Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang


Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang
paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satu sarana pelayanan kesehatan
yang mempunyai peran sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat adalah rumah sakit. Rumah sakit merupakan lembaga dalam
mata rantai SKN (Sistem Kesehatan Nasional) dan mengemban tugas untuk
memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, karena
pembangunan dan penyelenggaraan kesehatan di rumah sakit perlu diarahkan
pada tujuan nasional dibidang kesehatan. Tidak mengherankan apabila bidang
kesehatan perlu untuk selalu dibenahi agar bisa memberikan pelayanan kesehatan
yang terbaik untuk masyarakat. Pelayanan kesehatan yang dimaksud tentunya
adalah pelayanan yang cepat, tepat, murah dan ramah. Mengingat bahwa sebuah
negara akan bisa menjalankan pembangunan dengan baik apabila didukung oleh
masyarakat yang sehat secara jasmani dan rohani.
Untuk mempertahankan pelanggan, pihak rumah sakit dituntut selalu
menjaga kepercayaan konsumen secara cermat dengan memperhatikan kebutuhan
konsumen sebagai upaya untuk memenuhi keinginan dan harapan atas pelayanan
yang diberikan. Konsumen rumah sakit dalam hal ini pasien yang mengharapkan
pelayanan di rumah sakit, bukan saja mengharapkan pelayanan medis dan
keperawatan tetapi juga mengharapkan kenyamanan, akomodasi yang baik dan
hubungan harmonis antara staf rumah sakit dan pasien, dengan demikian perlu
adanya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, begitu pula
dengan lembaga pelayanan kesehatan lainnya seperti puskesmas, posyandu
maupun klinik.
Salah satu hal yang harus dilakukan oleh mahasiswa keperawatan saat ini
adalah melakukan sebuah revolusi secara menyeluruh dan detail dalam setiap
aspeknya. Sehingga mahasiswa keperawatn akan mampu membentuk sebuah

1
revolusioner dalam dunia keperawatan itu sendiri terutama dalam pelayanan
kkesehatan yang prima.
Dalam penulisan makalah ini akan dijelaskan bagaimana bentuk serta proses
pelayanan kesehatan yang prima, sistem rujukan serta permasalahan yang terdapat
didalamnya.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa saja tipe – tipe pelayanan kesehatan?
b. Bagaimana organisasi dan struktur agensi pelayanan kesehatan?
c. Apa saja klasifikasi agensi pelayanan kesehatan?
d. Bagaimana dampak manejemen care?
e. Apa saja yang dimaksud tim pelayanan kesehatan?
f. Bagaimana perawat dalam pelayanan kesehatan?

1.3 Tujuan
a. tipe – tipe pelayanan kesehatan
b. Mengetahui organisasi dan struktur agensi pelayanan kesehatan
c. Mengetahui klasifikasi agensi pelayanan kesehatan
d. Mengetahui dampak manejemen care
e. Mengetahui tim pelayanan kesehatan
f. Mengetahui perawat dalam pelayanan kesehatan

2
BAB II
ISI

Menurut Depkes RI (2009) pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang


diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit
serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun
masyarakat.

2.1 Tipe – Tipe Pelayanan Kesehatan


1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer)
Pelayanan yang lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat dasar dan
dilakukan bersama masyarakat dan dimotori oleh:
a. Dokter Umum (Tenaga Medis)
b. Perawat Mantri (Tenaga Paramedis)

Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan


kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling depan, yang
pertama kali diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami gangguan
kesehatan atau kecelakaan. Primary health care pada pokoknya ditunjukan
kepada masyarakat yang sebagian besarnya bermukim di pedesaan, serta
masyarakat yang berpenghasilan rendah di perkotaan. Pelayanan kesehatan ini
sifatnya berobat jalan (Ambulatory Services). Diperlukan untuk masyarakat
yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan
mereka atau promosi kesehatan.
Contohnya : Puskesmas, Puskesmas keliling, klinik.

2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (sekunder)


Pelayanan kesehatan sekunder adalah pelayanan yang lebih bersifat
spesialis dan bahkan kadang kala pelayanan subspesialis, tetapi masih
terbatas. Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary
health care), adalah rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan

3
lebih lanjut (rujukan). Di Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah sakit,
mulai dari rumah sakit tipe D sampai dengan rumah sakit kelas A.
Pelayanan kesehatan dilakukan oleh:
a. Dokter Spesialis
b. Dokter Subspesialis terbatas

Pelayanan kesehatan ini sifatnya pelayanan jalan atau pelayanan


rawat (inpantient services).Diperlukan untuk kelompok masyarakat yang
memerlukan perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan
kesehatan primer.
Contoh : Rumah Sakit tipe C dan Rumah Sakit tipe D.

3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tersier)


Pelayanan kesehatan tersier adalah pelayanan yang lebih mengutamakan
pelayanan subspesialis serta subspesialis luas.
Pelayanan kesehatan dilakukan oleh:
a. Dokter Subspesialis
b. Dokter Subspesialis Luas

Pelayanan kesehatan ini sifatnya dapat merupakan pelayanan jalan atau


pelayanan rawat inap (rehabilitasi).Diperlukan untuk kelompok masyarakat atau
pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder.
Contohnya: Rumah Sakit tipe A dan Rumah sakit tipe B.

Menurut pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara


umum dapat dibedakan atas dua, yaitu:
1. Pelayanan kedokteran
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran
(medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat
sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan
utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta
sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.

4
2. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat
(public health service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya
secara bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk
kelompok dan masyarakat.

Jenis pelayanan kesehatan menurut UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN 2009


TENTANG KESEHATAN diantaranya adalah:

1. Pelayanan kesehatan perseorangan,

Pelayanan kesehatan perseorangan maupun masyarakat meliputi kegiatan dengan


pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

a. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian


kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat
promosi kesehatan.
b. Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap
suatu masalah kesehatan/penyakit.
c. pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan
agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.
d. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga
dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan
masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya

2. Pelayanan kesehatan masyarakat


Pelayanan kesehatan masyarakat dilihat dari bentuk pelayanannya yaitu pelayan
klinik, puskesmas, dan rumah sakit.

5
2.2 Organisasi Dan Struktur Agensi Pelayanan Kesehatan
1. KLINIK
Berdasarkan Pada PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 028/ MENKES/PER/I/2011
TENTANG KLINIK Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan
pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari
satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis. Tenaga
medis adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi atau dokter gigi spesialis.
Berdasarkan jenis pelayanannya, klinik dibagi menjadi Klinik
Pratama dan Klinik Utama.
1) Klinik Pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan
medik dasar.
2) Klinik Utama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan
medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik.

Klinik Pratama atau Klinik Utama dapat mengkhususkan pelayanan


pada satu bidang tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ
atau jenis Penyakit tertentu. Jenis Klinik Pratama atau Klinik Utama
pedoman penyelenggaraannya ditetapkan oleh Menteri. Klinik dapat
diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat.

Klinik menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat


promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan
kesehatan dilaksanakan dalam bentuk rawat jalan, one day care, rawat inap
dan/atau home care. Klinik yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 24
(dua puluh empat) jam harus menyediakan dokter serta tenaga kesehatan
lain sesuai kebutuhan yang setiap saat berada di tempat.

Kepemilikan Klinik Pratama yang menyelenggarakan rawat jalan


dapat secara perorangan atau berbentuk badan usaha. Kepemilikan Klinik
Pratama yang menyelenggarakan rawat inap dan Klinik Utama harus

6
berbentuk badan usaha. Klinik harus memenuhi persyaratan lokasi,
bangunan dan ruangan, prasarana, peralatan, dan ketenangan.

2. PUSKESMAS
Setiap Puskesmas mempunyai jenis pelayanan yang standar sesuai
wilayah kerja masing-masing. Beberapa Puskesmas melaksanakan jenis
kegaitan pengembangan dan penunjang sesuai kemampuan sumber daya
manusia dan sumber daya material yang dimilikinya. Berikut ringkasan
pelayanan sebagai contoh menurut pengalaman bertugas keliling
puskesmas.
a. Pelayanan Puskesmas didalam gedung (rawat jalan)
1) Ruangan Kartu/Loket
2) Poli Umum
3) Poli Gigi
4) Poli KIA-KB
5) Pojok Gizi
6) Ruangan Tundakan / UGD
7) Apotek
8) Gudang Obat
9) Gudang Inventaris
10) Ruangan Tata Usaha
11) Ruangan Imunisasi
12) Ruangan Laboratorium Sederhana
13) Ruangan Kepala Puskesmas

Puskesmas Rawat Inap, pada umumnya mempunyai ruangan khusus


untuk Unit Gawat Darurat, perawatan umum dan ruang bersalin

b. Pelayanan Puskesmas di luar gedung :


1) Posyandu Balita

7
2) Posyandu Lansia
3) Penyuluhan Kesehatan
4) Pelacakan Kasus
5) Survey PHBS
6) Rapat Koordinasi

Program Pokok Puskesmas :

a. Promosi Kesehatan (Promkes)

 Penyuluhan Kesehatan Masyarakat


 Sosialisasi Progra Kesehatan
b. Pencegahan Penyakit Menular (P2M) :

 Surveilens Epidemiologi
 Pelacakan Kasus : TBC, Kusta, DBD, Malari, Flu Burung, ISPA, Diare,
PMS

c. Pengobatan :
 Poli Umum
 Poli Gigi
 Unit Gawat Darurat
 Puskesmas Keliling
d. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) – KB
 ANC (Antenatal Care) , PNC (Post Natal Care), KB (Keluarga
Berencana),
 Persalinan, Rujukan Resti, Kemitraan Dukun
e. Upaya Peningkatan Gizi
 Penimbangan, Pelacakan Gizi Buruk, Penyuluhan Gizi
f. Kesehatan Lingkungan :

 Pengawasan SPAL (saluran pembuangan air limbah), SAMI-JAGA (sumber


air minum-jamban keluarga), TTU (tempat umum), Institusi
 Survey Jentik Nyamuk

8
g. Pencatatan dan Pelaporan :
 Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)

Program Tambahan/Penunjang Puskesmas :

1. Kesehatan Mata
2. Kesehatan Jiwa
3. Kesehatan Lansia
4. Kesehatan Reproduksi Remaja
5. Kesehatan Olahraga

(Program penunjang biasanya sebagai tambahan, sesuai kemampuan puskesmas


dalam melakukan pelayanan)

C. Rumah Sakit
Pelayanan rumah sakit ditunjukkan untuk : pasien/penderita dan
keluarganya, orang sehat, masyarakat luas, dan institusi (asuransi, pendidikan,
dunia usaha, kepolisian dan kejaksaan). Pelayanan terhadap pasien meliputi :
pemeriksaan, penegakan diagnosis, tindakan terapeutik (pengobatan), tindakan
pembedahan, penyinaran dan lain-lain.
Bentuk pelayanan rumah sakit dibagi atas pelayanan dasar, pelayanan
spesialistik dan sub spesialistik dan pelayanan penunjang. Bentuk pelayanan ini
akan sangat ditentukan juga oleh tipe rumah sakit.
Pelayanan dasar rumah sakit: rawat jalan (politeknik/ambulatory), rawat
inap (inpatient care), dan rawat darurat (emergency care). Rawat jalan merupakan
pertolongan kepada penderita yang masih cukup sehat untuk pulang ke rumah.
Rawat inap merupakan pertolongan kepada penderita yang memerlukan
asuhan keperawatan terus-menerus (continuous nursing care) hingga sembuh.

9
Rawat darurat merupakan pemberian pertolongan kepada penderita yang
dilaksanakan dengan segera.
Rawat darurat dilakukan dengan prinsip-prinsip : revive, review dan repair.
Setiap pasien masuk rawat darurat khusus di rumah sakit kemungkinan dapat
melalui 3 bagian sebelum masuk ke ruang rawat inap, atau kembali kerumah
sendiri. Bagian-bagian ini adalah : ruang triage, ruang tindakan dan ruang
observasi.

1. Pelayanan medis spesialistik dan sub spesialistik meliputi : Pelayanan spesialis


bedah, terdiri dari 8 spesialis yakni : bedah syaraf, bedah tumor, bedah urologi,
bedah umum dan digestive, bedah orthopedic, bedah anak, bedah plastik dan
rekonstruksi , bedah torax dan kardiovaskuler.
2. Pelayanan spesialis penyakit dalam terdiri dari 8 (delapan) sub spesialis yakni
gastro enterologi, metabolisme/endokrin, cardiology, tropical medicine,
rheumatologi, pulmonologi, ginjal dan hematology.
3. Pelayanan spesialis kebidanan dan penyakit kandungan terdiri dari 7 (tujuh) sub
spesialis yakni obstetric dan gynocologi umum, perinatologi, endokrinologi,
onkologi, obstetric dan gynocolgi social, reproduksi dan rekonstruksi.
4. Pelayanan spesialis kesehatan anak terdiri dari 14 (empat belas) sub spesialis
yakni hematologyk pulmonologi , gastroenterologyk alergi immunologi, gizi,
penyakit infeksi, pencitraan, nephrology, neonatology, endokrinologi, cardiologi,
tumbuh kembang, dan pediatric gawat darurat.
5. Pelayanan spesialis telinga, hidung dan tenggorokan terdiri dari 6 (enam) sub
spesialis, yakni : otology, audiologi-vestibular, faring-laringologi, rhinologi,
onkologi THT dan bronkho-esofagologi.
6. Pelayanan spesial mata, terdiri dari 5 sub spesialis, yakni : glaucoma, external eye
disease, retina/uvea, tumor dan trauma rekonstruksi.
7. Pelayanan spesialis neurology, terdiri dari 6 (enam) sub spesialis, yakni : neuro
muscular, neuro fisiologi, neurologi anak, neuro opthalmologi, neuro radiologi
dan neuro restorasi.
8. Pelayanan spesialis kulit dan kelamin, terdiri dari 7 (tujuh) sub spesialis, yakni :
allergi immunologi, kosmetik, mikologi, dermatologi, penyakit hubungan seksual,
umum dan MH (Morbus Hansen).

10
9. Pelayanan spesialis anaesthesi, terdiri dari 6 (enam) sub spesialis, yakni : thorax
& cardiovascular anaesthesia, neuro anaesthesia, regional analgesia, obstetric
anaesthesia and labor painless, pain clinic and palliative care, dan intensive cara
unit.
10. Pelayanan medis spesialis rehabilitasi medik.
11. Pelayanan medis spesialis gizi klinik.
12. Pelayanan bedah (operasi) dilakukan di instalasi bedah sentral. Instalasi
bedah sentral merupakan pusat seluruh kegiatan pembedahan pasien di rumah
sakit. Oleh karena itu, ada prinsip-prinsip yang harus dipatuhi di dalam bedah
sentral ini, yaitu : cukup nyaman bagi tim, mencegah infeksi dan kontaminasi, dan
membuat barrier antara hal-hal yang sifatnya bersih dengan yang kotor.

Selain itu juga di rumah sakit terdapat pelayanan penunjang, yaitu :


penunjang diagnostic (radiology dan laboratorium), penunjang terapi (farmasi, gizi,
rehabilitasi media dan kamar bedah). Pelayanan penunjang medis spesialistik, terdiri
dari :

1. Pelayanan spesialis radiology, yang terbagi atas : sub spesialis radiology anak, sub
spesialis C. Tomografi, sub spesialis radiology, dan sub spesialis angiografi.
2. Pelayanan spesialis patologi klinik.
3. Pelayanan spesialis parasitologi klinik.
4. Pelayanan spesialis mikrobiologi klinik.
5. Pelayanan spesialis patologi anatomi.

2.3 Klasifikasi Agensi Pelayanan Kesehatan

Menurut Perry (2009) dalam sistem pelayanan kesehatan dapat mencakup


pelayanan dokter, pelayanan keperawatan, dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Dokter merupakan subsistem dari pelayanan kesehatan. Subsistem pelayanan
kesehatan tersebut memiliki tujuan masing-masing dengan tidak meninggalkan
tujuan umum dari pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang ada sekarang ini
dapat diselenggarakan oleh pihak pemerintah maupun swasta. Dalam pelayanan
kesehatan terdapat 3 bentuk, yaitu:

11
1. Primary Health Care (Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama)
Pelayanan kesehatan ini dibutuhkan atau dilaksanakan pada masyarakat
yang memiliki masalah kesehatan yang ringan atau masyarakat sehat tetapi ingin
mendapatkan peningkatan kesehatan agar menjadi optimal dan sejahtera sehingga
sifat pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan kesehatan
ini dapat dilaksanakan oleh puskesmas atau balai kesehatan masyarakat dan lain-
lain.
2. Secondary Helath Care (Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua)
Untuk pelayanan kesehatan ini diperlukan bagi masyarakat atau klien yang
membutuhkan perawatan dirumah sakit atau rawat inap dan tidak dilaksanakan di
pelayanan kesehatan utama. Pelayanan kesehatan ini dilaksanakan di rumah sakit
yang tersedia tenaga spesialis atau sejenisnya.
3. Tertiary Health Services (Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga)
Palayanan kesehatan ini merupakan tingkat pelayanan yang tertinggi
dimana tingkat pelayanan ini apabila tidak lagi dibutuhkan pelayanan pada tingkat
pertama dan kedua. Biasanya pelayanan ini membutuhkan tenaga-tenaga yang ahli
atau spesialis dan sebagai rujukan utama seperti rumah sakit yang tipe A atau B.

2.4 Dampak Manajemen Care


Merupakan akibat yang dihasilkan sebuah hasil dari sistem, yang terjadi relatif
lama waktunya. Setelah hasil dicapai, sebagaimana dalam sistem pelayanan kesehatan,
maka dampaknya akan menjadikan masyarakat sehat dan mengurangi angka kesakitan
dan kematian karena pelayanan terjangkau oleh masyarakat.

2.5 Tim Pelayanan Kesehatan


1. Model Kasus
Model kasus merupakan model pemberian asuhan yang pertama digunakan.
Sampai perang dunia kedua model tersebut merupakan model pemberian asuhan
keperawatan yang paling banyak digunakan. Pada model ini satu perawat akan
memberikan asuhan keperawatan kepada seorang pasien secara total dalam satu
periode dinas. Jumlah pasien yang dirawat oleh satu perawat sangat tergantung

12
kepada kemampuan perawat dan kompleksnya masalah dan pemenuhan kebutuhan
pasien.
Dalam model kasus perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang
mencakup seluruh aspek keperawatan yang dibutuhkan pasien. Pada model ini
perawat memberikan asuhan keperawatan kepada seorang pasien secara
menyeluruh, sehingga mengetahui apa yang harus dilakukan terhadap pasien
dengan baik, sehingga pasien merasa puas dan merasakan lebih aman karena
mengetahui perawat yang bertanggung jawab atas dirinya. Dengan model ini
menuntut seluruh tenaga keperawatan mempunyai kualitas professional dan
membutuhkan jumlah tenaga keperawatan yang banyak.
Model ini sangat sesuai digunakan di ruangan rawat khusus seperti ruang
perawatan intensif, misalnya ruang ICCU, ICU, HCU, Haemodialisa dan
sebagainya.

2. Model Fungsional
Model fungsional dikembangkan setelah perang dunia kedua, dimana
jumlah pendidikan keperawatan meningkat dan banyak lulusan bekerja di rumah
sakit dari berbagai jenis program pendidikan keperawatan. Agar pemanfaatan yang
bervariasi tenaga keperawatan tersebut dapat dimaksimalisasi, maka memunculkan
ide untuk mengembangkan model fungsional dalam palayanan asuhan
keperawatan.
Pada model fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada
penyelesaian tugas dan prosedur keperawatan. Setiap perawat diberikan satu atau
beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat di suatu
ruangan. Suatu perawat mungkin bertanggung jawab dalam pemberian obat,
mengganti balutan, monitor infuse, dan sebagainya. Prioritas utama yang
dikerjakan adalah pemenuhan kebutuhan fisik sesuai dengan kebutuhan pasien dan
kurang menekankan kepada pemenuhan kebutuhan pasien secara holistic, sehingga
dalam penerapannya kualitas asuhan keperawatan sering terabaikan, karena
pemberian asuhan yang terfragmentasi. Komunikasi antara perawat sangat terbatas,
sehingga tidak ada satu perawat yang mengetahui tentang satu klien secara
komprehensif, kecuali mungkin kepala ruangan. Hal ini sering menyebabkan klien

13
kurang puas dengan pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan, karena
seringkali klien tidak mendapat jawaban yang tepat tentang hal – hal yang
ditanyakan, dan kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan
perawat.
Kepala ruangan bertanggung jawab untuk mengarahkan dan mensupervisi.
Komunikasi antar staf sangat terbatas dalam membahas masalah pasien. Perawat
terkadang tidak mempunyai waktu untuk berdiskusi dengan pasien atau
mengobservasi reaksi obat yang diberikan maupun mengevaluasi hasil tindakan
keperawatan yang diberikan .
Pada model ini kepala ruangan menentukan apa yang menjadi tugas setiap
perawat dalam suatu ruangan dan perawat akan melaporkan tugas – tugas yang
dikerjakan kepada kepala ruangan. Dan kepala ruangan lah yang bertanggung jawab
dalam membuat laporan pasien.
Dalam model fungsional ini koordinasi antar perawat sangat kurang
sehingga seringkali pasien harus mengulang berbagai pertanyaan atau permintaan
kepada semua petugas yang datang kepadanya, dan kepala ruangan lah yang
memikirkan setiap kebutuhan pasien secara komprehensif. Informasi yang
disampaikan bersifat verbal, yang seringkali terlupakan karena tidak didokumentasi
dan tidak diketahui oleh staf lain yang memberikan asuhan keperawatan.
Dengan menggunakan model ini kepala ruangan kurang mempunyai waktu
untuk membantu stafnya untuk mempelajari cara yang terbaik dalam memenuhi
kebutuhan pasien atau dalam mengevaluasi kondisi pasien dan hasil asuhan
keperawatan, kecuali terjadi perubahan yang sangat mencolok. Dan orientasi model
ini hanya pada penyelesaian tugas, bukan kualitas, sehingga pendekatan secara
holistic sukar dicapai.
Model fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas – tugas bila
jumlah staf sedikit, namun pasien selalu tidak mendapat kepuasan dari asuhan
keperawatan yang diberikan.

3. Model Tim
Setelah bertahun – tahun menggunakan model fungsional, beberapa
pimpinan keperawatan (nursing leader) mulai mempertanyakan keefektifan model

14
tersebut dalam pemberian asuhan keperawatan professional. Oleh karena adanya
berbagai jenis tenaga dalam keperawatan, diperlukan adanya supervisi yang
adekuat, maka pada tahun 1950 dikembangkan model tim dalam pelayanan asuhan
keperawatan.
Model tim merupakan suatu model pemberian asuhan keperawatan dimana
seorang perawat professional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif
dan kolaboratif ( Douglas, 1984 ).
Konsep model ini didasarkan kepada falsafah bawah sekelompok tenaga
keperawatan bekerja secara bersama – sama secara terkoordinasi dan kooperatif
sehingga dapat berfungsi secara menyeluruh dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada setiap pasien.
Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok
mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan
sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi, sehingga
setiap anggota tim merasakan kepuasan karena diakui kontribusinya di dalam
mencapai tujuan bersama yaitu mencapai kualitas asuhan keperawatan yang
bermutu. Potensi setiap anggota tim saling komplementer menjadi satu kekuatan
yang dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta timbul rasa
kebersamaan dalam setiap upaya pemberian asuhan keperawatan, sehingga dapat
menghasilkan sikap moral yang tinggi.
Pada dasarnya di dalam model tim menurut Kron & Gray ( 1987 )
terkandung dua konsep utama yang harus ada, yaitu :
1. Kepemimpinan
Kemampuan ini harus dipunyai oleh ketua tim, yaitu perawat professional (
registered nurse ) yang ditunjuk oleh kepala ruangan untuk bertanggung jawab
terhadap sekelompok pasien dalam merencanakan asuhan keperawatan,
merencanakan penugasan kepada anggota tim, melakukan supervise dan evaluasi
pelayanan keperawatan yang diberikan.
2. Komunikasi yang Efektif
Proses ini harus dilaksanakan untuk memastikan adanya kesinambungan
asuhan keperawatan yang diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien

15
secara individual dan membantunya dalam mengatasi masalah. Proses komunikasi
harus dilakukan secara terbuka dan aktif melalui laporan, pre atau post conference
atau pembahasan dalam penugasan, pembahasan dalam merencanakan dan
menuliskan asuhan keperawatan dan mengevaluasi hasil yang telah dicapai.
Pengajaran dan bimbingan secara insidental perlu dilakukan yang
merupakan bagian dari tanggung jawab ketua tim dalam pembinaan anggotanya.
Dalam model ini ketua tim menetapkan anggota tim yang terbaik untuk merawat
setiap pasien. Dengan cara ini ketua tim membantu semua anggota tim untuk belajar
apa yang terbaik untuk pasien yang dirawatnya berdasarkan kebutuhan dan
permasalahan yang dihadapi pasien.
Dalam pelaksanaan model ini, ketua tim dapat memperoleh pengalaman
praktek melakukan kepemimpinan yang demokratik dalam mengarahkan dan
membina anggotanya. Pimpinan juga akan belajar bagaimana mempertahankan
hubungan antar manusia dengan baik dan bagaimana mempertahankan hubungan
antar manusia dengan baik dan bagaimana mengkoordinasikan berbagai kegiatan
yang dilakukan dengan beberapa anggota tim secara bersama – sama. Untuk
mencapai kepemimpinan yang efektif setiap anggota tim harus mengetahui prinsip
dasar administrasi, supervise, bimbingan dan teknik mengajar agar dapat
dilakukannya dalam bekerja sama dengan anggota tim. Ketua tim juga harus
mampu mengimplementasikan prinsip dasar kepemimpinan.

Tanggung Jawab Kepala Ruangan, Ketua Tim dan Anggota Tim


1) Tanggung Jawab Kepala Ruangan
Model tim akan berhasil baik bila didukung oleh kepala ruangan, yang
berperan sebagai manajer di ruangan tersebut, yang bertanggung jawab dalam :
b. Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf sesuai dengan standar
asuhan keperawatan.
c. Membantu staf dalam menetapkan sasaran asuhan keperawatan
d. Memberikan kesempatan kepada Ketua Tim untuk mengembangkan
kepemimpinan.
e. Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang fungsi model tim
dalam system pemberian asuhan keperawatan.

16
f. Menjadi nara sumber bagi Ketua Tim.
g. Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan
h. Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.

2) Tanggung Jawab Ketua Tim


a. Mengkaji setiap pasien dan menetapkan rencana keperawatan
b. Mengkoordinasikan rencana keperawatan dengan tindakan medik.
c. Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota tim dan memberi
bimbingan melalui pre dan post conference
d. Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil yang diharapkan
serta mendokumentasikannya.

3) Tanggung Jawab Anggota Tim


a. Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan yang telah
disusun
b. Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah diberikan
berdasarkan respon pasien
c. Berpartisipasi dalam setiap memberikan masukan untuk meningkatkan
asuhan keperawatan
d. Menghargai bantuan dan bimbingan dari ketua tim

Pelaksanaan model tim tidak dibatasi oleh suatu pedoman yang kaku. Model
tim dapat diimplementasikan pada tugas pagi, sore, dan malam. Apakah terdapat 2
atau 3 tim tergantung pada jumlah dan kebutuhan serta jumlah dan kualitas tenaga
keperawatan. Umumnya satu tim terdiri dari 3 – 5 orang tenaga keperawatan untuk
10 – 20 pasien.
Berdasarkan hasil penelitian Lambertson seperti dikutip oleh Douglas (
1984 ), menunjukkan bahwa model tim bila dilakukan dengan benar merupakan
model asuhan keperawatan yang tepat dalam meningkatkan pemanfaatan tenaga
keperawatan yang bervariasi kemampuannya dalam memberikan asuhan
keperawatan. Hal ini berarti bahwa model tim dilaksanakan dengan tepat pada
kondisi dimana kemampuan tenaga keperawatan bervariasi.

17
Kegagalan penerapan model ini, jika penerapan konsep tidak dilaksanakan
secara menyeluruh/total dan tidak dilakukan pre atau post conference dalam system
pemberian asuhan keperawatan untuk pemecahan masalah yang dihadapi pasien
dalam penentuan strategi pemenuhan kebutuhan pasien.

4. Model Primer
Dengan berkembangnya ilmu keperawatan dan berbagai ilmu dalam bidang
kesehatan, serta meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan
keperawatan yang bermutu tinggi, dengan didasarkan bahwa pemberian asuhan
keperawatan model tim masih mempunyai beberapa kekurangan, maka berdasarkan
studi, para pakar keperawatan mengembangkan model pemberian asuhan
keperawatan yang terbaru yaitu model primer ( Primary Nursing ). Dan perawat
yang melaksanakan asuhan keperawatan disebut sebagai “Primary Nurse”.
Tujuan dari model primer adalah terdapatnya kontinuitas keperawatan yang
dilakukan secara komprehensif dan dapat dipertanggung jawabkan. Penugasan
yang diberikan kepada Primary Nurse atas pasien yang dirawat dimulai sejak pasien
masuk ke rumah sakit yang didasarkan kepada kebutuhan pasien atau masalah
keperawatan yang disesuaikan dengan kemampuan primary nurse. Setiap primary
nurse mempunyai 4 – 6 pasien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama pasien
dirawat. Primary nurse akan melakukan pengkajian secara komprehensif dan
merencanakan asuhan keperawatan. Selama bertugas ia akan melakukan berbagai
kegiatan sesuai dengan masalah dan kebutuhan pasien.
Demikian pula pasien, keluarga, staf medic dan staf keperawatan akan
mengetahui bahwa pasien tertentu merupakan tanggung jawab primary nurse
tertentu. Dia bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi
dalam merencanakan asuhan keperawatan dan dia juga akan merencanakan
pemulangan pasien atau rujukan bila diperlukan.
Jika primary nurse tidak bertugas, kelanjutan asuhan keperawatan
didelegasikan kepada perawat lain yang disebut “associate nurse”. Primary nurse
bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang diterima pasien dan
menginformasikan tentang keadaan pasien kepada kepala ruangan, dokter, dan staf
keperawatan lainnya. Kepala ruangan tidak perlu mengecek satu per satu pasien,

18
tetapi dapat mengevaluasi secara menyeluruh tentang aktivitas pelayanan yang
diberikan kepada semua pasien.
Seorang primary nurse bukan hanya mempunyai kewenangan untuk
memberikan asuhan keperawatan tetapi juga mempunyai kewenangan untuk
melakukan rujukan kepada pekerja social, kontak dengan lembaga social
masyarakat, membuat jadwal perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah dan
sebagainya. Dengan diberikannya kewenangan tersebut, maka dituntut
akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan. Primary nurse
berperan sebagai advokat pasien terhadap birokrasi rumah sakit.
Kepuasan yang dirasakan pasien dalam model primer adalah pasien merasa
dimanusiawikan karena pasien terpenuhi kebutuhannya secara individual dengan
asuhan keperawatan yang bermutu dan tercapainya pelayanan yang efektif terhadap
pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan advokasi. Kepuasan yang dirasakan
oleh primary nurse adalah tercapainya hasil berupa kemampuan yang tinggi terletak
pada kemampuan supervise. Staf medis juga merasakan kepuasannya dengan model
primer ini, karena senantiasi informasi tentang kondisi pasien selalu mutakhir dan
laporan pasien komprehensif, sedangkan pada model fungsional dan tim informasi
diperoleh dari beberapa perawat. Untuk pihak rumah sakit keuntungan yang dapat
diperoleh adalah rumah sakit tidak perlu mempekerjakan terlalu banyak tenaga
keperawatan, tetapi tenaga yang ada harus berkualitas tinggi.
Dalam menetapkan seseorang menjadi primary nurse perlu berhati – hati
karena memerlukan beberapa criteria, diantaranya dalam menetapkan kemampuan
asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai
keperawatan klinik, akuntabel serta mampu berkolaborasi dengan baik antar
berbagai disiplin ilmu. Di Negara maju pada umumnya perawat yang ditunjuk
sebagai primary nurse adalah seorang Clinical Specialist yang mempunyai
kualifikasi master.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa model primer dapat meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan bila dibandingkan dengan model tim, karena :
a. Hanya satu perawat yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat dalam
perencanaan dan koordinasi asuhan keperawatan.

19
b. Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4 – 6 pasien bila dibandingkan
dengan 10 – 20 orang pada setiap tim
c. Perawat tim bertanggung jawab selama 24 jam
d. Rencana pulang pasien dapat diberikan lebih awal
e. Rencana keperawatan dan rencana medic dapat berjalan parallel

5. Model Modular
Pengembangan model modular merupakan pengembangan dari primary
nursing yang digunakan dalam keperawatan dengan melibatkan tenaga professional
dan non professional.
Model modular mirip dengan model keperawatan tim, karena tenaga
professional dan non professional bekerja sama dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada beberapa pasien dengan arahan kepemimpinan perawat
professional.
Model modular mirip juga dengan model primer, karena tiap 2 – 3 perawat
bertanggung jawab terhadap asuhan beberapa pasien sesuai dengan beban kasus,
sejak pasien masuk, pulang dan setelah pulang serta asuhan lanjutan kembali ke
rumah sakit. Agar model ini efektif maka kepala ruangan secara seksama menyusun
tenaga professional dan non professional serta bertanggung jawab supaya kedua
tenaga tersebut saling mengisi dalam kemampuan, kepribadian, terutama
kepemimpinan. Dalam menerapkan model modular, 2 – 3 tenaga keperawatan bisa
bekerja sama dalam tim, serta diberi tanggung jawab penuh untuk mengelola 8 – 12
kasus. Seperti pada model primer, tugas tim keperawatan ini harus tersedia juga
selama tugas gilir ( shift ) sore-malam dan pada hari – hari libur, namun tanggung
jawab terbesar dipegang oleh perawat professional. Perawat professional
bertanggung jawab untuk membimbing dan mendidik perawat non professional
dalam memberikan asuhan keperawatan. Konsekuensinya peran perawat
professional dalam model modular ini lebih sulit dibandingkan dengan perawat
primer. Model modular merupakan gabungan dari model tim dan model primer.

6. Model Manajemen Kasus

20
Model manajemen kasus merupakan generasi kedua dari model primary
nursing. Dalam model ini asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan
pandangan, bahwa untuk penyelesaian kasus keperawatan secara tuntas
berdasarkan berbagai sumber daya yang ada.
Tujuan dari manajemen kasus adalah :
1. Menetapkan pencapaian tujuan asuhan keperawatan yang diharapkan sesuai
dengan standar
2. Memfasilitasi ketergantungan pasien sesingkat mungkin
3. Menggunakan sumber daya seefisien mungkin
4. Memfasilitasi secara berkesinambungan asuhan keperawatan melalui
kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya
5. Pengembangan profesionalisme dan kepuasan kerja
6. Memfasilitasi ahli ilmu pengetahuan

Kerangka kerja dari model manajemen kasus adalah :


1. Pasien masuk melalui “agency kesehatan”, manajer mempunyai
kewenangan dan tanggung jawab dalam perencanaan sampai dengan
evaluasi pada episode tertentu tanpa membedakan pasien itu berasal dari
unit mana.
2. Dalam manajemen kasus menggunakan dua cara, yaitu :
a. Case management plan ( CMP ). Merupakan perencanaan bersama
dari masing – masing profesi kesehatan
b. Critical path diagram ( CPD ). Merupakan penjabaran dari CMP dan
ada target waktunya
3. Manajer mengevaluasi perkembangan pasien setiap hari, yang mengacu
pada tujuan asuhan keperawatan yang telah ditetapkan. Bentuk spesifik dari
manajemen kasus ini tergantung dari karakteristik tatanan asuhan
keperawatan.

2.6 Peran Perawat Dalam Pelayanan Kesehatan

Berbagai peran perawat dalam proses pelayanan kesehatan bisa dibilang bukan
hanya merawat pasien yang ada di rumah sakit atau di pusat pelayanan kesehatan.

21
Perawat berperan penting dalam berbagai situasi yang ada dalam ranah kesehatan.
Antara lain :

1. Pemberi Asuhan Keperawatan


 Membantu klien secara fisik dan psikologik dengan tetap menjaga martabat
klien
 Tindakan keperawatan dapat melibatkan asuhan secara penuh, sebagian atau
suportif-edukatif
 Bertujuan memandirikan klien seoptimal mungkin
 Mencakup aspek fisik, psikologik, sosial- kultural dan spiritual
2. Komunikator
 Komunikasi terintegrasi dalam semua peran keperawatan
 Perawat berkomunikasi dengan klien, pendukung klien, tenaga kesehatan
lain, dan keluarga & komunitas
 Perawat mengidentifikasi masalah klien dan mengkomunikasikan secara
verbal atau tertulis kepada tim kesehatan lain
 Perawat harus kompeten untuk mengkomunikasikan secara jelas dan tepat
agar kebutuhan kesehatan klien dapat terpenuhi
3. Pendidik
 Membantu klien belajar tentang kesehatan dan cara memulihkan atau
memelihara kesehatan mereka
 Mengkaji kebutuhan pembelajaran dan kesiapan klien untuk belajar,
menetapkan tujuan belajar yang spesifik, menerapkan strategi penyuluhan
dan mengukurnya
 Mendidik perawat dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah dan berbagi
kepakarannya dengan sesama perawat dan tenaga kesehatan lain.
4. Pembela/Advokat klien
 Bertindak melindungi klien
 Memberikan informasi yang diperlukan klien atau memfasilitasi agar tenaga
kesehatan lain memberikan informasi yang diperlukan klien
 Menjelaskan kepada klien tentang hak hak mereka dan membantu mereka
untuk berbicara

22
5. Konselor
 Proses membantu klien untuk mengetahui dan mengatasi masalah
psikologik atau sosial, meningkatkan hubungan interpersonal, dan
meningkatkan pertumbuhan personal
 Memberikan dukungan emosional, intelektual, dan psikologik
 Membantu klien untuk mengembangkan sikap, perasaan dan perilaku
dengan melihat alternatif perilaku lain yang lebih sehat dan meningkatkan
kemampuan pengendalian diri.
6. Pembawa perubahan
 Memodifikasi perilaku, lingkungan dan sistem dan membantu klien
memperoleh kembali kesehatannya.
 Membawa pembaharuan dalam sistem pelayanan dan asuhan keperawatan
 Mengurangi resistensi terhadap perubahan dalam peningkatan kualitas
pelayanan dan asuhan keperawatan
7. Pemimpin
 Mempengaruhi orang lain untuk bekerjasama mencapai tujuan spesifik
 Diterapkan pada berbagai tingkat sistem klien: individu, keluarga,
kelompok dan komunitas
 Kepemimpinan efektif merupakan proses belajar yang membutuhkan
pemahaman tentang kebutuhan dantujuan yang memotivasi orang lain,
pengetahuan menerapkan keterampilan kepemimpinan, interpersonal untuk
pengaruhi orang lain
8. Manager
 Mengelola asuhan keperawatan pada sistem klien: individu, keluarga,
kelompok dan komunitas
 Mendelegasikan kegiatan keperawatan dan melakukan evaluasi dan
pembinaan terhadap kinerja mereka
 Memiliki pemahaman tentang struktur organisasi dan dinamikanya,
kewenangan, akuntabilitas, kepemimpinan, teori berubah, advokasi,
delegasi, supervisi dan evaluasi
9. Peneliti

23
 Menggunakan riset untuk meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan
keperawatandi Klinik, perawat membutuhkan:
a) Kesadaran tentang proses dan bahasa riset
b) Sensitif pada permasalah yang berhubungan dengan hak azasi manusia
c) Berperan serta dalam mengidentifikasi masalah yang layak diteliti
d) Memilah temuan riset yang layak dimanfaatkan

24
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan
utamanya adalah promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan),
preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan rehabilitasi (pemulihan)
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat. Yang dimaksud
sub sistem disini adalah sub sistem dalam pelayanan kesehatan yaitu input ,
proses, output, dampak, umpan balik.

3.2 Saran
Dalam sistem pelayanan kesehatan perlu terus di tingkatkannya mutu serta
kualitas dari pelayanan kesehatan agar sistem pelayanan ini dapat berjalan
dengan efektif, itu semua dapat dilakukan dengan melihat nilai-nilai yang ada
di masyarakat, dan diharapkan perawat dapat memberikan pelayanan dengan
kualitas yang bagus dan baik.
Untuk itu, kita sebagai mahasiswa keperawatan hendaknya mempersiapkan
secara matang baik dari segi kemampuan, sikap maupun pengetahuan yang
optimal guna menjadi generasi tenaga keperawatan penerus yang dapat
diandalkan yang mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

25
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul 1995. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan : aplikasi prinsip lingkaran
pemecahan masalah. Jakarta: Pustaka sinar harapan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 028/Menkes/Per/I/2011


Tentang Klinik Klinik

Peraturan Menteri Kesehatan Ri Nomor 741/Menkes/Per/Vii/2008 Tentang Standar


Pelayanan Minimal Bidan Kesehatan Di Kabupaten/Kota

Perry, Potter., (2009) Fundamental Keperawatan,Buku 1, Edisi 7. Jakarta: Salemba


Medika.

Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

26

Anda mungkin juga menyukai