Anda di halaman 1dari 6

EJAAN YANG DISEMPURNAKAN

EYD (Ejaan yang Disempurnakan) adalah tata bahasa dalam Bahasa Indonesia yang
mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian dan penulisan
huruf capital dan huruf miring, serta penulisan unsur serapan.EYD disini diartikan sebagai
tata bahasa yang disempurnakan. Dalam penulisan karya ilmiah perlu adanya aturan tata
bahasa yang menyempurnakan sebuah karya tulis. Karena dalam sebuah karya tulis
memerlukan tingkat kesempurnaan yang mendetail.Singkatnya EYD digunakan untuk
membuat tulisan dengan cara yang baik dan benar.

Sudah selayaknya kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia dapat menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar khususnya dalam bahasa tulis. Dengan adanya penjabaran
tentang pamakaian EYD diharapkan para pembaca dapat memahami dan menerapkan
penggunaan EYD dalam pembuatan suatu karya tulis.Dan semoga penjabaran ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

PENULISAN HURUF DALAM EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD)

Ejaan yang disempurnakan atau yang lebih dikenal dengan singkatan EYD adalah ejaan yang
mulai resmi dipakai dan digunakan di Indonesia tanggal 16 agustus 1972. Ejaan ini masih
tetap digunakan hingga saat ini. EYD adalah rangkaian aturan yang wajib digunakan dan
ditaati dalam tulisan bahasa indonesia resmi. EYD mencakup penggunaan dalam 12 hal, yaitu
penggunaan huruf besar (kapital), tanda koma, tanda titik, tanda seru, tanda hubung, tanda
titik koma, tanda tanya, tanda petik, tanda titik dua, tanda kurung, tanda elipsis, dan tanda
garis miring.

PENGGUNAAN HURUF BESAR DAN HURUF KAPITAL

a.Huruf pertama kata ganti “Anda”.


Contoh:
Ke mana Anda mau pergi Bang Toyib?
Saya sudah menyerahkan uang itu kepada Anda setahun yang lalu untuk dibelikan DVD
player.

b.Huruf pertama pada awal kalimat.


Contoh:
Anak itu memang kurang ajar.
Sinetron picisan itu sangat laku dan ditonton oleh jutaan pemirsanya sedunia.

c.Huruf pertama unsur nama orang.


Contoh:
Yusuf Bin Sanusi
Doris Nauli Panggabean
Dadyo Warsono Jaya Negara

d.Huruf pertama untuk penamaan geografi.


Contoh:
Bundaran Senayan
Jalan Kramat Sentiong
Sungai Penuh

e.Huruf pertama petikan langsung.


Contoh:
Pak kumis bertanya, “Siapa yang mencuri jambu klutuk di kebunku?”
Si panjul menjawab, “Aku tidak Mencuri jambu klutuk, tetapi yang kucuri adalah jambu
monyet”.
“Ngemeng aja lu”, kata si Ucup kepada kawannya si Maskur.

f.Huruf pertama nama jabatan atau pangkat yang diikuti nama orang atau instansi.
Contoh:
Camat Pengadegan
Profesor Zainudin Zaenal Amirudin
Sekretaris Jendral Departemen Pendidikan Nasional

g.Huruf Pertama pada nama Negara, Pemerintahan, Lembaga Negara, juga Dokumen
(kecuali kata dan).
Contoh:
Mahkamah Internasional
Republik Rakyat Cina
Badan Pengembang Ekspor Nasional

KAIDAH PENULISAN HURUF KAPITAL

Tidak jarang kita menemukan tulisan yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan huruf kapital
(huruf besar). Sebagai perbandingan akan diberikan contoh-contoh penulisan yang salah dan
contoh-contoh penulisan yang benar.

1.Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kalimat yang berupa petikan langsung.
a.Bentuk salah.
(1) Wati bertanya,“kapan Kakak datang?”.
(2) Ibu menasihatkan,“rajin-rajinlah kamu belajar”.

b.Bentuk benar.
(1) Mira bertanya,“Kapan Kakak datang?”.
(2) Ayah menasihatkan,“Rajin-rajinlah kamu belajar”.

2.Huruf kapital dipakai dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan
kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
a.Bentuk salah.
(1) Limpahkanlah rahmatmu, ya allah.
(2) Sejauh mana anda sudah mengenal al-Kitab atau al-Quran?

b.Bentuk benar.
(1) Limpahkanlah rahmat-Mu, ya Allah.
(2) Sejauh mana Anda sudah mengenal Alkitab atau Alquran?
Kata keagamaan lain yang ditulis dengan huruf awal kapital adalah nama agama,seperti
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha. Nama kitab suci, seperti Quran, Injil, Weda, serta
nama Tuhan, seperti Allah, Yesus Kristus, dan Sang Hyang Widi Wasa.

3.Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan,
dan keagamaan yang diikuti nama orang.
a.Bentuk salah.
(1) Salah satu tokoh pergerakan nasional ialah haji Agus Salim.
(2) Nabi Ismail adalah anak nabi Ibrahim alahisalam.

b.Bentuk benar.
(1) Salah satu tokoh pergerakan nasional ialah Haji Agus Salim.
(2) Nabi Ismail adalah anak Nabi Ibrahim alahisalam.

Jika nama gelar, jabatan, dan pangkat tidak diikuti nama, gelar, jabatan, dan pangkat tersebut
harus ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
a. Bentuk salah.
(1) Calon jemaah Haji DKI akan diberangkatkan hari ini ke Mekah.
(2) Di Indonesia, Presiden langsung dipilih oleh rakyat.
(3) Siapa Bupati yang baru dilantik itu?

b. Bentuk benar.
(1) Calon jemaah haji DKI akan diberangkatkan hari ini ke Mekah.
(2) Di Indonesia, presiden langsung dipilih oleh rakyat.
(3) Siapa bupati yang baru dilantik itu?

Apabila unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai
pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat, harus ditulis dengan huruf
kapital. Misalnya: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sekretaris Jenderal Pertanian,
Gubernur Sumatera Barat,dan sebagainya.

4.Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.
a. Bentuk salah.
(1) Selama 350 tahun Bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda.
(2) Di Indonesia terdapat Suku Batak, Suku Jawa,dan sebagainya.
(3) Dalam Bahasa Minang terdapat kata mangicuah, artinya berbohong.

b. Bentuk benar.
(1). Selama 350 tahun bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda.
(2) Di Indonesia terdapat suku Batak, suku Jawa, dan sebagainya.
(3) Dalam bahasa Minang terdapat kata mangicuah, artinya berbohong.

Namun, jika nama bangsa, suku, dan bahasa itu sudah diberi imbuhan gabung(awalan dan
akhiran sekaligus), nama-nama itu harus ditulis dengan huruf kecil, karena tidak
menunjukkan nama diri lagi.
Misalnya:
a. Bentuk salah.
(1) Lagak lagunya ke- Jepang-Jepangan.
(2) Lafal ucapannya masih menampakkan ke-Jawa-Jawaan.
(3) Pusat Bahasa berusaha meng-Indonesiakan kata-kata asing.

b.Bentuk benar.
(1) Lagak lagunya kejepang-jepangan.
(2) Lafal ucapannya masih menampakkan kejawa-jawaan.
(3) Pusat Bahasa berusaha mengindonesiakan kata-kata asing.

PEMAKAIAN HURUF MIRING (ITALIK)

1.Huruf miring (italik) dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah,
dan surat kabar yang dikutip dalam karangan. Jadi, kalau judul buku, surat kabar,
atau majalah dituliskan seperti dibawah ini, penulisan tersebut termasuk penulisan
yang salah.

Contoh:
a-1. Berita itu sudah saya baca dalam harian “KOMPAS”.
b-1. Ibu rumah tangga menyenangi majalah “FEMINA”.
c-1. Buku “Negeri Salju” dikarang oleh Yasunari Kawabata.

Penulisan yang benar ialah,


a-2. Berita itu sudah saya baca dalam harian Kompas.
b-2. Ibu rumah tangga menyenangi majalah Femina.
c-2. Buku Negeri Salju dikarang oleh Yasunari Kawabata.

2.Huruf miring dipakai juga untuk menulis kata bahasa asing atau bahasa daerah, jadi
bukan dengan tanda petik seperti contoh di bawah ini:

Contoh:
a-1. Apakah tidak sebaiknya kita menggunakan kata “penataran” untuk kata “upgrading”?
b-1. Kebanyakan orang Indonesia lebih suka “yakitori” daripada “sashimi”.
c-1. Waktu di Bandung, Miki disapa “Neng Geulis” dalam bahasa Sunda.

Penulisan yang benar ialah,


a-2. Apakah tidak sebaiknya kita menggunakan kata penataran untuk kata upgrading?
b-2. Kebanyakan orang Indonesia lebih suka yakitori daripada sashimi.
c-2. Waktu di Bandung, Miki disapa Neng Geulis dalam bahasa Sunda.

Mungkin Anda bertanya, mengapa kata yakitori pada contoh 2. b-2 tidak ditulis dengan huruf
miring, sedangkan kata sashimi ditulis dengan huruf miring, padahal kata asal dua-duanya
adalah bahasa Jepang.

Untuk kata-kata asing, misalnya bahasa Jepang, yang sudah diindonesiakan dan dibakukan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia? Edisi Ketiga 2002, (Pusat Bahasa, Departemen
Pendidikan Nasional) tidak ditulis dengan huruf miring.

Contoh:
bushido judo
judoka kabuki
karaoke karate
karategi karateka
kendo kimono
kumico obi
sake sakura
samurai sumo
yakitori

Di samping itu dalam KBBI terdapat pula kata-kata warisan tentara Jepang pada Perang
Dunia II, seperti :
heiho keibodan
kempetai romusa
sondanco (?) (mungkin yang dimaksud shodancho)

Sedangkan, kata-kata yang sering terdengar dalam percakapan sehari-hari, (khususnya di


kalangan penggemar masakan Jepang di Indonesia) tetapi belum dibakukan, tetap ditulis
dengan huruf miring.

Contoh:
geisha shabu-shabu
sashimi sukiyaki
sushi takoyaki
yakiniku

Penulisan Kata dalam Bahasa Indonesia Sesuai EYD


Kemarin setelah saya membaca dan memberikan komentar salah satu tulisan di blog Bapak
Budi Rahardjo. Judul yang saya komentari adalah Antara “v” dan “f” yang pada intinya
beliau bertanya tentang penulisan yang benar untuk kata yang rancu dalam penggunaan huruf
“v” dan “f”. Beliau memberikan contoh: mana yang benar antara kreatifitas atau kreativitas.
Dalam tulisan tersebut, saya memberikan komentar bahwa yang tepat sesuai kaidah EYD,
yang benar adalah kreativitas. Komentar lengkapnya bisa dilihat langsung di link di atas.

Memang dalam bahasa Indonesia banyak hal yang terkadang membingungkan baik dalam
penulisan maupun pelafalan.

Dibawah ini adalah satu tulisan saya di blog saya yang terdahulu, saya pernah membahas
tentang kesalahan penulisan kata dalam bahasa Indonesia yang saya beri judul “Menganggap
Remeh Hal Detil” Namun blog tersebut sudah tidak dipergunakan lagi, maka saya posting
ulang tema ini.

Bulan Februari 2007 lalu, saya mendapat kiriman sebuah buku kecil dari Bapak JS. Kamdhi.
Beliau adalah mantan guru SMU saya di Cirebon. Buku tersebut berjudul Otodidak 25 Tahun
Mengabdi Pendidikan di Kota Wali. Setelah saya baca halaman demi halaman namun saya
sedikit terkejut ketika banyak melihat kesalahan dalam penulisan kata-kata yang tidak sesuai
dengan kaidah tata bahasa yang baik dan benar. Terkejut karena sang penulisnya adalah
seorang guru mata pelajaran Bahasa Indonesia yang sangat teliti dalam penggunaan bahasa.
Namun segera saya berpikir bahwa ini bukan kesalahan pada penulisnya melainkan kesalahan
pada editor percetakan. Analisis saya mengatakan bahwa editor tidak teliti atau memang tidak
mengerti tentang kata baku yang benar. Ada salah satu kesalahan pengetikan yang
menggelitik buat saya, yaitu penulisan kata “berpikir” yang selalu diketik “berfikir.” Saya
anggap ini bukan editornya yang tidak teliti namun memang kesalahan pemahaman.
Mengapa? Karena kesalahan ini diulang beberapa kali, setelah saya baca dari awal hingga
akhir semua pengetikannya “berfikir” tidak satupun yang diketik dengan benar. Sangat jelas
bahwa ini faktor salah pemahaman bukan tidak teliti. Sangat disayangkan sebenarnya hal
tersebut bisa terjadi. Memang seperti itulah keadaan mayoritas masyarakat Indonesia yang
kurang peduli dan menganggap remeh hal detil. Dalam penggunaan bahasa seringkali pun
demikian, tidak ingin tahu, bahkan tidak peduli dengan kaidah yang benar. Analisis saya
mengenai kesalahan dalam pengetikan kata “berfikir” yang seharusnya diketik “berpikir”,
bersimpulan bahwa editor mungkin menganalogikan kata tersebut dengan kesalahan
pelafalan Bahasa Indonesia oleh sebagian masyarakat kita khususnya yang berada di Jawa
Barat yang menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa daerahnya. Kesalahan yang terjadi
dalam pelafalan bunyi “F” dan “V” yang seringkali diucapkan dengan bunyi “P” Contoh
pelafalan yang sering dilakukan oleh masyarakat kita: *Dufan dibaca dupan *Fanta dibaca
panta *Ventilasi dibaca pentilasi *Sertifikat dibaca sertipikat *Verifikasi dibaca peripikasi,
dan lain sebagainya. Dari contoh-contoh tersebut mungkin saja editor berpendapat bahwa
yang benar adalah “berfikir” padahal yang benar sesuai dengan ketentuan Ejaan Yang
Disempurnakan yang tepat adalah “berpikir” hal ini sesuai dengan yang ada pada Kamus
Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Risa, S.Pd. 2008. Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan. Surabaya: SERBA
JAYA.

Cisca. 2008. Ejaan yang Disempurnakan. Yogyakarta: Widyatama.

Anda mungkin juga menyukai