PENDAHULUAN
Korupsi adalah suatu tindak pidana yang merugikan banyak pihak. Penyebab adanya
tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan tetapi, secara umum
dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan pribadi atau orang lain secara tidak sah.
Banyak kasus korupsi yang sampai sekarang tidak diketahui ujung pangkalnya
Korupsi tidak akan pernah bisa kita pisahkan dari apa yang dinamakan kekuasaan. Di mana
ada kekuasaan, pasti ada korupsi. Hal ini telah menjadi kodrat dari kekuasaan itu sendiri,
yang menjadi “pintu masuk” bagi terjadinya tindakan korupsi. Kekuasaan dan korupsi yang
selalu berdampingan, layaknya dua sisi mata uang, merupakan hakikat dari pernyataan yang
disampaikan oleh Lord Acton, dari Universitas Cambridge, “Power tends to corrupt, and
absolute power corrupt absolutely.
Melihat konteks kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, korupsi kelas kakap,
merupakan korupsi serius yang merugikan negara dan masyarakat banyak. Korupsi yang
dimaksud ini juga tidak lepas dari masalah kekuasaan. Para pejabat publik telah dengan
sengaja menyalahgunakan wewenangnya untuk melakukan tindakan melanggar hukum untuk
kepentingan pribadi. Seorang pejabat publik yang memegang kekuasaan (memiliki
1
wewenang) secara otomatis memiliki daya untuk mempengaruhi kebijakan yang akan
dikeluarkan. Sesuai dengan sifat dari kekuasan (kekuasaan politik) itu, yaitu mengendalikan
tingkah laku manusia (masyarakat) secara koersif (memaksa) agar supaya masyarakat
bersedia tunduk kepada negara (pemerintah). Dalam hal ini, setiap kebijaksanaan yang
diberlakukan sejatinya merupakan sebuah ketentuan atau aturan yang sesuai dengan tujuan-
tujuan pemegang kekuasaan sendiri. Dari sini lah peluang untuk terjadinya tindakan korupsi
besar sekali.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1..Pengertian Korupsi
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk,rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat
publik, baik politisi maupunpegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu
yang secara tidak wajar dan tidaklegal menyalahgunakan kepercayaan publik yang
dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut:
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk
keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam
prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
3
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah
kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
a) Penegakan hukum tidak konsisten, penegakan hukum hanya sebagai make up politik,
sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti pemerintahan.
c) Langkanya lingkungan yang antikorup, sistem dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan
sebatas formalitas.
g) Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi, saat tertangkap
bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan
hukumannya.
h) Budaya permisif/serba membolehkan, tidak mau tahu, menganggap biasa bila sering
terjadi. Tidak peduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi.
4
i) Gagalnya pendidikan agama dan etika. Pendapat Franz Magnis Suseno bahwa agama
telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku
masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Sebenarnya agama bisa memainkan peran
yang lebih besar dalam konteks kehidupan sosial dibandingkan institusi lainnya, sebab
agama memiliki relasi atau hubungan emosional dengan para pemeluknya. Jika
diterapkan dengan benar kekuatan relasi emosional yang dimiliki agama bisa
menyadarkan umat bahwa korupsi bisa membawa dampak yang sangat buruk
(Indopos.co.id, 27 September 2005).
Mengutip teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory[2],
bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
Tindak korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Faktor-faktor penyebabnya bisa
dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga bisa berasal dari situasi lingkungan yang
kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Berikut ini adalah aspek-aspek penyebab
seseorang berbuat Korupsi.
Menurut Dr. Sarlito W. Sarwono, tidak ada jawaban yang persis, tetapi ada dua hal yang
jelas, yakni
Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak dan sebagainya).
Rangsangan dari luar (dorongan teman-teman, adanya kesempatan, kurang kontrol
dan sebagainya.
5
2.3. Faktor Internal Penyebab Korupsi
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Persepsi
terhadap korupsi. Pemahaman seseorang mengenai korupsi tentu berbeda-beda. Menurut
Pope (2003/2007), salah satu penyebab masih bertahannya sikap primitif terhadap korupsi
karena belum jelas mengenai batasan bagi istilah korupsi, sehingga terjadi ambiguitas dalam
melihat korupsi.Sementara itu Merican (1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya korupsi
adalah sebagai berikut:
Menurut bidang psikologi ada dua teori yang menyebabkan terjadinya korupsi, yaitu
teori medan dan teori big five personality. Menurut Lewin (dikutip dalam Sarwono, 2008)
teori medan adalah perilaku manusia merupakan hasil dari interaksi antara faktor kepribadian
(personality) dan lingkungan (environment) atau dengan kata lain lapangan kehidupan
seseorang terdiri dari orang itu sendiri dan lingkungan, khususnya lingkungan kejiwaan
(psikologis) yang ada padanya. Melalui teori ini, jelas bahwa perilaku korupsi diapat
dianalisis maupun diprediksi memiliki dua opsi motif yakni dari sisi lingkungan atau
kepribadian individu terkait.
Teori yang kedua adalah teori big five personality. Menurut Costa dan McCrae
(dikutip dalam Feist & Feist, 2008), big five personality merupakan konsep yang
mengemukakan bahwa kepribadian seseorang terdiri dari lima faktor kepribadian, yaitu
extraversion, agreeableness, neuroticism, openness, dan conscientiousness.
6
Selain faktor-faktor internal di atas, terdapat faktor-faktor internal lainnya.faktor tersebut
yaitu :
Korupsi yang dilakukan bukan karena kebutuhan primer, yaitu kebutuhan pangan.
Pelakunya adalah orang yang berkecukupan, tetapi memiliki sifat tamak, rakus, mempunyai
hasrat memperkaya diri sendiri. Unsur penyebab tindak korupsi berasal dari dalam diri
sendiri yaitu sifat tamak/rakus. Maka tindakan keras tanpa kompromi, wajib hukumnya.
Orang yang moralnya kurang kuat mudah tergoda untuk melakukan tindak korupsi.
Godaan bisa datang dari berbagai pengaruh di sekelilingnya, seperti atasan, rekan kerja,
bawahan, atau pihak lain yang memberi kesempatan.
B. Aspek Sosial
7
2.4. Faktor Eksternal Penyebab Korupsi
Dalam sebuah organisasi, kesalahan individu sering ditutupi demi menjaga nama baik
organisasi. Demikian pula tindak korupsi dalam sebuah organisasi sering kali ditutup-tutupi.
Akibat sikap tertutup ini, tindak korupsi seakan mendapat pembenaran, bahkan berkembang
dalam berbagai bentuk. Sikap masyarakat yang berpotensi memberi peluang perilaku korupsi
antara lain:
2. Aspek Ekonomi
Aspek Ekonomi sering membuka peluang bagi seseorang untuk korupsi. Pendapatan
yang tidak dapat memenuhi kebutuhan atau saat sedang terdesak masalah ekonomi membuka
ruang bagi seseorang untuk melakukan jalan pintas, dan salah satunya adalah korupsi.
8
3. Aspek Politis
Politik uang (money politics) pada Pemilihan Umum adalah contoh tindak korupsi,
yaitu seseorang atau golongan yang membeli suatu atau menyuap para pemilih/anggota partai
agar dapat memenangkan pemilu. Perilaku korup seperti penyuapan, politik uang merupakan
fenomena yang sering terjadi. Terkait hal itu Terrence Gomes (2000) memberikan gambaran
bahwa politik uang sebagai use of money and material benefits in the pursuit of political
influence (menggunakan uang dan keuntungan material untuk memperoleh pengaruh politik).
Penyimpangan pemberian kredit atau penarikan pajak pada pengusaha, kongsi antara
penguasa dan pengusaha, kasus-kasus pejabat Bank Indonesia dan Menteri di bidang
ekonomi pada rezim lalu dan pemberian cek melancong yang sering dibicarakan merupakan
sederet kasus yang menggambarkan aspek politik yang dapat menyebabkan kasus korupsi
(Handoyo: 2009).
d. Aspek Organisasi
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk sistem
pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi atau di
mana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi karena membuka peluang
atau kesempatan terjadinya korupsi (Tunggal, 2000). Aspek-aspek penyebab korupsi dalam
sudut pandang organisasi meliputi:
Pemimpin adalah panutan bagi bawahannya. Apa yang dilakukan oleh pemimpin
merupakan contoh bagi bawahannya.
Organisasi harus memiliki Tujuan Organisasi yang fokus dan jelas. Tujuan organisasi
ini menjadi pedoman dan memberikan arah bagi anggota organisasi dalam melaksanakan
kegiatan sesuati tugas dan fungsinya. Tatacara pencapaian tujuan dan pedoman tindakan
inilah kemudian menjadi kultur/budaya organisasi. Kultur organisasi harus dikelola dengan
9
benar, mengikuti standar-standar yang jelas tentang perilaku yang boleh dan yang tidak
boleh. Peluang terjadinya korupsi apabila dalam budaya organisasi tidak ditetapkan nilai-nilai
kebenaran, atau bahkan nilai dan norma-norma justru berkebalikan dengan norma-norma
yang berlaku secara umum (norma bahwa tindak korupsi adalah tindakan yang salah).
Dalam sebuah organisasi perlu ditetapkan visi dan misi yang diembannya, yang
dijabarkan dalam rencana kerja dan target pencapaiannya. Apabila organisasi tidak
merumuskan tujuan, sasaran, dan target kerjanya dengan jelas, maka akan sulit dilakukan
penilaian dan pengukuran kinerja.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
10
Korupsi pada dasarnya dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, menyentuh semua
kalangan di dalam masyarakat. Korupsi muncul bukan tanpa sebab. Korupsi merupakan
akibat dari sebuah situasi kondisi di mana seseorang membutuhkan penghasilan lebih, atau
merasa kurang terhadap apa yang dia peroleh jika menjalankan usaha dengan cara-cara yang
sah. Korupsi merupakan tindakan yang tidak lepas dari pengaruh kekuasaan dan kewenangan
yang dimiliki oleh individu maupun kelompok, dan dilaksanakan baik sebagai kejahatan
individu (professional) maupun sebagai bentuk dari kejahatan korporasi (dilakukan denga
kerjasama antara berbagai pihak yang ingin mendapatkan keuntungan sehingga membentuk
suatu struktur organisasi yang saling melindungi dan menutupi keburukan masing-masing).
Korupsi merupakan cerminan dari krisis kebijakan dan representasi dari rendahnya
akuntabilitas birokrasi publik
DAFTAR PUSTAKA
https://denyrizkykurniawan.wordpress.com/2012/11/25/faktor-penyebab-korupsi/
http://umum.galihpamungkas.com/faktor-faktor-penyebab-korupsi/
11
https://livingnavigation.wordpress.com/2009/05/01/korupsi-dan-faktor-penyebabnya/
http://sammylaramma.blogspot.co.id/2014/06/pendidikan-karakter-dan-anti-korupsi-2.html
http://jeyysiska.blogspot.co.id/2013/07/tindakan-korupsi-dan-penyebabnya.html
12