PENDAHULUAN
1
revolusioner dalam dunia keperawatan itu sendiri terutama dalam pelayanan
kkesehatan yang prima.
Dalam penulisan makalah ini akan dijelaskan bagaimana bentuk serta proses
pelayanan kesehatan yang prima, sistem rujukan serta permasalahan yang terdapat
didalamnya.
1.3 Tujuan
a. tipe – tipe pelayanan kesehatan
b. Mengetahui organisasi dan struktur agensi pelayanan kesehatan
c. Mengetahui klasifikasi agensi pelayanan kesehatan
d. Mengetahui dampak manejemen care
e. Mengetahui tim pelayanan kesehatan
f. Mengetahui perawat dalam pelayanan kesehatan
2
BAB II
ISI
3
lebih lanjut (rujukan). Di Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah sakit,
mulai dari rumah sakit tipe D sampai dengan rumah sakit kelas A.
Pelayanan kesehatan dilakukan oleh:
a. Dokter Spesialis
b. Dokter Subspesialis terbatas
4
2. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat
(public health service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya
secara bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk
kelompok dan masyarakat.
5
2.2 Organisasi Dan Struktur Agensi Pelayanan Kesehatan
1. KLINIK
Berdasarkan Pada PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 028/ MENKES/PER/I/2011
TENTANG KLINIK Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan
pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari
satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis. Tenaga
medis adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi atau dokter gigi spesialis.
Berdasarkan jenis pelayanannya, klinik dibagi menjadi Klinik
Pratama dan Klinik Utama.
1) Klinik Pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan
medik dasar.
2) Klinik Utama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan
medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik.
6
berbentuk badan usaha. Klinik harus memenuhi persyaratan lokasi,
bangunan dan ruangan, prasarana, peralatan, dan ketenangan.
2. PUSKESMAS
Setiap Puskesmas mempunyai jenis pelayanan yang standar sesuai
wilayah kerja masing-masing. Beberapa Puskesmas melaksanakan jenis
kegaitan pengembangan dan penunjang sesuai kemampuan sumber daya
manusia dan sumber daya material yang dimilikinya. Berikut ringkasan
pelayanan sebagai contoh menurut pengalaman bertugas keliling
puskesmas.
a. Pelayanan Puskesmas didalam gedung (rawat jalan)
1) Ruangan Kartu/Loket
2) Poli Umum
3) Poli Gigi
4) Poli KIA-KB
5) Pojok Gizi
6) Ruangan Tundakan / UGD
7) Apotek
8) Gudang Obat
9) Gudang Inventaris
10) Ruangan Tata Usaha
11) Ruangan Imunisasi
12) Ruangan Laboratorium Sederhana
13) Ruangan Kepala Puskesmas
7
2) Posyandu Lansia
3) Penyuluhan Kesehatan
4) Pelacakan Kasus
5) Survey PHBS
6) Rapat Koordinasi
Surveilens Epidemiologi
Pelacakan Kasus : TBC, Kusta, DBD, Malari, Flu Burung, ISPA, Diare,
PMS
c. Pengobatan :
Poli Umum
Poli Gigi
Unit Gawat Darurat
Puskesmas Keliling
d. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) – KB
ANC (Antenatal Care) , PNC (Post Natal Care), KB (Keluarga
Berencana),
Persalinan, Rujukan Resti, Kemitraan Dukun
e. Upaya Peningkatan Gizi
Penimbangan, Pelacakan Gizi Buruk, Penyuluhan Gizi
f. Kesehatan Lingkungan :
8
g. Pencatatan dan Pelaporan :
Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)
1. Kesehatan Mata
2. Kesehatan Jiwa
3. Kesehatan Lansia
4. Kesehatan Reproduksi Remaja
5. Kesehatan Olahraga
C. Rumah Sakit
Pelayanan rumah sakit ditunjukkan untuk : pasien/penderita dan
keluarganya, orang sehat, masyarakat luas, dan institusi (asuransi, pendidikan,
dunia usaha, kepolisian dan kejaksaan). Pelayanan terhadap pasien meliputi :
pemeriksaan, penegakan diagnosis, tindakan terapeutik (pengobatan), tindakan
pembedahan, penyinaran dan lain-lain.
Bentuk pelayanan rumah sakit dibagi atas pelayanan dasar, pelayanan
spesialistik dan sub spesialistik dan pelayanan penunjang. Bentuk pelayanan ini
akan sangat ditentukan juga oleh tipe rumah sakit.
Pelayanan dasar rumah sakit: rawat jalan (politeknik/ambulatory), rawat
inap (inpatient care), dan rawat darurat (emergency care). Rawat jalan merupakan
pertolongan kepada penderita yang masih cukup sehat untuk pulang ke rumah.
Rawat inap merupakan pertolongan kepada penderita yang memerlukan
asuhan keperawatan terus-menerus (continuous nursing care) hingga sembuh.
9
Rawat darurat merupakan pemberian pertolongan kepada penderita yang
dilaksanakan dengan segera.
Rawat darurat dilakukan dengan prinsip-prinsip : revive, review dan repair.
Setiap pasien masuk rawat darurat khusus di rumah sakit kemungkinan dapat
melalui 3 bagian sebelum masuk ke ruang rawat inap, atau kembali kerumah
sendiri. Bagian-bagian ini adalah : ruang triage, ruang tindakan dan ruang
observasi.
10
9. Pelayanan spesialis anaesthesi, terdiri dari 6 (enam) sub spesialis, yakni : thorax
& cardiovascular anaesthesia, neuro anaesthesia, regional analgesia, obstetric
anaesthesia and labor painless, pain clinic and palliative care, dan intensive cara
unit.
10. Pelayanan medis spesialis rehabilitasi medik.
11. Pelayanan medis spesialis gizi klinik.
12. Pelayanan bedah (operasi) dilakukan di instalasi bedah sentral. Instalasi
bedah sentral merupakan pusat seluruh kegiatan pembedahan pasien di rumah
sakit. Oleh karena itu, ada prinsip-prinsip yang harus dipatuhi di dalam bedah
sentral ini, yaitu : cukup nyaman bagi tim, mencegah infeksi dan kontaminasi, dan
membuat barrier antara hal-hal yang sifatnya bersih dengan yang kotor.
1. Pelayanan spesialis radiology, yang terbagi atas : sub spesialis radiology anak, sub
spesialis C. Tomografi, sub spesialis radiology, dan sub spesialis angiografi.
2. Pelayanan spesialis patologi klinik.
3. Pelayanan spesialis parasitologi klinik.
4. Pelayanan spesialis mikrobiologi klinik.
5. Pelayanan spesialis patologi anatomi.
11
1. Primary Health Care (Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama)
Pelayanan kesehatan ini dibutuhkan atau dilaksanakan pada masyarakat
yang memiliki masalah kesehatan yang ringan atau masyarakat sehat tetapi ingin
mendapatkan peningkatan kesehatan agar menjadi optimal dan sejahtera sehingga
sifat pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan kesehatan
ini dapat dilaksanakan oleh puskesmas atau balai kesehatan masyarakat dan lain-
lain.
2. Secondary Helath Care (Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua)
Untuk pelayanan kesehatan ini diperlukan bagi masyarakat atau klien yang
membutuhkan perawatan dirumah sakit atau rawat inap dan tidak dilaksanakan di
pelayanan kesehatan utama. Pelayanan kesehatan ini dilaksanakan di rumah sakit
yang tersedia tenaga spesialis atau sejenisnya.
3. Tertiary Health Services (Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga)
Palayanan kesehatan ini merupakan tingkat pelayanan yang tertinggi
dimana tingkat pelayanan ini apabila tidak lagi dibutuhkan pelayanan pada tingkat
pertama dan kedua. Biasanya pelayanan ini membutuhkan tenaga-tenaga yang ahli
atau spesialis dan sebagai rujukan utama seperti rumah sakit yang tipe A atau B.
12
kepada kemampuan perawat dan kompleksnya masalah dan pemenuhan kebutuhan
pasien.
Dalam model kasus perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang
mencakup seluruh aspek keperawatan yang dibutuhkan pasien. Pada model ini
perawat memberikan asuhan keperawatan kepada seorang pasien secara
menyeluruh, sehingga mengetahui apa yang harus dilakukan terhadap pasien
dengan baik, sehingga pasien merasa puas dan merasakan lebih aman karena
mengetahui perawat yang bertanggung jawab atas dirinya. Dengan model ini
menuntut seluruh tenaga keperawatan mempunyai kualitas professional dan
membutuhkan jumlah tenaga keperawatan yang banyak.
Model ini sangat sesuai digunakan di ruangan rawat khusus seperti ruang
perawatan intensif, misalnya ruang ICCU, ICU, HCU, Haemodialisa dan
sebagainya.
2. Model Fungsional
Model fungsional dikembangkan setelah perang dunia kedua, dimana
jumlah pendidikan keperawatan meningkat dan banyak lulusan bekerja di rumah
sakit dari berbagai jenis program pendidikan keperawatan. Agar pemanfaatan yang
bervariasi tenaga keperawatan tersebut dapat dimaksimalisasi, maka memunculkan
ide untuk mengembangkan model fungsional dalam palayanan asuhan
keperawatan.
Pada model fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada
penyelesaian tugas dan prosedur keperawatan. Setiap perawat diberikan satu atau
beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat di suatu
ruangan. Suatu perawat mungkin bertanggung jawab dalam pemberian obat,
mengganti balutan, monitor infuse, dan sebagainya. Prioritas utama yang
dikerjakan adalah pemenuhan kebutuhan fisik sesuai dengan kebutuhan pasien dan
kurang menekankan kepada pemenuhan kebutuhan pasien secara holistic, sehingga
dalam penerapannya kualitas asuhan keperawatan sering terabaikan, karena
pemberian asuhan yang terfragmentasi. Komunikasi antara perawat sangat terbatas,
sehingga tidak ada satu perawat yang mengetahui tentang satu klien secara
komprehensif, kecuali mungkin kepala ruangan. Hal ini sering menyebabkan klien
13
kurang puas dengan pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan, karena
seringkali klien tidak mendapat jawaban yang tepat tentang hal – hal yang
ditanyakan, dan kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan
perawat.
Kepala ruangan bertanggung jawab untuk mengarahkan dan mensupervisi.
Komunikasi antar staf sangat terbatas dalam membahas masalah pasien. Perawat
terkadang tidak mempunyai waktu untuk berdiskusi dengan pasien atau
mengobservasi reaksi obat yang diberikan maupun mengevaluasi hasil tindakan
keperawatan yang diberikan .
Pada model ini kepala ruangan menentukan apa yang menjadi tugas setiap
perawat dalam suatu ruangan dan perawat akan melaporkan tugas – tugas yang
dikerjakan kepada kepala ruangan. Dan kepala ruangan lah yang bertanggung jawab
dalam membuat laporan pasien.
Dalam model fungsional ini koordinasi antar perawat sangat kurang
sehingga seringkali pasien harus mengulang berbagai pertanyaan atau permintaan
kepada semua petugas yang datang kepadanya, dan kepala ruangan lah yang
memikirkan setiap kebutuhan pasien secara komprehensif. Informasi yang
disampaikan bersifat verbal, yang seringkali terlupakan karena tidak didokumentasi
dan tidak diketahui oleh staf lain yang memberikan asuhan keperawatan.
Dengan menggunakan model ini kepala ruangan kurang mempunyai waktu
untuk membantu stafnya untuk mempelajari cara yang terbaik dalam memenuhi
kebutuhan pasien atau dalam mengevaluasi kondisi pasien dan hasil asuhan
keperawatan, kecuali terjadi perubahan yang sangat mencolok. Dan orientasi model
ini hanya pada penyelesaian tugas, bukan kualitas, sehingga pendekatan secara
holistic sukar dicapai.
Model fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas – tugas bila
jumlah staf sedikit, namun pasien selalu tidak mendapat kepuasan dari asuhan
keperawatan yang diberikan.
3. Model Tim
Setelah bertahun – tahun menggunakan model fungsional, beberapa
pimpinan keperawatan (nursing leader) mulai mempertanyakan keefektifan model
14
tersebut dalam pemberian asuhan keperawatan professional. Oleh karena adanya
berbagai jenis tenaga dalam keperawatan, diperlukan adanya supervisi yang
adekuat, maka pada tahun 1950 dikembangkan model tim dalam pelayanan asuhan
keperawatan.
Model tim merupakan suatu model pemberian asuhan keperawatan dimana
seorang perawat professional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif
dan kolaboratif ( Douglas, 1984 ).
Konsep model ini didasarkan kepada falsafah bawah sekelompok tenaga
keperawatan bekerja secara bersama – sama secara terkoordinasi dan kooperatif
sehingga dapat berfungsi secara menyeluruh dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada setiap pasien.
Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok
mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan
sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi, sehingga
setiap anggota tim merasakan kepuasan karena diakui kontribusinya di dalam
mencapai tujuan bersama yaitu mencapai kualitas asuhan keperawatan yang
bermutu. Potensi setiap anggota tim saling komplementer menjadi satu kekuatan
yang dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta timbul rasa
kebersamaan dalam setiap upaya pemberian asuhan keperawatan, sehingga dapat
menghasilkan sikap moral yang tinggi.
Pada dasarnya di dalam model tim menurut Kron & Gray ( 1987 )
terkandung dua konsep utama yang harus ada, yaitu :
1. Kepemimpinan
Kemampuan ini harus dipunyai oleh ketua tim, yaitu perawat professional (
registered nurse ) yang ditunjuk oleh kepala ruangan untuk bertanggung jawab
terhadap sekelompok pasien dalam merencanakan asuhan keperawatan,
merencanakan penugasan kepada anggota tim, melakukan supervise dan evaluasi
pelayanan keperawatan yang diberikan.
2. Komunikasi yang Efektif
Proses ini harus dilaksanakan untuk memastikan adanya kesinambungan
asuhan keperawatan yang diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien
15
secara individual dan membantunya dalam mengatasi masalah. Proses komunikasi
harus dilakukan secara terbuka dan aktif melalui laporan, pre atau post conference
atau pembahasan dalam penugasan, pembahasan dalam merencanakan dan
menuliskan asuhan keperawatan dan mengevaluasi hasil yang telah dicapai.
Pengajaran dan bimbingan secara insidental perlu dilakukan yang
merupakan bagian dari tanggung jawab ketua tim dalam pembinaan anggotanya.
Dalam model ini ketua tim menetapkan anggota tim yang terbaik untuk merawat
setiap pasien. Dengan cara ini ketua tim membantu semua anggota tim untuk belajar
apa yang terbaik untuk pasien yang dirawatnya berdasarkan kebutuhan dan
permasalahan yang dihadapi pasien.
Dalam pelaksanaan model ini, ketua tim dapat memperoleh pengalaman
praktek melakukan kepemimpinan yang demokratik dalam mengarahkan dan
membina anggotanya. Pimpinan juga akan belajar bagaimana mempertahankan
hubungan antar manusia dengan baik dan bagaimana mempertahankan hubungan
antar manusia dengan baik dan bagaimana mengkoordinasikan berbagai kegiatan
yang dilakukan dengan beberapa anggota tim secara bersama – sama. Untuk
mencapai kepemimpinan yang efektif setiap anggota tim harus mengetahui prinsip
dasar administrasi, supervise, bimbingan dan teknik mengajar agar dapat
dilakukannya dalam bekerja sama dengan anggota tim. Ketua tim juga harus
mampu mengimplementasikan prinsip dasar kepemimpinan.
16
f. Menjadi nara sumber bagi Ketua Tim.
g. Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan
h. Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.
Pelaksanaan model tim tidak dibatasi oleh suatu pedoman yang kaku. Model
tim dapat diimplementasikan pada tugas pagi, sore, dan malam. Apakah terdapat 2
atau 3 tim tergantung pada jumlah dan kebutuhan serta jumlah dan kualitas tenaga
keperawatan. Umumnya satu tim terdiri dari 3 – 5 orang tenaga keperawatan untuk
10 – 20 pasien.
Berdasarkan hasil penelitian Lambertson seperti dikutip oleh Douglas (
1984 ), menunjukkan bahwa model tim bila dilakukan dengan benar merupakan
model asuhan keperawatan yang tepat dalam meningkatkan pemanfaatan tenaga
keperawatan yang bervariasi kemampuannya dalam memberikan asuhan
keperawatan. Hal ini berarti bahwa model tim dilaksanakan dengan tepat pada
kondisi dimana kemampuan tenaga keperawatan bervariasi.
17
Kegagalan penerapan model ini, jika penerapan konsep tidak dilaksanakan
secara menyeluruh/total dan tidak dilakukan pre atau post conference dalam system
pemberian asuhan keperawatan untuk pemecahan masalah yang dihadapi pasien
dalam penentuan strategi pemenuhan kebutuhan pasien.
4. Model Primer
Dengan berkembangnya ilmu keperawatan dan berbagai ilmu dalam bidang
kesehatan, serta meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan
keperawatan yang bermutu tinggi, dengan didasarkan bahwa pemberian asuhan
keperawatan model tim masih mempunyai beberapa kekurangan, maka berdasarkan
studi, para pakar keperawatan mengembangkan model pemberian asuhan
keperawatan yang terbaru yaitu model primer ( Primary Nursing ). Dan perawat
yang melaksanakan asuhan keperawatan disebut sebagai “Primary Nurse”.
Tujuan dari model primer adalah terdapatnya kontinuitas keperawatan yang
dilakukan secara komprehensif dan dapat dipertanggung jawabkan. Penugasan
yang diberikan kepada Primary Nurse atas pasien yang dirawat dimulai sejak pasien
masuk ke rumah sakit yang didasarkan kepada kebutuhan pasien atau masalah
keperawatan yang disesuaikan dengan kemampuan primary nurse. Setiap primary
nurse mempunyai 4 – 6 pasien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama pasien
dirawat. Primary nurse akan melakukan pengkajian secara komprehensif dan
merencanakan asuhan keperawatan. Selama bertugas ia akan melakukan berbagai
kegiatan sesuai dengan masalah dan kebutuhan pasien.
Demikian pula pasien, keluarga, staf medic dan staf keperawatan akan
mengetahui bahwa pasien tertentu merupakan tanggung jawab primary nurse
tertentu. Dia bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi
dalam merencanakan asuhan keperawatan dan dia juga akan merencanakan
pemulangan pasien atau rujukan bila diperlukan.
Jika primary nurse tidak bertugas, kelanjutan asuhan keperawatan
didelegasikan kepada perawat lain yang disebut “associate nurse”. Primary nurse
bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang diterima pasien dan
menginformasikan tentang keadaan pasien kepada kepala ruangan, dokter, dan staf
keperawatan lainnya. Kepala ruangan tidak perlu mengecek satu per satu pasien,
18
tetapi dapat mengevaluasi secara menyeluruh tentang aktivitas pelayanan yang
diberikan kepada semua pasien.
Seorang primary nurse bukan hanya mempunyai kewenangan untuk
memberikan asuhan keperawatan tetapi juga mempunyai kewenangan untuk
melakukan rujukan kepada pekerja social, kontak dengan lembaga social
masyarakat, membuat jadwal perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah dan
sebagainya. Dengan diberikannya kewenangan tersebut, maka dituntut
akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan. Primary nurse
berperan sebagai advokat pasien terhadap birokrasi rumah sakit.
Kepuasan yang dirasakan pasien dalam model primer adalah pasien merasa
dimanusiawikan karena pasien terpenuhi kebutuhannya secara individual dengan
asuhan keperawatan yang bermutu dan tercapainya pelayanan yang efektif terhadap
pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan advokasi. Kepuasan yang dirasakan
oleh primary nurse adalah tercapainya hasil berupa kemampuan yang tinggi terletak
pada kemampuan supervise. Staf medis juga merasakan kepuasannya dengan model
primer ini, karena senantiasi informasi tentang kondisi pasien selalu mutakhir dan
laporan pasien komprehensif, sedangkan pada model fungsional dan tim informasi
diperoleh dari beberapa perawat. Untuk pihak rumah sakit keuntungan yang dapat
diperoleh adalah rumah sakit tidak perlu mempekerjakan terlalu banyak tenaga
keperawatan, tetapi tenaga yang ada harus berkualitas tinggi.
Dalam menetapkan seseorang menjadi primary nurse perlu berhati – hati
karena memerlukan beberapa criteria, diantaranya dalam menetapkan kemampuan
asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai
keperawatan klinik, akuntabel serta mampu berkolaborasi dengan baik antar
berbagai disiplin ilmu. Di Negara maju pada umumnya perawat yang ditunjuk
sebagai primary nurse adalah seorang Clinical Specialist yang mempunyai
kualifikasi master.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa model primer dapat meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan bila dibandingkan dengan model tim, karena :
a. Hanya satu perawat yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat dalam
perencanaan dan koordinasi asuhan keperawatan.
19
b. Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4 – 6 pasien bila dibandingkan
dengan 10 – 20 orang pada setiap tim
c. Perawat tim bertanggung jawab selama 24 jam
d. Rencana pulang pasien dapat diberikan lebih awal
e. Rencana keperawatan dan rencana medic dapat berjalan parallel
5. Model Modular
Pengembangan model modular merupakan pengembangan dari primary
nursing yang digunakan dalam keperawatan dengan melibatkan tenaga professional
dan non professional.
Model modular mirip dengan model keperawatan tim, karena tenaga
professional dan non professional bekerja sama dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada beberapa pasien dengan arahan kepemimpinan perawat
professional.
Model modular mirip juga dengan model primer, karena tiap 2 – 3 perawat
bertanggung jawab terhadap asuhan beberapa pasien sesuai dengan beban kasus,
sejak pasien masuk, pulang dan setelah pulang serta asuhan lanjutan kembali ke
rumah sakit. Agar model ini efektif maka kepala ruangan secara seksama menyusun
tenaga professional dan non professional serta bertanggung jawab supaya kedua
tenaga tersebut saling mengisi dalam kemampuan, kepribadian, terutama
kepemimpinan. Dalam menerapkan model modular, 2 – 3 tenaga keperawatan bisa
bekerja sama dalam tim, serta diberi tanggung jawab penuh untuk mengelola 8 – 12
kasus. Seperti pada model primer, tugas tim keperawatan ini harus tersedia juga
selama tugas gilir ( shift ) sore-malam dan pada hari – hari libur, namun tanggung
jawab terbesar dipegang oleh perawat professional. Perawat professional
bertanggung jawab untuk membimbing dan mendidik perawat non professional
dalam memberikan asuhan keperawatan. Konsekuensinya peran perawat
professional dalam model modular ini lebih sulit dibandingkan dengan perawat
primer. Model modular merupakan gabungan dari model tim dan model primer.
20
Model manajemen kasus merupakan generasi kedua dari model primary
nursing. Dalam model ini asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan
pandangan, bahwa untuk penyelesaian kasus keperawatan secara tuntas
berdasarkan berbagai sumber daya yang ada.
Tujuan dari manajemen kasus adalah :
1. Menetapkan pencapaian tujuan asuhan keperawatan yang diharapkan sesuai
dengan standar
2. Memfasilitasi ketergantungan pasien sesingkat mungkin
3. Menggunakan sumber daya seefisien mungkin
4. Memfasilitasi secara berkesinambungan asuhan keperawatan melalui
kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya
5. Pengembangan profesionalisme dan kepuasan kerja
6. Memfasilitasi ahli ilmu pengetahuan
Berbagai peran perawat dalam proses pelayanan kesehatan bisa dibilang bukan
hanya merawat pasien yang ada di rumah sakit atau di pusat pelayanan kesehatan.
21
Perawat berperan penting dalam berbagai situasi yang ada dalam ranah kesehatan.
Antara lain :
22
5. Konselor
Proses membantu klien untuk mengetahui dan mengatasi masalah
psikologik atau sosial, meningkatkan hubungan interpersonal, dan
meningkatkan pertumbuhan personal
Memberikan dukungan emosional, intelektual, dan psikologik
Membantu klien untuk mengembangkan sikap, perasaan dan perilaku
dengan melihat alternatif perilaku lain yang lebih sehat dan meningkatkan
kemampuan pengendalian diri.
6. Pembawa perubahan
Memodifikasi perilaku, lingkungan dan sistem dan membantu klien
memperoleh kembali kesehatannya.
Membawa pembaharuan dalam sistem pelayanan dan asuhan keperawatan
Mengurangi resistensi terhadap perubahan dalam peningkatan kualitas
pelayanan dan asuhan keperawatan
7. Pemimpin
Mempengaruhi orang lain untuk bekerjasama mencapai tujuan spesifik
Diterapkan pada berbagai tingkat sistem klien: individu, keluarga,
kelompok dan komunitas
Kepemimpinan efektif merupakan proses belajar yang membutuhkan
pemahaman tentang kebutuhan dantujuan yang memotivasi orang lain,
pengetahuan menerapkan keterampilan kepemimpinan, interpersonal untuk
pengaruhi orang lain
8. Manager
Mengelola asuhan keperawatan pada sistem klien: individu, keluarga,
kelompok dan komunitas
Mendelegasikan kegiatan keperawatan dan melakukan evaluasi dan
pembinaan terhadap kinerja mereka
Memiliki pemahaman tentang struktur organisasi dan dinamikanya,
kewenangan, akuntabilitas, kepemimpinan, teori berubah, advokasi,
delegasi, supervisi dan evaluasi
9. Peneliti
23
Menggunakan riset untuk meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan
keperawatandi Klinik, perawat membutuhkan:
a) Kesadaran tentang proses dan bahasa riset
b) Sensitif pada permasalah yang berhubungan dengan hak azasi manusia
c) Berperan serta dalam mengidentifikasi masalah yang layak diteliti
d) Memilah temuan riset yang layak dimanfaatkan
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan
utamanya adalah promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan),
preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan rehabilitasi (pemulihan)
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat. Yang dimaksud
sub sistem disini adalah sub sistem dalam pelayanan kesehatan yaitu input ,
proses, output, dampak, umpan balik.
3.2 Saran
Dalam sistem pelayanan kesehatan perlu terus di tingkatkannya mutu serta
kualitas dari pelayanan kesehatan agar sistem pelayanan ini dapat berjalan
dengan efektif, itu semua dapat dilakukan dengan melihat nilai-nilai yang ada
di masyarakat, dan diharapkan perawat dapat memberikan pelayanan dengan
kualitas yang bagus dan baik.
Untuk itu, kita sebagai mahasiswa keperawatan hendaknya mempersiapkan
secara matang baik dari segi kemampuan, sikap maupun pengetahuan yang
optimal guna menjadi generasi tenaga keperawatan penerus yang dapat
diandalkan yang mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
25
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Azrul 1995. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan : aplikasi prinsip lingkaran
pemecahan masalah. Jakarta: Pustaka sinar harapan
26