Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya


dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan
yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan
keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya
manusia, yakni (orang-orang yang terlibatsejak dari perencanaan samapai pada
pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantaradua faktor tersebut yang paling dominan adalah
faktor manusianya.Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari
keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negaratercinta ini
dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara
yang kaya malahan termasuk negara yang miskin.

Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber


daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau
intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya
moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan
terjadinya korupsi.Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social
(penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian
materiil keuangan negara yang sangat besar.

Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan


pengurasankeuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan
anggotalegislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lainsebagainya
di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian
terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itumerupakan cerminan rendahnya
moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji
mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain
kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil
memberantas korupsi,atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling

1
rendah maka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya
dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena korupsi
membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang
kehancuran.

1.3 Rumusan Masalah


Adapun beberapa rumusan masalah yang kami angkat adalah sebagai berikut :
a. Apa yang dimaksud dengan korupsi ?
b. Apa saja dampak dari korupsi?
c. Bagaimana cara mengatasi korupsi?

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian korupsi.


2. Untuk mengetahui penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi.
3. Untuk mengetahui macam-macam dari korupsi.
4. Untuk mengetahui dampak adanya korupsi.
5. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya


busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini
Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan
jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Korupsi
menurut Huntington(1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-
norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam
rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan
perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam
modus.

Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur
bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai
makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu
yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi,
merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai
dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-
sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan formal
(misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.

Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang


dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan
pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970)
menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia
menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil
keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang
yang menawarkan hadiah dalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima
atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/
kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga

3
dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang
paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas
pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham
keuangan pribadi dengan masyarakat.

Peraturan-peraturan tentang pemberantasan korupsi silih berganti, selalu orang yang


belakangan yang memperbaiki dan menambahkan, namun korupsi dalam segala
bentknya dirasakan masih tetap mengganas. Istilah korupsi sebagai istilah hokum dan
member batsan pengertian korupsi adalah perbuatan-perbuatan yang merugikan
keuangan dan perekonomian Negara atau daerah atau badan hokum lain yang
mempergunakan modal dan/atau kelonggaran yang lain dari masyarakat, sebagai bentuk
khusus daripada perbuatan korupsi. Oleh karena itu, Negara memandang bahwa
perbuatan atau tindak pidana korupsi telah masuk dan menjadi suatu perbuatan pidana
korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan Negara
dan daerah, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak social dan
ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan
sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.

Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga)
pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :

1. Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,


2. Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi,
3. Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.

2.2 Dampak Korupsi


1. Dampak korupsi terhadap Pertahanan dan Keamanan
Dampak masif korupsi terhadap pertahanan dan keamanan antara lain dapat
mengakibatkan kerawanan Hankamnas karena lemahnya alutsista dan sumber daya
manusia, lemahnya garis batas negara karena kemiskinan yang terjadi di daerah
perbatasan negara, menguatnya sisi kekerasan dalam masyarakat karena kondisi
kemiskinan pada akhirnya memicu berbagai kerawanan sosial lainnya yang semakin
membuat masyarakat frustasi menghadapi kerasnya kehidupan.
Korupsi di bidang pertahanan dan keamanan belum dapat disentuh oleh agen-
agen pemberantas korupsi.

4
Dalam bidang pertahanan dan keamanan, peluang korupsi, baik uang maupun
kekuasaan, muncul akibat tidak adanya transparansi dalam pengambilan keputusan di
tubuh angkatan bersenjata dan kepolisian serta nyaris tidak berdayanya hukum saat
harus berhadapan dengan oknum TNI/polri yang seringkali berlindung di balik
institusi pertahanan dan keamanan.
Contoh dampak korupsi terhadap pertahanan dan keamanan,yaitu sebagai
berikut:
a. Menguatnya sisi kekerasan
Dalam masyarakat kondisi kemiskinan pada akhirnya memicu berbagai
kerawanan sosial lain yang semakin membuat masyarakat frustasi mengadapi
kerasnya kehidupan. Kondisi ini membuat masyarakat secaraa ilmiah akan
menggunakan insting bertahan mereka yang sering kali berakibat negatif
terhadap orang lain dan lingkungan sekitarnya.
b. Lemahnya garis batas negara
Negara Indonesia dalam posisinya perbatasan dengan banyak negara,
seperti Malaysia, Singapura, China, Philipina, Papua Nugini, Timor Leste dan
Australia. Daerah perbatasan ini rata-rata terisolir dan mempunyai fasilitas
yang sangat terbatas, seperti jalan raya, listrik dan energi, air bersih dan
sanitasi, gedung sekolah dan pemerintahan dan sebagainya. Kondisi ini
mengakibatkan masyarakat yang hidup di wilayah perbatasan harus
menanggung tingginya biaya ekonomi. Perekonomian yang cenderung tidak
merata dan hanya berpusat pada perkotaan semakin mengakibatkan kondisi
wilayah perbatasan semakin buruk. Selain itu wilayah perbatasan ini sangat
rawan terhadap berbagai penyelundupan barang-barang ilegal dari dalam
maupun luar negeri. Selain itu juga sangat rawan terjadinya human trafficking,
masuk dan keluarnya orang-orang yang tidak mempunyai izin masuk ke
wilayah Indonesia atau sebaliknya dengan berbagai alasan. Kita bisa
bayangkan, andaikan kekayaan negara tidak dikorupsi dan dioergunakan untuk
membangun daerah-daerah perbatasan, maka negara ini akan semakin kuat
dan makmur.

5
2.3 Cara Mengatasi Korupsi
1. Strategi Preventif.

Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang
menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat
upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu
perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan
upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan
mampu mencegah adanya korupsi.

2. Strategi Deduktif.

Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar
apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat
diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga
dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang
harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan
yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini
sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi
maupun ilmu politik dan sosial.

3. Strategi Represif.

Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk
memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak
yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi
sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan
perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses
penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun
implementasinyaharus dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan
yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan. Adapula
strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain :

Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia


saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan
gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun
ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta

6
kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama
ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari
dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan
rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan
moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.

Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian,


Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta
memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa
memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat
dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan
prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang
sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya
masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.

Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi


adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat
manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial
masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan
akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini
antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau
seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif
membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.

Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai


dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan
orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada
pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka
yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah
kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti
melanggar harkat dan martabat kehidupan

Negara mengeluarkan 3 produk hukum tentang pemberantasan tindak pidana


korupsi yaitu: UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang

7
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No 28 Tahun 1999 tentang
enyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Kesimpulan dari ketiga UU yang menyangkut pemberantasan tindak pidana


korupsi ini merupakan lex specialis generalis. Materi substansi yang terkandung
didalamnya antara lain :

1) Memperkaya diri/orang lain secara melawan hokum (Pasal 2 ayat (1) UU


No.31 Tahun 1999). Jadi, pelaku tindak pidana korupsi tersebut adalah setiap
orang baik yang berstatus PNS atau No-PNS serta korporasi yang dapat
berbentuk badan hokum atau perkumpulan.
2) Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
3) Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
4) Adanya oenyakahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana (Pasal 3 UU
N0.31 Tahun 1999).
5) Menyuap PNS atau Penyelenggara Negara (Pasal 5 UU No.20 Tahun 2001).
6) Perbuatan curang (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001).
7) Penggelapan dalam jabatan (Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2001).

Oleh karena itu, keberadaan produk regulasi yang diberikan Negara untuk
menyelamatkan keuangan Negara dari perilaku korupsi, sangatlah dituntut kepada
para aparat penegak hokum lainnya untuk semkasimal mungkin dapat memahami
rumusan delik yang terkait dan menyebar di setiap pasal yang ada agar tepat dalam
menerapkan kepadapara pelaku.selain itu juga diperlukan strategi pemberantasan
korupsi yang sangat jitu dan tepat.

Penerapan sangsi normatif mengenai korupsi kepada para pelakunya tidakakan


bermanfaat dan bernilai penyesalan bilamana tidak diikutkan juga beberapa strategi.
Ada 3 hal yang harus dilakukan guna mengurangi sifat dan perilaku masyarakat untuk
korupsi, anatara lain;

a. menaikkan gaji pegawai rendah dan menengah,


b. menaikkan moral pegawai tinggi, serta
c. legislasi pungutan liar menjadi pendapat resmi atau legal.

8
BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung
merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi
meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya
dan aspek penggunaan uang Negara untuk kepentingannya.Adapun penyebabnya antara
lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme,
penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras,
kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya
manusia, serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu
bentuk, sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya,
bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.

3.2. Saran

Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini.Dan


pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil

9
DAFTAR PUSTAKA

Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.

Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia .Bandung : Penerbit
Sinar Baru.

Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia . Jakarta : GhaliaIndonesia

SUMBER: http://kumpulanmakalah-cncnets.blogspot.com/2012/02/makalah-korupsi.html

10

Anda mungkin juga menyukai