Anda di halaman 1dari 15

Istilah korupsi dalam bahasa Inggris corruption dan corrupt, dalam bahasa Perancis corruption

dan dalam bahasa Belanda corruptie yang menjadi kata korupsi dalam bahasa Indonesia. Henry
Campbell Black dalam Black's Law Dictionary menjabarkan korupsi adalah perbuatan yang
dilakukan dengan maksud memberikan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas
dan hak orang lain. Perbuatan seorang pejabat atau seorang pemegang kepercayaan yang secara
bertentangan dengan hukum, secara keliru menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan
keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, bertentangan dengan tugas dan hak
orang lain.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan tentang pengertian istilah korup (kata
sifat) dan korupsi (kata benda). Korup adalah buruk, rusak, busuk. Arti lain korup adalah suka
memakai barang (uang) yang dipercayakan kepadanya; dapat disogok (memakai kekuasannya
untuk kepentingan pribadi). Mengkorup adalah merusak, menyelewengkan (menggelapkan)
barang (uang) milik perusahaan (negara) tempat kerjanya. Korupsi adalah penyelewengan atau
penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang
lain. Mengkorupsi adalah menyelewengkan atau menggelapkan (uang dan sebagainya).

Menurut Kamus Oxford, korupsi adalah perilaku tidak jujur atau ilegal, terutama dilakukan
orang yang berwenang. Arti lain korupsi adalah tindakan atau efek dari membuat seseorang
berubah dari standar perilaku moral menjadi tidak bermoral. Berdasarkan Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999, korupsi adalah tindakan setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Korupsi juga diartikan sebagai tindakan
setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
Juga menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan
atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Apa penyebab korupsi? Mengapa orang memilih menjadi korup daripada jujur? Bagi sebagian
orang, menjadi korup mungkin cara termudah atau memang satu-satunya cara untuk
mendapatkan apa yang mereka inginkan. Suatu kali, suap merupakan cara mudah untuk
menghindari hukuman. Untuk menjelaskan perilaku korupsi, ada beberapa teori yang
mengemukakan penyebab orang melakukan tindakan korupsi. Berikut teori yang paling umum:
Baca juga: Kasus Dugaan Korupsi di BTN Cabang Batam, Kejaksaan Agung Masih Tunggu
Penghitungan Kerugian Negara Teori Triangle Fraud (Donald R. Cressey) Ada tiga penyebab
mengapa orang korupsi yaitu adanya tekanan (pressure), kesempatan (opportunity) dan
rasionalisasi (rationalization). Teori GONE (Jack Bologne) Faktor-faktor penyebab korupsi
adalah keserakahan (greed), kesempatan (opportunity), kebutuhan (needs) dan pengungkapan
(expose). Teori CDMA (Robert Klitgaard) Korupsi (corruption) terjadi karena faktor kekuasaan
(directionary) dan monopoli (monopoly) yang tidak dibarengi dengan akuntabilitas
(accountability). Teori Willingness and Opportunity Menurut teori ini korupsi bisa terjadi bila
ada kesempatan akibat kelemahan sistem atau kurangnya pengawasan dan keinginan yang
didorong karena kebutuhan atau keserakahan. Teori Cost Benefit Model Teori ini menyatakan
bahwa korupsi terjadi jika manfaat korupsi yang didapat atau dirasakan lebih besar dari biaya
atau risikonya. Baca juga: Mampu Cegah Korupsi, Bupati Banggai Herwin Yatim Raih
Penghargaan KPK Apa dampak korupsi? Korupsi adalah hal yang konstan dalam masyarakat dan
terjadi di semua peradaban. Korupsi mewujud dalam berbagai bentuk serta menyebabkan
berbagai dampak, baik pada ekonomi dan masyarakat luas. Berbagai penelitian maupun studi
komprehensif soal dampak korupsi terhadap ekonomi dan juga masyarakat luas telah banyak
dilakukan hingga saat ini. Hasilnya, korupsi jelas menimbulkan dampak negatif. Di antara
penyebab paling umum korupsi adalah lingkungan politik dan ekonomi, etika profesional dan
moralitas, serta kebiasaan, adat istiadat, tradisi dan demografi. Korupsi menghambat
pertumbuhan ekonomi dan memengaruhi operasi bisnis, lapangan kerja, dan investasi. Korupsi
juga mengurangi pendapatan pajak dan efektivitas berbagai program bantuan keuangan.
Tingginya tingkat korupsi pada masyarakat luas berdampak pada menurunnya kepercayaan
terhadap hukum dan supremasi hukum, pendidikan dan akibatnya kualitas hidup, seperti akses ke
infrastruktur hingga perawatan kesehatan. Baca juga: Pernah Ada Kasus Korupsi, Tasikmalaya
Tetap Dapat Bantuan Keuangan Tertinggi di Jabar Secara ringkas, dampak masif korupsi dapat
dirasakan dalam berbagai bidang antara lain : Dampak ekonomi Dampak sosial dan kemiskinan
masyarakat Dampak birokrasi pemerintahan Dampak politik dan demokrasi Dampak terhadap
penegakan hukum Dampak terhadap pertahanan dan keamanan Dampak kerusakan lingkungan
Meski studi tentang korupsi terus berjalan, namun belum ada solusi pasti dalam memberantas
korupsi hingga saat ini. Sebab, suatu cara menangani korupsi bisa efektif di satu negara atau di
satu wilayah tapi belum tentu berhasil di negara lain.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Korupsi: Pengertian, Penyebab dan
Dampaknya", https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/11/185540869/korupsi-pengertian-
penyebab-dan-dampaknya?page=all.
Penulis : Arum Sutrisni Putri
Editor : Arum Sutrisni Putri
Pengertian korupsi adalah suatu tindakan dari seseorang yang menyalahgunakan sebuah
kepercayaan dalam suatu masalah maupun organisasi guna memperoleh keuntungan pribadi.
Korupsi sendiri berasal dari bahasa Latin “corruptio” yang merupakan kata kerja dari
“corrumpere” dan mempunyai arti rusak, membutar balikkan, busuk, menggoyahkan, ataupun
menyogok.

Menurut bahasanya, korupsi berari suatu tindakan pejabat publik baik itu politisi ataupun
pegawai negeri berikut pihak lainnya yang terlibat dalam tindakan yang tidak wajar dan tidak
benar atau dapat disebut ilegal dalam menyalahgunakan kepercayaan publik yang telah
dikuasakan kepada seseorang ataupun beberapa orang guna memperoleh suatu keuntungan
sepihak saja.

Definisi Korupsi Menurut Ahli


Korupsi menurut Black Law Dictionary adalah suatu bentuk perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja dan bermaksud untuk mendapatkan keuntungan yang tidak resmi dengan terlebih dulu
menggunakan hak hak dari pihak yang lain, secara salah dalam sebuah jabatannya ataupun
karakternya dalam mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri ataupun orang lain yang
berlawanan dengan kewajibannya dan hak hak dari mereka yang seharusnya menerimanya.

Definisi Korupsi Menurut UU


Selain itu, pengertian korupsi juga tercantum dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang menyatakan bahwa korupsi adlaah setiap
orang yang tergolong melawan hukum, melakukan suatu perbuatan memperkaya diri sendiri,
menguntungkan diri sendiri atau orang lain ataupun suatu kelompok, menyalahgunakan
kewenangan maupun kesempatan dan sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
yang dapat merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara.

Faktor Penyebab Korupsi


Korupsi dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya adalah faktor internal dan faktor
eksternal.

1. Faktor Internal

Faktor internal merupakan suatu sifat yang berasal dari dalam diri kita sendiri. Dasar perilaku
korup menurut faktor internal disebabkan dari adanya (1) sifat tamak dari seseorang yang seakan
selalu merasa tidak pernah cukup dengan apa yang diperolehnya, dan (2) gaya hidup yang
konsumtif dimana setia manusia akan terus berusaha untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak
akan terus berkurang, namun senantiasa terus bertambah.

2. Faktor Eksternal
Selain faktor internal, terdapat pula faktor eksternal yang mempengaruhi terjadi atau tidaknya
perilaku korup. Faktor eksternal ini diantaranya adalah (1) faktor politik, (2) faktor hukum, (3)
faktor ekonomi, dan (4) faktor organisasi.

Kesemua faktor tersebut dapat saling berkaitan dan saling berpengaruh karena antara satu faktor
dengan yang lainnya bisa saling tarik menarik. Baik itu faktor intenal ataupun faktor eksternal
biasanya akan tetap dibuktikan dalam sidang terdakwa kasus korupsi agar segala bentuk kerugian
yang telah disebabkan dapat dituntut dan dimintakan ganti kerugiannya.

Beberapa faktor eksternal yang telah disebutkan tadi kiranya perlu penjelasan lebih lanjut.
Namun tidak akan dijelaskan dalam artikel ini karena akan terlalu panjang dan membutuhkan
space tersendiri karena membahas perilaku korupsi tidak akan pernah cukup dalam satu bahasan
artikel saja.

Dampak Adanya Perilaku Korupsi


Korupsi berdampak buruk bagi suatu negara baik itu negara maju maupun negara yang sedang
berkembang. Namun begitu, dalam negara yang maju, risiko terjadinya korupsi sangatlah kecl
karena orang orang yang hidup di negara maju mempunyai pandangan yang cukup kritis serta
teknologi yang maju untuk mencegah tindakan korupsi.

Selain itu, di negara maju, kesejahteraan individu senantiasa terjamin yang akan menghindarikan
individu tersebut untuk melakukan hal hal yang sifatnya buruk seperti halnya korupsi. Hal ini
tentunya sangat berbeda bagi negara yang sedang berkembang.

Orang orang yang ada di negara berkembang masih sangat sedikit yang peduli terhadap
negaranya sehingga para penguasa memiliki celah yang besar untuk melakukan korupsi, salah
satunya terjadi di Indonesia. Selain itu, di negara berkembang seperti Indonesia masih sangat
kurang undang undang yang menekan terjadinya korupsi.

Dampak dengan adanya korupsi di negara berkembang adalah menghalangi perekonomian untuk
rakyat sehingga rakyat akan semakin sengsara. Selain itu berdampak pada harga barang dan jasa
di suatu negara. Banyak pengusaha besar yang menyuap para petinggi pemerintahan agar para
pengusaha bisa mempermainkan harga dengan seenaknya sendiri. Hal tersebut tentunya akan
berdampak pada kebutuhan rakyat kecil yang semakin tidak berdaya.

Selain itu korupsi berdampak pada infrastruktur negara yang rusak. Rusaknya infrastruktur
seperti jalan raya, jembatan, dan fasilitas umum lainnya karena tindakan korupsi.

Korupsi antara pejabat pemerintah dengan pengusaha yang membuat infrastruktur membuat
pengusaha tidak melakukan dengan serius kerjaannya dan hanya dikerjakan asal asalan sehingga
infrastruktur tersebut cepat rusak.

Hal tersebut terbukti dengan pengerjaan pengaspalan diberbagai wilayah di Indonesia. Banyak
pengerjaan pengaspalan jalan yang dilakukan seenaknya sendiri yang berakibat jalan rusak lagi
dalam waktu yang cukup singkat.
Cara Mengatasi Korupsi
Tindakan korupsi terjadi karena adanya pemusatan kekuasaan, birokrasi yang tidak sehat,
pengeluaran pemerintah yang sangat banyak, hukum yang tidak tegas, penguasa yang
mempunyai sifat jahat dan pengawasan yang tidak terlalu ketat bahkan tidak ada pengawasan
sama sekali.

Cara yang paling baik agar korupsi dapat ditekan dan dihilangkan di negara Indonesia ini adalah
dengan cara memperbarui sistem birokrasinya, menerapkan sistem hukum yang tegas dan
menekan agar kasus korupsi tidak terjadi lagi, birokrasi yang lebih transparan sehingga setiap
warga negara bisa mengawasi pejabat negara tanpa ada yang ditutup tutupi lagi. Pengawasan bisa
dilakukan dengan kerja sama dengan media pers, agar kebijakan pemerintah dapat diketahui dan
dimengerti oleh seluruh masyarakat.

Mengukur Korupsi
Dalam artian statistik, mengukur korupsi adalah untuk membandingkan beberapa negara yang
secara alami dan tidak sederhana karena pelakunya lebih banyak bersembunyi guna menghindari
nama baiknya yang telah tercemar. Tranparansi internasional dan beberapa lembaga swadaya
yang terkemuka yang bergerak dalam bidang anti korupsi memberikan 3 bentuk tolak ukur yang
diterbitkan dan terus diperbarui setiap tahunnya yang dinamakan sebagai Indeks Persepsi
Korupsi.

Barometer korupsi ditingkat global berdasarkan suatu survei pandangan rakyat terhadap adanya
persepsi dan pengalaman terhadap korupsi dan adanya kegiatan survei pemberi sogokan dapat
melihat seberapa relanya suatu perusahaan asing dalam memberikan sogokan sogokan kepada
pihak pihak yang terkait agar kebijakannya tidak merugikan bisnis mereka.

Bahkan, bank dunia sebagai salah satu penggerak dan evaluator perkenomian global bahkan juga
mengumpulkan sejumlah data yang terkait dengan kasus korupsi berikut sejumlah indikator
korupsi dalam sistem tata pemerintahan.

Korupsi Dikaitkan Dengan Alat Politik


Seringkali, dalam suatu negara, politisi akan menyerang lawan mainnya dengan mengeluarkan
isu atau tuduhan terkait kasus korupsi. Seperti halnya kasus yang pernah terjadi di Tiongkok,
dimana Zhu Rongji dilemahkan oleh Hu Jintao yang melemahkan beragam lawan politik mereka
menggunakan isu korupsi.

Dikarenakan korupsi merupakan tindakan tidak terpuji yang banyak dibenci masyarakat karena
banyak menimbulkan kerugian, maka hal ini juga dijadikan salah satu trik dalam bermain politik
tidak sehat diantara para elit politik.
Membangun Sikap  Antikorupsi

Setelah Melakukan Penyadaran Antikorupsi  kepada Kelompok Sasaran melalui penumbuhan


semangat melawan korupsi, penyadaran dampak korupsi, dan  cara berpikir  kritis  terhadap
masalah korupsi , penyuluh antikorupsi  juga perlu membangun sikap antikorupsi. Penyuluh
antikorupsi dapat melakukan penyuluhan untuk membangun sikap antikorupsi dengan tema-tema
antara lain:

 Nilai-nilai antikorupsi
 Contoh Kode etik profesi/organisasi
 Pengertian integritas dan indikatornya
 Konflik Kepentingan

PERILAKU ANTI KORUPSI

Tanggal 9 Desember yang lalu di peringati sebagai Hari Anti Korupsi (HAK) Sedunia.
Penetapan HAK ini dilakukan oleh PBB sebagai bentuk perlawanan terhadap korupsi dan untuk
membangkitkan kesadaran serta kewaspadaan terhadap maraknya korupsi.

Peringatan tahun ini merupakan peringatan yang ke 15 sejak pertama kali ditetapkannya Hari
Anti Korupsi Sedunia. Melalui resolusi 58/4 pada 31 Oktober 2003, PBB menetapkan 9
Desember sebagai Hari Anti Korupsi Sedunia. Dengan penetapan tersebut PPB juga mewajibkan
negara anggotanya dengan serius memerangi dan mencegah korupsi.

Korupsi adalah musuh bersama yang telah lama menjadi parasit, yang secara sengaja
mengerogoti sendi-sendi keadilan dan membajak kebijakan serta mengorbankan kepentingan
masyarakat. Kerusakan yang ditimbulkan juga tidak sederhana, karena berskala masif dengan
dampak jangka panjang, sehingga pada banyak kasus dapat dilihat korelasinya dengan penurunan
kualitas kehidupan masyarakat. Untuk itu, korupsi disebut sebagai kejahatan luar biasa (extra
ordinary crime) sehingga penanganannya harus mendapat prioritas utama.

Korupsi menjadi masalah di banyak negara di dunia. Tak terkecuali Indonesia


juga mengalami masalah korupsi dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Korupsi berdampak hampir pada setiap sendi kehidupan
masyarakat. Upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan Oleh KPK, Polri dan Kejaksaan
seperti tidak ada habisnya. Tiap tahun justru makin banyak kita temui para pejabat pemerintah
yang tertangkap akibat kasus korupsi. Sejak didirikan pada tahun 2003 KPK telah banyak
mengungkap kasus korupsi, mulai yang melibatkan pejabat pemerintah daerah, pejabat
pemerintah pusat bahkan sekelas mentri.

Bukan hanya korupsi dalam skala besar, namun perilaku korupsi ini masih banyak juga kita
temui dalam skala kecil seperti dalam proses pelayanan public. Sikap koruptif dalam pelayanan
publik seperti penyuapan, pemerasan dan nepotisme menjadi cikal bakal korupsi yang lebih
besar, jika para oknum terus dibiarkan. Ini semua menjadi peringatan bagi kita semua bahwa
pemberantasan korupsi tidak hanya bagaimana menangkap dan memidanakan pelaku tindak
pidana korupsi, tapi juga bagaimana tindakan preventif (pencegahan)  agar tidak terulang pada
masa yang akan datang.

Perilaku korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi menyangkut hal-hal
yang bersifat kompleks. Faktor-faktor penyebabnya bisa berasal dari internal pelaku korupsi,
pola-pola budaya lokal maupun dari faktor lingkungan sosial secara luas. Salah satu akar
penyebab berkembangnya praktik korupsi diduga berasal dari rendahnya integritas para
pelakunya dan masih kentalnya budaya permisif (Memaklumi) terhadap tindakan korupsi.

Indeks Perilaku Anti Korupsi

Badan Pusat Statistik (BPS) sejak tahun 2002 telah melakukan survei Perilaku Anti Korupsi
(SPAK). Tujuan survei adalah untuk mengukur persepsi, pengetahuan, perilaku, dan pengalaman
individu terkait anti korupsi di Indonesia. SPAK juga mengukur sejauh mana budaya "zero
tolerance" atau tidak mentolerir terhadap korupsi sudah terinternalisasi dalam setiap individu.

Data yang dikumpulkan mencakup pendapat terhadap kebiasaan di masyarakat dan pengalaman
berhubungan dengan layanan publik dalam hal perilaku penyuapan (bribery), pemerasan
(extorton), dan nepotisme (nepotsm).

Berdasarkan Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) yang dilakukan oleh BPS, terlihat bahwa
Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) masyarakat Indonesia di tahun 2018 sebesar 3,66 pada
skala 0 sampai 5. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan capaian tahun 2017 yang berada
pada posisi 3,71.

Sebagai bahan informasi : Nilai indeks yang semakin mendekati 5 menunjukkan bahwa


masyarakat berperilaku semakin anti korupsi, sebaliknya nilai IPAK yang semakin mendekati 0
menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin
permisif (memaklumi/memperbolehkan)  terhadap korupsi.

IPAK 3.66 ini menunjukkan adanya pemahaman dan penilaian masyarakat terhadap perilaku anti
korupsi yang semakin baik.

Namun yang menarik, Dari 6 tahun pelaksanaan penilaian perilaku anti korupsi sejak tahun 2012
diperoleh informasi bahwa Posisi skor pengalaman anti korupsi masyarakat selalu lebih rendah
dari skor pengetahuan atau persepsi anti korupsi masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa
peningkatan atau perbaikan dalam pengetahuan atau persepsi anti korupsi masyarakat tidak
dipraktekkan dalam kehidupan keseharian masyarakat untuk menghindari atau terhindar dari
pengalaman yang beresiko korupsi.

Dengan kata lain meskipun memiliki pengetahuan dan sikap yang menolak tindakan koruptif
tidak selalu sejalan dalam praktek kesehariannya. Hal ini disebabkan masyrakat masih sangat
permisif dengan budaya-budaya yang tanpa disadari hal itu menjadi awal dari perilaku koruptif.
Sebagai contoh, dari hasil survei ini masih ada 30.3 persen masyarakat yang menganggap
wajar/lumrah jika memberikan uang melebihi ketentuan pada saat pengurusan administrasi
seperti mengurus KTP dan Kartu Keluarga.

Padahal untuk menjadi bangsa yang anti korupsi sikap permisif terhadap tindakan koruptif harus
kita tinggalkan. Karena praktek-praktek seperti inilah yang menjadi bibit korupsi yang lebih
besar dikemudian hari.

Hasil survei ini seakan mengkonfirmasi makin banyak OTT yang dilakukan KPK tahun ini.
Sampai akhir tahun 2018 ini saja, Berdasarkan data yang di keluarkan oleh KPK, KPK telah
melakukan 37 Operasi Tangkap Tangan (OTT) Kepala Daerah. Jumlah ini jauh lebih banyak dari
OTT tahun 2017 yaitu 19 kali. Bahkan OTT tahun 2018 diklaim sebagai OTT terbanyak
sepanjang sejarah berdrinya KPK.

Peran Keluarga membentuk pribadi Anti Korupsi

Pemberantasan korupsi tidak hanya bagaimana menangkap dan memidanakan pelaku korupsi,
tapi juga bagaimana pencegahan dilakukan  agar tidak terus terulang. Pemberantasan korupsi
mari bersama kita serahkan kepada aparat penegak hukum. 

Namun untuk urusan pencegahan tidak bisa kita hanya berharap kepada KPK, Kejaksaa, ataupun
polri. Pencegahan diperlukan upaya dari semua pihak, mulai dari level pemerintah pusat,
pemerintah daerah, bahkan sampai level keluarga. Keluarga harus berperan jauh lebih aktif
melawan korupsi sejak dini. 

Dari hasil SPAK oleh BPS, diperoleh hasil bahwa indeks keluarga memiliki skor tertnggi dalam
membentuk perilaku anti korupsi sejak dini. Peran ini lebih tinggu dibanding dengan lingkungan
yang berada di psosisi ke dua.

Perilaku kecil dan sederhana dalam keluarga perlu dibiasakan untuk membentuk pribadi anti
korupsi sejak dini, contohnya membiasakan anggota rumah tangga untuk tidak menggunakan
barang milik anggota rumah tangga yang lainnya tanpa seizing pemiliknya.

Begitu pula dengan istri yang harus mempertanyakan asal usul uang, jika menerima uang
tambahan di luar pengahasilan suaminya.

Dengan sikap-sikap seperti ini diharapkan keluarga bisa menjadi pioneer upaya pencegahan
korupsi diindonesia. Sekaligus membantu mengurangi korupsi di masa yang akan datang.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah
pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU N0. 20 Tahun 2001. Dari sudut pandang hukum,
tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur seperti perbuatan
melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana, memperkaya diri
sendiri, orang lain, atau korporasi, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Berdasarkan pasal, korupsi dirumuskan ke dalam 30 bentuk atau jenis tindak pidana korupsi.
Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan
pidana penjara karena korupsi. Namun, hanya ada 7 jenis korupsi yang paling sering terjadi atau
umum dilakukan. Sebelum mengenal 7 jenis korupsi beserta contohnya yang sering terjadi, ada
baiknya untuk mengenal apa itu korupsi terlebih dahulu. Melansir dari kanal kpk.go.id, menurut
perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam
UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU N0. 20 Tahun 2001.

Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam 30 bentuk atau jenis tindak
pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang
bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi.

Namun, Terdapat 7 jenis korupsi yang umum dilakukan. Berikut Liputan6.com menjabarkan
masing-masing dari 7 jenis korupsi tersebut

Korupsi Terkait dengan Kerugian Keuangan Negara


Merugikan keuangan negara merupakan satu dari 7 jenis korupsi yang umum terjadi. Jenis
perbuatan yang merugikan negara ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu mencari keuntungan
dengan cara melawan hukum dan merugikan negara serta menyalahgunakan jabatan untuk
mencari keuntungan dan merugikan negara.

Syaratnya harus ada keuangan negara yang masih diberikan. Biasanya dalam bentuk tender,
pemberian barang, atau pembayaran pajak sekian yang dibayar sekian. Kalau ada yang bergerak
di sektor industri alam kehutanan atau pertambangan, itu mereka ada policy tax juga agar mereka
menyetorkan sekali pajak, semua itu kalau terjadi curang nanti bisa masuk ke konteks ini
(kerugian negara).

Korupsi Terkait dengan Suap-Menyuap


Suap-Menyuap merupakan satu dari 7 jenis korupsi lainnya. Suap-menyuap merupakan tindakan
pemberian uang atau menerima uang atau hadiah yang dilakukan oleh pejabat pemerintah untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya
sebagimana perbedaan hukum formil dn materiil.
Contoh dari kasus korupsi suap-menyuap seperti menyuap pegawai negeri yang karena
jabatannya bisa menguntungkan orang yang memberikan suap, menyuap hakim, pengacara, atau
advokat. Korupsi jenis ini telah diatur dalam UU PTPK.

Korupsi Terkait dengan Penggelapan dalam Jabatan


Penggelapan dalam jabatan termasuk ke dalam kategori yang sering dimaksud sebagai penyalahgunaan
jabatan, yakni tindakan seorang pejabat pemerintah dengan kekuasaaan yang dimilikinya melakukan
penggelapan laporan keuangan, menghilangkan barang bukti atau membiarkan orang lain
menghancurkan barang bukti yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri dengan jalan merugikan
negara.

Korupsi Terkait dengan Perbuatan Pemerasan


Pemerasan merupakan tindakan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan
menyalahgunakan kekuasaaannya dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar,
atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya
sendiri. 

Berdasarkan definisi dan dasar hukumnya, pemerasan dapat dibagi menjadi 2 yaitu: 1.
Pemerasan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah kepada orang lain atau kepada masyarakat.
Pemerasan ini dapat dibagi lagi menjadi 2 (dua) bagian berdasarkan dasar hukum dan definisinya
yaitu:

- Pemerasan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah karena mempunyai kekuasaan dan dengan
kekuasaannya itu memaksa orang lain untuk memberi atau melakukan sesuatu yang
menguntungkan dirinya. Hal ini sesuai dengan Pasal 12 huruf e UU PTPK.

- Pemerasan yang dilakukan oleh pegawai negeri kepada seseorang atau masyarakat dengan
alasan uang atau pemberian ilegal itu adalah bagian dari peraturan atau haknya padahal
kenyataannya tidak demikian. Pasal yang mengatur tentang kasus ini adalah Pasal 12 huruf e UU
PTPK.

2. Pemerasan yang di lakukan oleh pegawai negeri kepada pegawai negeri yang lain. Korupsi
jenis ini di atur dalam Pasal 12 UU PTPK.

Korupsi Terkait dengan Perbuatan Curang


Perbuatan curang yang dimaksud dalam jenis korupsi ini biasanya dilakukan oleh pemborong, pengawas
proyek, rekanan TNI/Polri, pengawas rekanan TNI/Polri, yang melakukan kecurangan dalam pengadaan
atau pemberian barang yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau terhadap keuangan negara
atau yang dapat membahayakan keselamatan negara pada saat perang. Selain itu pegawai negeri yang
menyerobot tanah negara yang mendatangkan kerugian bagi orang lain juga termasuk dalam jenis
korupsi ini.
Korupsi Terkait dengan Benturan Kepentingan dalam
Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menghadirkan barang atau jasa yang
dibutuhkan oleh suatu instansi atau perusahaan. Orang atau badan yang ditunjuk untuk
pengadaan barang atau jasa ini dipilih setelah melalui proses seleksi yang disebut dengan tender.

Pada dasarnya, proses tender harus berjalan dengan bersih dan jujur. Instansi atau kontraktor
yang rapornya paling bagus dan penawaran biayanya paling kompetitif, maka instansi atau
kontraktor tersebut yang akan ditunjuk dan menjaga, pihak yang menyeleksi tidak boleh ikut
sebagai peserta.

Kalau ada instansi yang bertindak sebagai penyeleksi sekaligus sebagai peserta tender maka itu
dapat dikategorikan sebagai korupsi. Hal ini telah diatur dalam Pasal 12 huruf i UU PTPK.

Korupsi Terkait dengan Gratifikasi


Gratifikasi termasuk ke dalam 7 jenis korupsi. Jenis korupsi ini merupakan pemberian hadiah
yang diterima oleh pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara dan tidak dilaporkan kepada
KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi.

Gratifikasi dapat berupa uang, barang, diskon, pinjaman tanpa bunga, tiket pesawat, liburan,
biaya pengobatan, serta fasilitas-fasilitas lainnya. Jenis korupsi ini diatur dalam Pasal 12B UU
PTPK dan Pasal 12C UU PTPK, yang menentukan:

“Pegawai Negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau
patut di dugabahwa hadiah, tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
jabatannya.”
CATATAN KORUPSI

Sampai kapanpun, korupsi akan terus jadi musuh bersama yang harus diganyang keberadaannya.

tirto.id - Korupsi telah banyak menimbulkan kerugian di berbagai sektor. Perserikatan Bangsa-bangsa
(PBB) mencatat, korupsi adalah kejahatan serius yang dapat melemahkan pembangunan sosial dan
ekonomi di semua lapisan masyarakat. Baik negara, wilayah, maupun masyarakat dirasa tidak kebal
terhadap kejahatan ini. Setiap tahunnya, PBB mencatat sekitar $2,6 triliun lenyap akibat korupsi. Angka
tersebut setara dengan 5 persen PDB (Pendapatan Domestik Bruto) global.

Hari Anti-Korupsi Internasional muncul semenjak berlakunya Konvensi Anti-Korupsi PBB pada 31
Oktober 2003. Majelis Umum lewat Resolusi 58/4 menetapkan tanggal 9 Desember sebagai Hari Anti-
Korupsi Internasional. Keputusan itu diambil untuk meningkatkan kesadaran betapa bahayanya korupsi
serta menunjukkan peran PBB—yang diwakili UNDP dan UNODC—dalam memberantasnya.

Konvensi tersebut menyatakan bahwa PBB prihatin tentang keseriusan masalah dan ancaman yang
ditimbulkan oleh korupsi terhadap stabilitas keamanan masyarakat, institusi ataupun nilai demokrasi,
pembangunan berkelanjutan, sampai supremasi hukum. Dengan konvensi anti-korupsi itu pula, PBB
bermaksud mempromosikan dan memperkuat langkah-langkah pencegahan dalam pemberantasan
korupsi secara lebih efisien maupun memfasilitasi pelbagai kerjasama internasional.

Untuk tahun ini, Hari Anti-Korupsi Internasional mengambil tema “melawan korupsi untuk
pembangunan, perdamaian, dan keamanan.” Tujuan kampanye ini ialah menegaskan bahwa bagaimana
korupsi telah mempengaruhi pendidikan, kesehatan, keadilan, demokrasi, kemakmuran, serta
pembangunan. Guna memeranginya, diperlukan kerja sama maupun partisipasi antara pemerintah,
sektor swasta, organisasi non-pemerintah, media, dan warga seluruh dunia.

Afrika: Wilayah Paling Korup di Dunia?


Tidak ada negara yang kebal dari korupsi. Hanya kadar korupsinya yang berbeda di masing-masing
negara. Transparency International mengeluarkan Corruption Perception Index yang mendata tingkat
korupsi pada negara-negara di penjuru dunia. Ada beberapa hal yang dicatat Transparency International
melalui laporannya. Pertama, faktor yang menyebabkan negara memiliki indeks korupsi rendah ialah
buruknya institusi publik macam polisi dan pengadilan, masifnya penyuapan, pemerasan, sampai
penyalahgunaan anggaran oleh pejabat pemerintah.

Kondisi demikian dapat menyebabkan korupsi tumbuh subur, sistemik, melanggar HAM, hingga
menghambat pembangunan berkelanjutan. Contoh nyata bisa dilihat di kasus korupsi Petrobas,
perusahaan minyak nasional asal Brazil.

Kedua, negara dengan indeks korupsi tinggi (dalam artian tingkat korupsinya rendah) cenderung
memiliki kebebasan pers, keleluasaan akses terhadap informasi, standar integritas yang kuat, dan sistem
peradilan independen. Ketiga, korupsi dan ketidaksetaraan berandil dalam berkembangnya populisme.

Sepuluh besar negara dengan indeks korupsi tinggi mayoritas diduduki negara dari Eropa seperti
Denmark, Swedia, Swiss, Norwegia, Belanda, dan Jerman. Tetangga Indonesia, Singapura menjadi satu-
satunya wakil Asia yang masuk ke dalam kategori tersebut. Sedangkan pada sepuluh besar terbawah,
tujuh di antaranya adalah negara-negara Afrika seperti Somalia, Sudan Selatan, Suriah, Yaman, Sudan,
Libya, dan Guinea-Bissau.

Dari sini lantas muncul pertanyaan: benarkah Afrika bisa dikatakan wilayah paling korup? Dan apabila
betul, mengapa korupsi bergerak begitu masif di Afrika?

Pimpinan Transparency International Jose Ugaz mengatakan: “Korupsi [telah] menciptakan dan
meningkatkan kemiskinan di samping melahirkan pengucilan. Di saat para pemegang kekuatan politik
menikmati kehidupan yang mewah, jutaan orang Afrika menghadapi kekurangan kebutuhan dasar:
makanan, minuman, pendidikan, kesehatan, perumahan, serta akses air bersih maupun sanitasi.”

Baca juga: Dendam dan Kemiskinan Dorong Pemuda Somalia Jadi Teroris

Ucapan Ugaz bukannya tanpa dasar. Korupsi telah menyebabkan sekitar $50 miliar raib tiap tahunnya di
Afrika. Sebagian besar kasus korupsi di Afrika merupakan penyuapan. Di Ghana, misalnya, korupsi terjadi
dalam bentuk “penjarahan saham.” Politisi, pejabat publik, serta pelaku bisnis saling berkolusi untuk
memperoleh keuntungan dari perjanjian kontrak usaha antara pemerintah dan swasta. Lalu di Nigeria,
para pejabat disuap oleh kontraktor asing dari Inggris dan Italia sebesar $1,1 miliar agar bersedia
melepas akses ke ladang minyak yang disinyalir bernilai $500 miliar. Perusahaan ban Amerika, Goodyear
bahkan menyuap pejabat Kenya dan Angola sekitar $3,2 juta untuk memenangkan kontrak.

Data dari Bank Dunia menjelaskan, 71 persen perusahaan di Sierra Leone, 66,2 persen perusahaan di
Tanzania, 64 persen perusahaan di Angola, 75,2 persen perusahaan di Kongo, dan 63 persen perusahaan
di Mali berharap dapat memberikan “hadiah” agar memperoleh kontrak dari pemerintah.

Suap nyatanya tidak sebatas dilakukan para elit pemerintah melainkan juga oleh masyarakat di Afrika.
Hasil survei berikut memperlihatkan satu dari lima orang Afrika dinyatakan membayar suap untuk
mendapatkan dokumen resmi maupun akses terhadap kesehatan. Survei tersebut dilakukan dengan
43.000 koresponden di 28 negara Afrika.

Baca juga: Ramalan Bahaya Kuning & Tuduhan Rasis kepada Konferensi Asia-Afrika

“Ini [suap] terjadi mungkin karena orang miskin merasa tidak berdaya untuk melawan pejabat korup,”
ujar koordinator penelitian dan survei Transparency International, Coralie Pring. “Ketika menghubungi
polisi, lebih dari seperempat orang mengatakan pada kami bahwa mereka perlu menyuap untuk
mendapatkan bantuan atau menghindari masalah.”
Stephanie Hanson dari Council Foreign Relations menjelaskan ada beberapa langkah yang bisa ditempuh
untuk memutus mata rantai korupsi di Afrika, di antaranya menciptakan badan anti-korupsi. Sejauh ini
hanya dua negara saja dengan keberadaan badan pengawas korupsi yang dianggap efektif yakni
Namibia dan Malawi.

Selanjutnya, memperkuat institusi yang ada. Menurut para ahli, institusi pemerintahan di Afrika
cenderung memfasilitasi lahirnya korupsi sebab terdapat ketidakseimbangan antara eksekutif, legislatif,
serta pengadilan. Yang terakhir, Hanson menyarankan agar negara-negara Afrika mengurangi
ketergantungan terhadap bantuan luar negeri. Bagi sebagian pengamat ekonomi, hadirnya donor asing
justru menjadi celah untuk korupsi serta menghancurkan hubungan antara negara dan rakyat mengingat
anggaran ini rawan disalahgunakan karena proses pencairannya tak seketat anggaran belanja
pemerintahan.

Korupsi di Indonesia
Sementara posisi Indonesia menurut laporan Transparency International tersebut, berada pada urutan
90. Nilai Indonesia adalah 37 dari maksimal 100. Korupsi memang masih menjadi pekerjaan rumah besar
di Indonesia.

Data Indonesian Corruption Watch (ICW) yang dirilis Februari 2017 mencatat, ada 482 kasus korupsi di
Indonesia selama kurun waktu 2016. Dari jumlah itu, sebanyak 1.101 orang ditetapkan sebagai
tersangka dengan total nilai kerugian negara mencapai Rp1,45 triliun. Peringkat pertama pelaku korupsi
di Indonesia menurut ICW berasal dari kalangan birokrasi, yang umumnya melakukan tindakan korupsi
berupa pemerasan, memanipulasi tender, menganggarkan kegiatan fiktif, hingga korupsi kecil-kecilan
seperti memanipulasi uang transportasi, hotel dan uang saku.

Baca juga: Benarkah Kehadiran KPK Menambah Jumlah Korupsi?

Sedangkan merujuk data KPK, selama kurun waktu 2004-2016 jenis perkara yang ditangani komisi
antirasuah paling banyak adalah kasus suap. Dari 514 jenis perkara yang ditangani KPK, 262 di antaranya
soal suap. Sementara di urutan kedua adalah pengadaan barang atau jasa dengan jumlah 148 perkara,
perizinan 19 perkara, pungutan 21 perkara, penyalahgunaan anggaran 44 perkara, merintangi proses
KPK 5 perkara, serta TPPU tercatat 15 perkara.

Pertanyaannya adalah apa yang menyebabkan kasus korupsi masih masif terjadi di Indonesia?

Pertama, faktor budaya politik setempat. Birokrasi di Indonesia menunjukkan ciri-ciri campuran antara
birokrasi feodal yang merupakan ciri dari pemerintahan kerajaan dan birokrasi rasional yang
diperkenalkan ke Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda. Max Weber dalam Economic and Society:
An Outline of Interpretive Sociology (1978) menyebut perpaduan ini sebagai "Birokrasi Patrimonial."

Weber menjelaskan, seorang pemimpin dalam birokrasi bertipe patrimonial punya kecenderungan
untuk menganggap kekuasaan politik sebagai bagian dari milik pribadi, sehingga dalam penggunaannya
banyak melakukan diskresi. Pemahaman atau persepsi pemimpin terhadap kekuasaan akan
mempengaruhi perilaku kepemimpinannya.

Lalu, faktor lain yang mendorong timbulnya korupsi adalah adanya tradisi pemberian hadiah kepada
pejabat pemerintah dan pentingnya ikatan keluarga dalam budaya masyarakat negara sedang
berkembang. Mochtar Mas'oed lewat Politik, Birokrasi, dan Pembangunan (1997) menjelaskan akan
terjadi konflik nilai antara pertimbangan keluarga atau kepentingan publik tatkala hendak mengambil
keputusan dalam tradisi pemberian hadiah ini. Penolakan bisa diartikan sebagai pengingkaran terhadap
kewajiban tradisional. Tetapi menuruti permintaan berarti mengingkari norma-norma hukum formal
yang berlaku.

Faktor penyebab korupsi selanjutnya adalah faktor struktural atau faktor pengawasan. Sederhananya:
semakin efektif sistem pengawasan diberlakukan maka akan semakin kecil pula kemungkinan peluang
terjadinya korupsi dan kolusi. Sebaliknya bila korupsi dan kolusi dipraktikkan secara luas berarti ada yang
salah dalam sistem pengawasan.

Masalahnya, pengawasan terhadap jajaran pemerintahan masih terasa sangat lemah. Mas'oed
menyatakan lemahnya pengawasan terjadi karena pengaruh posisi dominan birokrasi pemerintah
sebagai sumber utama barang, jasa, lapangan kerja, pengatur kegiatan ekonomi. Akibatnya, dominasi
negara yang mengerdilkan kekuatan lain dalam masyarakat begitu menonjol.

Namun, alasan utama penyebab korupsi yakni faktor individual. Syed Hussein Alatas lewat Sosiologi
Korupsi: Sebuah Penjelajahan dengan Data Kontemporer (1996) menegaskan korupsi pada di Indonesia
bukanlah akibat buruknya implementasi undang-undang dan peraturan melainkan faktor-faktor yang
ada di luar struktur pemerintahan, dalam hal ini yaitu individu-individu. Jika orang-orang korup
menguasai pemerintahan apapun jabatannya, maka dipastikan struktur tersebut niscaya akan tercemar.

Sri Yuliani, pengajar manajemen dan kebijakan publik Universitas Sebelas Maret menegaskan
pemberantasan korupsi di Indonesia harus dilakukan secara struktural, individual, dan kelembagaan.
Mengingat korupsi sudah seperti kanker yang menyebar dan menjerat seluruh organ masyarakat, maka
pemberantasan korupsi harus dimulai dengan reformasi sosial dan mental seluruh komponen
masyarakat. Semua langkah itu dilakukan agar nantinya peringatan Hari Anti-Korupsi Internasional
seperti hari ini tak lagi sebatas ajang pengucap harapan klise belaka mengenai pemberantasan korupsi.

Anda mungkin juga menyukai