Penelitian ini menggunakan beberapa referensi yang diambil dari buku dan
berbagai karya ilmiah yang berhubungan dengan penelitian dan hasil penelitian
sebelumnya adalah:
Hasil penelitian ini adalah vektor yang teridentifikasi sebagai unit spasial
spasial ketika cluster tidak teratur dalam bentuk. Peneliti tidak perlu
tetapi peniliti harus siap untuk melihat variasi yang relatif kecil dalam
ukuran dan bentuk cluster tergantung pada lokasi dan nilai matriks
pembobot adalah fungsi dari hubungan antar unit spasial dengan semua yang
spasial unit yang berdekatan dan saling berasosiasi satu sama lain, dengan
kata lain AMOEBA menentukan batas dari klaster yang disebut ecotopes
9
10
pada kriteria AIC, hasil dari penelitian tersebut menunjukkan akurasi hasil
Adaptive Kernel Bisquare menjadi model baru yaitu model pembobot Near
permasalahan untuk menduga nilai probabilitas pada batas luar radius suatu
wilayah, dalam hal ini akan mengurangi tingkat ketepatan dikala kernel
teori yang merujuk pada referensi berbagai ahli tertentu maupun berbagai teori-
teori yang ada yang nantinya akan mendasari hasil dan pembahasan secara detail.
sebagai matriks yang menggambarkan kekuatan interaksi antar lokasi. Gambar 2.1
menunjukkan kedekatan (contiguity) posisi atau letak suatu lokasi terhadap lokasi
lainnya.
pembobot yaitu matriks yang setiap elemennya merupakan nilai pembobot yang
didasarkan pada hubungan spasial antar daerah. Lee dan Wong (2001)
menyatakan bahwa jika ada n unit daerah dalam pengamatan, maka dapat
hubungan kedekatan antar unit daerah. Setiap unit daerah digambarkan sebagai
baris dan kolom. Setiap nilai dalam matriks menjelaskan hubungan spasial antara
ciri-ciri geografis dengan baris dan kolom. Nilai 1 dan 0 digunakan sebagai
matriks untuk menggambarkan kedekatan antar daerah. Dalam bentuk yang paling
sederhana, bobot ini diberikan nilai 1 untuk tetangga yang dekat dan diberikan
nilai 0 untuk selainnya. Lee dan Wong (2001) menyebutnya dengan binary
Wij
1. Pertama, semua elemen diagonal dari adalah 0, karena diasumsikan
berhubungan spasial dengan daerah lain. Oleh karena itu jumlah nilai pada
suatu baris ke-i merupakan jumlah tetangga yang dimiliki oleh daerah ke-i.
Bentuk umum dari pembobot dalam bentuk matrik adalah sebagai berikut:
w 11 w 12 w 13 ⋯ w1 n
[
w 21
W Contiguity = w
⋮
31
wn 1
w 22
w 32
⋮
w n2
w 23
w 33
⋮
w n3
⋯
⋯
⋱
⋯
w2 n
w3 n
⋮
w nn
]
W 11 W 12 W 13 ⋯ W 1n
W
⋮
[
W = 21
W 22 W 23
⋮ ⋮
W n1 W n2 W n3
⋯ W 2n
W ij ⋮
… W nn
] (2.1)
berikut:
1 2 3 4 5
15
1 0 1 0 0 0
2
W contiguity =3
4
5
[ 1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
]
W 11 W 12 W 13 ⋯ W 1n
W
W = 21
⋮ ⋮
[
W 22 W 23
⋮
W n1 W n2 W n3
⋯ W 2n
W ij ⋮
… W nn
]
2.2.2 Matriks Pembobot Jarak
dari perhitungan jarak jarak euclidean antara lokasi penelitian berdasarkan derajat
Latitude dan Longitude dengan rumus jarak euclidean antara lokasi ke-i dan ke-j
sebagai berikut:
dengan:
ui ,u j = dua vector jarak latitude lokasi yang akan dihitung.
Berdasarkan jarak yang diperoleh, maka akan dibuat matrik pembobot W(denominator)
yang terbentuk berdasarkan batas luas wilayah atau daerah (r) yang ditentukan
d
1 , jarak<bandwith
d ij= { Jika ij < r
0 , jarak
lainya≥bandwith
(2.3)
16
w 11 w 12 w 13 ⋯ w 1n
W jarak = w
⋮
[
w 21
31
wn 1
w 22
w 32
⋮
wn 2
w 23
w 33
⋮
w n3
⋯
⋯
⋱
⋯
w 2n
w 3n
⋮
wnn
] (2.4)
Sebagai contoh matriks pembobot pada data koordinat tabel 2.1 dengan
Tapteng-Tapteng
1 2 3 4
18
[
W = 21
⋮
W 22 W 23
⋮ ⋮
W n1 W n2 W n3
⋯ W 2n
W ij ⋮
… W nn
]
Misalkan r (batas luas wilayah atau daerah) = 140, dari matriks
1 2 3 4
1 1 0 0 1
W jarak = 2
3
4
[ 0
0
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
]
2.2.3 Pembobot Near Neighbour Kernel
nilai pembobot ini mewakili letak data data yang satu dengan yang lain. Pembobot
lokasi yang berbeda sehingga peran pembobot sangat penting dalam perhitungan
autokorelasi spasial. Proses penaksiran parameter model GWR di suatu titik (ui
sebagai berikut:
19
1
(
W NearN . Kernel=exp − (d ij /R ij )2
2 ) (2.5)
dengan keterangan:
Sebagai contoh matriks pembobot pada data koordinat tabel 2.1 dengan
1 2 3 4
1 0 252 , 1304 165 , 1862 120 , 3713
d ij=
[
2 252 , 1304 0
3 165 , 1862 130 , 8119
130 , 8119 201 , 6671
0
4 120 , 3713 201 , 6671 74 , 3105
74 , 3105
0
]
W 11 W 12 W 13 ⋯ W 1n
W
⋮
[
W = 21
W 22 W 23
⋮ ⋮
W n1 W n2 W n3
⋯ W 2n
W ij ⋮
… W nn
]
Dari matriks jarak euclidean tersebut dibentuk matriks pembobot Near
Maka:
1
2 (
W 11 =exp − (0/ 51,988)2 ) W ij =¿
= 1
1
(
W 12=exp − (252 ,1304 /(−133 , 0804 ))2
2 ) = 0,1661
1
(
W 13=exp − (165 , 1826/(-47,320 ))2
2 ) = 0,0022
⋮
1
(
W 44 =exp − (0/51,9886 )2
2 ) =1
2.1 adalah:
1 2 3 4
1 1 0 ,1661 0 , 0022 0 , 0460
[
W Near N . Kernel = 2 0 ,1661 1
3 0 ,0022 0 ,5630
0 , 5630 0 , 0743
1
4 0 , 0460 0 ,0743 0 ,0764
0 , 0764
1
]
21
spasial pada model yang diteliti. Pengujian ini dilakukan menggunakan metode
Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi permulaan dari keacakan spasial
global serta metode ini mampu mengukur hubungan spasial dengan menggunakan
matriks berdasarkan jarak wilayah. Rumus Getis Ord-G Statistic (Z(G)) dengan
G−E(G)
Z (G )=
√Var(G ) (2.6)
Keterangan :
dengan keterangan:
x i ,x j = Nilai data jarak setiap pengamatan baris ke-i dan kolom ke-j.
W jarak
E(G) = n(n−1) (2.8)
dengan keterangan:
1
×(B 0 m22 +B1 m4 +B 2 m21 m2 +B 3 m1 m3 +B 4 m41 )
(m21−m2 )2 . n(n−1)(n−2)(n−3)
dengan ketentuan:
n
1 2
S 1 = ∑ ∑ [ W ij ( d )+W ji (d ) ]
2 i=1 j≠i (2.9)
n
2
S 2 =∑
i=1 j≠i [∑ W ij (d )+∑ W ji(d )]
j≠i (2.10)
B 1=− ( n2 −n ) S 1−2 nS 2 +3 W 2
[ ] (2.12)
n
m1=∑ x1i
i=1 (2.16)
n
m2=∑ x2i
i=1 (2.17)
n
m 3 =∑ x3i
i=1 (2.18)
n
m 4 =∑ x 4i
i=1 (2.19)
` m1, m2, m3, m4 = Jumlah hasil kali dari setiap data pengamatan.
2 2
Var(G)=E (G )−E(G) (2.20)
dengan keterangan:
Nilai indeks Getis Ord-G Statistic berkisar antara -1 dan 1. Identifikasi pola
menggunakan kriteria nilai indeks Getis Ord-G Statistic , jika nilai │ Z(G)│ >
Zα Zα
2 maka terdapat autokorelasi spasial, jika │ Z(G)│ < 2 maka tidak
Zα
nilai dari│ Z(G)│ > 2 atau p-value < α (0,05), maka terdapat efek spasial
pada variabel tersebut. Jika nilai G mendekati nol, artinya terdapat autokorelasi
spasial yang positif. Jika nilai G tidak mendekati nol, artinya terdapat autokorelasi
digunakan untuk mengukur seberapa tinggi atau rendah nilai pemusatan data pada
yang terdistribusi secara spasial (Getis dkk, 1992). Statistik tersebut mengukur
konsentrasi (atau area yang direperentasikan sebagai suatu bobot) dan seluruh
poin bobot yang lain yang termasuk dalam radius jarak d dari point bobot asal
∑j x j (2.21)
dengan keterangan:
25
x i ,x j = Nilai data jarak setiap pengamatan baris ke-i dan kolom ke-j.
atribut untuk fitur j dalam jarak (d). Untuk nilai ekspektasi dari
G¿i dihitung
dengan membagi nilai Wjarak dengan variabel n (jumlah data), dengan persamaan
sebagai berikut:
n
∑ W jarak
E(Gi )= j=1
¿
n (2.22)
¿ ¿
membandingkan nilai
Gi dengan nilai E(Gi ) , dengan ketentuan :
Jika
G¿i >
E(G¿i ) , suatu daerah termasuk dalam kondisi
Jika
G¿i <
E(G¿i ) , suatu daerah termasuk dalam kondisi
spasial dianggap sebagai dua bagian kerangka yang memisahkan data yang
berasosiasi secara spasial dan data yang tidak berasosiasi secara spasial. Dasar-
dasar dalam prosedur AMOEBA adalah tipe statistik lokal yang digunakan untuk
menguji hubungan antara unit spasial yang berdekatan. Menurut Getis dan Ord
AMOEBA, Aldstadt dan Getis (2006) menggunakan statistik Getis lokal. Statistik
Getis lokal yang digunakan ketika akan menentukan matriks pembobot spasial
¿
sendiri. Nilai
Gi (0) yang lebih dari nol menunjukkan bahwa nilai di
¿
lokasi i lebih besar dari rata-rata semua unit. Sedangkan
Gi (0) yang
27
kurang dari nol menunjukkan bahwa nilai di lokasi i lebih kecil dari rata-
n
∑ W jarak .ij . x j
j=1
G i= n
∑ xj
j=1 , j≠i (2.23)
dengan Wjarak = matriks pembobot spasial jika unit spasial j berada dalam
jarak d dari unit spasial i. Kemudian menghitung Gi* baru dengan ketentuan
¿
dan semua kombinasi dari tetangga yang berdekatan. Jika
Gi (0) lebih
¿
(kurang) dari kombinasi yang memaksimumkan
Gi (1) menjadi ecotope
tinggi atau ecotope (rendah) yang baru. Unit spasial yang bersebelahan yang
tidak termasuk dalam ecotope dieliminasi dan unit spasial ada dalam
ecotope.
(3). Mengevaluasi semua kombinasi tetangga sebelah dan setelah itu didapatkan
¿
tidak ada lagi unit-unit spasial yang dapat meningkatkan nilai mutlak
Gi .
Discovery Rate (FDR) atau ambang batas inti yang membatasi ukuran
maksimum cluster.
28
dalam membentuk geometri dari ecotope atau gerombol (cluster) dengan jarak
1. Untuk setiap amatan lokasi i, nilai statistik lokal diperoleh untuk semua
tiga unit j yang termasuk dalam ecotope (kiri, kanan dan atas) dan yang
2. Setelah terbentuk ecotope baru (dalam contoh ini ecotope terdiri dari
empat unit, yakni atas, tengah, kiri dan kanan), dilakukan proses yang
Pada tahap kedua dihasilkan sel-sel berwarna hijau yang merupakan unit-
unit yang tergabung menjadi ecotope baru setelah proses jarak tetangga
tersebut. Demikian proses ini berlanjut sampai tidak terdapat lagi unit-unit
dalam ilustrasi ini diperoleh maksimum jarak dari i adalah 5, dan hasil
ecotope terbentuk disajikan pada Gambar 2.4 untuk tahap ketiga dan
Gambar 2.4 Ecotope tahap ketiga Gambar 2.5 Ecotope tahap kelima
Berdasarkan gambar 2.4 terlihat bahwa pada langkah keenam semua unit
setelah proses pada langkah kelima, masuknya unit-unit spasial tidak dapat
{
w ij= {P [ Z≤G¿i ( k maks ) ]−P [ Z≤G ¿i ( 0 )]}
0
, 0< k j≤k maks
, untuk kj selainnya
w ij= 1
, untuk kj = 1
{0 , selainnya (2.25)
ecotope. Pada kondisi 1, yaitu ketika kmaks > 1, nilai-nilai wij menurun ketika
mengandung satu penghubung dari unit i (kmaks = 1) maka unit tersebut diberi
pembobot 1. Ketika tidak ada asosiasi antara unit i dengan sembarang unit j (k maks
AMOEBA dimana
w ij menggunakan fungsi kumulatif sebaran normal dan hasil
kajian Zhang (2008) yang menunjukkan kaitan sebaran statistik Gi dengan sebaran
peubah asal, dalam kajian ini difokuskan pada statistik Getis lokal.
Berdasarkan kedekatan
antar unit dan melibatkan
Matriks Jarak (dij), kemiripan antar peubah Kurang maksimal
Local Getis Ord (Gi yang berdekatan.
untuk data yang
AMOEBA ¿ Menghasilkan kelompok
dan
Gi ), E(G) dan berjumlah sedikit
yang lebih heterogen antar
Var(G,. cluster pada data yang atau ukuran kecil.
memiliki pola spasial yang
tidak teratur.
32
Library (spdep). Package ini membantu dalam hal analisis data spasial
dan berisi kumpulan fungsi untuk membuat objek matriks bobot spasial
dari 'kedekatan' poligon, dari pola titik dan jarak. Contoh penulisan sintaks
sebagai berikut:
dengan keterangan:
dengan keterangan:
batas kota dan kabupaten dapat digunakan pada perhitungan jarak spasial.
< readShapePoly("map.shp")
33
dengan keterangan:
dengan keterangan:
> plot(map,col=color[as.factor(b)])
dengan keterangan:
dengan keterangan:
Menurut (Rahman, 2015) Uji Shapiro Wilk adalah sebuah metode yang
dapat digunakan untuk uji normalitas data sampel yang berukuran kecil (kurang
dari 50). Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh data yang akan diuji
kenormalannya menggunakan metode ini, yaitu data berskala interval atau rasio,
data yang digunakan berupa data tunggal yang belum dikelompokkan pada tabel
k 2
T 3=
1
D [∑
i=1
ai ( x n−i +1− xi )
] (2.27)
dengan
n
D=∑ ( xi − x̄ )2
i=1 (2.28)
yang digunakan untuk menentukan adakah perbedaan yang signifikan pada dua
atau lebih kelompok. Uji Kruskal Wallis dapat dikatakan identik dengan Uji One
Way Anova pada pengujian parametris, namun untuk melihat perbedaan pengaruh
antar cluster harus diperhatikan bahwa sampel pada setiap kategori harus bebas
35
satu sama lain, yaitu tidak boleh ada sampel yang masuk dalam 2 kategori atau
lebih cluster yang sama. Uji Kruskal Wallis merupakan alternatif dari uji One
Way Anova ketika asumsi normalitas tidak terpenuhi. Selain sebagai uji alternatif,
asumsi yang dibutuhkan dalam melakukan pengujian Kruskal Wallis antara lain
sebagai berikut:
2. Independen artinya sampel ditiap kategori harus bebas satu sama lain,
yaitu tidak boleh ada sampel yang berada pada 2 kategori atau lebih.
Ketika variabel dalam penelitian yang tidak berdistribusi normal, sehingga untuk
derajat bebas adalah k-1 dengan jumlah sampel harus lebih dari 5.
R2
KW =
[
12
n(n+ 1)
∑
k
i=1
i
ni ]
−3( n+1)
(2.29)
dengan:
2
dengan nilai chi-square-tabel. Jika nilai Kruskall Wallis > X α (k−1) maka
lambat. Hal ini dapat memicu migrasi penduduk dari wilayah terbelakang ke
wilayah maju sehingga timbul permasalahan sosial ekonomi di wilayah maju dan
pada standar hidup relatif dari seluruh masyarakat. Sebab kesenjangan antar
dengan daerah lain adalah merupakan suatu yang wajar, karena adanya perbedaan
dalam sumber daya manusia atau alam dan awal pelaksanaan pembangunan antar
b) Perbedaan demografi
keputusan
b) Alokasi investasi
1) Indeks Williamson
Indeks Williamson merupakan koefisien variasi tertimbang yang
dibuat oleh Williamson pada tahun 1965. Indeks Williamson sangat sensitif
n
P
IW =
1
y √ ∑ ( y i− y )2 Pi
i=1 (2.30)
dengan uraian:
IW : Indeks Williamson
maka menunjukkan kesenjangan yang semakin kecil dan bila angka indeks
2) Gini Ratio
Pendapat atau ukuran berdasarkan Indeks Rasio Gini atau Gini Ratio
pendapatan yang diterima oleh seluruh keluarga atau individu dengan total
mempunyai selang nilai antara 0 sampai dengan 1. Bila Indeks Gini Ratio
mendekati nol menunjukkan adanya ketimpangan yang rendah dan bila Gini
k
Pi (Qi−1 )
IG=1−∑
i−1 1000 (2.31)
dengan uraian :
IG : Gini Ratio
pemerataan yang sempurna, dan semakin besar nilai Gini maka semakin
sebagai berikut:
3. Indeks Theil
berkisar antara nol sampai dengan satu. Kelebihan dari Indeks Theil, yaitu:
Y ij Y ij
T =∑ i ∑ j [ ][ ]
Y
ln
Y
=T W +T B
(2.32)
Yi
T W =∑ i[] Y
Ti
(2.33)
Y ij Y ij
Ti= ∑[ ] [ ]
j
Y
ln
Y (2.34)
41
Yi Yi
T B =∑ i [ ][ ]
Y
ln
Y
(2.35)
dimana:
T = Indeks Theil
TB = Kesenjangan antarpulau
pertumbuhan ekonomi pada setiap sektor di Jawa Tengah, namun tidak dipungkiri
merupakan hal alamiah. Hal itu terkait dengan variasi potensi yang dimiliki setiap
wilayah, baik sumber daya alam maupun letak geografis wilayah. Namun, di balik
yang dapat berpotensi menjadi persoalan di masa depan karena dipicu munculnya
persepsi ketidakadilan antar sesama masyarakat. Potensi negatif ini yang harus
Tengah yaitu:
(4) Pemantapan ketahanan energi, pangan dan sumber saya air; dan