Dirancang oleh :
KELAS B
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Secara preventif ada 5 (lima) langkah untuk mencegah korupsi menurut paradigma
syari’ah Islam sebagai berikut :
1. Rekrutmen SDM aparat negara wajib berasaskan profesionalitas dan Integritas, bukan
berasaskan egoisme yang pada akhirnya berujung pada korupsi,kolusi, dan nepotisme.
Dalam istilah Islam, mereka yang menjadi aparatur wajib memenuhi kriteria yang
individunya berkepribadian islam (syakhsiyah islamiyah). Nabi Muhammad SAW
pernah bersabda “ Barangsiapa memperkerjakan seseorang karna faktor suka atau
hubungan kerabat, berarti dia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum
mukminin”.
2. Negara wajib melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya. Khalifah
Umar bin khotob selalu memberikan nasihat kepada bawahannya “ Kekuatan dalam
bekerja adalah jika kamu tidak menunda pekerjaan hari ini sampai besok, kalau kamu
menundanya pekerjaannya akan menumpuk...’’
3. Negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada aparatnya ,
sebagaimana Abu Ubaidah pernah berkata kepada Umar, “Cukupilah para
pegawaimu, agar mereka tidak berkhianat”.
4. Islam melarang menerima suap atau hadiah atau dalam istilah korupsi dikatakan
gratifikasi bagi para aparat negara sebagai sabda Nabi “Barangsiapa yang sudah
menajadi pegawai kami dan sudah kami beri gaji, maka apa saja yang ia ambil di luar
itu adalah harta yang curang.’’ (HR.Abu Daud). Tentang hadiah kepada aparat
pemerintah, Nabi SAW berkata, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa suht
adalah haram dan suap yang diberikan kepadahakim adalah kekufuran. (HR.Ahmad)
5. Adanya keteladanan dari pimpinan. Manusia cenderung mengikuti orang terpandang
dalam masyarakat, termasuk pimpinannya. Maka disini pemimpin juga memiliki
peran besar untuk menjadi teladan yang baik bagi umatnya atau masyarakatnya.
Adapun sanksi moral bagi pelaku korupsi adalah jenazahnya tidak dishalatkan,
terutama bagi para pemuka agama ataupun tokoh masyarakat yang di akui di tengah
masyarakat. Hal ini sebagaimana yang telah pernah dilakukan Nabi terhadap salah
seorang sahabat yang melakukan korupsi pada waktu perang khaibar meskipun hanya
dalam jumlah yang relatif kecil yaitu dua dirham.
Adapun sanksi dunia bagi para pelaku korupsi tidak ada disebutkan secara
jelas di dalam nash, sebagaimana hukum potong tangan bagi pencuri. Meskipun
demikian bagi pelaku korupsi bukan berarti terbebas sama sekali dari kejahatan yang
telah dilakukannya, pelaku korupsi harus dikenakan ta’zir, yang bertujuan untuk
memberikan pelajaran kepada pelaku tindak kejahatan agar tidak mengulangi lagi
kejahatan yang pernah dilakukan. Untuk tindak pidana korupsi terdapat beberapa unsur
yang dapat dijadikan pertimbangan oleh hakim dalam menentukan jenis hukuman yang
tepat untuk pelaku korupsi, di antaranya: perampasan harta orang lain, pengkhianatan
atau penyalahgunaan wewenang, kerja sama dalam kejahatan. Unsur hukuman ini
tergantung kepada bentuk dan besar kecilnya akibat yang ditimbulkan dari korupsi yang
dilakukan.
Kejahatan seperti ini jelas sesuatu yang dilarang dalam syariat Islam. Untuk
selanjutnya diserahkan kepada kebijaksanaan hakim untuk memutuskan apa jenis
hukuman yang pantas. Hukuman ini tentu saja harus dilandasi oleh akal sehat, keyakinan
dan rasa keadilan hakim yang didasarkan pada keadilan masyarakat untuk menentukan
jenis hukuman yang pantas bagi pelaku korupsi. Jenis hukumannya disebut dengan
‘uqubah mukhayyarah (hukuman pilihan).
Adapun jarimah yang dikenakan hukuman ta’zir ada dua jenis yaitu:
a. Jarimah yang dikenakan hukuman had dan qishas jika tidak terpenuhi salah satu dari
unsur atau rukunnya. Misalnya jarimah pencurian dihukum ta’zir jika barang yang
dicuri tidak mencapai nishab (kadar minimal) atau barang yang dicuri tidak disimpan
di tempat yang semestinya.
b. Jarimah yang tidak dikenakan hukuman hadd dan qishas seperti jarimah
pengkhianatan terhadap suatu amanat, jarimah suap dan lain-lain. Untuk tindak pidana
korupsi jelas merupakan suatu maksiat yang mana tidak terdapat hukuman yang tegas
dalam al-Quran ataupun sunnah Nabi, maka dari itu untuk pelaku tindak pidana
korupsi hukuman yang layak bagi pelaku adalah hukumta’zir.
3.1. Kesimpulan
Korupsi adalah kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime), korupsi
merupakan suatu bentuk perbuatan yang dikategorikan berupa penyuapan, manipulasi
dan lainnya. Dampaknya, perbuatan ini mempengaruhi moralitas manusia secara
personal juga menyangkut kepentingan umum. Dimana rusaknya sendi-sendi
kehidupan dalam segala aspek mampu menciptakan kemerosotan nilai-nilai moralitas
dan kesenjangan sosial yang paling parah, seperti kemiskinan, tidak kejahatan yang
parah dan lainnya.
Kejahatan seperti ini jelas sesuatu yang dilarang dalam syariat Islam dan harus
mendapat pencegahan dan tindakan hukum. Hukuman yang diberikan tentu saja harus
dilandasi oleh akal sehat, keyakinan dan rasa keadilan hakim yang didasarkan pada
keadilan masyarakat untuk menentukan jenis hukuman yang pantas bagi pelaku
korupsi.
3.2. Saran
Di era zaman sekarang ini, bangsa Indonesia memerlukan perbaikan moral dan
kejujuran. Masih banyak kasus korupsi yang terjadi yang melibatkan pejabat negara
yang merugikan negara dalam jumlah yang besar. Diperlukan upaya pencegahan yang
efektif agar kasus korupsi dan suap tidak terjadi lagi dan juga kita dapat menanamkan
penerapan nilai-nilai UUD 1945 dan Pancasila agar bangsa Indonesia menjadi negara
yang bersih dan maju.