ini berdiri pada tanggal 16 Rajab 1344 (33 Januari 1926 M) atau 85 tahun di
Surabaya. Pendiri utama dari organisasi ini adalah K.H. Hasyim Asyari dari Tebuireng.
Latar belakangnya adalah untuk memberikan keseimbangan komite khilafat yang
secara berangsur-angsur jatuh ke tangan golongan pembaharuan. Kemudian bertujuan
untuk menyerukan kepada Ibnu Saud agar kebiasaan beragama secara tradisi dapat
di teruskan. Organisasi ini membentuk susunan pengurus pertama sebagai sebuah tonggak
pertama untuk membuat organisasi ini menjadi berkembang di Indonesia secara menyeluruh.
Susunan pengurus yang di bentuk oleh Nahdlatul Ulama yaitu :

Raisul Akbar
: K.H. Hasyim Asyari Tebuireng
Wakil Raisul Akbar
: K.H. Dahlan Surabaya
Katib Awal
: K.H. Abdul Wahab Hasbullah Surabaya
Katib Sani
: K.H. Abdul Halim Cirebon
Awan
: K. H. M. Alwi Abdul Aziz Surabaya
Awan
: K. H. Ridwan Surabaya
Awan
: Dan lain-lain
Mustasyar
: K. H. R. Asnawi Kudus
Mustasyar
: K. H. Ridwan Semarang
Mustasyar
: Dan lain-lain
Nahdlatul Ulama memiliki tujuan dan maksud untu memgang teguh salah satu
madzhab dari jumlah madzhab yang empat. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka ada
beberapa usaha yang di lakukan yaitu : menjalin hubungan baik dengan ulama madzhab

tersebut, melakukan pemeriksaan terhadap kitab-kitab yang akan di ajarkan, menyiarkan


agama islam sesuai madzhab yang di ajarkan, memperbanyak madrasah dan lembaga
pendidikan yang berdasarkan agama islam, dan memperhatikan hal yang berkaitan dengan
lembaga, surau dan sebagainya.
Hal tersebut merupakan maksud dan tujuan Nahdlatul Ulama yang sesuai dengan
Anggaran Dasar 1926. Dari hal tersebut dapat di buktikan bahwa NU adalah perkumpulan
sosial yang mementingkan pendidikan agama islam. Sejak penjajahan Belanda dan Jepang,
NU tetap membuat lembaga seperti madarasah dan pesantren tetap maju dan berkembang.
Pada akhir tahun 1356 H, NU telah mengeluarkan susunan madarasah secara umum.
Semua sistem sekolah, kurikulum, peraturan dan sebagainya yang berkaitan dengan
pendidikan di madrasah tersebut harus sesuai dengan PB NU bagian pendidikan. Setelah
indonesia merdeka, NU menampilkan resolusi jihadnya untuk mempertahankan tanah air
Indonesia yang telah merdeka. NU memberikan penegasan bahwa resolusi tersebut
hukumnya adalah fardhu ain yaitu setiap muslim wajib berjihad di mana saja.
Dalam kongres NU tahun 1946, NU mengajarkan supaya anggota NU mengikuti
Masyumi, NU merupakan tulang punggung masyumi. Dan pada akhirnya, masyumi
merupakan satu-satunya partai politik Islam di Indonesia. Kemudian, NU membentuk
program pendidikan dengan nama Al-Maarif yang berada di bawah naungan NU.
Dalam sebuah konferensi, Al-Maarif berlangsung pada tanggal 23-26 Februari 1954.
Susunannya adalah :

Raudatul Atfal (Taman Kanak-kanak)


SR (Sekolah Rendah)/SD
SMP NU
SMA NU
SGB NU
SGA NU (SPG-sekarang)
MMP NU (Madrasah Menengah Pertama)
MMA NU (Madrasah Menengan Atas)
Muallimin/ Muallimat NU

3 tahun
3 tahun
4 tahun
3 tahun
4 tahun
3 tahun
3 tahun
3 tahun
5 tahun

Susunan tersebut sekarang ini sudah mengalami banyak sekali perubahan dan
pembaharuan, dan Nahdlatul Ulama seperti halnya Muhammadiyah sudah tersebar luas di
Indonesia.
6. Persatuan Islam
Persatuan Islam (disingkat Persis) adalah sebuah organisasi Islam di Indonesia. Persis
didirikan pada 12 September 1923 (88) di Bandung oleh sekelompok Islam yang berminat

dalam pendidikan dan aktivitas keagamaan yang dipimpin oleh Haji Zamzam dan Haji
Muhammad Yunus. Persis didirikan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman
Islam yang sesuai dengan aslinya yang dibawa oleh Rasulullah Saw dan memberikan
pandangan berbeda dari pemahaman Islam tradisional yang dianggap sudah tidak
orisinil karena bercampur dengan budaya lokal, sikap taklid buta, sikap tidak kritis,
dan tidak mau menggali Islam lebih dalam dengan membuka Kitab-kitab Hadits yang
shahih. Oleh karena itu, lewat para ulamanya seperti Ahmad Hassan yang juga dikenal
dengan Hassan Bandung atau Hassan Bangil, Persis mengenalkan Islam yang hanya
bersumber dari Al-Quran dan Hadits.
Organisasi Persatuan Islam telah tersebar di banyak provinsi antara lain Jawa Barat,
Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Lampung, Bengkulu, Riau, Jambi, Gorontalo, dan masih
banyak provinsi lain yang sedang dalam proses perintisan. Persis bukan organisasi
keagamaan yang berorientasi politik namun lebih fokus terhadap Pendidikan Islam dan
Dakwah dan berusaha menegakkan ajaran Islam secara utuh tanpa dicampuri khurafat,
syirik, dan bid'ah yang telah banyak menyebar di kalangan awwam orang Islam.

Muhammad Isa Anshary Politikus dan Pejuang Indonesia.


Mohammad Natsir Mantan Perdana Menteri Indonesia
KH.Ahmad Hassan Teman Debat Soekarno Ketika di Bandung
Haji ZamZam Pendiri Persis
Haji Mohammad Yunus Pendiri Persis
KH.Shidiq Amien Mantan Ketua Umum persis
KH.Ikin Shadikin Ulama Terkemuka Persis
KH. Usman Sholehudin Ketua Dewan Hisbath
Disaat kejumudan dan keterbelakangan pemikiran menjadi trend bagi Negaranegara muslim yang sedang dijajah, seperti Indonesia. Persis maju kedepan sebagai
pembaharu (mujadid) untuk membebaskan kejumudan tersebut dan mendobrak
pintu ijtihad yang pada waktu itu tertutup. Hal ini merupakan transformasi dari pemikirpemikir pembaharu Mesir dan Timur Tengah pada waktu itu, diantaranya: Jamaludin AlAfghani, Hasan Al-Banna, Rasyid Ridho dan lain-lain.
Keberhasilan Persis saat itu, menurut Deliar Noer, karena Persis memegang peranan
dalam Media Massa (Dakwah bilkitabah), A.Hasan dan murid-muridnya menerbitkan
bulletin, selebaran, majalah, dll, sehingga walaupun Persis itu dalam segi kuantitas sangat

sedikit, namun dalam segi kualitas, suaranya menggema seantero Nusantara, hingga Persis di
segani baik kawan maupun lawan.
Maka, Ibrah yang dapat di ambil yang pertama, adalah bagaimana Persis saat ini
memegang peranan dalam hal publikasi pemikiran, walaupun kita tidak menafikan
keberadaan adanya majalah Risalah. Kedua, metode diskusi dalam kajian keislaman harus
kembali di hidupkan kembali, karena selama ini, sebagian besar cabang-cabang Persis lebih
banyak meggunakan metode ceramah (monolog), hingga pada akhirnya tidak ada daya kritis
bagi kader-kader Persis, apalagi dalam menghadapi realita kehidupan masa kini (tidak peka
terhadap zaman).
B. Jenis-Jenis Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
Sejak zaman sebelum kemerdekaan Indonesia sampai sekarang banyak terdapat
lembaga pendidikan islam yang memegang peranan sangat penting dalam rangka penyebaran
ajaran islam di Indonesia, disamping peranannya yang cukup menentukan dalam
membangkitkan sika patriotism dan nasionalisme sebagai modal mencapai kemerdekaan
indonesia serta menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional. dan jenis-jenis lembaga
pendidikan di Indonesia

dikategorikan menjadi 2 periode, yaitu: periode sebelum

kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan.


1. Lembaga Pendidikan Sebelum Kemerdekaan Indonesia
Pendidikan dan pengajaran agama slam dalam bentuk pengajian Al-Quran dan
pengajian kitab yang diselenggarakan di rumah-rumah, langagar, surau, rangkang, mesjid,
pesantren, pondok pesantren, dan lain-lain seperti diuraikan terdahulu, pada perkembangan,
selanjutnya mengalami perubahan (kurikulum), metode maupun struktur organisasinya,
sehingga melahirkan suatu bentuk lembaga baru yang disebut madrasah9[9]. Dan ketika
periode sebelum kemrdekaan atau masa penjajahan terdapat 2 masa yaitu masa penjajahan
jepang dan masa penjajahan belanda.
a) Pendidikan Zaman Belanda
Pada tahun 1901 belanda melakukan politik etis, yaitu mendirikan pendidikan rakyat
sampai ke desa yang memberikan hak-hak pendidikan pada pribumi dengan tujuan ntuk
mempesiapkan pegawai-pegawai yang bekerja untuk belanda, sehingga mengakibatkan
terambatnya pendidkan tradisonal. Dan pandangan mendorng rakyat ribumi untuk elakukan

pembaharuan , diantaranya di bidang pendidikan dan agama, maka lahirah gerakan


pembaharuan pendidikan islam.
Susunan pendidikan islam yang digerakan pada masa pembaharuan adalah :
Pengajian al-quran sama seperti tahun 1900 dan Pengajian kitab terdiri dari:

Mengaji nahwu dengan memakai kitab ajrumiyah, asymawi, syaikh kholid, azhari,
alfiyah, asyumuni,dll.

Sharaf: al-kailani,tafzani

Fiqih : fath al-qarib,fath al muin,dll.10[10]

b) Pendidikan Zaman Jepang


Jepang menjajah Indonesia setelah mengalahkan belanda dalam peran dunia II dengan
semboyan asia timur raya atau asia untuk asia. Pada awalnya pemerintah jepang seakan-akan
membela kepentingan islam sebagai siasat untuk memenangkan perang sehingga jepang
menempuh kebijaksanaan sebagai berikut :

Kantor urusan agama pada zaman belanda disebut kantor voor islamitische saken yang
dipimpin oleh orientalis belanda diubah menjadi sumubu yang dipimpin oleh ulama islam
sendiri, yaitu K.H Hasyim asyari dari jombang di daerah-daerah tersebut disebut sumuka.

Pondok pesantren yang besar-besar mendapat kujungan dan bantuan dari pembesar jepang.

Sekolah-sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti/agama.

Membentuk barisan hizbullah yang memberi latihan dasar kemiliteran pemuda islam (santrisantri) dipimpin oleh K.H Zainul arifin.

Jepang mengizinkan berdirinya sekolah tinggi islam dipimpin oleh K.H Wahid Hasyim,
Kahar muzakkir, dang Bung Hatta.

Ulama islam bekerja sama dengan pemimpin nasionalis membentuk barsan pembela tanah
air (PETA)

Umat islam mendirikan majelis syuro mulimin Indonesia (Masyumi).


Latar belakang pertumbuhan madrasah diindonesia dapat dikembalikan pada dua situasi,
pertama: adannya gerakan pembaharuan di Indonesia, dan yang kedua: gerakan pembaharuan
islam diindonesia.

a.

Gerakan pembaharuan islam di Indonesia.


10

Gerakan pembaharuan islam di indonesia muncul pada awal abad XX dilatar belakang oleh
kesadaran dan semangat yang komplek sebagaimana diuraikan oleh karel A. steenbrink
dengan mengindetifisikan adanya 4 faktor yang mendorong gerakan pembaharuan islam di
Indonesia:

Faktor keinginan kembali pada Al-Quran dan sunnah

Faktor semangat nasionalisme melawan penguasa kolonal belanda

Faktor memperkuat basis gerakan sosial, ekonomi, budaya, dan politik.

Faktor untuk melakukan pembaharuan pendidikan islam di Indonesia.11[11]

b. Respons pendidikan islam terhadap kebijakan pendidikan hindia belanda


Ide-ide tersebut muncul dari tokoh yang perneh mengenyam pendidikan di timur tengah ata
pendidikan beanda, mereka mendirikan lembaga pendidikan baik secara perorangan maupun
secara keompok/organisasi dala bentuk lemaga yang dinamakan marasah ataupun sekolah.
Madrasah-madraah yang didirikan antara lain :
1. Madrasah adabiyah
2. Sekolah agama
3. Madrasah diniyah
4. Madrasah muhammadiyah
5. Arabiyah school
6. Sumatra thawalib
7. Madrasah diniyah putri
8. Madasah salafiyah dan Madrasah lainnya.
2. Lembaga Pendidikan Islam Sesudah Kemerdekaan Indonesia
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia diprolamasikan pada tanggal 17 agustus
1945, kemudian pada tanggal 3 januari 1946 terbentukalah Departemen Agama. Pengurusan
tentang penyelenggaraan sekolah-sekolah agama termasuk madrasah menjadi tanggung jawab
dan wewenang departemen agama yang pada waktu itu disebut bagian B, yaitu bagian
pendidikan.
11

Dan pada tahun 1958 pemerintah terdorong mendirikan madrasah negeri dengan
ketentuan kurikulum 30% pelajaran agama dan 70% pelajaran umum. System
penyelengaraanya sama dengan sekolah-sekolah umum dengan perjenjangan sebagai berikut :

Madrasah ibtidaiyah Negeri (MIN) setingkat SD lama belajar 6 tahun.

Madrasah tsanawiyah Negeri ( MTsN) setingkat SMP lama belajar 3 tahun.

Madrasah aliyah negeri (MAN) setingkat SMA lama belajar 3 tahun.

Perguruan tinggi agama islam (PTAIN) yang kemudian berubah menjadi IAIN
(institute Agama islam negeri ).12[12]
Usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan pembinaan madrasah baik kualitas
maupun kuantitasanya dilakukan dalam bidang berikut :

a. Pe-Negerian Madrasah
Perhatian pemerintah untuk meningkatkan pembinaan madrasah melalui peningkatan
status kelembagaan dilakukan dengan menegerikan sekolah rakyat islam (SRI) menjadi
madrasah ibtidaiyah negeri sebanyak 235 pada tahun 1962 berdasarkan keputusan menteri
agama n0.104 tahun 1962. Madrasah tersebut semula berasal dari SRI yang diasuh oleh
pemerintah daerah kemudian diserahakan kepada kementrian agama pada tahun 1959, yaitu:

205 yang diasuh oleh pemerintah daerah istimewa aceh

19 buah dari keresidenan lampung

11 dari keresidenan Surakarta.

b. Pembinaan diversifikasi kelembagaan madrasah


Disamping pembinaan status kelembagaan pemerintah juga melakukan pembinaan madrasah
melalui diversifikasi madrasah antara lain sebagai berikut :

Didirikan madrasah wajib belajar pada tahun 1958/1959.


Ditetapkan beberapa buah model, yaitu MIN model 44 buah, MTsN model 69 buah,

MAN model 35 buah.


Madrasah aliyah program khusus (MAPK)
Madrasah aliyah keterampulan (MAK)
Dibukanya madrasah tsanawiyah terbuka sebagai upaya meningkatkan penuntasan wajib
belajar 9 tahun.sampai saat ini terdapat 60 buah MTs terbuka.13[13]
12
13

dan

Dibukanya Madrasah diniyah.

c.

Pembinaan pendidikan dan pengajaran


Pembinaan pendidikan dan pengajaran dilakukan oleh pemeritah sebagai bagian dari
usaha untuk meningkatkan kualias madrasah. Keberadaan madrasah sejak Indonesia merdeka
sampai sekarang pada hakikatnya adalah kelanjutan dari keberadaan madrasah sejak awal
berdirinya pada permulaan abad XX sampai dengan diprolamasikannya kemerdekaan
republik Indonesia tahun 1945.

C. Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Indonesia


1. Kyai Haji Ahmad Dahlan (1869-1923)
Kyai Haji Ahmad Dahlan dilahirkan di yogyakarta 1 Agustus pada tahun 1896 M
dengan nama panggilannya Muhammad Darwis putra dari KH. Abubakar bin kyai sulaiman
beliau seorang khatib di masjid besar kesultanan yogyakarta. Ibunya adalah putri haji ibrahim
seorang penghulu, dan ia mempunyai istri yang bernama -Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan,
seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah) ia mempunyai 6 orang anak yang
bernama Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, dan Siti Zaharah,
ayahnya bernama KH Abu Bakar, dan ibunya bernama Nyai Abu Bakar (puteri dari H.
Ibrahim). KHA Dahlan menuntut ilmu di Pesantren, Yogyakarta, agama dan bahasa Arab,
sampai 1883.
KHA Dahlan Menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah, 1883-1888, dari
pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibn
Taimiyah,Memperdalam

ilmu

agama

kepada

beberapa

guru

di

Makkah,

1902-

1904. Kemudian KHA Dahlan setelah menuntut ilmu keberbagai negara ia merintis karir
diantaranya :

Khatib Amin di lingkungan Kesultanan Yogyakart


Khatib Masjid Besar Yogyakarta
Guru Agama Islam di OSVIA Magelang dan Kweekschool Jetis Yogyakarta
Pendiri sekolah guru Madrasah Mu'allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah
Mu'allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah)
Ahmad Dahlan (bernama kecil Muhammad Darwisy), adalah pelopor dan bapak
pembaharuan Islam. Kyai Haji kelahiran Yogyakarta, 1 Agustus 1868, inilah yang mendirikan

organisasi Muhammadiyah pada 18 November 1912. Pahlawan Nasional Indonesia ini wafat
pada usia 54 tahun di Yogyakarta, 23 Februari 1923.
KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan citacita pembaharuan Islam di nusantara. Ia ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara
berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam
Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Ia mendirikan
Muhammadiyah bukan sebagai organisasi politik tetapi sebagai organisasi sosial
kemasyarakatan dan keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan.
Pada saat Ahmad Dahlan melontarkan gagasan pendirian Muhammadiyah, ia
mendapat tantangan bahkan fitnahan, tuduhan dan hasutan baik dari keluarga dekat maupun
dari masyarakat sekitarnya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama
Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang
Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak
membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan
hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa
mengatasi semua rintangan tersebut. Pada saat itu ia dengan organisasi Muhammadiyah yang
didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya.
Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan
ummat, dengan dasar iman dan Islam. Ketiga, dengan organisasinya, Muhammadiyah telah
mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan
kemajuan

bangsa,

dengan

jiwa

ajaran

Islam.

Keempat,

dengan

organisasinya,

Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia


untuk mengecap pendidikan sehingga Semangat, jiwa dan pemikiran pembaharu dalam dunia
Islam, yang diperolehnya dari Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, ibn Taimiyah
dan lain-lain selama belajar Makkah (1883-1888 dan 1902-1904), kemudian diwujudkannya
dengan menampilkan corak keagamaan yang sama melalui Muhammadiyah. Bertujuan untuk
memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu
yang masih bersifat ortodoks.
KHA Dahlan dikenal sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat.
Dengan gagasan-gagasan cemerlang dan kegiatan kemasyarakatannya, Dahlan juga dengan
mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat. Termasuk dengan cepat
mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite
Pembela Nabi Muhammad saw, karena KHA. Dahlan mempunyai cita-cita yaitu hendak

memperbaiki masyarakat indonesia yang belandaskan cita-cita agama islam. Keyakinan


beliau adalah bahwa untuk membangun masyarakat bangsa haruslah terlebih dahulu dibangun
semangat bangsa. KHA Dahlan telah meninggal pada tanggal 23 februari 1923 pada usia 55
tahun dengan meninggalkan sebuah organisasi islam yang cukup besar dan cukup disegani
karena ketegarannya.
2.

Kyai Haji Hasyim Asyari (1871-1947)


KH Hasyim Asy'ari dilahirkan pada 14 Februari l871, di Pesantren Gedang, Desa
Tambakrejo, sekitar dua kilometer ke arah utara Kota Jombang, Jawa Timur. Ia merupakan
anak ketiga dari 11 bersaudara pasangan Kiai Asy'ari dan Nyai Halimah. Ayahnya, Kiai
Asy'ari, adalah menantu Kiai Utsman, pengasuh pesantren Gedang. Sehingga, sejak kecil, ia
sudah mendapatkan pendidikan agama yang cukup dalam dari orang tua dan kakeknya. Ia
diharapkan menjadi penerus kepemimpinan pesantren. Selain itu, KH Hasyim Asy'ari juga
dikenal sebagai pendiri Pondok Pesantren Tebuireng (Jombang). Namanya juga sangat lekat
dengan tokoh pendidikan dan pembaru pesantren di Indonesia. Selain mengajarkan agama
pada pesantren, ia juga mengajar para santri membaca buku-buku pengetahuan umum,
berorganisasi, dan berpidato. Ia merupakan salah seorang tokoh besar Indonesia.
Kemudian ketika tahun Pada 1876 M, tepatnya ketika berusia 6 tahun, Hasyim kecil
bersama kedua orang tuanya pindah ke Desa Keras (Diwek), sekitar 8 kilometer ke selatan
Kota Jombang. Kepindahan mereka adalah untuk membina masyarakat di sana. Di Desa
Keras, Kiai Asy'ari diberi tanah oleh sang kepala desa, yang kemudian digunakan untuk
membangun rumah, masjid, dan pesantren. Di sinilah Hasyim dididik dasar-dasar ilmu agama
oleh orang tuanya, Selain itu, sejak kecil Kiai Hasyim juga sudah menunjukkan tanda-tanda
kecerdasannya. Pada usia 13 tahun, dia sudah bisa membantu ayahnya mengajar santri-santri
yang lebih besar (senior) darinya. Kemudian ketika ia berumur 15 tahun, Hasyim tumbuh
menjadi remaja meninggalkan kedua orang tuanya untuk berkelana memperdalam ilmu
pengetahuan.
Mula-mula ia menjadi santri di Pesantren Wonorejo Jombang, lalu Pesantren
Wonokoyo Probolinggo, kemudian Pesantren Langitan Tuban, dan Pesantren Trenggilis
Surabaya. Belum puas dengan ilmu yang diperolehnya, Hasyim melanjutkan menuntut ilmu
ke Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura, di bawah asuhan KH Kholil yang dikenal
sangat alim. KH Hasyim Asy'ari juga dikenal sebagai seorang pendidik sejati. Hampir

sepanjang hidupnya, dirinya mengabdikan diri pada lembaga pendidikan, terutama di Ponpes
Tebuireng, Jombang. Adapun beberapa karya adalah :
Al-Tibyan fi al-Nahy an Muqathaah al-Arham wa al-Aqarib wa al-Ikhwan. Berisi tentang

tata cara menjalin silaturrahim, bahaya dan pentingnya interaksi sosial (1360 H).
Mukaddimah al-Qanun al-Asasy Li Jamiyyah Nahdhatul Ulama. Pembukaan undang-

undang dasar (landasan pokok) organisasi Nahdhatul Ulama (1971 M).


Risalah fi Takid al-Akhdz bi Madzhab al-Aimmah al-Arbaah. Risalah untuk memperkuat
pegangan atas madzhab empat.
Mawaidz (Beberapa Nasihat). Berisi tentang fatwa dan peringatan bagi umat (1935)
Arbain Haditsan Tataallaq bi Mabadi Jamlyah Nahdhatul Ulama. Berisi 40 hadis Nabi
yang terkait dengan dasar-dasar pembentukan Nahdhatul Ulama.
Al-Nur al-Mubin fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin (Cahaya pada Rasul), ditulis tahun 1346
H.
Al-Risalah fi at-Tasawwuf. Menerangkan tentang tashawuf; penjelasan tentang marifat,
syariat, thariqah, dan haqiqat. Ditulis dengan bahasa Jawa.
3. Kyai Haji Abdul Halim (1887-1962)
KH Abdul Halim lahir di Ciberelang pada tahun 1887 M, ia adalah pelopor gerakan
pembaharuan di daerah majalengka, jawa barat, dan kemudian berkembang menjadi
persyerikatan ulama yang dimulai pada tahun 1911 yang kemudian berubah menjadi
persatuan umat islam pada tanggal 5 april 1952 M.KHA Halim memperoleh pelajaran agama
pada masa kanak-kanak dengan belajar di berbagai pesantren di daerah majalengka sampai
pada umur 22 tahun.
Ketika masih berumur 10 tahun ia mempelajari al quran dan hadist di pesantren kyai
haji Anwar di desa ranji wetan. kemudian berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren
lainnya. Ia menjalani setiap pesantren antara 1 sampai dengan 3 tahun. Tercatat beberapa kiai
yang menjadi gurunya, antara lain KH. Abdullah di Pesantren Lontangjaya, desa Penjalin,
Kecamatan Leuwimunding, Majalengka; KH. Sijak di Pesantren Bobos, Kecamatan Sumber,
Cirebon; KH. Ahmad Sobari di Pesantren Ciwedas, Cilimus, Kuningan; KH. Agus di
Pesantren Kedungwangi, Pekalongan, Jawa Tengah; kemudian kembali lagi ke Pesantren
Ciwedus.
Di sela-sela kehidupan pesantren, Abdul Halim menyempatkan diri berdagang, seperti
berjualan batik, minyak wangi, dan kitab-kitab pelajaran agama. Pengalaman dagangnya ini
mempengaruhi langkah-langkahnya kelak dalam upaya mebaharui sistem ekonomi
masyarakat pribumi. Kemudian dalam merealisasi cita-citanya untuk pertama kalinya Abdul

Halim mendirikan Majlis Ilmu (1911) sebagai tempat pendidikan agama dalam bentuk yang
sangat sederhana pada sebuah surau yang terbuat dari bambu. Pada majlis ini ia meberikan
pengetahuan agama kepada para santrinya.
Dengan bantuan mertuanya,KH. Muhammad Ilyas, serta dukungan masyarakat Abdul
Halim dapat terus mengembangkan idenya. Pada perkembangan berikutnya, di atas tanah
mertuanya ia dapat membangun tempat pendidikan yang dilengkapi dengan asrama sebagai
tempat tinggal para santri. Untuk memantapkan langkah-langkahnya pada tahun 1912 ia
mendirikan suatu perkumpulan atau organisasi bernama Hayatul Qulub. Melalui lembaga ini
ia mengembangkan ide pembaruan pendidikan, juga aktif dalam bidang sosialo ekonomi dan
kemasyarakatan. Anggota perkumpulan ini terdiri atas para tokoh masyarakat , santri,
pedagang, dan petani.
Pada tanggal 16 Mei 1916 Abdul Halim mendirikan Jamiyah Ianah al-Mutaalimin
sebagai upaya untuk terus mengembangkan bidang pendidikan. Untuk ini ia menjalin
hubungan dengan Jamiyat Khair dan al-Irsyad di Jakarta. Melihat sambutan yang cukup
tinggi, yang dinilai oleh pihak kolonial dapat merongrong pemerintahan, maka pada tahun
1917 organisasi ini pun dibubarkan.
Dengan dorongan dari sahabatnya, HOS. Tjokroaminoto (Presiden Sarekat Islam pada
waktu itu), pada tahun itu juga ia mendirikan Persyarikatan Ulama. Organisasi ini diakui oleh
pemerintahan kolonial Belanda pada tanggal 21 Desember 1917. Pada tahun 1924 daerah
operasi organisasi ini sampai ke seluruh Jawa dan Madura, dan pada tahun 1937 terus
disebarkan ke seluruh Indonesia. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan agama islam
dapat tersebar cepat di seluruh indonesia adalah:

Agama islam tidak sempit dan tidak berat melakukan aturan-aturanya.


Sedikit tugas dan kewajiban dalam islam
Penyiaran islam itu dilakukan dengan berangsur-angsur sedikit demi sedikit
Penyiaran islam dilakukan dengan cara kebijaksanaan dengan cara sebaik-baiknya.

D. Sistem dan Isi Pendidikan Islam


Sistem dan isi pendidikan islam di Indonesia kita tidak bisa dilepaskan dari perjalanan
sejarah perkembangan sejarah islam di Indonesia itu sendiri. Oleh karena itu tersiarnya
agama islam di Indonesia diwarnai oleh 2 kondisi yang kurang menguntungkan, yaitu :

Akibat-akibat kemunduran dunia islam dengan jatuhnya Andalusia.

Kondisi peradaban yang telah ada di Indonesia lebih dahulu yaitu peradaban budha dan
hindu.
Kedua kondisi tersebut sangat mempengaruhi perkembangan umat islam dan
kemurnian amaliah islam di indoesia. Dan untuk mengetahui bagaimana sistem dan isi
pendidikan islam di Indonesia, akan ditelusuri dari sudut sejarah perkembangannya dapat
diuraikan sebagai berikut :

1.

Sistem Pendidikan Islam di Indonesia


Agama islam datang ke Indonesia dibawa oleh pedagang muslim. Sambil berdagang
mereka menyiarkan adama islam kepada orang-orang yang mengelilinginya yaitu mereka
yang membeli barang-barang dagangannya. Mereka berperilaku sopan santun,ramahtamah,tulus ikhlas,amanah dan kepercayaan, pengasih, pemurah,jujur dan adil,menepati janji,
serta menghormati adat istiadat anak negeri. Dengan demikian tertariklah penduduk negeri
hendak memeluk agama islam. Dan adapun faktor-faktor mengapa agama islam dapat
tersebar dengan cepat di seluruh Indonesia pada waktu itu adalah sebagai berikut:

Agama islam tidak sempit dan tidak berat melakukan aturan-aturannya. Bahkan mudah
diturut oleh segala

golongan umat manusia, bahkan untuk masuk islam cukup dengan

mengucapkan dua kalimat syahadat saja.

Sedikit tugas dan kewajiban islam.

Penyiaran islam itu dilakukan dengan berangsur-angsur,sedikit demi sedikit

Penyiaran islam dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami umum,dapat dimengerti
oleh golongan atas denag sabda Nabi Muhammad saw yang maksudnya: berbicaralah kamu
dengan manusia menurut kadar akal mereka.

2. Isi Pendidikan Islam di Indonesia


Membicarakan isi pendidikan islam di Indonesia, kita tidak dapat melepaskan diri dari
tujuan yang hendak dicapai ini oleh pendidikan islam itu sendiri.setelah agama islam semakin
tersebar luas dan sudah banyak keluarga-keluarga yang memeluk agama islam, mereka mulai
merasakan perlunya pendidikan agama islam pada anak-anak mereka,mula-mula anak-nak
didik dalam lingkungan keluarga. Dan adapun isi pendidikan dan pengajaran agama islam
pada tingkat permulaan ini meliputi :

Belajar membaca Al-Quran

Pelajaran dan praktek shalat

Pelajaran ketuhanan (teologis) atau ketauhidan yang ada pada garis besarnya berpusat pada
sifat dua puluh.
Isi pendidikan dan penagajaran islam seperti disebut diatas, juga berlaku pada pondok
pesantren, hanya asaja mereka murid-murid (para santri) bertempat tinggal bersama,sehingga
pelajaran tersebut dilaksanakan lebih intensif. Dan bila disimpulkan, maka isi pendidikan
islam dan pengajaran islam smapai timbul sistem madrasah baik yang diajarkan di
surau,langgar,masjid,maupun pondok pesantren, adalah sebagai berikut:

a. Pengajian Al-Quran, pelajarannya:

Huruf hijaiyah dan membaca Al-Quran

Ibadat praktek dan perukunan

Keimanan sifat dua puluh

Akhlak dengan cerita dan tiruan teladan

b. Pengajian kitab pelajarannya:

Ilmu saraf

Ilmu nahwu

Ilmu fiqih

Ilmu tafsir dan lain-lain


Kemudian pendidikan islam mengalami babak baru. Dan materi pendidikan islam telah
mencakup 12 macam ilmu dengan bermacam-macam kitabnya, yaitu :

Ilmu nahwu

Ilmu saraf

Ilmu fiqih]

Ilmu tafsir

Ilmu tauhid

Ilmu hadis

Mustalah hadis

Mantiq (logika)

Ilmua bayan (pengetahuan/sains)

Ilmu maani

Ilmu badi

Ilmu ushul fiqih


Dan kecenderungan untuk mengubah materi pelajaran pendidikan agama islam ini antara lain
beralasan:

a)

Banyaknya ulama-ulama kita yang telah berhasil menyadap pikiran-pikiran baru tentang

b)

islam adan mekkah dan mesir yang dipandang cocok diterapkan di Indonesia
Pendidikan islam yang telah dilakaukan selama ini secara tradisionil sebagai realisasi dari

politik sosialisasi umat islam.


c) Makin banyaknya putra-putra muslim yang tertarik, namun hasilnya ternyata merugikan
umat islam.
E. Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional Indonesia
Antara pendidikan islam dan pendidikan nasional Indonesia tak dapat dipisahkan satu
dengan yang lain. Hal ini dapat ditelusuri dari dua segi, yaitu :
a) Pertama dari konsep penyusunan sistem pendidikan nasional Indonesia itu sendiri
b) Dari hakikat pendidikan islam dalam kehidupan beragama kaum muslimin di Indonesia.
Dari sejak awal Indonesia merdeka, pemerintah telah menempatkan agama sebagai
pondasi dalam membangun undang-undang dasar 1945. Dalam perbaikan UUD. Dan dalam
pasal 29 UUD1945 ayat 1 dan 2 dinyatakan :

Ayat 1 : Negara berdsarkan atas ketuhanan yang maha esa.


Ayat 2: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Demikianlah kaitan antara pendidikan islam dan pendidikan nasional yang ternyata
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pendidikan islam merupakan bagian yang integral dari
system pendidikan nasional.

BAB III
PENUTUP
Demikianlah, makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas dari Mata Kuliah
Sejarah Pendidikan Islam. Semoga, makalah ini bisa menjadi sebuah manfaat besar bagi
masyarakat yang membacanya. Sebelumnya, kelompok kami akan menyajikan beberapa
kesimpulan sari pembahasan tersebut dan memberikan kesempatan kepada pembaca untuk
memberikan kritik dan sarannya.
Kesimpulan :
Dari uraian yang telah dikemukakan tentang persoalan pendidikan Islam, atas peran
dan fungsi organisasi beragama yang lahir untuk membumikan ajaran Islam di tengah-tengah
masyarakat muslim pada khususnya. Hal ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

Kondisi Pendidikan Islam pada masa penjajahan cukup banyak mendapat tekanan dari pihak
penjajah namun dengan semangat jiwa patriotisme dan semangat jihad di jalan Allah yang
dimiliki oleh para pejuang Islam mampu melawan penjajah dengan berbagai cara termasuk
penyelenggaraan pendidikan Islam sesuai dengan organisasi keagamaan yang telah dibentuk
masing-masing tokoh pendidikan tersebut.

Latar belakang munculnya pendidikan Islam di Indonesia akibat adanya desakan penjajah
untuk membatasi gerakan keagamaan dalam bidang pendidikan, di samping itu juga
munculnya gerakan pembaharuan pemikiran keagamaan dari tokoh Islam.

Pendidikan Islam sesudah merdeka mendapat perhatian dari Pemerintah terbukti dari segi
kualitas dan kuantitas pendidikan, dalam sarana penunjang keberhasilan pendidikan.

Madrasah sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam merupakan


kelanjutan dari pendidikan dan pengajaran islam yang dilakukan di rumah-rumah,
langgar,rangkang, surau, mesjid, pesantren,pondok pesantren,dll. Madrasah mulai
bangkit pada abad XX.

DAFTAR PUSTAKA
Zuhairini, Dkk. Sejarah Pendidikan Islam. 2008. Bumi aksara : Jakarta.

Drs. Rochidin Wahab FZh, MPd. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. 2004. Alfabeta :
Bandung.
Dr. Abdul Mujib, M. Ag. Ilmu Pendidikan Islam. 2008. Kencana : Jakarta
Drs. Hasbullah. 1995. Sejarah Pendidikan Islam Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan. Raja Grafindo Persada : Jakarta
Kutojo, Sutrisno, Mardanas Safwan 1991. K.H. Ahmad Dahlan : riwayat hidup dan
perjuangannya. Bandung: Angkasa.
Rukiati, Enung dan Fenti Hikmawati. 2006. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung
: Pustaka Setia.
Prof. Dr. H. Abudin Nata, M.A. 2044. Sejarah Pendidikan Islam (Pada Periode Klasik dan
Pertengahan). Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Azumardi Azra. 2001. Sejarah Perkembangan Lembaga - Lembaga Pendidikan Islam di
Indonesia. Grasindo : Jakarta
Prof. Dr. Musrifah Sunanto. 2005. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Raja Grafindo :
Jakarta.
Aminudin Rasya, Zuhari A.K, Baihaqi. 1986. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.
Departemen Agama RI : Jakarta.
Yunus, Mahmud. 1979. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Mutiara : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai