Anda di halaman 1dari 12

Pandangan Islam tentang kesehatan (bag 1)

Posted on January 13, 2012 by danusiri

Oleh: M.Danusiri

Tujuan Umum Pembelajaran


Setelah membaca dan mengikuti pembelajaran bab ini Mahasiswa diharapkan dapat
menjelaskan pandangan Islam tentang kesehatan.
Tujuan khusus Pembelajaran
Setelah membaca dan mengikuti pembelajaran bab ini Mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian sehat
2. Menjelaskan dan dapat mengusahakan dirinya agar sehat secara jasmani.
3. Menjelaskan dan dapat mengusahakan dirinya agar sehat secara rohani
4. Menjelaskan dan dapat mengusahakan dirinya agar sehat jamani dan rohani

A. Pengertian Sehat
Kata ‘sehat’ merupakan indonesianisasi dari bahasa Arab ash-shihhah dan berarti sembuh,
sehat, selamat dari cela, nyata, benar, dan sesuai dengan kenyataan (Warson, [t.th.]:817).
Kata ‘sehat’ dapat diartikan pula: (1) dalam keadaan baik segenap badan serta bagian-
bagiannya (bebas dari sakit), waras, (2) mendatangkan kebaikan pada badan, (3) sembuh dari
sakit (Kamus Besar, 1990:794).
Dalam bahasa Arab terdapat sinonim dari kata ash-shihhah yaitu al-‘afiah yang berarti ash-
shihhah at-tammah (sehat yang sempurna – Warson [t.th.]:1021).Kadang-kadang kedua kata
itu digabung menjadi satu ash-shihhah wa al’afiah, diindonesiakan menjadi ‘sehat wal afiat’
dan artinya sehat secara sempurna.
Dalam kaitan dengan ilmu kesehatan maupun ilmu keperawatan, yang dimaksudkan dengan
kata sehat adalah seluruh tubuh (termasuk anggota badan) dalam keadaan baik berfungsi
sebagaimana adanya. Kaki dikatakan sehat manakala kaki itu berfungsi secara penuh dan
tidak ada sama sekali disfungsi baginya sedikitpun di samping tidak merasa sakit (warson,
[t.th.]:1420
Tidak ada satu kata pun di dalam Alquran menyebutkan kata ash-shihhah dan al’afiah, tetapi
Alquran menyebutkan perkataan syifa’ yang berarti kesembuhan (dari sakit), dan pengobatan
(menuju kesembuhan dari keadaan sakit). Kata syifa’ disebut tiga kali dalam Alquran, yaitu
surat Yunus ayat 57, surat al-Isra; ayat 80, dan surat Fushilat ayat 69. Disebutkan bahwa di
samping sebagai petunjuk Alquran juga dinyatakan sebagai obat yang menyembuhkan. Allah
berfirman:
Artinya:
Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi obat (penawar) dan rahmat bagi orang-
orang yang beriman, dan Alquran itu tidaklah menambah kepada orang-orang zalim selain
kerugian (Q.S. al-Isra’/17:82).

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Alquran sebagai penyembuh hanya kepada orang yang
beriman secara Islam. Non muslim dikategorikan sebagai orang-orang lalim, otomatis tidak
sehat. Dengan demikian, yang dimaksud sehat atau sakit dalam ayat ini bersifat rohaniah.
Secara fisik orang dikatakan sehat tetapi secara rohaniah belum tentu dikatakan sehat. Ukuran
sehat atau sakit terletak pada ‘iman’ secara Islam. Tipologi kesehatan yang demikian ini
secara lebih eksplisit, yaitu penyakit hati, kata lain dari rohani, disebutkan kembali dalam
ayat berikut:
Artinya:
Wahai manusia ! sungguh telah datang kepadamu pelajaran (Alquran) dari Tuhanmu,
penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang
beriman (Q.S. Yunus/10:57).

Selanjutnya, Alquran memberi petunjuk bahwa madu lebah mengandung obat. Allah
berfirman:

Artinya:
Kemudian makanlah dari segala (macam) buah-buahan lalu tempuhlah jalan Tuhanmu yang
telah memudahkan (bagimu) dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-
macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang
berpikir (Q.S. an-Nahl/16:69)
Dari ayat ini dapat diambil pengertian bahwa kata syifa’ mengandung pengertian general
(jami’-mani’), yaitu ‘sehat’ secara umum, bisa sehat secara jasmani maupun sehat secara
rohani. Justifikasi ‘sehat’ dari ayat itu bukan hanya orang beriman secara islami, melainkan
manusia secara umum tanpa memandang keimanan seseorang. Rasionalitas dari ayat ini
Alquran bisa dijadikan penyembuh dari sakit jasmani maupun rohani, orang beriman maupun
orang tidak beriman. Atas dasar iman yang mantab terhadap firman Allah bisa irumuskan
teori dasar (grand theory) bahwa ‘Alquran adalah penyembuh dari sakit manusia’. Dari
rumusan teori yang bersifat universal ini kemudian dioperasionalkan oleh Rasulullah, bahwa
setiap sakit itu ada obatnya. Teknis pengobatannya bermacam-macam antara lain
sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut::
‫او‬, ‫ إن كان من شيئ من ادويتكم‬:‫ سمعت النبي صلى هللا عليه وسلم يقول‬:‫حديث جابر بن عبد هللا رضي هللا عنهما قال‬
‫ خير‬,‫يكون فى شيئ من ادويتكم‬,
‫ وما أحب أن‬,‫ او لذعة بنار توافق الداء‬,‫ او شربة عسل‬,‫ففى شرطة محجم‬
‫أكتوى‬
Artinya:
Hadis dari Jabir bin Abdillah, semoga Allah meridai keduanya, ia berkata: Aku telah
mendengar Nabi saw bersabda: jika telah ada sesuatu dari obatmu, atau akan ada sesuatu
dalam obatmu itu kebaikan, maka canduk (bekam), atau minum madu atau membakar besi
dengan api kemudian ditusukkan pada penyakitnya, dan aku tidak suka kei (membakar besi
kemudian ditusukkan pada yang sakit – HR. Muttafaqun ‘alaih).

Segala sesuatu pasti ada pengecualiannya, kecuali yang Maha Mutlak. Pengecualian bahwa
‘semua sakit pasti bisa disembuhkan’ sebagaimana dikatakan dalam firman Allah QS. An-
Nahl/16:69 ini adalah sabda Rasul sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut:
‫ فى الحبة السوداء شفاء من كل داء إال‬:‫ أنه سمع رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقول‬,‫حديث أبى هريرة رضى هللا عنه‬
‫متفق عليه‬.‫السام‬.
Artinya:
Abu Hurairah mendengar dari Rasulullahsaw bersabda: di dalam jintan hitam itu terkandung
obat dari berbagai penyakit kecuali maut. (HR. Muttafaqun ‘alaih).
‘Mati’ sebagaimana dikatakan dalam hadis di atas adalah pengecualian dari sakit. Mati
memang kodrat ilahi. Dia lah yang menghidupkan, yang mematikan. Dengan demikian, jika
Allah menghendaki seseorang harus mati, sementara ia sakit, diobati dengan apa, oleh siapa,
dan dengan cara apa pun pasti tidak bisa sembuh. Jadi Allah juga yang membuat
pengecualian bahwa setiap sakit ada obatnya, dan pengecualiannya adalah maut. Dalam
pernyataan yang bernada anomali oleh Rasulullah harus dipahami bahwa Rasulullah hanya
menyatakannya mengenai kemutlakan Allah dalam hal mematikan dan menghidupkan
makhluk, bukan beliau yang mematikan dan menghidupkannya.
Dalam hal mengusahakan kesembuhan dari sakit, Rasulullah memberikan penjelasan dengan
berbagai macam cara. Dari hadis Jabir, sebagaimana telah dikutip, menunjukkan tiga hal
untuk mencapai kesehatan dari keadaan sakit, yaitu bekam, mengonsumsi madu, dan kei.
Beliau juga menjelaskan cara lain untuk berobat dari sakit, yaitu ruqiyah (secara teknis
diterjemahkan jampi atau mantra). Beliau menggunakan surat al-muta’wwiza<t, yaitu surat
al-Ikhlas, surat al-Falaq, dan surat an-Nas. Dalam hal ini, istri beliau ‘Aisyah meriwayatkan
bahwa:
‫ وأسح‬,‫فلما استدوجعه كنت أقرأ عليه‬.‫ وينفث‬,‫ يقرأ على نفسه بالمعوذات‬,‫أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم كان إذا اشتكى‬
‫متفق عليه‬.‫ رجاءبركتها‬,‫بيده‬.
Artinya:
Bahwa, jika Rasulullah merasa sakit, ia membaca untuk dirinya surat al-mu’awwiza>t (surat
al-Ikhlas, surat al-Falaq, dan surat an-Na>s) kemudian meludahi – gerakan meludah tetapi
tidak keluar air ludahnya - bagian yang sakit. Ketika sakitnya itu semakin berat, aku yang
membacakan untuknya dan aku yang mengusapkan dengan tangannya pada bagian yang sakit
dengan mengharapkan berkahnya (al-mu’awwiza>t – HR. Muttafaqun ‘alaih).

Surat al-Fatihah juga dapat dijadikan sebagai sarana penyembuhan sakit melalui teknik
ruqiyah, yaitu surat itu dibaca, dalam batin memohon kesembuhan dari Allah terhadap sakit
si pasien, kemudian ditiupkan kepada pasien.
Dikisahkan bahwa seseorang mendatangi kepada rombongan Nabi meminta untuk meruqyah
temannya karena telah diruqiyah dari kaumnya sendiri dan belum sembuh. Salah seorang
sahabat Nabi menyanggupinya untuk meruqiyah setelah mendapat restu dari beliau dan telah
disepakati upahnya. Seseorang dari sahabat Nabi tadi meruqiyahnya dengan membaca surat
al-Fatihah untuknya sesuai dengan petunjuk Rasul. Setelah diruqiyah, pasien sembuh. Upah
pun diberikan. Sahabat segera akan membagi daging kambing itu, tetapi pelaku ruqiyah
melarangnya, untuk lapor dulu kepada Rasulullah. Selanjutnya mereka lapor kepada beliau,
lalu Rasulullah, sambil tertawa, mengisyaratkan dengan menepuk-nepukkan panah ke tanah
untuk dibagi-bagi kepada masing-masing sahabat. (H.R. al-Bukhari,VII, [t.th.]:22-23).
Hanya saja perlu hati-hati menggunakan ruqiyah karena banyak jenis ruqiyah yang termasuk
syirik. Ruqiyah menurut tuntunan Rasulullah bukan mantra dan guna-guna melainkan doa
(permohonan sepenuhnya) kepada Allah. Salah satu kandungan inti surat al-Fatihah bagi
manusia adalah memohon supaya dikaruniai keberuntungan dan kenikmatan. Hal ini
terungkap dalam ungkapan “Iyyaka nasta’i>n” (Hanya kepada-Mu aku memohon
pertolongan). Inti kandungan seluruh ayat dalam surat al-Falaq adalah permohonan supaya
diselamatkan dari daya magis yang merusakkan (black magic) dan orang atau siapa saja yang
mendengki (jin, syetan, dan manusia). Kandungan inti surat an-Nas adalah permohonan
supaya terhindar dari godaan setan dan supaya dalam berusaha, salah satunya berdoa diberi
kemantaban yang prima. Ketika Rasulullah besuk kepada salah satu anggota keluarganya,
beliau menempelkan telapak tangannya ke tubuh si sakit lalu menyapukan tangan kanannya
itu ke tubuh pasien dan berdoa:
‫االلهم رب الناس أذهب الباءس واشفيه وانت الشافى ال شفاء إال شفا ئك شفاء ال يغادر سقما‬
Ya Allah, Tuhan para manusia, aku mohon hilangkan penyakit; sembuhkan dia karena
Engkau adalah Penyembuh. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu yang tiada
penghalang bagi si sakit (untuk sembuh) – H.R. al-Bukhari dari ‘Aisyah (al-Bukhari,VII,
[t.th.]:24).

Dari peristiwa aksi Nabi Muhammad saw ada kesamaan antara doa dan ruqiyah, di samping
ada perbedaannya. Doa murni tidak mengharapkan datangnya magical power umpama doa
(mohon) ampunan atas dosa dan kesalahan: “Allahummagffir zunuby”( Ya Allah, ampunilah
dosa-dosaku ), Rabbanaghfir lana> wali ikhwanina>-llazi>na sabaquna> bil ima>n (Ya
Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam
beriman). Sementara itu, doa ruqiyah mengharapkan datangnya magical power, sesuatu yang
konkrit, spontan, dan biasanya sesuatu itu lalu benar-benar terjadi, irrasional. Ketika akan
berangkat perang Khaibar, Nabi mengusap mata Ali yang ketika itu sedang sakit, seketika itu
Ali sembuh dari sakit mata, kemudian ia diangkat untuk memimpin perang Khaibar tersebut
dan hasilnya memperoleh kemanangan yang gilang-gemilang (al-Bukhari, [t.th.],IV:79 ).
Adapun doa yang berbeda sama sekali dengan ruqiyah (mantra), Rasulullah tidak pernah
melakukan. Apa yang disebut ruqiyah. Pada diri Nabi secara hakiki adalah doa yang
memperoleh ijabah dari-Nya lantaran begitu dekatnya beliau dengan Allah. Ruqiyah yang
berasal dari selain Rasulullah sering mendatangkan syirik. Contohnya adalah mantra atau
guna-guna murni (tanpa ada hubungannya dengan doa) mengobati anak sakit panas,
menangis terus tanpa ada air mata yang keluar, dan pandangan mata kosong, biasanya
menghadap ke atas, yang secara umum dikatakan terkena jin atau kesurupan adalah sebagai
berikut: “Kiyai tempel, Nyai tempel, ojo nempel marang si jabang bayi Sumarno, nempelo
marang kukusan amoh ! ketiban idu putih sirno tanpo sarono ! (Kiyai tempel dan Nyai
tempel, janganlah kamu menempel kepada si anak Sumarno, menempellah kamu kepada
tempat penanak nasi. Terkena ludah putih hilang sirna tanpa perantara).
Terkadang bentuk ruqiyah itu dicampur dengan kalamu-llah dan orang yang berpraktik
pengobatan alternatif merasa yakin tindakannya itu benar secara syar’i (secara agama)
sehingga jika kita tidak berhati-hati juga jatuh ke dalam praktik yang sebenarnya tidak benar.
Contohnya mengobati istri atau dirinya tetap berhubungan aktif tetapi tidak membuahkan
keturunan (KB mencegah kelahiran paska senggama) dengan mantra sebagai berikut: Ri,
Thiri kedadean soko banyu mani, mati, mati, mati saking kersane Gusti Allah, La ilaha illa-
llah Muhammadarra-Rasulu-llah (Ri, Thiri, kejadian dari air mani mati, mati, mati karena
kehendak Allah, tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad utusan Allah).dalam teks lain
lebih vulgar berbunyi demikian: Ri thiri, si jabang bayi kedadean soko banyu peli, mati mati,
mati saking kersaning Gusti Allah, la ilaha illallah Muhammadarrasulullah”. Kata ‘peli’
berarti penis. Dalam ungkapan Jawa, kata itu sudah termasuk ‘saru’, yaitu porno. Mantra ini
diucapkan tiga kali tanpa bernafas dan diucapkan sesudah orgasmus. Mantra ini jelas
menyimpang jika ditinjau dari segi aqidah Islamiyyah karena (1) menyumpahi makhluk Allah
sementara makhluk itu tidak bersalah dengan penyumpah, dan (2) mendahuluai kehendak
Allah.
Banyak di kalangan umat Islam terjebak ke dalam praktik kemuyrikan ketika berusaha
menyelesaikan masalah kehidupan antara lain: suapaya dikasihani orang lain atau bosnya,
supaya memperoleh jodoh sesuai yang diinginkannya, supaya tubuhnya kebal senjata tajam,
senjata tumpul, tembakan, kebal ketika diracun maupun tak terbakar ketika dibakar, supaya
gapang mencari rezeki dan laris ketika berjualan, supaya tinggi derajat (status)nya seperti
gampang naik pangkat, supaya sembuh dari sakit, dan aneka kebutuhan manusia (kullu
hajatin). Teknik praktik ini dengan menggunakan jimat atau rajah, dalam bahasa Arab bisa
dibut haikal atau wifiq. Rajah adalah coretan-coretan atau kode, atau garis-garis, atau huruf-
huruf yang tidak bisa dipahami. Berikut ini dicontohkan sebuah wifiq untuk mengobati alat
vital supaya kuat dan tahan lama dalam bersetubuh sebagai berikut:

‫لو ااا ااا لو ااا م م م ااا م اا م‬


Rumus itu dituliskan dalam daun sirih yang bertemu ruasnya – cabang-cabang kerangka daun
itu berpangkal sejajar dari tulang daun di tengahnya, bukan berselang-seling.
DAUN SIRIH TEMU RUAS DAUN SIRIH BUKAN TEMU RUAS
Jumlah daun itu sebanyak tiga helai. Setelah itu, daun sirih tersebut dikunyah-kunyah atau
dikinang pada malam Kamis, malam Senin, dan malam Jumat. Batang penis akan keras, kuat,
dan tahan lama dalam bersetubuh (Mahrus Ali, 2009: 93). Jimat dan praktik magic seperti ini
jelas jauh dari kebenaran jika ditinjau dari segi syariat Islam karena: (1) jimat itu tidak
diajarkan oleh Rasulullah maupun tidak dijelaskan dalam Alquran, (2) kepercayaan akan
keampuhan jimat itu termasuk khurafat, yaitu keyakinan yang tidak berdasar pada syariat dan
keyakinan itu batal, (3) bertendensi kepada selain Allah pada sesuatu kekuatan gaib selain
Allah adalah musyrik, (4) mestinya kita hanya bersandar kepada Allah – inilah yang disebut
ash-shamad, dan andaikan praktik jimat ini manjur, kekuatan itu pasti datangnya dari jin atau
syetan.
Mungkin, untuk daun sirihnya dari segi ilmu herbalian tidak bermasalah dengan aqidah
Islamiyah atau memang mengandung zat-zat tertentu yang bermanfaat bagi penguatan alat
vital. Akan tetapi, ketika mengunyahnya harus malam Kamis, malam Jumat, dan malam senin
tentu bermasalah. Penentuan waktu-waktu untuk mengunyah daun sirih itu tentu atas dasar
kepercayaan tertentu, atau petunjuk – yang pasti – selain Allah dan Rasulullah. Jadi, dari segi
penggunaan daun sirih ini pun tetap menyimpang dari syariah maupun ilmu-ilmu medis.
Mestinya, untuk memperoleh kualitas vitalitas yang prima, seharusnya menggunakan cara-
cara ilmiah dan halal, umpama cara hidup (makan, minum, istirahat, kerja, olah raga,
istirahat, tidur, berhibur, dan yang lainnya) secara teratur sesuai dengan aturannya masing-
masing tentu akan mendatangkan kesehatan yang baik. Jika jasmani sehat secara sempurna,
tentu semua organisme akan berfungsi sebagaimana mestinya termasuk sistem kerja alat vital.
Sudah barang tentu menjadi salah besar ketika alat vital kurang berfungsi, ejakulasi dini, dan
penis loyo kemudian meminta jasa para dukun dengan praktik magisnya agar dalam waktu
singkat, gampang, sim salabim, ada gadabra, pet kalipet, thong kalithong, biyahin-biyahin,
ahilin-ahilin, ri thiri, dan sebangsanya yang irrasional kemudian memperoleh hasil yang
diinginkan. Dalam akronim Jawa, dhukun kepanjangan dari ‘ngridhu dhuwite wong pikun’,
artinya dhukun adalah mengambil secara licik uang orang yang telah pikun. Pikun berarti
orang tua yang sudah tidak berpikir jernih dan terlalu pelupa karena kehilangan memori.
Kenyataannya, orang yang meminta jasa para dukun adalah orang-orang yang tidak lagi
berpikir rasional, mirip orang pikun.
Alquran menyitirnya bahwa perbuatan demikian itu menghamba kepada syetan dengan ilmu
andalannya, yaitu sihir. Demikian Allah berfirman:
Artinya:
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman
(dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak
kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).
Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang
malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan
(sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan
(bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu
apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan
isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada
seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi
mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah
meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah
baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan
sihir, kalau mereka mengetahui (QS al-Baqarah/2 : 102).

Dari berbagai ayat, hadis, dan aksi-aksi Rasulullah yang berkaitan dengan usaha kesembuhan
dapat disimpulkan bahwa Alquran maupun Assunnah menjelaskan bahwa hidup sehat itu
adalah penting dan cara memperoleh kesehatan harus hati-hati, jangan sampai jatuh ke dalam
praktik kemusyrikan.
B. Jalinan antara Kebersihan, Kesehatan, dan Keimanan
Rasulullah saw pernah berasabda adan amat populer di lingkungan dunia medika Islam “an-
Nadafatu min al-iman” (Bersih itu bagian dari iman). Sementara itu pepatah yang amat
polpuler juga mengatakan “Bersih pangkal sehat”, yang berarti modal pertama untuk
memperoleh kesehatan adalah kebersihan. Lawan dari bersih adalah kotor atau jorok. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa kotor dan jorok tidak mengundang kesehatan, melainkan
lawannya, yaitu sakit. Jadi, kotor atau jorok mengandung penyakit atau sakit. Dari alur pikir
ini dapat dipahami bahwa ada independensi (saling tergantung) antara bersih, sehat, dan
iman. Bersih menyebabkan sehat, dan sehat merupakan bagian dari iman. Di sisi lain, iman
yang benar menuntut supaya hidup bersih, dan buah dari hidup bersih adalah sehat.
Dalam banyak kesempatan (30 kali – Ahmad Fuad Abdul Baqi, [t.th.]: 544) Alquran
menekankan kualitas hidup bersih atau suci, baik suci secara lahiriah maupun suci secara
batiniah. Firman Allah:
(Dan terhadap pakaianmu bersihkanlah – Q.S. al-Mudassir/74 :4) adalah contoh perintah
Allah agar kita mengusahakan kebersihan dan kesucian pakaian yang kita kenakan. Adapun
contoh Allah menghendaki kebersihan dan kesucian batin adalah dalam peristiwa para
sahabat laki-laki memerlukan sesuatu kepada istri-istri Nabi tidak boleh secara langsung, vis
a vis, melainkan harus ada tabir, kemudian lanjutannya Allah berfirman:

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila
kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya),
tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu
tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu
Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu
(menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka
(isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi
hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula)
mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu
adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah (Q.S. al-Ahzab/33 :53).

Allah menghendaki kepada umat-Nya kebersihan secara umum. Demikian firmannya:

Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran.”
Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah
kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[138]. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri
(QS.al-Baqarah/2: 222).

Sebaliknya, Allah memerintahkan kepada kita umat Islam agar menjauhi kehidupan yang
kotor. Contoh dalam peristiwa wanita haid, supaya menunda dulu tidak melakukan hubungan
suami istri. Haid disebutkan sebagai al-aza atau kotor sebagaimana ditunjukkan dalam ayat
yang baru saja dikutip ini, (Q.S. al-Baqarah/2:222). Di dalam surat al-Baqarah ayat 232
disebutkan secara langsung kaitan anatara kesucian dengan keimanan, yaitu dalam kasus
perceraian. Wanita yang telah habis masa ‘iddah-nya , kemudian menghendaki nikah lagi
dengan pria lain (bukan mantan suami) keduanya sama-sama suka dan seiman, wali wanita
itu harus mengijinkan niat anak perempuannya itu. Keijinan ini merupakan kesucian jiwa
sekaligus perwujudan iman. Menghalangi niat anak perempuannya kawin dengan pria yang ia
senangi dan seiman (bukan mantan suaminya) berarti hatinya kotor dan tidak beriman.
Demikian teks ayat yang dimaksud:

Artinya:
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para
wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya[146], apabila telah terdapat
kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-
orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu
dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (QS.al-Baqarah/2 :232).

Kesucian atau kebersihan yang dikehendaki oleh Islam amat komrehensif. Selain kebersihan
lahiriah (tubuh), batiniah (jiwa), pakaian, juga lingkungan. Dalam hal ini Allah berfirman
sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 222 sebagaimana telah dikutip dalam
bab ini.

C. Kesehatan Jasmani
Telah disinggung bahwa bersih itu pangkal sehat. Selanjutnya, makanan dan minuman yang
dikonsumsi harus yang bergizi dan harus sekaligus halal. Bergizi saja tidak cukup dan halal
saja juga belum cukup. Allah memang memerintahkan kepada kaum muslilmin supaya
makan makanan yang halalan thayyiban. Demikian firman Allah:

Artinya:
Wahai manusia ! makanlah dari (makanan) halal dan baik yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata
bagimu (Q.S. al-Baqarah/2:l68).
Secara hukum makanan yang kita makan itu harus halal dan secara realistik makanan itu
harus bersih dan bergizi karena kandungan pengertian thayyiban adalah baik, lezat, bergizi,
dan sehat (Warson, [t.th.]:939). Terkandung pengertian makanan atau minuman sehat adalah
aman dikonsumsi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Makanan yang di
dalamnya terdapat pengawet, pewarna, penyedap, pengenyal, dan perenyah yang tidak
direkomendasikan oleh ilmu-ilmu kesehatan (kedokteran, keperawatan, gizi, teknologi
pangan) di luar cakupan ‘thayyiban’ karena harus kita hindarkan dalam arti tidak
mengonsumsinya.
Makanan yang bergizi akan meningkatkan kekuatan tubuh (Thobieb, 2002:l65) yang berarti
tubuh atau jasmani menjadi sehat. Kualitas sehat jasmani menurut Islam dipandang baik.
Nabi bersabda:
(‫المؤ من القوي خير من المؤمن الضعيف )الحد يث‬
Artinya:
Orang mukmin yang kuat itu lebih baik daripada orang mukmin yang lemah (al-Hadis).

Orang yang kondisi jasmaninya sehat tentu lebih energik, inovatif, dan lebih kreatif
(Thobieb,2002:173) dan memiliki daya mobilitas yang tinggi. Meskipun demikian, hanya
memiliki kesehatan jasmani belum sempurna menurut pandangan Islam. Orang sehat
jasmaninya belum tentu sehat rohaninya, dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Agus adalah seorang pemuda bertubuh kekar, secara fisik sempurna, dan tidak terdapat cacat
tubuh. Panca indra berfungsi secara normal. Ia memeiliki kesenangan bermain sepak bola.
Karena lokasi latihannya cukup jauh dari rumah dan jadual latihan berlangsung sejak pukul
15.30 hingga l7.30, maka ia harus berangkat dari rumah pukul 14.30. Waktu ini belum masuk
waktu salat ‘Ashar. Sehabis latihan belum masuk waktu maghrib dan ia langsung pulang,
tentu dalam keadaan badan kotor dan penuh keringat. Sesampai di rumah waktu salat
maghrib sudah lewat. Jadual latihan sepak bola ia jalani amat disiplin, dan salat ‘Ashar dan
maghrib tidak ia laksanakan secara rotin dengan tidak ada penyesalan, sementara ia mengaku
benar-benar muslim, terlahir dari keluarga muslim, dan biasa menjadi kepanitiaan peringatan
hari-hari besar Islam di lingkungan remaja masjid di kampungnya.
Illustrasi di atas memberi pesan bahwa secara jasmani Agus itu sehat tetapi secara rohani
tidak sehat karena persoalan agama tidak diperhitungkan sebagai beban (taklif) kewajiban
yang harus dilaksanakan. Orang Islam yang salatnya tidak konsisten (beres) biasanya
perilakunya juga kurang baik, umpama buang air kecil di pinggir jalan sambil berdiri,
padahal di tempat terbuka dan tidak dibersihkan (tidak ber-istinja’- dalam bahasa Jawa tidak
cewok), biasa berkata kotor (mengumpat) hanya dalam persoalan-persoalan kecil dan sepele.
Itulah sebabnya, s ehat jasmani memerlukan kesehatan rohani.
D. Kesehatan Rohani
Seorang dikatakan sehat rohaninya jika ia terbebas dari penyakit batiniah. Penyakit ini cukup
banyak. Al-Ghazali menyebutkan (al-Ghazali, V,l974:l00-560) antara lain:
1. Hubb ad-Dunya (Cinta dunia) berlebihan karena menumbuhkan kemunafikan.
2. Rakus, amat dekat dengan cinta dunia, bahkan saling berkelindan. Cinta harta
menyebabkan rakus, atau rakus merupakan perwujudan cinta harta. Nabi Muhammad saw
memberikan contoh profil orang cinta harta dan rakus melalui sabdanya sebagai berikut:
‫لو كان إلبن أدم واديان من ذهب ال تبغى لهما ثالثا ويمالء جوف إبن ادم‬
‫إال التراب ويتوب هللا من تاب‬
Artinya:
Jikalau manusia itu memiliki dua lembah emas, niscaya ia akan mencari yang ketiga untuk
tambahan dari dua lembah tadi, dan rongga manusia itu tidak akan penuh selain oleh tanah;
dan Allah menerima taubat terhadap siapa yang mau bertaubat (al-Hadis).

Dari hadis ini dapat dipahami bahwa orang yang menuruti kemauan nafsu untuk mencari
kekayaan, seberapa pun kekayaan telah diraih, ia tetap kurang puas dan akan selalu ingin
mencari terus. Kisah umat terdahulu dapat dicontohkan figur Qarun, di India ada tokoh raja
bernama Rahwana atau Dasamuka adalah contoh konglomerat yang amat rakus. Sekarang
kita tahu betapa kekayaan Husni Mubarak, mantan Presiden Mesir yang memerintah selama
lebih dari 30 tahun dan berakhir sangat dramatis, yaitu diturunkan secara paksa oleh
rakyatnya sendiri. Selama berkuasa, ia memiliki uang sebanyak lebih dari 360 trilyun rupiah.
Maunya masih ingin tetap berkuasa memeras rakyat.Muamar Gadafi dikenal sangat totaliter
dalam memerintah. Ia ingin tetap membangun keluarganya yang memerintah. Ketika
perubahan harus terjadi supaya rakyat hidup layak, ia mempertahankannya, meskipun ribuan
nyawa ia korbankan dengan menembaki mereka melalui mesin perangnya, yaitu para
serdadunya.
Kita harus bisa memetik pelajaran dari kehidupan akhir para perakus kekayaan dan
kekuasaan. Mereka pasti berakhir dengan tragedi. Secara agama, mereka dikutuk dan
disaksikan oleh orang banyak (rakyat) sebagai penjahat, na’uzubilla>h min za>lik.
3. Kikir
Kikir merupakan akibat pasti dari cinta harta adan rakus. Kikir merupakan sifat yang amat
buruk. Alquran mengatakan:

Artinya:
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada
mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya
kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan
kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di
langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS Ali Imran/3 : 180).

Nabi mengatakan bahwa kikir itu menghilangkan keimanan:


(‫خصلتان ال تجتمعان فى مؤمن البخل وسؤ االخلق )الحديث‬
Artinya:
Dua perkarta tidak akan berkumpul pada orang mukmin, yaitu kikir dan jahat akhlak (H.R.
at-Turmuzi dari Abu Sa’d).
Karena begitu buruknya sifat kikir, Rasulullah menuntun doa dan membentuk pribadi kaum
muslimin supaya jauh dari sifat kikir. Demikian doa beliau:
(‫اللهم إنى اعوذ بك من البخل واعوذ بك من الجبن واعوذ بك ان ارد إلى ارذ ل العمر )الحديث‬
Artinya:
Ya Allah sesungguhnya hamba berlindung pada-Mu dari kekikiran, dan hamba berlindung
pada-Mu dari sifat pengecut, dan hamba berlindung pada-Mu dari ketuaan yang sia-sia (al-
Hadis).

Jika kita memandang Rasulullah sebagai teladan kita, tentunya kita rajin berdoa sebagaimana
Rasulullah tuntunkan itu. Rajin berdoa dengan doa itu lambat laun dan pasti akan menuntun
pada diri kita untuk tidak kikir karena malu setiap hari memeohon supaya titak kikir
sementara kita akan mengingkari permohonan kita sendiri

4. Ria (Pamer) dan Takabbur (Sombong)


Riya’, dalam bahasa Indonesia ditulis ria, berarti sombong, congkak, bangga karena telah
berbuat baik. Sifat ini buruk. Berbuat baik hanya akan menjadi baik kalau niatnya baik, cara
yang ditempuh baik, dan tujuannya juga baik. Niat yang baik adalah ikhlas lillahi ta’la.
Ending-nya kelak, orang-orang sombong adalah neraka. Rasulullah bersabda:
‫اال ادلكم على اهل الجنة كل ضعيف مستضعف لو اقسم على هللا إلمراة‬
(‫واهل النار كل متكبر مستكبر جواظ )الحديث‬
Artinya:
Apakah tidak aku tunjukkan kepadamu penduduk surga, yaitu setiap orang lemah dan
dipandang lemah. Jika ia bersumpah kepada Allah, niscaya Allah akan menumpahkan
kebajikan kepadanya; dan penduduk neraka, yaitu tiap-tiap orang yang sombong dan
terpandang sombong yang angkuh dalam, gerak-geriknya (HR. Bukhari dan Muslim dari
Harisah bin Wahab).

Sombong bisa terjadi karena merasa memiliki kelebihan dibanding yang lain dalam hal-hal
tertentu sesuai dengan konteks. Mahasiswa ber-IP 3.80 bergaya angkuh terhadap temannya
yang IP-nya di bawah angka itu. Orang yang memiliki HP. bagus, harganya mahal,
fasilitasnya amat banyak dan tampangnya keren, bisa melecehkan kepada relasinya yang ber-
HP kuno dan out of date. Orang kaya bisa tidak mau bergaul dengan tetangganya yang miskin
dengan landasan komitmen tidak level, seorang ilmuwan merasa dirinya istimewa kemudian
melecehkan orang-orang yang bergelar kesarjanaan di bawahnya dst, , , Orang semacam ini,
kelak di akhirat di neraka sana tempanya. Menurut sabda Nabi saw, mereka berada di
lembah yang bernama Habhab. Demikian katanya:
‫إن فى ن نا ر جهنم واديا يقا ل له هبهب حق على هللا ا ن يسكنه كل جبا ر‬
Artinya:
Sesungguhnya dalam neraka jahannam ada sebuah lembah yang bernama habhab. Allah
menempatkan orang-orang sombong di dalamnya (H.R. Tabrani, Abu Ya’la, dan Hakim dari
Abu Musa, dalam syarat Muslim).
Hadis ini dikutp oleh Imam al-Ghazali dalam Ihya’-nya. Orang-orang sombong itu kelak
akan diubah menjadi semut merah yang sangat kecil dan diinjak-injak oleh manusia,
sementara manusia tidak merasakan kalau mereka menginjak-injak semut – yang sejatinya
adalah manusia itu.
Nabi Muhammad saw memberi tuntunan kepada kaum muslimin supaya menjauhkan diri dari
sifat sombong. Demikian doa tuntunan beliau:

‫اللهم إنى اعوذ بك من نفخة الكبرياء‬


Artinya:
Ya Allah aku mohon perlindungan kepada-Mu dari hembusan sombong (H.R. Abu Dawud
dan Ibnu Majah dari Jubair bin Math’am).

5. ‘Ujub
‘Ujub adalah heran dengan diri sendiri (baik sebagai pribadi maupun kelompok,
chauvinism). ‘Ujub bisa muncul karena merasa memiliki sesuatu yang orang lain

tidak memilikinya. Sifat ini amat buruk. Menurut Allah, ‘ujub tidak ada artinya sama sekali.
Allah berfirman:

Artinya:
Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang
banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena
banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu
sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari
kebelakang dengan bercerai-bera (Q.S. at-Taubah/9:25).

Sifat ‘ujub hendaknya dijauhi karena merupakan penyakit jiwa. Memelihara ‘ujub dalam diri
berarti memelihara penyakit dalam diri, tentu lama-lama ia menjadi sakit jiwa yang berarti
tidak sehat secara rohani. Terlalu lama sakit jiwa pasti akan merembet kepada badannya
karena ada hubungan timbal bailk antara tubuh dan jiwa, yaitu manakala jiwa sakit tentu
tubuh akan ikut sakit pula. Sebaliknya tubuh sakit, jiwa akan sakit pula. Jiwa sehat akan
berpengaruh pada kesehatan tubuh, dan tubuh sehat akan berpengaruh pada kesehatan jiwa.
6. Munafiq
Secara umum dan praktis, munafik adalah orang yang tidak cocog antara lahir dan batinnya.
Secara lisan ia mengatakan ‘ya’, batinnya mengatakan ‘tidak’ atau sebaliknya. Secara lisan
mengatakan ‘beriman’ dan batinnya mengatakan ‘tidak’, hakikatnya tidak beriman. Tujuan
kemujnafikan untuk mengelabuhi orang lain dan mencari keuntungan diri. Rasulullah
bersabda:
‫اربع من كن فيه كا ن منا افقا خا لصا ومن كانت فيه خصلة منهن كان فيه خصلة من النفاق حتى يدعها إذا ائتمن خان وإذا‬
( 1 ‫فتح المبدى‬- ‫حد ث كذ ب إذا عاهد غد ر وإ ذا خاصم فجر )الحديث‬
Artinya:
Barang siapa melakukan empat perkara, ia adalah seorang munafik murni.Barang siapa
melakukan salah satu dari empat perkara itu, dia mempunyai salah satu dari sifat
kemunafikan sehingga dia meninggalkannya, yaitu: bila ia dipercaya dia berkhiayanat, bila
dia berkata dia pasti dusta, bila dia berjanji dia tidak menepatinya, dan bila dia berttengkar
dia meninggalkan yang benar (al-Hadis – al Fath al-Mubdi,I:65).

Sebenarnya masih begitu banyak penyakit hati yang menyebabkan secara rohani orang
menjadi sakit seperti hasud (dengki), profokatif, iri hati menyaksikan kesuksesan orang lain,
menghayal (mengharap datangnya sesuatu yang secara logika tidak mungkin), pemalas, dan
suka dipuji (sum’ah).
Jika di dalam diri seseorang terkumpul antara lain (al-Hufi,2000:77-573): Kasih sayang,
pemurah, keberanian, adil, suka perdamaian, al-‘iffah (kesucian)ash-shidqu (jujur), sabar,
mau bermusyawarah, al-hilmu (lapang dada), pemaaf, al-‘afwa (kesetiaan), al-haya’(malu),
az-zuhd (hidup sederhana), al-qana’ah (merasa cukup apa yang telah ada padanya), at-
tawaddu’ (rendah hati), at-tib al-isyarah (bergaul secara baik), hub al-‘amal (cinta bekerja),
al-bisyru wa al-fukahah (gembira dan lelucon sekedarnya), orang semacam ini secara rohani
adalah sehat.
Jika diperhatikan secara seksama, ternyata ada tipe manusia yang secara rohani sehat yang
indikasinya: rajin ibadah, perilakunya baik, berbicaranya sopan membaca Alquran bagus, dan
hidupnya sederhana, tetapi secara jasmani kurang sehat, terlihat melankolis (bahasa Jawa
memelas), terlihat lemah, batuk-batuk kecil, raut muka kusut, tempat huniannya kurang
terawat, tentu profil ini tidak dikehendaki oleh Islam. Ia musti juga harus sehat secara jasmani
maupun rohani.
E. Kesehatan Jasmani dan Rohani
Orang yang sehat secara jasmani tetapi sakit rohaninya, tentu lebih tampak nafsu
kebinatangannya. Sebaliknya, orang yang sehat rohani tetapi sakit jasmaninya tentu
mobilitasnya amat terbatas. Menurut Islam, tipologi ideal adalah orang yang secara jasmani
dan rohani sehat. Hubungan antara jasmani dan rohani merupakan hubungan timbal balik,
saling mempengaruhi, dan saling ada ketergantungan. Jasmani sehat mempengaruhi rohani
menjadi sehat.Rohani sehat mengarahkan kepada perilaku supaya jasmani juga sehat.
Orang yang secara rohani sehat tetapi tidak sehat secara jasmani dikarenakan keterbatasan
pemikirannya atau berpikir secara parsial bahwa dunia itu tidak penting, dunia itu hanya
ghurur (menipu), dunia hanya lahw (sendaugurauan), dan dunia hanya sementara sehingga
tidak atau kurang memperhatikan kepentingan jasmani dan hanya terobsesi keakhiratan.
Selanjutnya membiarkan diri secara jasmani tidak atau kurang terawat, sakit-sakitan, dan
termarginalisasi oleh struktur dan sistem sosial di mana ia tinggal, padahal realitas sosial itu
senantiasa berubah dan berkembang secara cepat. Kemajuan hari ini akan segera menjadi
kuno beberapa dekade kemudian. Islam menghendaki umatnya supaya sehat dan kuat baik
jasmani maupun rohaninya laksana Thalut. Allah berfirman:

Artinya:
Dan Nabi mereka berkata kepada mereka, “sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut
menjadi rajamu”. Mereka menjawab: ‘Bagaimana Thalut memperoleh kerajaan atas akmi,
sedangkan kami lebih berhak atas kerajaan itu daripadanya, dan dia tidak diberi kekayaan
yang banyak ? (Nabi) menjawab:’Allah telah memilihnya (menjadi raja) kami dan
memberikan kelebihan ilmu dan fisik .” Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang
Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas lagi Maha mengetahui (Q.S. al-Baqarah/2:247).

Tipologi Thalut adalah orang yang sanggup bukan hanya memimpin dirinya, melainkan juga
memimpin orang banyak, memimpin negara, dan memimpin supaya hukum-hukumn Tuhan
berlaku di muka bumi. Profil Thalut, jika siang memimpin perusahaan yang masing-masing
sektor – sejak dari modal awal hingga sektor paling ujung berfungsi dan menghasilkan
produk secara halalan thayyiban – dan jika malam ia ‘asyiq-ma’syuq (tenggelam dalam zikir
kepada Allah) laksana petapa yang telah meninggalkan kehidupan dunia. Demikianlah
hakikat basthatan fi al-‘ilm wal al-jism.

Latihan-latihan
1. Jelaskan apa yang saudara ketahui tentang pengertian sehat secara umum !
2. Berikan contoh-contoh (minimal tiga model) perilaku orang yang sehat jasmani tetapi
sakit rohaninya.
3. Berikan contoh-contoh (minimal tiga model) perilaku orang yang sehat rohani tetapi
jasmaninya sakit.
4. Berikan contoh-contoh (minimal tiga model) perilaku orang yang sehat baik jasmani
maupun rohani.
5. Ada teks demikian:
‫اللهم إنى اعوذ بك من البخل واعوذ بك من ا لجبن واعوذ بك ان ارد إلى‬
(‫ارذ ل العمر )الحديث‬
a. harakatilah secara benar
b. Terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia secara baik dan benar
c. Apa kandungan teks ini ?
6. Sebut dan jelaskan lima macam penyakit rohani yang menghambat kesehatan jiwa.
7. Sebut dan jelaskan lima macam indikator bahwa seorang muslim sehat rohaninya
8. Tulislah dengan huruf Arab doa sapu jagat yang isinya agar manusia dikaruniai
kebahagiaan dunia dan akhirat, kemudian tulis pula terjemahnya. Berada pada surat apa dan
ayat berapa di dalam Alquran ?
9. Jelaskan pilihan saudara: kebahagiaan dunia, kebahagiaan akhirat, atau kebahagiaan
dunia-akhirat ? Jelaskan alasan saudara ! Jelaskan pula rencana (program) untuk mencapai
ke arah itu.
10. Ada teks :
‫ألمؤ من القوي خير من المؤ من الضعيف‬
a. Teks ini ayat Alquran atau Hadis ?
b. Berilah harakat yang benar padanya !
c. Terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan Jelaskan kandungan
teks ini

DAFTAR PUSTAKA
al-Qur’an al-Karim
Ahmad Muhammad al-Hufi. Keteladanan Akhlak Nabi Muhammad Saw.Bandung: Pustaka
Setia,2000.
Abi ‘Abd-llah Muhammad bi Isma’il al-Bukhari.[t.th.]. Shahih al-Bukhari.VII. Semarang
:Thoha Putra.
Ahmad Warson al-Munawwir, [t.th.]. Almunawwir: Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta:
Krapyak.
“Departemen Pendidikan dan Kebudayaan”. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia .Jakarta:
Balai Pustaka.
Imam Ghazali, 1988.Ihya’ al-Ghazali,V. (trans) Ismail Ya’qub.Jakarta Selatan: Faizan.
Mahrus Ali,2009. Mantan Kiai NU Membongkar Praltek Syirik: Kiai, Habib, dan Gus Ahli
Bid’ah. Surabaya: La Tasyuki.
Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, [t.th.]. Mu’jam Mufahras li Alfaz al-Qur’an al-Karim
.Indoinesia: Maktabah Dahlan.
Thobieb al-Ahsyar, 2003. Bahayanya Makanan haram. Jakarta: al-Mawardi Prima,

Anda mungkin juga menyukai