Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara historis dan teologis, akhlak dapat memadu perjalan hidup manusia agar
selamat di dunia dan akhirat. Tidakkah berlebihan bila misi utama kerasulan
Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sejarah pun
mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena
dukungan akhlaknya yang prima, hingga hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-
Qur’an.
Kepada umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah diminta agar akhlak
dan keluhuran budi Nabi Muhamad SAW itu dijadikan contoh dalam kehidupan di
berbagai bidang. Mereka yang mematuhi permintaan ini dijamin keselamatan
hidupnya di dunia dan akhirat.

1.2. Rumusan Masalah

1.      Apakah pengertian dari ilmu akhlak?


2.      Apa saja ruang lingkup ilmu akhlak?
3.      Apa saja manfaat mempelajari ilmu akhlak?

1.3. Tujuan Pembahasan

1.      Untuk mengetahui pengertian ilmu akhlak


2.      Untuk mengetahui ruang lingkup ilmu akhlak
3.      Untuk mengetahui manfaat mempelajari ilmu akhlak
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Akhlak


1. Menurut Etimologi

Menurut bahasa (etimologi) kata Akhlak ialah bentuk jama’ dari khuluq yang
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat khuluq sangat berkaitan
dengan Khalqun yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan Khaliq yang berarti
Pencipta dan juga kata Makhluq yang artinya yang diciptakan.1

2. Menurut Terminologi

Adapun hakikat arti Akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa,
darinya muncul berbagai perbuatan secara spontan dan mudah, tanpa memerlukan berfikir
dan menimbang-nimbang. Bila keadaan tersebut memunculkan perbuatan-perbuatan baik
yang terpuji menurut akal dan agama, maka keadaan demikian disebut “Akhlak baik”.
Tetapi bila yang muncul darinya perbuatan-perbuatan jelek, maka dinamakan keadaan
demikian yang menjadi sumbernya “Akhlak jelek”.2

Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa “Bilamana orang mengatakan si A itu


baik khalqunnya dan khuluq-nya, berarti si A itu baik sifat lainnya dan sifat
bathinnya.”3

2.2. Ruang Lingkup Akhlak


1. Akhlak kepada Allah dan Rasul-Nya

Akhlak kepada Allah SWT. dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik.
Sikap atau perbuatan itu memiliki ciri-ciri perbuatan akhlak sebagaimana telah
disebut dalam latar belakang tadi. Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa
manusia perlu berakhlak kepada Allah SWT.

Pertama, karena Allah SWT. –lah yang menciptakan manusia. Dia yang
menciptakan manusia dari air yang dikeluarkan dari tulang punggung dan tulang
rusuk, hal ini sebagaimana di firmankan Allah SWT. dalam surat At-Thariq ayat 5-7,
sebagai berikut :

1
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996) hal.
115-117
2
Abu Nabhan, Belajar Meneladani Akhlak Rasulullah SAW, (Bandung: Maktabah TSAQIB, 2014) hal. 5
3
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996) hal.
99
            
 

“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan? Dia


diciptakan dari air yang dipancarkan, Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki
dan tulang dada perempuan.”4

Kedua, karena Allah SWT. –lah yang telah memberi perlengkapan panca
indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal fikiran dan hati sanubari, disamping
anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Firman Allah SWT dalam
syrat An-Nahl ayat 78 :

         


      
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur.”5

Sedangkan Akhlak kepada Rasul adalah mengimani bahwa Rasulullah SAW.


adalah hamba dan utusan Allah SWT. serta mengamalkan apa yang diajarkannya.
Allah SWT. berfirman:

      

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya)…” (Q.S
An-Nisa: 59)6

Apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. disebut hadits atau sunnah. Baik
berupa perkataan ataupun perbuatan. Hadits/sunnah diriwayatkan oleh para sahabat
dan ditulis oleh para ulama ke dalam Kitab. Salahsatu kitab hadits yang masyhur
adalah Kitab Shahih Bukhari.

2. Akhlak Pribadi

Akhlak pribadi ialah perilaku terhadap diri sendiri meliputi kewajiban


terhadap dirinya disertai dengan larangan merusak, meminasakan dan menganiyaya

4
Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Tasdiqiya
Publisher, 2015) hal. 591
5
Ibid, hal. 275
6
Ibid, hal. 87
diri sendiri baik secara jasmani maupun secara rohani. Akhlak pribadi terbagi
menjadi beberapa macam:

a. Shiddiq (Jujur)

Shiddiq artinya benar atau jujur. Seorang muslimin dituntut untuk selalu
berada dalam keadaan yang benar baik lahir dan batin, baik benar dalam hati,
benar perkataan dan benar perbuatan. Benar hati yaitu apabila hati dihiasi
dengan iman kepada Allah dan selelu bersih dari penyakit hati. Benar
perkataan adalah semua yang telah diucapkan dari mulut merupakan suatu
kebenaran bukan kebathilan.7

Allah SWT. berfirman:

        


  

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-


orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka Itulah orang-
orang pendusta.” (Q.S An-Nahl: 105)8

b. Amanah

Amanah dalam pengertian sempit adalah memelihara titipan dan


mengembalikannya kepada pemiliknya dalam bentuk semula. Dalam
pengertian luas amanah mencakup beberapa hal yaitu : menyimpan rahasia
dan kehormatan orang lain, menjaga dirinya, menunaikan tugas-tugas yang
diberikan oleh Allah ataupun manusia dengan baik.

Allah SWT. berfirman:

        


         
        

7
Heni Setiyaningsih, Akhlak Pribadi, (Blog: henisetiyaningsih.blogspot.co.id, 2013)
8
Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Tasdiqiya
Publisher, 2015) hal. 279
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum
di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya
Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (Q.S An-Nisa: 58)9

c. Istiqamah

Istiqamah adalah sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan


keislaman sekalipun menghadapi berbagai macam rintangan dan godaan.
Perintah dalam beristiqamah dinyatakan dalam al-Aquran: 

        


          
         
          
  

“Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah
sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu
mereka dan Katakanlah: "Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan
Allah dan aku diperintahkan supaya Berlaku adil diantara kamu. Allah-lah
Tuhan Kami dan Tuhan kamu. bagi Kami amal-amal Kami dan bagi kamu
amal-amal kamu. tidak ada pertengkaran antara Kami dan kamu, Allah
mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)".”(Q.S Asy-
Syura: 15)

Adapun akhlak-akhlak lain yang harus dimiliki seorang muslim selain


daripada yang tercantum diatas adalah iffah yang berarti menjauhkan diri dari
hal-hal yang tidak baik, Mujahadah mencurahkan segala kemampuan untuk
meraih ridho Allah SWT., Syaja’ah berani yang berlandasakan kebenaran,
Tawadhu atau merendahkan diri, Hayaaun atau malu karena Allah, sabar dan
pemaaf.

3. Akhlak Berkeluarga

9
Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Tasdiqiya
Publisher, 2015) hal.87
Dalam sebuah keluarga dikatakan suatu keluarga yang sakinah, mawadah,
dan rohmah yang diharapkan. Apabila didalam keluarga terdapat akhlak dalam
keluarga dan diantaranya adalah birrul walidain, hak kewajiban dan kasih
sayang suami istri, kasih sayang dan tanggung jawab orang tua terhadap
anak dan silaturrahmi dengan karib kerabat yang juga berkaitan tentang
akhlak dalam keluarga.

a. Birrul Walidain

Birrul walidain adalah berbuat baik kepada kedua orang tua. Birrul
walidain menempati kedudukan yang istimewa dalam ajaran islam.
Demikianlah Allah dan RasulNya menempatkan orang tua pada posisi yang
sangat istemewa sehingga berbuat baik kepada keduanya menempati posisi
yang mulia, dan sebaliknya durhaka pada keduanya juga menempati posisi
yang sangat hina.

Allah SWT. berfirman:

        


    
     
       
 

“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):
janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada
ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta
ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat. kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali
sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.”(Q.S Al-
Baqarah: 83)10

b. Hak Kewajiban Dan Kasih Sayang Suami Isteri

Salah satu tujuan perkawinan dalam Islam adalah untuk mencari


ketenteraman atau sakinah.

Mencari dan memilih pasangan hidup haruslah berhati-hati harus


sesuai dengan bimbingan yang diberikan oleh Rasulullah SAW. Rasulullah

10
Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Tasdiqiya
Publisher, 2015) hal. 12
SAW menyebutkan tiga kriteria yang mengikuti kecendurungan atau naluri
setiap orang yaitu tentang kekayaan, kecantikan dan keturunan kemudian
diakhiri dengan satu kriteria pokok yang tidak boleh ditawar-tawar yaitu
agama. Tetapi jika melihat dari kecantikan, keturunan dan kekayaan itu belum
tentu akan bahagia dalam rumah tangganya.

b.1. Hak-hak Bersama Suami Isteri


Dalam hubungan suami isteri di samping hak masing-masing ada juga
hak bersama yaitu: Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana
mawaddah dan rahmah.
a.     Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah
dan warohmah.
b.     Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-
masing pasangannya.
     c.     Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis.
      d.     Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan.
b.2. Kewajiban Suami Kepada Isteri
Hak isteri atau kewajiban suami kepada isteri ada 4 yaitu;
         a.     Mahar
Mahar adalah pemberian wajib dari suami untuk isteri. Suami
tidak boleh memanfaatkannya kecuali seizing dan serela isteri.  Jumlah
minmal dan maksimal mahar tidak ditentukan oleh syara’. Tergantung
kemampuan suami dan kerelaan isteri. Yang penting ada nilainya.
Bahkan boleh dengan sepasang sandal, atau mengajarkan beberapa
ayat Al-Qur’an, atau masuk Islam, seperti yang pernah terjadi di
zaman Rasulullah SAW.
Diriwayatkan dari Amir Ibnu Rabiah bahwa seorang wanita
dari Bani Fazarah kawin dengan mahar sepasang sandal. Lalu
Rasulullah SAW. bertanya ”Apakah engkau rela dari diri dan hartamu
dengan sepasang sandal? Perempuan itu menjadwab “Ya”. Lalu
Rasulullah SAW membolehkannya. (HR. Ahmad, Ibnu Majjah dan
Tirmidzi).

  b.     Nafkah
Nafkah adalah menyediakan segala keperluan isteri berupa
makanan, minuman, pakaian, rumah, pembantu, obat-obatan dan lain-
lain. Hukumnya wajib berdasarkan Al-Qur’an, sunnah, dan ijma Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara yang ma`ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya.
         c.     Ihsan al-Asyarah
Ihsan al-Asyarah artinya bergaul dengan isteri dengan cara
yang sebaik-baiknya. Teknisnya terserah kepada kita masing-masing
suami. Misalnya:  membuat isteri  gembira, tidak mencurigai isteri,
menjaga rasa malu isteri, tidak membuka rahasia isteri kepada orang
lain, mengizinkannya mengunjungi orang tua dan familinya,
membantu isteri apabila ia memerlukan bantuan sekalipun dalam
tugas-tugas rumah tangga, menghormati harta miliknya pribadi dan
lain-lain.
d.     Membimbing dan mendidik keagamaan isteri
Seorang suami bertanggung jawab dihadapan Allah terhadap
isterinya karena dia adalah pemimpinya. Setiap pemimpin harus
mempertanggung jawabkan. Oleh karena itu, menjadi kewajiban suami
mengajar dan mendidik isterinya supaya menjadi seorang imraah
shalihah. Dia harus mengajarkan hal-hal yang harus diketahui oleh
seorang wanita tentang masalah agamanya terutama syariah, seperti
masalah thaharah, wudhu, haidh, nifas, shalat, puasa, dzikir, membaca
Al-Qur’an, kewajiban wanita terhadap suami, anak-anak, orang tua,
tetangga  dan karib kerabat.
Juga cara berpakaian dan tata pergaulan yang isteri serta hal-
hal lainnya. Disamping mengajar, seorang suami mempunyai
kewajiban  untuk membimbing isterinya mengamalkan ajaran islam.
Jika seorang suami tidak mampu mengajarkannya sendiri, dia harus
memberikan izin kepada isterinya untuk belajar di luar atau
mendatangkan guru ke rumah atau minimalkan buku bacaan.

b.3. Kewajiban Isteri Kepada Suami


Hak suami atau kewajiban isteri kepada suami hanya dua; (1) patuh
pada suami dan (2) bergaul dengan suami dengan sebaik-baiknya (ihsan al-
asyarah)
         a.     Patuh pada suami
Seorang isteri wajib mematuhi suaminya selama tidak dibawah
ke lembah kemaksiatan. Aisyah ra pernah bertanya kepada Rasulullah
tentang orang yang paling berhak dipatuhi oleh seorang isteri.
Rasulullah  menjawab “suaminya” (HR. Hakim).
Dalam kesempatan lain lebih ditekankan lagi oleh Rasulullah
SAW:
“Kalau aku boleh memerintahkan seseorang  sujud kepada
seseorang, tentu akan aku perintahkan seseorang isteri untuk sujud
pada suaminya (HR. Tirmidzi).

        b.     Ihsan al-Asyarah  (Bergaul sama Istrinya)


Ihsan al-Asyarah istri terhadap suaminya antara lain dalam
bentuk: menerima pemberian suami, lahir dan batin dengan rasa puas
dan terimakasih, serta tidak menuntut hal-hal yang tidak mungkin,
meladeni suami dengan sebaik-baiknya (makan, minum, pakaian dan
sebagainya), memberikan perhatiain pada suami sampai hal-hal yang
kecil-kecil (misalnya kalau suami pergi kerja antaralah sampai
kepintu, kalau pulang jemputlah ke pintu, sehingga hati suami terpaut
untuk selalu dirumah apabila tidak bertugas), menjaga penampilan
supaya selalu rapid an menarik, dan lain-lain sebagainya.

c. Kasih Sayang dan Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak


Anak adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan orang tua
kepada Allah SWT. Anak adalah tempat orang tua mencurahkan kasih
sayangnya. Anak juga investasi masa depan untuk kepentingan orang tua di
akhirat kelak. Oleh sebab itu orang tua harus memelihara, membesarkan,
merawat, menyantuni dan mendidik anak-anaknya denga penuh tanggung
jawab dan kasih sayang.
Dengan pengertian seperti itu hubungan orang tua dengan anak dapat
dilihat dari tiga segi:
1.    Hubungan tanggung jawab
Anak adalah amanah yang dititipkan oleh Allah SWT kepada orang
tua untuk dapat dibesarkan, dipelihara, dirawat, dan dididikdengan sebaik-
baiknya. Orang tua adalah pemimpin yang bertugas memimpin anak-anaknya
dalam kehidupan di dunia ini. Kepemimpinan itu harus dipertanggung
jawabkannya nanti di hadapan Allah SWT.
2.    Hubungan kasih sayang
Anak adalah tempat orang tua mencurahkan kasih sayang. Setiap
manusia yang normal pasti mendambakan kehadiran anak-anak dirumahnya.
Kehidupan rumah tangga, sekalipun bergelimangan harta benda, itu belum
terasa lengkap kalau belum mendapatkan anak.
3.    Hubungan masa depan
Anak adalah investasi masa depan di akhirat bagi orang tua. Karena
anak yang saleh akan selalu mengalirkan pahala kepada kedua orang tuanya.
Dengan tiga alasan di ataslah seorang muslim didorong untuk dapat
berfungsi sebagai orang tua dengan sebaik-baiknya.

AKHLAK BERMASYARAKAT
Akhlaq kepada masarakat adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia
yang dilakukan secara spontan tanpa pertimbangan terlebih dahulu dalam lingkungan
atau kehidupaan.
Kita harus memperhatikan saudara (kaum muslim semuanya) dan juga
tetangga kita. Tetangga selalu ada ketika kita membutuhkan bantuan. Seperti yang
diriwayatkan dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah beriman seoarang dari kalian hingga ia menyukai saudaranya
sebagaimana  ia menyukai dirinya sendiri.” (H.R. Bukhari)

Dari hadits shahih bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:


“Tidak masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari keburukannya” (H.R
Muslim).

4. AKHLAK BERBANGSA/ BERNEGARA


Akhlak dalam berbangsa perlu untuk disadari oleh kita agar kita dapat
menjadi semakin sensitif terhadap persoalan yang terjadi pada bangsa dan negara
kita. Bukan hanya Hal ini didorong dengan kekhawatiran akan bobroknya generasi
kita, apabila tidak dibekali dengan pengetahuan tentang akhlak yang cukup, untuk
menjalani kehidupan kedepannyaberikut merupakan akhlak dalam berbangsa:
1.      Musyawarah.
Kata ( ‫ورى‬KK‫ش‬ ) Syûrâ terambil dari kata ( ‫اورة‬KK‫ إستش‬-‫اورة‬KK‫ مش‬-‫اورة‬KK‫ )ش‬menjadi
( ‫شورى‬ ) Syûrâ. Kata Syûrâ bermakna mengambil dan mengeluarkan pendapat yang
terbaik dengan menghadapkan satu pendapat dengan pendapat yang lain.Dalam
Lisanul ‘Arab berarti memetik dari serbuknya dan wadahnya. Kata ini terambil dari
kalimat (‫ )شرت العسل‬saya mengeluarkan madu dari wadahnya. 
Adapun salah satu ayat dalam Al – Qur’an yang membahas mengenai
Musyawarah adalah surah Al-Syura ayat 38:
َ‫َوالَّ ِذينَ ا ْستَ َجابُوا لِ َربِّ ِه ْم َوَأقَا ُموا الصَّالةَ َوَأ ْم ُرهُ ْم ُشو َرى بَ ْينَهُ ْم َو ِم َّما َرزَ ْقنَاهُ ْم يُ ْنفِقُون‬
Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada
mereka.” (QS. Asy-Syura: 38)
Ali Bin Abi Thalib menyebutkan bahwa dalam musyawarah terdapat tujuh hal
penting yaitu, mengambil kesimpulan yang benar, mencari pendapat, menjaga
kekeliruan, menghindari celaan, menciptakan stabilitas emosi, keterpaduan hati,
mengikuti atsar.
a.      Hal-hal yang boleh di musyawarahkan
Islam memberikan batasan hal apa saja yang boleh dimusyawarahkan . Karena
musyawarah adalah pendapat orang, maka apa-apa yang sudah ditetapkan oleh nash
(Al – Qur’an dan As-Sunnah) tidak boleh dimusyawarahkan , sebab pendapat orang
tidak boleh mengungguli wahyu.
Jadi musyawarah hanyalah terbatas pada hal – hal yang bersifat Ijtihadiyah .
Para sahabat pun kalau dimintai pendapat mengenai suatu hal, terlebih dahulu mereka
bertanya kepada Rasulullah SAW. Apakah masalah yang dibicarakan telah
diwahyukan oleh Allah atau merupakan Ijtihad Nabi. Jika pada kenyataannya adalah
ijtihad Nabi, maka mereka mengemukakan pendapat .
b.      Tata Cara Musyawarah. 
Rasulullah mempunyai tata cara bermusyawarah yang sangat bervariasi ; (1)
Kadang kala seseorang memberikan pertimbangan kepada beliau, lalu beliau melihat
pendapat itu benar, maka beliau mengamalkannya (2) Kadang-kadang beliau
bermusyawarah dengan dua atau tiga orang saja (3) Kadang kala beliau juga
bermusyawarah dengan seluruh massa melalui cara perwaklian. Dari beberapa tata
cara bermusyawarah Rasulullah diatas kita dapat menyimpulkan bahwa tata cara
musyawarah , anggota musyawarah bisa selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan zaman, tetapi hakekat musyawarah harus selalu tegak ditengah
masyarakat dan negara
c.       Sikap Bermusyawarah. 
Supaya musyawarah dapat berjalan dengan lancar dan penuh persahabatan,
firman Allah dalm surat Ali Imran ayat 159 : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah
kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah
dengan mereka dalam urusan itu . Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakkal kepada-Nya. (Ali Imran : 159). Dapat kita lihat Allah SWT
mengisyaratkan ada beberapa sikap yang harus dilakukan dalam bermusyawarah
yaitu:
1)      Lemah Lembut
2)      Pemaaf
3)      Mohon Ampunan Allah SWT

2.      Menegakkan Keadilan


Istilah keadilan berasal dari kata ‘adl (Bahasa Arab), yang mempunyai arti
antara lain sama dan seimbang. Dalam pengertian pertama, keadilan dapat diartikan
sebagai membagi sama banyak, atau memberikan hak yang sama kepada orang-orang
atau kelompok. Dengan status yang sama.
Dalam pengertian kedua, keadilan dapat diartikan dengan memberikan hak
seimbang dengan kewajiban, atau memberi seseorang sesuai dengan kebutuhannya.

a.       Perintah Berlaku Adil


Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang memerintahkan supaya
manusia berlaku adil dan menegakkan keadilan. Perintah itu ada yang bersifat umum
dan ada yang khusus dalam bidang-bidang tertentu. Yang bersifat umum misalnya
yang terdapat dalam Quran surah An-Nahl ayat 90 yaitu:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.”. (QS. An-Nahl 16:90)
Sedangkan yang bersifat khusus misalnya bersikap adil dalam menegakkan
hukum (QS. An-Nisa’ 4: 58); adil dalam mendamaikan konflik (QS. Al-Hujurat
49:9); adil terhadap musuh (QS. Al-Maidah : 8) adil dalam rumah tangga (QS. An-
Nisa’ 4:3 dan 129); dan adil dalam berkata (QS. Al-An’am 6:152).
b.      Keadilan Hukum
Islam mengajarkan bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dan
sederajat dalam hukum, tidak ada diskriminasi hukum karena perbedaan kulit, status
sosial, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Allah menegaskan:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.” (QS. An-Nisa’4:58).
c.       Keadilan dalam Segala Hal
Disamping keadilan hukum, islam memerintahkan kepada umat manusia,
terutama orang-orang yang beriman untuk bersikap adil dalam segala aspek
kehidupan, baik terhadap diri dan keluarganya sendiri, apalagi kepada orang lain.
Bahkan kepada musuh sekalipun setiap mukmin harus dapat berlaku adil. Mari kita
perhatikan beberapa nash berikut ini :
1)      Adil terhadap diri sendiri
2)      Adil terhadap isteri dan anak-anak
3)      Adil dalam mendamaikan perselisihan
4)      Adil dalam berkata
5)      Adil terhadap musuh sekalipun

3.      Amar Ma’ruf Nahi Mungkar


Secara harfiah amar ma’ruf nahi munkar (al-amru bi ‘l-ma’ruf wa ‘n-nahyu
‘an ‘l-munkar) berarti menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar.
Ma’ruf secara etimologis berarti yang dikenal, sebaliknya munkar adalah
sesuatu yang tidak dikenal. Yang menjadi ukuran ma’ruf atau munkarnya sesuatu ada
dua, yaitu agama dan akal sehat atau hati nurani. Bisa kedua-duanya sekaligus atau
salah satunya. Semua yang diperintahkan oleh agama adalah ma’ruf, begitu juga
sebaliknya, semua yang dilarang oleh agama adalah munkar. Dalam hal ini Allah
menjelaskan:
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan
mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah 9:71)
4.      Hubungan Pemimpin dan yang dipimpin
Al-Qur’an menjelaskan bahwa Allah SWT adalah pemimpin orang-orang
yang beriman :
“Allah Pemimpin orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari
kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang yang kafir, pemimpin-pemimpin mereka
adalah thaghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka
itu adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah 2:257)
At-thaghut adalah segala sesuatu yang disembah (dipertuhan) selain dari Allah
SWT dan dia suka diperlakukan sebagai Tuhan tersebut. Menurut Sayyid Qutub,
Thaghut adalah segala sesuatu yang menentang kebenaran dan melanggar batas yang
telah digariskan oleh Allah SWT untuk hamba-Nya. Dia bisa berbentuk pandangan
hidup, peradaban dan lain-lain yang tidak berlandaskan ajaran Allah SWT.
a.       Kriteria Pemimpin dalam Islam
Pemimpin umat atau dalam ayat diatas di istilahkan dengan waliy dan dalam
ayat lain (Q.S An-Nisa 4:59) disebut dengan Ulil Amri adalah penerus kepemimpinan
Rasulullah SAW setelah beliau meninggal dunia .  Orang – orang yang dapat dipilih
menggantikan beliau sebagai pemimpin minimal harus memenuhi empat kriteria
sebagaimana dijelaskan dalam surat Al – Maidah ayat 55 .

1)   Beriman kepada Allah SWT. Karena Ulil Amri adalah penerus kepemimpinan
Rasulullah SAW, sedangkan Rasulullah sendiri adalah pelaksana kepemimpinan
Allah SWT, maka tentu saja yang pertama kali harus dimiliki penerus beliau adalah
Keimanan.
2)   Mendirikan Shalat. Shalat adalah ibadah Vertikal langsung kepada Allah SWT.
Seorang pemimpin yang mendirikan shalat diharapkan memiliki hubungan vertical
yang baik dengan Allah SWT .
3)   Membayarkan Zakat. Zakat adalah ibadah madhdhah yang merupakan simbol
kesucian dan kepedulian sosial. Seorang pemimpin yang berzakat diharapkan selalu
berusaha mensucikan hati dan hartanya.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong melakukan suatu perbuatan secara
spontan tanpa pertimbangan dan proses berfikir terlebih dahulu dan tanpa ada unsur
paksaan. Ilmu akhlak adalah suatu ilmu pengetahuan agama islam yang berguna
untuk memberikan petunjuk-petunjuk kepada manusia, bagaimana cara berbuat
kebaikan dan menghindarkan keburukan Akhlak pun memiliki kaitan erat dengan
etika, moral, kesusilaan dan kesopanan.
Pembahasan mengenai ruang lingkup ilmu akhlak adalah tentang perbuatan-
perbuatan manusia yang mendorong kepada baik atau buruknya. Ilmu akhlak
bukanlah tingkah laku manusia melainkan perbuatan yang dilakukan atas kemauan
manusia itu sendiri yang selalu dilakukannya dan kemudian mendarah daging dalam
diri  manusia itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

https://ferdyjambi.wordpress.com/akhlak-dan-tasawuf/

http://iingwelano.blogspot.co.id/2014/09/makalah-pengertian-akhlak-ruang-lingkup.html

Nata, Abuddin. 2009. Akhlak Tasawuf. Jakarta : Rajawali Pers. Tiswarni


Zahri, Mustafa. 1995. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya : Bina Ilmu

Sya’ban dkk. 2004. Al-Mu’jam Al-Wasith. Kairo : Maktabah As-Syuruq Al-Dauliyyah

Mujieb, Abdul. 2010. Kamus Istilah Fiqih. Jakarta : Pustaka Firdaus

Nabhan, Abu. 2014. Belajar Meneladani Akhlaq Rasulullah SAW. Bandung : Maktabah
Tsaqib

Anda mungkin juga menyukai