Anda di halaman 1dari 40

PEMODELAN SPATIAL AUTOREGRESSIVE QUANTILE REGRESSION

(SARQR) PADA DATA YANG MENGANDUNG OUTLIER UNTUK


TINGKAT KEJAHATAN DI PROVINSI
DKI JAKARTA TAHUN 2022

PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan sebagai salah satu persyaratan mata kuliah Seminar Statistika

Oleh
ARSSITA NUR MUHARROMAH
NIM. 19337022

PROGRAM STUDI SARJANA STATISTIKA


DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam konteks makro terdapat indikator angka jumlah tindak kejahatan (crime

total), angka kejahatan per 100.000 penduduk (crime rate) dan selang waktu terjadinya

suatu tindak kejahatan (crime clock). Crime rate merupakan angka yang dapat

menunjukkan tingkat kerawanan suatu kejahatan pada suatu wilayah tertentu dalam

waktu tertentu. Semakin tinggi angka crime rate maka tingkat kerawanan akan kejahatan

suatu daerah semakin tinggi, dan sebaliknya (BPS, 2022 :12). Kejahatan merupakan suatu

permasalahan yang sangat berpengaruh terhadap masyarakat Indonesia yaitu perbuatan

yang melanggar dan bertentangan dengan apa yang sudah ditetapkan di dalam kaidah

hukum serta tidak memenuhi atau melawan perintah hukum yang berlaku dalam

masyarakat (Bareskrim Polri,2021:14).

Pengelompokkan jenis kejahatan sejalan dengan Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) Republik Indonesia dan The International Classification of Crime for

Statistical Purposes (ICCS). Jenis kejahatan di Indonesia bisa mencakup 9 klasifikasi

kejahatan dan contoh jenisnya yaitu, (1) kejahatan terhadap nyawa, seperti pembunuhan,

(2) kejahatan terhadap fisik/badan, seperti penganiayaan berat maupun ringan dan

kekerasan dalam rumah tangga, (3) kejahatan terhadap kesusilaan, seperti perkosaan dan

pencabulan, (4) kejahatan terhadap kemerdekaan orang, seperti penculikan dan

mempekerjakan anak di bawah umur, (5) kejahatan terhadap hak milik/barang dengan

menggunakan kekerasan, seperti pencurian dengan kekerasan, pencurian dengan senjata

2
api dan senjata tajam, (6) kejahatan terhadap hak milik/barang, seperti pencurian,

pencurian dengan pemberatan, pencurian kendaraan bermotor, pengrusakan /

penghancuran barang, pembakaran dengan senjata, dan penadahan, (7) kejahatan terkait

narkotika, seperti narkotika dan psikotropika, (8) kejahatan terkait penipuan/perbuatan

curang, penggelapan, dan korupsi, (9) kejahatan terhadap ketertiban umum, seperti

penodaan terhadap lambang bendera, menyerang polisi yang bertugas saat melakukan

demonstrasi, dan merusak fasilitas umum.

Terdapat sembilan klasifikasi kejahatan dan contoh jenisnya ini merupakan tindak

kejahatan pidana, hukum pidana yang diatur di KUHP yang bertujuan untuk melindungi

kepentingan umum, kesejahteraan, serta ketentraman masyarakat. Semakin tinggi angka

tindak kejahatan menunjukkan bahwa masyarakat merasa semakin tidak aman.

Sehubungan dengan itu, dan menciptakan rasa aman kepada masyarakat sangat penting

untuk diperhatikan dan perlu tindakan yang tepat. Terpenuhinya rasa aman bagi

kehidupan masyarakat akan menjadikan suasana yang kondusif untuk melakukan

berbagai aktivitas. (BPS, 2021:2)

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terbanyak

di dunia. Berdasarkan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, jumlah

penduduk Indonesia adalah sebanyak 273.879.750 jiwa pada tahun 2021. Indonesia

memiliki angka tindak kejahatan dalam kurun waktu 4 tahun terakhir ini cenderung

mengalami penurunan (BPS,2022:9), hal ini terlihat pada Gambar 1.

3
350
294.281
300 269.324

Jumlah Tindak Kejahatan


247.218 239.481
250

200

150

100

50

0
2018 2019 2020 2021
Tahun

Gambar 1. Jumlah Tindak Kejahatan di Indonesia Tahun 2018 -2021

Jumlah tindak kejahatan di Indonesia pada tahun 2018 sampai 2021 mengalami

penurunan yang sangat signifikan, pada tahun 2019 menurun sebanyak 24.957 tindak

kejahatan, menjadi sebesar 269.324 kejahatan. Pada tahun 2020 mengalami penurunan

sebanyak 22.106 kejahatan, menjadi 247.218 kejahatan. dan pada tahun 2021 mengalami

penurunan juga sebanyak 7.737 kasus kejahatan, menjadi sebesar 239.481 kasus tindak

kejahatan di Indonesia. Menurut Zidni (2021) suatu Provinsi perlu diadakan pemerataan

pembangunan, memperbaiki sistem penyerapan tenaga kerja, dan meningkatkan kualitas

pendidikan untuk mengurangi tingkat kriminalitas. Berikut ini Gambar 2 Provinsi dengan

tingkat kejahatan tertinggi di Indonesia.

4
Papua Barat 289
DKI Jakarta 277
Sumatera Utara 250
Sulawesi Utara 249
Provinsi

Gorontalo 208
Papua 186
Bengkulu 177
Maluku 177
Sulawesi Tengah 169
Sulawesi Selatan 166

0 50 100 150 200 250 300


Tingkat Kejahatan

Gambar 2. Provinsi dengan Tingkat Kejahatan Tertinggi Tahun 2021

Gambar 2 menyajikan sepuluh peringkat tingkat kejahatan tertinggi untuk level

Provinsi selama tahun 2021 dari 34 Provinsi di Indonesia. Provinsi Papua Barat tercatat

tingkat kejahatan tertinggi, yakni 289 tingkat kerawanan kejahatan yang menjadikan

peringkat pertama. Disusul oleh Provinsi DKI Jakarta menjadi peringkat kedua dengan

tingkat kejahatan adalah 277. Provinsi Sulawesi Selatan tercatat menjadi peringkat

sepuluh dengan tingkat kejahatan adalah 166.

Pada dasarnya setiap individu dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat

menyebabkan seseorang melakukan tindak kejahatan. Faktor tersebut meliputi kebutuhan

ekonomi yang mendesak, pengangguran atau tidak memiliki pekerjaan, dan faktor taraf

kesejahteraan. Tindak kejahatan bisa dipengaruhi oleh faktor genetik, pendidikan,

ekonomi, jenis kelamin, usia, kultur, status sosial, dan kepadatan penduduk. (Kansil,

1994). Selain itu, faktor yang paling berpengaruh adalah Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang tinggi. Tidak sedikit PMKS menjadi pelaku kejahatan

jika tidak diatasi dengan baik (Handayani, 2017). Menurut Yusuf,dkk, (2016) faktor

5
penyebaab terjadinya tindak kejahatan adalah faktor lingkungan, kemiskinan, buku

bacaan hari-harian, dan film.

Menurut Simandjuntak (1981) bahwa tingginya tingkat kejahatan di suatu wilayah

dihubungkan dengan faktor-faktor ekonomi, sosial, dan demografi di masyarakat. Selain

hal itu, tindak kejahatan masing-masing wilayah dipengaruhi oleh faktor yang berbeda

untuk wilayah satu dengan wilayah lainnya, sehingga menyebabkan tingkat tindak

kejahatan beragam dan hal ini tidak terlepas dari akibat adanya data outlier dan efek

spasial yang terjadi di Kabupaten/Kota. Peneliti menggunakan model SARQR untuk

mengatasi efek spasial yang resisten terhadap data pencilan dan menentukan model

regresi terbaiknya serta mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhinya dalam

bentuk pemetaan. Pada Gambar 3. terlihat peta tematik pada kasus tingkat kejahatan di

DKI Jakarta 2022.

Gambar 3. Peta Persebaran Tingkat Kejahatan di Provinsi DKI Jakarta

6
Pada Gambar 3. Terlihat bahwa semakin pekat warna di suatu Kabupaten/Kota,

maka semakin tinggi tingkat kejahatan di Kabupaten/Kota tersebut. Hal ini menunjukkan

bahwa terdapat hubungan antar Kabupaten/Kota yakni tingginya tingkat kejahatan di

Kabupaten/Kota cenderung berdekatan dengan Kabupaten/Kota yang tinggi, begitu juga

sebaliknya. Hal ini menandakan bahwa terdapat hubungan antara efek spasial dengan

tingkat tindak kejahatan di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2022. Setiap wilayah dengan

wilayah lain mempunyai baik keterkaitan karena kedekatan jarak antar wilayah maupun

karena kesamaan karakteristik, budaya, dan bahasa yang dimiliki.

Menurut Drapper & Smith (1992), pengujian efek spasial dengan melibatkan

outlier pada data dapat menyebabkan suatu metode tidak berhasil dalam menangani efek

spasial tersebut. Sehingga hal yang sering dilakukan adalah membuang data outlier.

Namun, membuang data outlier mungkin merupakan tindakan yang keliru, karena

adakalanya outlier dapat memberikan informasi yang tidak dapat diberikan oleh data

lainnya. Berikut ini merupakan Gambar 4. mengenai data outlier pada data tingkat

tindak kejahatan.

7
Gambar 4. Outlier Pada Tingkat Kejahatan di Provinsi DKI Jakarta

Pada Gambar 4. terlihat bahwa terdapat Kabupaten/Kota yang teridentifikasi

termasuk outlier atau pencilan pada tingkat kejahatan di Provinsi DKI Jakarta yang

tertinggi atau yang paling rawan kejahatan, yaitu pada Kabupaten Kepulauan Seribu

(320,05). Sedangkan, tingkat kejahatan terendah atau bisa dikatakan daerah aman dari 6

Kabupaten/Kota yaitu pada Kota Jakarta Utara sebesar 110,95. Oleh sebab itu, karena

tingkat tindak kejahatan ini bervariasi, mengidentifikasikan bahwa terdapatnya outlier.

Outlier merupakan suatu kasus atau data yang memiliki karakteristik unik yang

terlihat sangat berbeda jauh dari observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim

baik untuk sebuah variabel tunggal atau kombinasi (Ghozali, 2011:41). Outlier bisa

diatasi dengan berbagai analisis, seperti analisis regresi. Analisis regresi merupakan

metode yang digunakan untuk memodelkan hubungan antara variabel bebas dan variabel

terikat. Apabila suatu pengamatan memiliki efek spasial, yaitu suatu pengamatan pada

daerah tertentu dipengaruhi oleh daerah disekitarnya, maka metode analisis yang

8
digunakan adalah analisis regresi spasial (Gujarati, 2007).

Menurut Retno (2018) analisis regresi spasial merupakan analisis yang dilakukan

jika suatu data memiliki data spasial, data spasial memuat informasi yang di ukur dan

lokasi/wilayah data tersebut. Analisis regresi spasial memungkinkan untuk menghitung

ketergantungan antar lokasi. Terdapat dua jenis matriks pembobot spasial, yaitu

contiguity weight Terdiri dari rook contiguity, bishop contiguity, dan queen contiguity

dan distance weight terdiri dari fungsi jarak minimum, K lokasi, dan invers jarak.

Pada analisis regresi spasial terdapat dua jenis efek spasial, yaitu ketergantungan

spasial dan keheterogenan spasial. Ketergantungan spasial merupakan efek spasial

dimana suatu daerah bergantung pada daerah lain. Sedangkan keheterogenan spasial

terjadi apabila terdapat keragaman antar daerah. Pemodelan yang melibatkan

ketergantungan spasial dalam pemodelannya adalah pemodelan spatial autoregressive

model (SAR), spatial error model (SEM), dan general spatial model (GSM).

Sedangkan model spasial untuk memodelkan keheterogenan spasial dalam

pemodelannya adalah pemodelan geographically weighted regression (GWR). Menurut

Febriyanti (2015), metode lain yang melibatkan keheterogenan spasial dan

ketergantungan spasial adalah model regresi kuantil spasial autoregressif (spatial

autoregressive quantile regression /SARQR).

Model SARQR adalah model yang menggabungkan pemodelan SAR dengan

regresi kuantil (quantile regression/QR). Berdasarkan penelitian yang pertama kali

dilakukan oleh Koenker dan Basset (1978), regresi kuantil merupakan model yang

bertujuan meminimumkan galat mutlak berbobot yang tidak simetris sehingga dapat

menghilangkan keheterogenan yang terjadi pada data. Kombinasi antara Model SAR

9
dengan regresi kuantil tersebut menghasilkan sebuah pemodelan yang baik untuk

menangani permasalahan ketergantungan dan keheterogenan pada pemodelan data

spasial serta resisten terhadap data outlier (Febriyanti, 2015).

Beberapa penelitian sebelumnya yaitu Retno Ayu Wardani (2018) bertujuan untuk

mengetahui model SARQR mengatasi efek spasial pada data yang mengandung outlier

yaitu tingkat kriminalitas Provinsi Jawa Tengah tahun 2016 dan mengetahui faktor yang

mempengaruhi presentase tingkat kriminalitas berbeda di setiap kuantil. Penelitian ini

menggunakan matriks pembobot Rook Contiguity dan metode pendugaan parameter

Instrumental Variable Quantile Regression (IVQR).

Penelitian Tasya Abrari (2022) bertujuan untuk mengetahui model terbaik dari

SAR dan SARQR menggunakan metode pendugaan parameter Instrumental Variable

Quantile Regression (IVQR) pada pemodelan tingkat terbuka di Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan kriteria model terbaik adalah model SARQR dalam memprediksi tingkat

pengangguran terbuka. Model SARQR mampu menangani permasalahan efek spasial

seperti ketergantungan spasial dan keragaman spasial serta tidak mudah terpengaruh

adanya data yang mengandung pencilan spasial pada pemodelan spasial. Perbedaan pada

penelitian ini yaitu menggunakan matriks pembobot Queen Contiguity dan penduga

parameter Two Stage Quantile Regression (2SQR)

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka penelitian yang akan dilakukan

berjudul “Pemodelan Spatial Autoregressive Quantile Regression (SARQR) Pada

Data Yang Mengandung Outlier Untuk Tingkat Kejahatan Di Provinsi DKI Jakarta

Tahun 2022”.

10
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diambil suatu rumusan masalah

yaitu:

1. Bagaimana model SARQR yang dihasilkan dengan matriks pembobot Queen

Contiguity dan penduga parameter Two Stage Quantile Regression (2SQR) dalam

memodelkan tingkat kejahatan di Kabupaten/Kota di Provinsi DKI Jakarta?

2. Bagaimana daerah yang dimodelkan dan faktor-faktor yang mempengaruhi

tingkat kejahatan pada setiap kuantil yang berbeda-beda?

3. Apa saja yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat

kejahatan di DKI Jakarta tahun 2022?

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka perlu batasan

masalah yang ditinjau sebagai berikut:

1. Menggunakan analisis Spatial Autoregressive Quantile Regression (SARQR).

2. Pemodelan SARQR yang digunakan adalah matriks pembobot Queen Contiguity

dan penduga parameter Two Stage Quantile Regression (2SQR).

3. Data spasial yakni data yang menunjukkan lokasi atau tempat di permukaan bumi

yang digunakan berupa adalah peta wilayah dengan 6 Kabupaten/Kota di Provinsi

DKI Jakarta Tahun 2022.

11
D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Memperoleh model SARQR yang dihasilkan dengan matriks pembobot Queen

Contiguity dan penduga parameter Two Stage Quantile Regression (2SQR) dalam

memodelkan tingkat kejahatan di Kabupaten/Kota di Provinsi DKI Jakarta.

2. Mengetahui daerah yang dimodelkan dan faktor-faktor yang mempengaruhi

tingkat kejahatan pada setiap kuantil yang berbeda-beda.

3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap tingginya tingkat

kejahatan Provinsi DKI Jakarta tahun 2022.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti untuk menambah wawasan, pengetahuan, serta pengaplikasian ilmu

statistika khususnya dalam penerapan model Spatial Autoregressive Quantile

Regression (SARQR) dengan matriks pembobot Queen Contiguity dan penduga

parameter Two Stage Quantile Regression (2SQR).

2. Bagi peneliti selanjutnya, dapat memberikan informasi atau pengetahuan sebagai

bahan referensi serta perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi instansi atau pihak yang berkepentingan, dapat memberikan informasi atau

masukan sebagai pertimbangan dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan serta

dapat mencari solusi atas permasalahan yang berkenaan dengan kejahatan

bertujuan untuk meminimalisir tingkat tindak kejahatan di Provinsi DKI Jakarta.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tingkat Kejahatan

Kejahatan adalah masalah sosial yang dihadapi oleh semua negara di dunia.

Menurut Mohammad Hatta (2008), angka statistik kejahatan merupakan gambaran

jumlah kerugian yang diakibatkan terjadinya kejahatan. Angka tersebut belum

tentu sesuai kenyataan yang ada karena diduga masih banyak kejahatan yang

tidak dilaporkan ke polisi atau biasa disebut dark number. Dalam statistik kriminal

terdapat beberapa indikator yang biasa digunakan untuk mengukur kejahatan

dari sisi makro dan tingkat keseriusan. Dari sisi makro terdapat indikator angka

jumlah kejahatan (crime total), angka kejahatan per 100.000 penduduk (crime rate), dan

selang waktu terjadinya suatu tindak kejahatan (crime clock). Menurut Savitz (Savitz,

1978), dalam konteks makro perlu kehatian-hatian dalam memaknai angka kejahatan

karena merupakan agregat semua jenis kejahatan yang terjadi dalam satu waktu tanpa

mempertimbangkan tingkat keseriusannya.

Kejahatan suatu hal yang sangat berpengaruh terhadap masyarakat Indonesia yaitu

perbuatan yang melanggar dan bertentangan dengan apa yang sudah ditetapkan di dalam

kaidah hukum serta tidak memenuhi atau melawan perintah hukum yang berlaku dalam

masyarakat (Bareskrim Polri,2021:14). Kejahatan ialah segala bentuk tindakan dan

perbuatan merugikan secara ekonomi dan psikologis yang melanggar hukum yang

berlaku dalam negara Indonesia serta norma-norma sosial dan agama. Dapat diartikan

13
bahwa, kejahatan adalah segala sesuatu perbuatan yang melanggar hukum dan melanggar

norma-norma sosial sehingga masyarakat menentangnya. (Kartono,1999:122).

Peristiwa kejahatan yang dilaporkan adalah setiap peristiwa yang dilaporkan

masyarakat kepada Polisi Republik Indonesia (Polri), atau peristiwa dimana pelakunya

tertangkap tangan oleh kepolisian. Laporan masyarakat ini akan dicatat dan ditindak-

lanjuti oleh Polri jika dikategorikan memiliki cukup bukti. Penjelasan teknis pada crime

rate atau tingkat kejahatan per 100.000 penduduk yaitu:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑠𝑡𝑖𝑤𝑎 𝐾𝑒𝑗𝑎ℎ𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢


Crime Rate = × 100.000
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘

Upaya-upaya penanggulangan kejahatan antara lain :

1. Upaya Preventif

Upaya penanggulangan kejahatan secara preventif adalah upaya yang dilakukan

untuk mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali. (Atmasamita

R, 1983) Langkah-langkah preventif itu meliputi :

a. Peningkatan kesejahteraan rakyat.

b. Memperbaiki sistem administrasi dan pengawasan.

c. Peningkatan penyuluhan hukum untuk memeratakan kesadaran hukum

masyarakat.

d. Menambah personil kepolisian dan personil penegak hukum lainnya.

e. Meningkatkan ketangguhan moral serta profesionalisme bagi para pelaksana

penegak hukum.

2. Upaya Represif

Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional

14
yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan. (Atmasamita R, 1983) Langkah-langkah

konkrit dalam upaya represif adalah

a. Jika menyimpang dari norma hukum adat masyarakat : sanksi diberikanoleh

masyarakat setempat dengan cara dikucilkan.

b. Jika melanggar kaidah hukum positif, dapat dipidana berdasarkan ketentuan

hukum tertulis. Hukuman bisa dalam bentuk pidana kurungan, denda, ataupun

pidana mati.

Jadi, kejahatan adalah salah satu persoalan penting yang mendorong disorganisasi

sosial. Karena pelaku-pelaku kejahatan tersebut sebenarnya melakukan perbuatan-

perbuatan yang mengancam dasar-dasar pemerintahan, hukum, ketertiban, dan

kesejahteraan umum. Sehingga, hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisir tingkat

kejahatan tersebut adalah dengan mengetahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhinya. Setelah itu, dapat dilakukan tindakan-tindakan pencegahan, yang

dapat dilakukan oleh semua pihak, baik pemerintah maupun warga negaranya.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

1. Persentase Penduduk Miskin

Badan Pusat Statistik (BPS) pertama kali melakukan perhitungan jumlah dan

persentase penduduk miskin pada tahun 1984. Perhitungan tersebut mencakup

periode 1976-1981. Data dasar yang digunakan adalah Survei Sosial Ekonomi

(Susenas) modul Konsumsi. Sejak itu setiap tiga tahun sekali BPS secara rutin

mengeluarkan data jumlah dan persentase penduduk miskin yang disajikan menurut

daerah perkotaan dan perdesaan.

15
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi

kebutuhan dasar. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai

ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan

bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Metode yang digunakan adalah

menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis

Kemiskinan Makanan (GKM) dan garis kemiskinan non makanan (GKNM).

Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan

pedesaan.

Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita

per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM)

merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan

2.100k kalori per kapita per hari. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah

kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan dan

kebutuhan dasar lainnya.

2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Tingkat pengangguran terbuka adalah persentase jumlah penggangguran terhadap

jumlah Angkatan kerja. Pengangguran terbuka terdiri dari: a) mereka yang tak punya

pekerjaan dan mencari pekerjaan. b) mereka yang tak punya pekerjaan dan

mempersiapkan usaha. c) mereka yang tak punya pekerjaan dan tidak mencari

pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. d) mereka yang

sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja.

16
3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat regional (provinsi)

menggambarkan kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan output

(nilai tambah) pada suatu waktu tertentu. Untuk menyusun PDRB digunakan 2

pendekatan yaitu sektoral dan penggunaan. Keduanya menyajikan komposisi

data nilai tambah dirinci menurut sumber kegiatan ekonomi (sektoral) dan menurut

komponen penggunaannya. PDRB dari sisi sektoral merupakan penjumlahan seluruh

komponen nilai tambah bruto yang mampu diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi

atas berbagai aktivitas produksinya. Sedangkan dari sisi penggunaan menjelaskan

tentang penggunaan dari nilai tambah tersebut. PDRB menurut penggunaan dirinci

menurut komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (termasuk lembaga nirlaba),

pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan

inventori, ekspor dan impor.

Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup berbagai pengeluaran konsumsi

akhir rumah tangga atas barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan individu ataupun

kelompok secara langsung. Pengeluaran rumah tangga di sini mencakup pembelian

untuk makanan dan bukan makanan (barang dan jasa) di dalam negeri maupun di luar

negeri. Termasuk pula di sini pengeluaran lembaga nirlaba yang tujuan usahanya

adalah untuk melayani keperluan rumah tangga. Pengeluaran konsumsi pemerintah

mencakup pengeluaran pemerintah untuk belanja pegawai, penyusutan maupun

belanja barang (termasuk biaya perjalanan, pemeliharaan dan pengeluaran rutin

lainnya), baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Pembentukan Modal Tetap Bruto mencakup pengadaan, pembuatan dan pembelian

17
barang modal. Barang modal dimaksud adalah barang barang yang digunakan untuk

proses produksi, tahan lama atau yang mempunyai umur pemakaian lebih dari satu

tahun seperti bangunan, mesin-mesin dan alat angkutan. Termasuk pula di sini

perbaikan besar (berat) yang sifatnya memperpanjang umur atau mengubah bentuk

atau kapasitas barang modal tersebut. Pengeluaran barang modal untuk keperluan

militer tidak dicakup di sini tetapi digolongkan sebagai konsumsi pemerintah.

Ekspor barang dan jasa merupakan transaksi perdagangan barang dan jasa dari

penduduk (residen) ke bukan penduduk (nonresiden). Impor barang dan jasa adalah

transaksi perdagangan dari bukan penduduk ke penduduk. Ekspor atau impor barang

terjadi pada saat terjadi perubahan hak kepemilikan barang antara penduduk dengan

bukan penduduk (dengan atau tanpa perpindahan fisik barang tersebut) Produk

Domestik Regional Bruto maupun agregat turunannya disajikan dalam 2 (dua) versi

penilaian, yaitu atas dasar "harga berlaku" dan atas dasar "harga konstan". Disebut

sebagai harga berlaku karena seluruh agregat dinilai dengan menggunakanharga pada

tahun berjalan, sedangkan harga konstan penilaiannya didasarkan kepada harga satu

tahun dasar tertentu. Dalam publikasi di sini digunakan harga tahun 2000 sebagai

dasar penilaian.

Laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto diperoleh dari perhitungan

PDRB atas dasar harga konstan. Diperoleh dengan cara mengurangi nilai PDRB pada

tahun ke-n terhadap nilai pada tahun ke n-1 (tahun sebelumnya), dibagi dengan nilai

pada tahun ke n-1, kemudian dikalikan dengan 100 persen. Laju pertumbuhan

menunjukkan perkembangan agregat pendapatan dari satu waktu tertentu terhadap

waktu sebelumnya.

18
Pendapatan per kapita adalah pendapatan regional atau Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.

4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat

mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan,

pendidikan, dan sebagainya. IPM diperkenalkan oleh United Nations Development

Programme (UNDP) pada tahun 1990 dan dipublikasikan secara berkala dalam

laporan tahunan Human Development Report (HDR). IPM dibentuk oleh 3 (tiga)

dimensi dasar: 1) Umur panjang dan hidup sehat 2) Pengetahuan 3) Standar hidup

layak.

Manfaat IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam

upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk), IPM dapat

menentukan peringkat atau level pembangunan suatu wilayah/negara, Bagi

Indonesia, IPM merupakan data strategis karena selain sebagai ukuran kinerja

Pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu alokator penentuan Dana Alokasi

Umum (DAU).

5. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk adalah banyaknya penduduk per satuan luas wilayah.

Kegunaannya adalah sebagai dasar kebijakan pemerataan penduduk dalam program

transmigrasi. Kepadatan penduduk kasar atau crude population density (CPD)

menunjukkan jumlah penduduk untuk setiap kilometer persegi luas wilayah. Luas

wilayah yang dimaksud adalah luas seluruh daratan pada suatu wilayah administrasi.

19
6. Rata-rata Lama Sekolah (RLS)

Rata-rata lama sekolah penduduk umur ≥15 tahun adalah jumlah tahun belajar

penduduk umur ≥15 tahun yang telah diselesaikan dalam pendidikan formal (tidak

termasuk tahun yang mengulang). Untuk menghitung rata-rata lama sekolah

dibutuhkan informasi: a) Partisipasi sekolah; b) Jenjang dan jenis pendidikan yang

pernah/sedang diduduki; c) Ijazah tertinggi yang dimiliki; d) Tingkat/ kelas tertinggi

yang pernah/sedang diduduki.

Manfaat RLS untuk melihat kualitas penduduk dalam hal mengenyam pendidikan

formal. Tingginya angka Rata-rata Lama Sekolah menunjukkan jenjang pendidikan

yang pernah/sedang diduduki oleh seseorang. Semakin tinggi angka RLS maka

semakin lama/tinggi jenjang pendidikan yang ditamatkannya.

7. Rasio Jenis Kelamin (RJK)

Rasio Jenis Kelamin (RJK) adalah perbandingan jumlah penduduk laki-laki

dengan jumlah penduduk perempuan per 100 penduduk perempuan. Data mengenai

rasio jenis kelamin berguna untuk pengembangan perencanaan pembangunan yang

berwawasan gender, terutama yang berkaitan dengan perimbangan pembangunan

laki-laki dan perempuan secara adil. Misalnya, karena adat dan kebiasaan jaman dulu

yang lebih mengutamakan pendidikan laki-laki dibanding perempuan, maka

pengembangan pendidikan berwawasan gender harus memperhitungkan kedua jenis

kelamin dengan mengetahui berapa banyaknya laki-laki dan perempuan dalam umur

yang sama. Informasi tentang rasio jenis kelamin juga penting diketahui oleh para

politisi, terutama untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam parlemen.

20
Penjelasan teknis pada RJK atau Rasio Jenis Kelamin yaitu:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑙𝑎𝑘𝑖−𝑙𝑎𝑘𝑖


RJK = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑃𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 × K

Dengan Keterangan:

RJK = Rasio Jenis Kelamin

K = Konstanta (100)

C. Analisis Data Spasial

1. Outlier

Outlier adalah kasus atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat

sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai

ekstrem baik untuk sebuah variabel tunggal atau kombinasi. Terdapat empat

penyebab timbulnya data outlier (1) kesalahan dalam mengentri data, (2) gagal

menspesifikasi adanya missing value dalam program komputer, (3) outlier bukan

merupakan anggota populasi yang kita ambil sebagai sampel, (4) outlier berasal dari

populasi yang kita ambil sebagai sampel, tetapi distribusi dari variabel dalam

populasi tersebut memiliki nilai ekstrem dan tidak berdistribusi secara normal

(Ghozali, 2011). Metode untuk mendeteksi keberadaan outlier dapat dilakukan

dengan menggunakan dua cara berikut ini (Gudono, 2011):

a) Menggunakan z-score

Deteksi terhadap univariat outlier dapat dilakukan dengan menentukan nilai

batas yang akan dikategorikan sebagai data outlier, yaitu dengan cara

mengkonversi nilai data ke dalam skor standardized atau yang biasa disebut z-

score, yang memiliki nilai means (rata-rata) nol dan standar deviasi satu. Jika

21
sebuah data memiliki z-score lebih besar dari 3 maka dipertimbangkan sebagai

outliers. Jika data diketahui terdapat satu atau lebih data outliers, pada outliers

tersebut bisa dilakukan beberapa penanganan. Data dihilangkan, jika data

outlierstersebut didapat karena kesalahan pengambilan data, kesalahan pemasukan

data pada komputer, dan sebagainya. Data outlier tetap dipertahankan dan tidak

perlu dihilangkan, jika tidak terdapat kesalahan pada proses sampling maupun

pemasukan data. Nilai z-score diperoleh menggunakan rumus persamaan berikut.


𝑥𝑖 − 𝑥̅
z= (1)
𝑠

dimana:

z = nilai standar / z-score

𝑥𝑖 = nilai observasi / data

𝑥̅ = mean data

𝑠 = deviasi standar sampel

b) Membuat box plot

Box plot atau boxplot (juga dikenal sebagai diagram boxand-whisker)

merupakan suatu box (kotak berbentuk bujur sangkar). Box plot adalah cara

standar untuk menampilkan distribusi data berdasarkan lima rangkuman

(minimum, kuartil pertama, median, kuartil ketiga, dan maksimum). Box plot

dapat diilustrasikan seperti Gambar 2. Dalam penggambarannya, box plot dapat

diilustrasikan secara horizontal maupun vertikal.

22
Gambar 5. Boxplot

Dalam box plot yang paling umum digunakan, yaitu dengan menggunakan

nilai kuartil dan jangkauan. Kuartil 1, 2, dan 3 akan membagi sebuah urutan data

menjadi empat bagian. Jangkauan (IQR / R, Interquartil Range) didefinisikan

sebagai selisih kuartil 1 terhadap kuartil 3, atau IQR = Q3 – Q1 . Data-outlier dapat

ditentukan yaitu nilai yang kurang dari 1,5 *R terhadap kuartil 1 dan nilai yang

lebih dari 1,5 *R terhadap kuartil 3 biasa disebut data pencilan atau outlier

(Soemartini, 2007). Nilai IQR dapat diperoleh menggunakan rumus sebagai

berikut (Walpole, 1992:63).

IQR = Q3 – Q1 (2)

Keterangan:

IQR = jarak antar kuartil

Q3 = kuartil ke-3

Q1 = kuartil ke-1

Rumus untuk Q1 adalah:


𝑛
Q1 = data ke - 4 (3)

23
Rumus untuk Q3 adalah:
3𝑛
Q3 = data ke - (4)
4

dengan

n = banyaknya data

2. Matriks Pembobot Spasial

Hubungan kedekatan (neighbouring) antar wilayah pengamatan dinyatakan

dengan matriks pembobot spasial W, dengan elemen-elemen dari W adalah Wij

untuk merupakan baris pada elemen W dan j merupakan kolom elemen W.

Matriks pembobot spasial dapat ditentukan dengan beragam metode. Menurut

Lesage (1999), ada beberapa metode dalam matrik pembobot spasial, antara

lain:

a. Rook Continguity (Persinggungan sisi)

Matriks pembobot spasial ini mendefinisikan Wij=1 untuk wilayah yang

bersisian dengan wilayah yang menjadi titik perhatian dan Wij=0 untuk

wilayah lainnya yang tidak bersisian.

b. Bhisop Continguity (Persinggungan sudut)

Matriks pembobot spasial ini mendefinisikan Wij=1 untuk wilayah yang

titik sudutnya bertemu dengan wilayah yang menjadi titik perhatian dan

Wij=0 untuk wilayah lainnya yang bertemu titik sudutnya.

c. Queen Continguity (Persinggungan sisi sudut)

Matriks pembobot spasial ini mendefinisikan Wij=1 untuk wilayah yang

bersisian atau titik sudutnya bertemu dengan wilayah yang menjadi titik

24
perhatian dan Wij=0 untuk wilayah lainnya yang tidak bersisian dan

bertemu titik sudutnya.

Gambar 6. Ilustrasi Persinggungan Wilayah

3. Efek Spasial

Terdapat dua efek spasial, yaitu:

a. Efek Heteroskedastisitas/ Keheterogenan Spasial

Efek heterosekesdastisitas adalah efek yang menunjukkan adanya

keragaman antar lokasi. Sehingga setiap lokasi mempunyai struktur dan

parameter hubungan yang berbeda. Pengujian efek spasial dilakukan dengan

beberapa uji, antara lain uji Breusch Pagan (Breusch dan Pagan, 1979), uji

Goldfeld–Qudant ( Goldfeld dan Qudant, 1965), dan uji White Halbert (White

H, 1980). Dalam penelitian ini, uji heteroskedastisitas yang digunakan adalah uji

Breusch-Pagan (BP test). Hipotesisnya adalah sebagai berikut

𝐻0 = 𝜎12 = 𝜎12 = 𝜎𝑖 (homoskedastisitas)

𝐻1 : minimal ada satu 𝜎𝑖2 ≠ 𝜎2 (heteroskedastisitas)

Statistik Uji :
1
BP = 2 𝑓 𝑇 𝜜(𝜜𝑻 𝜜)−1 𝜜𝑻 𝑓 (5)

𝑒2
Dengan: 𝑓i = 𝜎𝑖2 – 1 (6)

25
Dimana 𝑒i adalah error dari metode Ordinary Least Square (OLS) dan A

adalah matriks berukuran 𝑛 × (𝑘 + 1) yang berisis vektor yang sudah di normal

standarkan untuk setiap observasi. Daerah penolakannya adalah tolak 𝐻0 jika

BP > 𝜒𝑖2 .

b. Autokorelasi Spasial

Pengujian Indeks Moran merupakan pengujian yang dilakukan untuk

melihat apakah pengamatan disuatu lokasi berpengaruh terhadap pengamatan di

lokasi lain yang letaknya berdekatan adalah sebuah tes statistik lokal untuk

melihat nilai autokorelasi spasial, yang mana digunakan untuk mengidentifikasi

suatu lokasi dari pengelompokan spasial atau autokorelasi spasial. Menurut

Pratiwi & Kuncoro (2017) Autokorelasi Spasial merupakan korelasi antara

variabel dengan dirinya sendiri berdasarkan ruang atau lokasi. Salah satu

pengujian untuk nilai autokorelasi spasial adalah menggunakan Indeks Moran.

Nilai Indeks Moran berkisar pada -1 (autokorelasi negatif sempurna) sampai

dengan 1 (autokorelasi positif sempurna).

Hipotesisnya adalah sebagai berikut :

H0 : I = 0 (tidak ada ketergantungan antar lokasi)

H1 : I ≠ 0 (ada ketergantungan antar lokasi)

Statistik Uji: (Lee dan Wong, 2011:157)

∑𝑛 𝑛
𝑖=1 ∑𝑗=1 𝑤𝑖𝑗 (𝑥𝑖 −𝑥̅ )(𝑥𝑗 −𝑥̅ )
I= ∑𝑛 𝑛 (7)
𝑖=1 ∑𝑗=1 𝑤𝑖𝑗

dimana:

n : banyaknya pengamatan

26
xi : nilai amatan lokasi ke-i

xj : nilai amatan lokasi ke-j

𝑥̅ : rata-rata nilai amatan ke-i dari n lokasi

𝑤𝑖𝑗 :elemen matriks pembobot spasial baris ke-I kolom ke-j

Nilai ekspetasi dari Indeks Moran:


1
EN (I) = − 𝑛−1 (8)

Identifikasi pola menggunakan kriteria nilai indeks I, yaitu jika I > I0

maka memiliki pola mengelompok (cluster), I < I0 memiliki pola yang

menyebar. Jika I = I0 maka memiliki pola menyebar tidak merata (tidak ada

autokorelasi), dan I ≠ I0 berarti terjadi autokorelasi positif jika I positif dan

autokorelasi negatif jika I negatif.

4. Uji Dependensi Spasial

Menurut Lesage & Pace (2009) uji dependensi dilakukan dengan uji Lagrange

Multiplier (LM). Langkah pertama dalam uji ini adalah membuat model regresi

sederhana melalui Ordinary Least Square (OLS). Setelah itu dilakukan identifikasi

keberadaan model spasial dengan uji LM. Apabila LM error signifikan, model yang

akan digunakan adalah model Spatial Error Model (SEM), namun jika LM lag

signifikan, model yang sesuai adalah Spatial Autoregressive (SAR). Uji LM terdiri

dari:

a. Uji Lagrange Multiplier (LM) untuk lag

Hipotesis:

H0:𝜌 = 0 (tidak ada ketergantungan spasial pada variabel dependen)

27
H1:𝜌 ≠ 0 (ada ketergantungan spasial pada variabel dependen)

Statistik uji:
2
𝜀′𝑊𝑦
[ 𝜀′𝜀 ]
𝑛
LM = (9)
𝐷

̂ )′(𝐼−𝑋(𝑋′𝑋)−1 𝑋′((𝑤𝑥𝛽
(𝑊𝑋𝛽 ̂)
D =[ ̂2
]+tr(W’W +WW)
𝜎

2
Keputusan tolak jika LM > Χ𝛼(𝑃) dengan p adalah banyaknya parameter spasial

atau p-value < 0,05, sehingga model yang akan dibuat adalah model SAR.

b. Uji Lagrange Multiplier untuk galat

Hipotesis:

H0:𝜆 = 0 (tidak ada ketergantungan spasial pada galat)

H1:𝜆 ≠ 0 (ada ketergantungan spasial pada galat)

Statistik uji: (Anselin, 1988 :163)


2
𝜀′𝑊𝜀
[ 𝜀′𝜀 ]
LM = 𝑡𝑟(𝑊 2𝑛+𝑊 ′ 𝑊) (10)

2
Keputusan tolak H0 jika LM > Χ𝛼(𝑃) dengan p adalah banyaknya parameter

spasial atau p-value < 0,05 , sehingga model yang akan dibuat adalah model

SEM.

5. Regresi Spasial

Menurut Anselin (1988:34) menyatakan bahwa model spasial melibatkan

pengaruh spasial disebut dengan model regresi spasial. Salah satu pengaruh spasial

yaitu autokorelasi spasial. Adanya unsur autokorelasi spasial menyebabkan

28
terbentuknya parameter spasial autoregresif dan moving average, sehingga bentuk

proses spasial yang terjadi yaitu sebagai berikut:

y=𝜌𝑊y + X𝛽 + u (11)

dan

ut = 𝜆W2ut-1 + 𝜀 (12)

dimana 𝜀 ~N(0,𝜎2) tidak ada autokorelasi

Akibatnya model umum yang terbentuk adalah:

y=𝜌𝑊 1y + x𝛽 + 𝜆W2u + 𝜀 (13)

keterangan:

y(n x 1) = vektor peubah dependen

x(n x p) = matriks yang berisi p peubah independen

𝛽 (𝜌 x 1) = vektor koefisien parameter regresi

𝜌 = koefisien autoregresif spasial lag dependen

𝜆 = koefisien autoregresif spasial error dependen

u(n x 1) = vektor error yang di asumsikan mengandung autokorelasi

W1(n x p) = matriks bobot spasial peubah dependen

W1(n x p) = matriks bobot spasial error

n = banyaknya pengamatan

p = banyaknya parameter regresi

𝜀 = vektor error yang diasumsikan tidak mengalami autokorelasi berukuran (n x 1)

29
Berdasarkan model umum dari regresi spasial, dapat diperoleh beberapa model

berikut ini

a. Model Regresi Spasial Autoregressive (SAR)

Model SAR merupakan suatu model yang mengkombinasikan model regresi

global dengan lag spasial pada variabel respon (Kazar dan Celik, 2012). Model

SAR terjadi jika adanya pengaruh spasial pada variabel dependen apabila W2 = 0

dan 𝜆 = 0 sehingga mengasumsikan autoregressive hanya pada variabel dependen

(Anselin, 1988). Model umum SAR ditunjukkan dengan persamaan berikut:

𝑦 = 𝜌 𝑊𝑦 + 𝑿𝛽 + 𝜀

𝜀~𝑁(0, 𝜎2𝑰) (14)


Keterangan:

y : variabel respon

X : matriks variabel penjelas

Wy : matriks pembobot spasial

𝜌 : koefisien prediktor model spasial lag

b. Model Regresi Spasial Error Model (SEM)

Spasial Error Model merupakan model spasial error dimana terdapat korelasi

spasial pada error. Model spatial error memiliki ketergantungan error dengan

pengamatan yang lain. Persamaan SEM sebagai berikut:

𝑦 = 𝑿𝛽 + 𝒖

𝒖 = 𝜆𝑾𝑢 + 𝜀

𝜀~𝑁(0, 𝜎2𝐼) (15)

30
6. Uji Signifikansi Parameter Regresi Spasial

Pengujian signifikansi parameter regresi (𝛽) dan autoregresif spasial (𝜆 dan 𝜌)

secara parsial yaitu didasarkan pada nilai ragam galat (𝜎2) yang berasal dari distribusi

asimptotik, sehingga statistik uji signifikansi parameter yang digunakan yaitu:

̂
𝜃
Zhitung = 𝑠.𝑏 (16)
̂
𝜃

Dimana:

𝜃 = parameter regresi spasial (𝛽, 𝜌, dan 𝜆)

Keputusan tolak H0 jika Zhitung ≥ 𝑍(𝛼) atau p-value ≤ 𝛼 artinya koefisien regresi
2

layak digunuakan pada model.

7. Pemilihan Model Terbaik Analisis Regresi Spasial

Pemilihan model terbaik dilakukan untuk mendapatkan model regresi yang baik

dengan melibatkan seminimal mungkin peubah bebas. Salah satu cara untuk

melakukan hal ini adalah dengan Akaike Information Criterion (AIC). Kriteria

pemilihan model terbaik dengan AIC adalah model yang memiliki nilai AIC terkecil.

(Kurniawati, 2016:335) Rumus untuk menghitung nilai AIC adalah sebagai berikut:

AIC = 2n𝑙𝑜𝑔𝜀 (𝜎̂) + n𝑙𝑜𝑔𝜀 (𝜎̂) + n + tr(L) (17)

Dimana:

𝜎̂ = nilai estimator varian dari error hasil estimasi maximum likelihood

𝑳 = matriks proyeksi dimana 𝑦̂ = L

8. Analisis Regresi Kuantil

Regresi kuantil merupakan teknik statistika yang digunakan untuk menduga

hubungan antara peubah respon dengan peubah penjelas pada fungsi kuantil

31
bersyarat tertentu (Koenker dan Bassett, 1978). Regresi kuantil meminimumkan

galat mutlak terboboti dan menduga model dengan menggunakan fungsi kuantil

bersyarat pada suatu sebaran data. Metode ini merupakan suatu metode regresi

dengan pendekatan memisahkan atau membagi menjadi kuantil-kuantil tertentu

yang kemungkinan memiliki nilai dugaan berbeda. Metode regresi kuantil dapat

digunakan mengukur efek peubah penjelas tidak hanya di pusat sebaran data, tetapi

juga pada bagian atas dan bawah ekor sebaran (Djuraidah dan Wigena, 2011).

Model Umum persamaan regresi kuantil dapat dibentuk sebagai berikut:

y = 𝚾 𝜷𝝉 + 𝒖 (18)

Pengujian parameter pada regresi kuantil dilakukan dengan uji Wald. Statistik

uji Wald untuk pengujian hipotesis H0: 𝛽𝑖 (𝜏) = 0 dan H1: 𝛽𝑖 (𝜏) ≠ 0 dengan i =

0,1,2,..,p adalah
̂𝑖 (𝜏))2
(𝛽
Wi (𝜏) = (19)
𝑠𝜷2𝝉

Dengan 𝛽̂𝑖 (𝜏) = Dugaan parameter ke-i kuantil ke- 𝜏,

𝑠𝜷2𝝉 = Ragam dugaan parameter ke-i

Jika 𝐻0 benar, Tw (𝜏,) akan mengikuti sebaran dengan 𝛸2 derajat bebas = 1.

Penilaian kebaikan model dilakukan dengan menghitung Two Stage Quantile

Regression (2SQR) dengan,

̂𝑞 = arg 𝑚𝑖𝑛 ∑𝑁
𝛽 𝑛=1 |𝑃𝑛 − 𝑋𝑛 𝛽𝑞 | 𝜔𝑛 (20)
𝛽𝑞 𝜖 𝑅 𝐾

̂ adalah vektor estimasi koefisien, dan subskrip 𝑞 𝜖 (0,1) menunjukkan


Dimana 𝛽 𝑞

kuantil yang akan di estimasi. Di dalam penjumlahan pn adalah entri ke-n dari p, xn

32
adalah baris ke-n dari X dan 𝜔𝑛 , adalah bobot pengamatan ke-n yang didefinisikan

sebagai:

𝜔𝑛 = 2q

Jika pn - Xn𝛽q >0 , dan

𝜔𝑛 = 2-2q

9. Analisis SARQR

Pengembangan pemodelan SAR pada pemodelan kuantil ke-𝜏 spasial

autoregressive secara spesifik didefinisikan sebagai berikut :

y = 𝜆𝜏 𝑾𝒚 + X𝜷𝝉 + u (21)

Model SARQR memiliki parameter spasial-lag (𝜆) dan parameter vektor regresi

(𝜷) yang bergantung pada nilai kuantil tertentu. Metode regresi kuantil dua tahap

(Two Stage Quantile Regression/2SQR) oleh Liao dan Wang. Menurut Su dan Yang

(2007) kelebihan dari metode SARQR adalah dapat mengatasi masalah

heteroskedastisitas pada data, serta terhadap data outlier.

Pendugaan parameter pada model SARQR memiliki kesamaan tahap dengan

metode kuadrat terkecil dua tahap (Two Stage Least Square/ 2SLS). Perbedaan kedua

metode terletak dari metode pendugaan parameter. Pada 2SLS menggunakan kuadrat

terkecil, sedangkan pada tahapan ini akan menggunakan regresi kuantil.

Misalkan model awal tahapan pendugaan parameter 𝜆0𝜏 dan 𝛽0𝜏 pada persamaan

SARQR berikut:

Y = 𝜆𝜏 𝑾𝒚 + X𝜷𝝉 + u (22)

33
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian terapan. Penelitian terapan bertujuan untuk

memberikan solusi dan memecahkan terhadap suatu permasalahan. Penelitian yang

dilakukan adalah penerapan metode Spatial Autoregressive Quantile Regression

(SARQR) untuk mengetahui daerah yang dimodelkan dan faktor yang mempengaruhi

tingginya tingkat kejahatan di Provinsi DKI Jakarta pada setiap kuaantil yang berbeda-

beda.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data diperoleh dari Badan Pusat

Statistik Provinsi DKI Jakarta yakni Publikasi DKI Jakarta Dalam Angka 2023 dan

Statistik Kriminal 2022. Data yang digunakan adalah data tahun 2022 di 6

Kabupaten/Kota di Provinsi DKI Jakarta

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel terikat

(dependent) dan variabel bebas (independent). Variabel terikat adalah Tingkat Kejahatan

dan variabel bebas ada 7 variabel. Variabel-variabel tersebut teringkas dalam Tabel 1.

Tabel 1. Variabel Penelitian


Simbol Variabel Terikat
Y Tingkat Kejahatan
Simbol Variabel Bebas
X1 Persentase Penduduk Miskin
X2 Tingkat Pengangguran Terbuka
X3 Produk Domestik Regional Bruto

34
X4 Indeks Pembangunan Manusia
X5 Kepadatan Penduduk
X6 Rata-Rata Lama Sekolah
X7 Rasio Jenis Kelamin

D. Struktur Data

Struktur data untuk variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian ini

dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2. Struktur Data Nilai Tingkat Kejahatan


Variabel
Kabupaten/Kota
Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7

1 𝑦1 𝑥11 𝑥21 𝑥31 𝑥41 𝑥51 𝑥61 𝑥71

2 𝑦2 𝑥12 𝑥22 𝑥12 𝑥42 𝑥52 𝑥62 𝑥72

.... ... ... ... ... ... ... ...

𝑛 𝑦𝑛 𝑥1𝑛 𝑥2𝑛 𝑥3𝑛 𝑥4𝑛 𝑥5𝑛 𝑥6𝑛 𝑥7n

Keterangan:

𝑦i = nilai pengamatan variabel terikat ke-i

𝑥ij = nilai pengamatan variabel bebas I pada pengamatan ke-j

E. Teknik Analisis Data

Analisis data cenderung diartikan sebagai proses perhitungan dalam penerapan

metode statistika, analisis data yang pada dasarnya meliputi upaya penelusuran dan

pengungkapan informasi relevan yang terkandung dalam sebuah data, dan

penyajian hasilnya dalam bentuk yang ringkas (Sugiyono, 2010). Metode statistika

yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi spasial dan untuk

perhitungannya dibantu dengan software Geoda, software Microsoft Excel, R-

35
Studio, dan Arcmap.

Langkah-langkah analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Menentukan variabel terikat dan variabel bebas yang mempengaruhi variabel

terikat.

2. Mengidentifikasi adanya outlier pada data dengan menggunakan Boxplot atau

metode grafis.

3. Mendeskripsikan variabel terikat dan bebas menggunakan peta tematik.

4. Menguji metode regresi klasik.

5. Membentuk matriks pembobot spasial (W) dengan menggunakan metode

Queen Contiguity.

6. Mengukur autokorelasi menggunakan Indeks Moran.

7. Menguji Efek Heterogenitas spasial dengan uji Breush-pagan.

8. Memilih model regresi yang sesuai pada uji Lagrange Multiplier (Pada

penelitian ini menggunakan SARQR).

9. Melakukan pendugaan parameter regresi spasial dengan Two Stage

Quantile Regression 2SQR.

10. Melakukan uji signifikansi parameter model regresi spasial yang terbentuk

dan pemilihan model terbaik menggunakan nilai AIC terkecil.

11. Interpretasi dan kesimpulan

36
Diagram alir pada penelitian ini terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Diagram Alir Penelitian

37
DAFTAR PUSTAKA

Abrari, Tasya. 2022. Pemodelan Regresi Kuantil Spasial Autoregressif Pada Tingkat

Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Barat. Universitas Andalas.

Anselin, L. (1988). Spatial Econometrics: Methods and Model. Kluwer Academic

Publishers.

Badan Pusat Statistik. 2023. Kota Jakarta Utara Dalam Angka (Jakarta Utara Municipality

in Figures. Jakarta Utara: Badan Pusat Statistik Provinsi Jakarta Utara.

Badan Pusat Statistik. 2023. Provinsi DKI Jakarta Dalam Angka (DKI Jakarta Province in

Figures. DKI Jakarta: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2022. Statistik Kriminal 2022. Badan Pusat Statistik.

Bareskrim Polri. 2021. Jurnal Tahunan Pusat Informasi Kriminal Nasional. Bareskrim Polri.

Breusch, T., & Pagan, A.R. 1979. A simple test for heteroscedasticity and random

coefficient variation. J. Econ. Soc. pp. 1287–1294.

Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil. 2021. Jumlah Penduduk di

Indonesia.

Djuraidah, A., Wigena, A.H. 2011. Regresi Kuantil untuk Eksplorasi Pola Curah Hujan di

Kabupaten Indramayu. Bogor. IPB.

Draper, N., & Smith. 1992. Analisis Regresi Terapan, Diterjemahkan oleh Bambang

Sumantri. Gramedia: Jakarta.

Febriyanti, A. 2015. Penerapan Regresi Kuantil Spasial Otoregresif untuk DaraProduk

Domestik Regional Bruto. [Thesis]. Bogor. IPB.

38
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang:

Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gudono. (2011). Analisis Data Multivarat (Edisi Pertama). Yogyakarta: BPFE.

Gujarati. 2007. Dasar-dasar Ekonometrika. Jakarta: Erlangga.

Handayani, R. 2004. Analisis Dampak Kependudukan terhadap Tingkat Kriminalitas di

Provinsi Banten. Banten : Jurnal Administrasi Publik.

Kansil, C. 1994. Hukum Pidana Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta : PT Sinar Grafika.

Kazar, B. M., & Celik, M. (2012). Spatial AutoRegression (SAR) Model. USA:

Springer.

Koenker, R. 2001. Quantile Regression. Cambridge(UK): Cambridge University

Press.

Kurniawati, A. (2016). Pemetaan Angka Gizi Buruk pada Balita di Jawa Timur dengan

Geographically Weighted Regression. Jurnal Sains dan Seni ITS .

Lee, J., & Wong, D. W. (2011). Statistical Analysis With Arcview GIS. John Wiley &Sons.

Lesage, J. P. (1999). The Theory and Practice of Spatial Econometrics. University of Toledo.

Liao, W.C., & Wang, X. 2010. Hedonic house prices and spatial quantile regression. IRES

Working Paper, Institute of Real Estate Studies, National University of Singapore.

12:16-27.

Lin, X., & Lee, L.F. 2010. GMM estimation of spatial autoregressive models with unknown

heteroscedasticity. Journal of Econometrics 157, 34-52.

Pratiwi, M. C., & Kuncoro, M. (2017). Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi

Spasial di Kalimantan: Studi Empiris di 55 Kabupaten/Kota, 2000-2012. Jurnal

Ekonomi dan Pembangunan Indonesia , 81-104.

39
Simandjuntak, B. 1981. Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial. Bandung: GSI.

Soemartini. 2007. Pencilan (Outlier). Jatinangor: Universitas Padjajaran.

Su, L., & Yang, Z. 2007. Instrumental Variable Quantile Estimation of Spatial

Autoregressive Models. EABER. 08:2007.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatis,

dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Undang-Undang Dasar Pasal 28G Ayat 1 Tentang Rasa Aman.

Walpole, R. E. (1992). Pengantar Statistika: Edisi Kedua. (Alih bahasa: Bambang Sumantri).

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wardani, R. A. 2018. Pemodelan Regresi Kuantil Spasial Autoregresif (SARQR) untuk

mengatasi Efek Spasial pada Data yang Mengandung Outlier (Tingkat Kriminalitas

di Jawa Tengah. Semarang : Universitas Negeri Semarang.

Yusuf, Lukman.,dkk. 2016. Pengaruh Kemiskinan dan Kriminalitas terhadap Pendapatan

Daerah Regional Bruto Kota Bandung. Institut Teknologi Sepuluh November.

Zaenab, Siti. 2011. Model Regresi Spasial Pada Sub DAS Grindulu. Universitas Islam Negeri

Maulana Malik Ibrahim Malang.

Zidni, R. M., dkk. 2021. Penerapan Spatial Error Model (SEM) untuk mengetahui faktor-

faktor yang mempengaruhi kriminalitas di Jawa Tengah. Universitas Islam

Indonesia: Seminar Nasional Official Statistics.

40

Anda mungkin juga menyukai