PENDAHULUAN
Secara historis dan teologis, akhlak dapat memadu perjalan hidup manusia agar
selamat di dunia dan akhirat. Tidakkah berlebihan bila misi utama kerasulan
Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sejarah pun
mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena
dukungan akhlaknya yang prima, hingga hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-
Qur’an.
Kepada umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah diminta agar akhlak
dan keluhuran budi Nabi Muhamad SAW itu dijadikan contoh dalam kehidupan di
berbagai bidang. Mereka yang mematuhi permintaan ini dijamin keselamatan
hidupnya di dunia dan akhirat.
Menurut bahasa (etimologi) kata Akhlak ialah bentuk jama’ dari khuluq yang
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat khuluq sangat berkaitan
dengan Khalqun yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan Khaliq yang berarti
Pencipta dan juga kata Makhluq yang artinya yang diciptakan.1
2. Menurut Terminologi
Adapun hakikat arti Akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa,
darinya muncul berbagai perbuatan secara spontan dan mudah, tanpa memerlukan berfikir
dan menimbang-nimbang. Bila keadaan tersebut memunculkan perbuatan-perbuatan baik
yang terpuji menurut akal dan agama, maka keadaan demikian disebut “Akhlak baik”.
Tetapi bila yang muncul darinya perbuatan-perbuatan jelek, maka dinamakan keadaan
demikian yang menjadi sumbernya “Akhlak jelek”.2
Akhlak kepada Allah SWT. dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik.
Sikap atau perbuatan itu memiliki ciri-ciri perbuatan akhlak sebagaimana telah
disebut dalam latar belakang tadi. Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa
manusia perlu berakhlak kepada Allah SWT.
Pertama, karena Allah SWT. –lah yang menciptakan manusia. Dia yang
menciptakan manusia dari air yang dikeluarkan dari tulang punggung dan tulang
rusuk, hal ini sebagaimana di firmankan Allah SWT. dalam surat At-Thariq ayat 5-7,
sebagai berikut :
1
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996) hal.
115-117
2
Abu Nabhan, Belajar Meneladani Akhlak Rasulullah SAW, (Bandung: Maktabah TSAQIB, 2014) hal. 5
3
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996) hal.
99
Kedua, karena Allah SWT. –lah yang telah memberi perlengkapan panca
indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal fikiran dan hati sanubari, disamping
anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Firman Allah SWT dalam
syrat An-Nahl ayat 78 :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya)…” (Q.S
An-Nisa: 59)6
Apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. disebut hadits atau sunnah. Baik
berupa perkataan ataupun perbuatan. Hadits/sunnah diriwayatkan oleh para sahabat
dan ditulis oleh para ulama ke dalam Kitab. Salahsatu kitab hadits yang masyhur
adalah Kitab Shahih Bukhari.
2. Akhlak Pribadi
4
Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Tasdiqiya
Publisher, 2015) hal. 591
5
Ibid, hal. 275
6
Ibid, hal. 87
diri sendiri baik secara jasmani maupun secara rohani. Akhlak pribadi terbagi
menjadi beberapa macam:
a. Shiddiq (Jujur)
Shiddiq artinya benar atau jujur. Seorang muslimin dituntut untuk selalu
berada dalam keadaan yang benar baik lahir dan batin, baik benar dalam hati,
benar perkataan dan benar perbuatan. Benar hati yaitu apabila hati dihiasi
dengan iman kepada Allah dan selelu bersih dari penyakit hati. Benar
perkataan adalah semua yang telah diucapkan dari mulut merupakan suatu
kebenaran bukan kebathilan.7
b. Amanah
7
Heni Setiyaningsih, Akhlak Pribadi, (Blog: henisetiyaningsih.blogspot.co.id, 2013)
8
Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Tasdiqiya
Publisher, 2015) hal. 279
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum
di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya
Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (Q.S An-Nisa: 58)9
c. Istiqamah
“Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah
sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu
mereka dan Katakanlah: "Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan
Allah dan aku diperintahkan supaya Berlaku adil diantara kamu. Allah-lah
Tuhan Kami dan Tuhan kamu. bagi Kami amal-amal Kami dan bagi kamu
amal-amal kamu. tidak ada pertengkaran antara Kami dan kamu, Allah
mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)".”(Q.S Asy-
Syura: 15)
3. Akhlak Berkeluarga
9
Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Tasdiqiya
Publisher, 2015) hal.87
Dalam sebuah keluarga dikatakan suatu keluarga yang sakinah, mawadah,
dan rohmah yang diharapkan. Apabila didalam keluarga terdapat akhlak dalam
keluarga dan diantaranya adalah birrul walidain, hak kewajiban dan kasih
sayang suami istri, kasih sayang dan tanggung jawab orang tua terhadap
anak dan silaturrahmi dengan karib kerabat yang juga berkaitan tentang
akhlak dalam keluarga.
a. Birrul Walidain
Birrul walidain adalah berbuat baik kepada kedua orang tua. Birrul
walidain menempati kedudukan yang istimewa dalam ajaran islam.
Demikianlah Allah dan RasulNya menempatkan orang tua pada posisi yang
sangat istemewa sehingga berbuat baik kepada keduanya menempati posisi
yang mulia, dan sebaliknya durhaka pada keduanya juga menempati posisi
yang sangat hina.
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):
janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada
ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta
ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat. kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali
sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.”(Q.S Al-
Baqarah: 83)10
10
Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Tasdiqiya
Publisher, 2015) hal. 12
SAW menyebutkan tiga kriteria yang mengikuti kecendurungan atau naluri
setiap orang yaitu tentang kekayaan, kecantikan dan keturunan kemudian
diakhiri dengan satu kriteria pokok yang tidak boleh ditawar-tawar yaitu
agama. Tetapi jika melihat dari kecantikan, keturunan dan kekayaan itu belum
tentu akan bahagia dalam rumah tangganya.
b. Nafkah
Nafkah adalah menyediakan segala keperluan isteri berupa
makanan, minuman, pakaian, rumah, pembantu, obat-obatan dan lain-
lain. Hukumnya wajib berdasarkan Al-Qur’an, sunnah, dan ijma Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara yang ma`ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya.
c. Ihsan al-Asyarah
Ihsan al-Asyarah artinya bergaul dengan isteri dengan cara
yang sebaik-baiknya. Teknisnya terserah kepada kita masing-masing
suami. Misalnya: membuat isteri gembira, tidak mencurigai isteri,
menjaga rasa malu isteri, tidak membuka rahasia isteri kepada orang
lain, mengizinkannya mengunjungi orang tua dan familinya,
membantu isteri apabila ia memerlukan bantuan sekalipun dalam
tugas-tugas rumah tangga, menghormati harta miliknya pribadi dan
lain-lain.
d. Membimbing dan mendidik keagamaan isteri
Seorang suami bertanggung jawab dihadapan Allah terhadap
isterinya karena dia adalah pemimpinya. Setiap pemimpin harus
mempertanggung jawabkan. Oleh karena itu, menjadi kewajiban suami
mengajar dan mendidik isterinya supaya menjadi seorang imraah
shalihah. Dia harus mengajarkan hal-hal yang harus diketahui oleh
seorang wanita tentang masalah agamanya terutama syariah, seperti
masalah thaharah, wudhu, haidh, nifas, shalat, puasa, dzikir, membaca
Al-Qur’an, kewajiban wanita terhadap suami, anak-anak, orang tua,
tetangga dan karib kerabat.
Juga cara berpakaian dan tata pergaulan yang isteri serta hal-
hal lainnya. Disamping mengajar, seorang suami mempunyai
kewajiban untuk membimbing isterinya mengamalkan ajaran islam.
Jika seorang suami tidak mampu mengajarkannya sendiri, dia harus
memberikan izin kepada isterinya untuk belajar di luar atau
mendatangkan guru ke rumah atau minimalkan buku bacaan.
AKHLAK BERMASYARAKAT
Akhlaq kepada masarakat adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia
yang dilakukan secara spontan tanpa pertimbangan terlebih dahulu dalam lingkungan
atau kehidupaan.
Kita harus memperhatikan saudara (kaum muslim semuanya) dan juga
tetangga kita. Tetangga selalu ada ketika kita membutuhkan bantuan. Seperti yang
diriwayatkan dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah beriman seoarang dari kalian hingga ia menyukai saudaranya
sebagaimana ia menyukai dirinya sendiri.” (H.R. Bukhari)
1) Beriman kepada Allah SWT. Karena Ulil Amri adalah penerus kepemimpinan
Rasulullah SAW, sedangkan Rasulullah sendiri adalah pelaksana kepemimpinan
Allah SWT, maka tentu saja yang pertama kali harus dimiliki penerus beliau adalah
Keimanan.
2) Mendirikan Shalat. Shalat adalah ibadah Vertikal langsung kepada Allah SWT.
Seorang pemimpin yang mendirikan shalat diharapkan memiliki hubungan vertical
yang baik dengan Allah SWT .
3) Membayarkan Zakat. Zakat adalah ibadah madhdhah yang merupakan simbol
kesucian dan kepedulian sosial. Seorang pemimpin yang berzakat diharapkan selalu
berusaha mensucikan hati dan hartanya.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong melakukan suatu perbuatan secara
spontan tanpa pertimbangan dan proses berfikir terlebih dahulu dan tanpa ada unsur
paksaan. Ilmu akhlak adalah suatu ilmu pengetahuan agama islam yang berguna
untuk memberikan petunjuk-petunjuk kepada manusia, bagaimana cara berbuat
kebaikan dan menghindarkan keburukan Akhlak pun memiliki kaitan erat dengan
etika, moral, kesusilaan dan kesopanan.
Pembahasan mengenai ruang lingkup ilmu akhlak adalah tentang perbuatan-
perbuatan manusia yang mendorong kepada baik atau buruknya. Ilmu akhlak
bukanlah tingkah laku manusia melainkan perbuatan yang dilakukan atas kemauan
manusia itu sendiri yang selalu dilakukannya dan kemudian mendarah daging dalam
diri manusia itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
https://ferdyjambi.wordpress.com/akhlak-dan-tasawuf/
http://iingwelano.blogspot.co.id/2014/09/makalah-pengertian-akhlak-ruang-lingkup.html
Nabhan, Abu. 2014. Belajar Meneladani Akhlaq Rasulullah SAW. Bandung : Maktabah
Tsaqib