Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KASUS PELANGGARAN HAM

“ Kasus Abepura “

Ditugaskan oleh :

Guru Mapel PPKN

Dra. Hj. Titik Sumarni, M.Pd

Disusun oleh : Kelompok 6 / XII MIPA 5


Benedict Decent Ginting (6)
Frederick Judah Naloanro (11)
Josua Putra Arlinto Sinaga (14)
Rafael Raditya Prabowo (26)

SMA NEGERI 39 JAKARTA TIMUR

Jl. RA. Fadillah No. 4 No. 11 , RT. 11/RW. 4, Cijantung, Kec. Ps. Rebo, Kota
Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13780
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi TUHAN YANG MAHA ESA yang senantiasa membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah ini. Tujuan yang dilakukan dalam penulisan makalah ini mengenai
pembahasan kasus pembunuhan Abepura.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada guru mata pelajaran PPKN Bu Titik
Sumarni yang telah memberikan bimbingan sehingga makalah ini bisa diselesaikan. Penulis juga
mengharapkan agar makalah ini berguna untuk menelaah kasus yang terjadi. Makalah ini tidak
luput dari kekurangan, maka penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................I

DAFTAR ISI................................................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan........................................................................................................1

1.3 Identifikasi Masalah...................................................................................................1

1.4 Rumusan Masalah......................................................................................................2

BAB II ISI....................................................................................................................................3

2.1 Landasan Teori...........................................................................................................3

2.2 Permasalahan ............................................................................................................4

2.3 Pembahasan Masalah.................................................................................................9

BAB III PENUTUP.....................................................................................................................10

3.1 Kesimpulan ...............................................................................................................10

3.2 Saran .........................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................11

LAMPIRAN.................................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelanggaran HAM adalah perbuatan seorang atau kelompok orang termasuk aparat
negara baik di sengaja maupun tidak disengaja atau kelakuan yang secara melawan hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan mencabut hak asasi manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh UU ini, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak
akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum
yang berlaku.

Pelanggaran HAM yang diperiksa dan dituntut oleh pengadilan HAM adalah
pelanggaran HAM berat. Dimana menurut penjelasan di UU No. 39 Tahun 1999 tentang
HAM “Pelanggaran HAM yang berat adalah pembunuhan massal (geffocide), pembunuhan
yang sewenang-wenang atau diluar putusan pengadilan (arbitrary / extra judicial killing),
penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan
secara sistematis.

Dalam memeriksa dan menulis suatu kasus pelanggaran HAM, diatur dalam UU No.
26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM dan hal lain yang tidak diatur dalam UU tersebut
dilakukan berdasarkan ketentuan hukum pidana (KUHP).

Proses penyelidikan dan penyidikan dalam suatu kasus HAM agak berbeda dengan
proses penyelidikan dan penyidikan dengan kasus yang lainnya. Dimana penyelidikan dalam
kasus HAM berat dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan juga Komnas
HAM dapat membentuk tim Adhoc yang terdiri dari anggota Komnas HAM dan unsur
masyarakat. Sedangkan penyidikan tetap dilakukan oleh institusi Kejaksaan dalam hal ini
Jaksa Agung. Jaksa Agung dapat membentuk penyidik Adhoc yang terdiri atas unsur
pemerintah dan atau masyarakat.

Salah satu kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia adalah peristiwa
Abepura yang terjadi di Papua pada tahun 2000. Maka dengan itu, penulis memilih peristiwa
Abepura ini dan melakukan penelitian tentang peristiwa tersebut.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini, adalah sebagai berikut :


1. Untuk mengetahui urutan kronologis permasalahan yang terjadi pada peristiwa Abepura
2. Untuk mengetahui bagaimana peristiwa Abepura disebut pelanggaran HAM
3. Untuk mengetahui penyelesaian peristiwa Abepura
1.3 Identifikasi Masalah
1. Pelanggaran HAM yang terjadi pada peristiwa Abepura
2. Rincian kronologis peristiwa Abepura
3. Vonis yang diberikan hakim terhadap terdakwa yang bersangkutan pada peristiwa
Abepura

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang tertera di atas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah :
1. Bagaimana urutan kronologis permasalahan yang terjadi pada peristiwa Abepura?
2. Bagaimana kaitan peristiwa Abepura degan pelanggaran HAM?
3. Bagaimana penyelesaian hukum yang terjadi pada peristiwa Abepura?
BAB II
ISI

2.1 Landasan Teori


 Haar Tilar
Hak Asasi Manusia (HAM) ialah hak-hak yang sudah ada atau melekat pada tiap-tiap
manusia dan tanpa mempunyai hak-hak itu, tiap-tiap manusia itu tidak dapat hidup
selayaknya manusia. Hak ini didapatkan sejak lahir ke dunia.Menurut Friedman yang
dikutip oleh Lili Rasjidi, bahwa sejarah tentang hukum alam merupakan sejarah umat
dalam usahanya untuk menemukan apa yang dinamakan keadilan yang mutlak (absolute
justice).
 Prof. Koentjoro Poerbopranoto
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah suatu hak yang sifatnya mendasar atau juga asasi.
Hak-hak yang dipunyai pada tiap-tiap manusia tersebut dengan berdasarkan kodratnya,
pada hakikatnya tidak akan dapat dipisahkan sehingga akan bersifat suci.Menurut John
Locke dalam bukunya “The Second Treatise of Civil Government and a Letter
Concerning Toleration” Locke mengajukan pemikiran bahwa semua individu dikaruniai
hak yang melekat untuk hidup, kebebasan dan kepemilikan, yang merupakan milik
mereka sendiri dan tidak dapat dicabut oleh negara,
 John Locke
Hak Asasi Manusia (HAM) ialah hak-hak yang secara langsung diberikan Tuhan Yang
Maha Esa pada tiap manusia sebagai hak yang kodrati. Oleh sebab itu, tidak ada
kekuatan di dunia ini yang dapat mencabutnya. HAM sifatnya fundamental atau
mendasar bagi tiap kehidupan manusia dan pada hakikatnya sangat suci.
 Peter R. Baehr
Hak Asasi Manusia (HAM) ialah hak dasar yang bersifat mutlak dan juga harus dipunyai
pada tiap insan untuk perkembangan dirinya tersebut.
 UU No 39 Tahun 1999
Hak Asasi Manusia (HAM) ialah seperangkat hak yang sudah ada pada diri manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang mana hak ini ialah anugerah yang
wajib untuk dihargai dan juga untuk dilindungi oleh pada tiap orang untuk dapat
melindungi harkat dan juga martabat manusia.

2.2 Permasalahan

 Kronologi kasus
7 Desember 2000 Sekitar Pukul 01.30 Wit: Terjadi penyerangan massa terhadap
mapolsekta Abepurayang mengakibatkan seorang polisi meninggal dunia )BribkaPetrus
Eppa), dan 3 orang lainnya luka-luka. Disertai pembakaran ruko yang berjarak 100 meter
dari mapolsek. Terjadi juga penyerangan dan pembunuhan satpam di kantor Dinas
Otonomi Kotaraja.

7 Desemer 2000, sekitar pukul 02.30: Pasca penyerangan massa ke Mapolsek Abepura,
Kapolres jayapura AKBP Drs. Daud sihombing, SH setelah menelpon Kapolda Brigjen
Pol Drs. Moersoertidarno Moerhadi D. langsung melaksanakan perintah operasi untuk
pengejaran dan penyekatan ke tiga asrama mahasiswa dan tiga pemingkiman penduduk
sipil. Di Asrama Ninmin satuan Mbrimob melakukan pengrusakan,pemindahan paksa
(Involuntary displace persons), ancaman, makian, pemukulan dan pengambilan hak milik
(rigthto property)mahasiswa. Di asrama mahasiswa. Di asrama Waropen Yapen Waropen
satu mahasiswa terserempet peluruh. Yang lainnya dipukul, ditendang, dan diolempar
kedalam truk untuk di bawa ke mapolsek. Begitu pula penjiksaan dan penagkapan terjadi
di asrama IMI (ikatan mahasiswa Ilaga), penagkapan dan penyiksaan (Persecution)
berulang-ulang terjadi juga di pemingkuman penduduk sipil kampung Wamena di
Abepantai dan suku lani asal Mamberamo di kota raja dan suku yali di skyline. Telah
terjadi pembunuhan kilat(Summary Killing)oleh anggota mbrimib , Elkius Suhuniap,di
skyline. Dan telah terjadi krmatian dalam tahanan Polres Jayapura (dead in custody)
akibat penyiksaan (torture) terhadap Jhoni karunggu dan Orry Dronggi

 Penyelesaian kasus
Pebruari 2001: Komnas HAM membentuk KPP HAM Abepura, dalam KPP HAM;
peristiwa pengejaran dan penangkapan itu telah terjadi tindakan pelanggaran
kemanusiaan

28 Maret 2002: Pelimpahan berkas KPP HAM Papua/irian jaya dan Tim Tinjak Lanjut
KPP HAM Papua/Irian Jaya

31 Maret 2002: Kejagung mengirim 20 anggota untuk melakukan penyelidikan di Papua,


yang dipimpin staf ahli Jaksa agung, Umar.

7 Desember 2002: Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kasus Abepura membuat pernyataan
sikap tentang proses penyilidikan Kejaksaan Agung Terhadap Insiden Traumatis
Abepura 7 desember 2000.

13 November 2002: Jaksa Agung MA Rachman dengan komisi II DPR hanya


menetapkan dua pelaku yaitu Komisaris Besar Polisi Drs, Johny Wainal Usman sebagai
komandan satuan Brimob Polda Irian Jaya (Waktu Itu) dan ajun Komisaris Besar Polisi
Drs. Daud Sihombing Sebagai pengendali dan pelaksana perintah operasi.

31 Desember 2002: Koalisi masyarakat sipil untuk kasus abepura membuat pernyataan
sikap berjudul; “penyelidikan kejagu memangkas temuan jumlah pelaku
pelanggaranHAM berat Abepura.

Awal 2003: Tiga (3) orang korban dari jalan bau, kota raja meninggal. Mereka adalah
Epenus Kogoya, Temandor Kogoya dan Roby Wenda.

17 Februari 2003: Kejagung telah menyelesaikan berkas kasus pelanggaran Ham berat
Abepura papua. Jaksa Agung RI mengumumkan bahwa penyelidikan yang dilakukan
oleh Kejaksaan Agung telah lengkap. Disamping itu, jaksa Agung juga menyatakan
bahawa mantan Kapolresta Jayapura AKBP Drs. Daud Sihombing Mantan Komandan
Satgas Brimob Polda Papua Kombes Johny Wainal Usman menjadi tersangka dalam
kasus Abepura.
1 Sebtember 2003: Komunitas korban abepura menulis Surat permohonan terhadap jaksa
Agung R.I, M.A Rahman agar tim penyidik pelanggaran berat mengeluarkan surat
dakwaan yangmencantumkan tuntutan atas kerugianmateril dan immaterial yang dialami
dan harus diganti, khususnya oleh POLRI.

Oktober 2003: Jaksa agung mengumumkan telah menujukkan 6 orang jaksa untuk
menangani kasus abepura.

3 Sebtember 2003: Jaksa agung M.a rahman, akhirnya melantik 6 Jaksa Penuntut Umum
(JPU) Kasus Pelanggaran Berat Abepura Papua di Jakarta.Keenam JPU HAM itu
sebagian besar dari Kejaksaan Tinggi (kejati) Sulawesi Selatan (Sulse) dan hanya 2 yang
berasal dari kejaksaan agung (Kejagung).

31 Maret 2004. pukul 11.20.Wita: Pelimpahan kasus dari Jaksa Penuntu Umum ke
pengadilan HAM Makassar.

Siang, 31 Maret 2004: paska penyerahan berkas, koalisi masyarakat sipil untuk kasus
abepura melakukan koverensi pers di restaurant New york Chicken Makassar. Mereka
melancarkan protes lantaran kedua tahanan tidak ditahan, dan perlindungan terhadap
saksi tidak jelas.

8 april 2004: PBHI melayangkan surat kepada Kapolri Jendral polisi bachtiar. Dalam
surat tersebut mempertanyakanpenanganan kasus Abepura yang terkesan terlarut-larut
dan tak ada kepastian.

13 April 2004: Akibat ketidakmampuan Arnold Mundu Soklayo (sala satu korban)
membiayai kelumpuhan yang di deritanya sehingga meninggal dunia.

13 April 2004: Ketua Pengadilan negeri Makassar yang sekaligus ketua pengadilam
HAM, H andi Haedar, SH akhirnya menetapkan majelis hakim yang akan menyidangkan
kasus pelanggaran HAM Berat Abepura. Majelis hakim tersebut antara lain;
Jalaluddin,SH (Hakim Ketua), EddyWibisono, SE; SH; MH, (Anggota),Heru
Susanto,SH. Mhum (Hakim Ad Hoc, Anggota), AmiruddinBuraera, SH. ( Hakim AD
Hoc, Anggota), Dan HM Kabul Supriadi, SH. MH (Hakim Ad Hoc, Anggota).
Sedangkan Hakim cadangan adalah Rocky Panjaitan, SH dan Herman Heller Hutapea,
SH.

13 April 2004: Ketua Pengadilan Negeri Makassar yang sekaligus ketua pengadilan
HAM, H. Andi Headar,SH, akhirnya menetapkan majelis hakim yang akan
menyidangkan kasus pelanggaran HAM Berat Abepura. Majels hakim tersebut antara
lain; Jalaluddin, SH (Hakim Ketua, Eddy Wbisono,SE., SH. MH (Anggota), Heru
Susanto, SH. Mhum,Hakim Ad Hoc, Anggota), Amiruddin Buraera, SH. (Hakim AD
Hoc, Anggota) dan HM. Kabul Supriadi, SH.MH (Hakim Ad Hoc, Anggota). Sedangkan
hakim cadangan adalah Rokcy Panjaitan, SH dan Herman Heller Hutapea, SH.

7 Mei 2004: Digelar sidang perkara Abepura di Makassar . persidangan perdana ini
mendengarkan dakwaan Jaksa penuntut Umum. Untuk trdakwa (Pol) Johny Wainal
Usmanpukul 09.48 Wita, siding diketuai oleh Jalaludin, SH. Dengan tim JPU; Kol CHK.
Aris sudjarwadi (komandan Oditur Militer III-16), Heriyanti , SH . dan H. Abdul Ruf
Kinu, SH. (pengkasi Kejati Sulsel). Setelah membacaan dakwaan, sekitar 5 menit
kemudian dilanjutkan denganTerdakwa Kombes (Pol) Daud Sihombing disidangkan
terpissa(displit) dengan majelis hakim yang sama ketua Eddy Wibisono dan ti JPU
terdakwa; H. Burhanuddin Achmad, SH. (Jaksa Senior pada Aswas kejati Sulsel), Letkol
Sus Banbang Ariwibowo (Kepala Oditur Militer III-17 Manado), Hj.Nurni Farahyanti
Lukman, SH.MH. Dan TonagMadjid, SH (Kepala Kejari Soppeng). Dalam dakwaan
Jaksa , kedua Perwira Polisi ini drjerat dengan dakwaan dan pasal penggaran HAM berat
secara berlapis. Pun keduanya mendapat ancaman hukuman maksimal seumur hidup.

7 Mei 2004: Gugata Class Action Korban Pelanggaran HAM Abepura dimasukkan dan
akan digelar dalam sidang penggabungandengan siding pidana.

24 Mei 2004: Berlangsung siding II dengan agenda pembacaan eksepsi. Menurut Tim
Penasehat Hukum(TPH) terdakwa, banyak gugatan yang kabur.

31 Mei 2004: Sidang III kasus dengan agenda menedengarkan tanggapan JPU ad hoc
atas eksepsi (keberata) Tim Penasehat Hukum terdakwa. JPU membanta TPH; bahwa
dakwa telah sesuai dengan KUHAP.
6 Juni 2004: Tim Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kasus Abepura mengeluarkan
statemen “Korban Abepura 7 Desember 2000 Menggugat Hak Reparasi di Pengadilan
HAM Tetap Di Makassar.”

7 Juni 2004: Sidang pertama gugatan class action oelh Koalisi Masyarakat Sipil Untuk
Kasus Abepura dengan tergugat dua perwira polri di pengadilan negeri/HAM Makassar.
Dalam Gugatannya, kuasa hukum para penggugat meminta agar kedua tergugat
membayar ganti kerugian kepada para penggugat (wakil kelas). Namun Majeli Hakim
menyatakan class action yang diajukan koerban pelanggaran HAM Abepura tidak dapat
diterima. Pertimbangan Hakim, gugatan pengabungan itutidak diatur secara khusus
dalam UU No. 26 Tahun 2000; dimana kewenanga pengadilan HAM adalah berdiri
sendiri.

8 Juni 2004: Korban pelanggaran HAM Abepuramengajukan upaya banding setelah


gugatan ganti rugi yang diajukan di pengadilan HAM Makassar oleh Majelis Hakim
dinyatakan tidak dapat diterima. Pernyataan banding kuasa hukum korban diterima oleh
petugas kepaniteraan pidana PN Makassar,M. Ilyas.

9 Juni 2004: Tim Masyarakat sipil untuk kasus abepura melakukan siaran pers tentang
penetapan pengadilan HAM Mkassar atas penggabungan Gugatan Ganti Rugi Kerugian
korban Peristiwa Abepura.

14 Juni 2004: Putusan sela dibacakan pada pengadilan lanjutan di pengadilan HAM
Makassar.
Majelis hakim ad hoc menyatakan eksepsi yang di ajukan TPH terdakwa tidak beralasan
hukum. Majelis Hakim juga memandang keberatan TPH terhadap dakwaan jaksa harus di
tolak dan ditangguhkan.

15 Juni 2004: Tim Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kasus Abepura memberi keterangan
pers berkaitan dengan Perlindungan Korban Abepura.

28 Juni 2004: Sidang pengadilan lanjutan di PN Makassar. Dalam siding tersebut,Tim


JPU, H. Rauf Kinu, SH. Mengajukan beberapa saksi.
12 Juli 2004: Sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM Abepura dengan mendengarkan
keterangan saksi. Dalam persidingan tersebut, terdakwa Kombes (Pol) Daud Sihombing
manuding saksi korban Peneas Lokbere (24) memberikan keterangan bohong. Selain itu,
ia mempertanyakan keabsahan foto hasil penyiksaan yang diperlihatkan Jaksa
Barhanuddin di hadapan Hakim Edy.

19 Juli 2004: Sidang lanjutan kasus Abepura. Amion Karunggu, Saksi dari pihak korban,
diminta untuk ditahan oleh Denny Kailimang, SH. TPH Terdakwa Brijen (Pol) Drs.
Johny Wainal Usman. Pasalnya, Denny Kailimang menilai saksi terlalu berbeli-belit
dalam memberikan keterangan dan selalu berubah-ubah. Namun Hakim Ketua Jalaluddin
tidak mengabulkannya. Selain itu, saksi korban, Matias Heluka memprotes tindakan PH
terdakwa.

26 Juli 2004: Sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM Abepura masi dengan agenda
mendengarkan keterangan saksi korban.

3 Agustus 2004: Sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM Abepura, PH terdakwa


menuding saksi Timotius Wakerkwa berbohong.

16 Agustus 2004: Sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM Abepura. Dalam persidangan
kali ini dihadirkan tiga orang saksi

2.3 Pembahasan Masalah


 Peristiwa Abepura ini merupakan salah satu tindakan pelanggaran HAM berat. Ini
dikarenakan adanya tindak kekerasan dan penganiayaan dengan tindakan main hakim
sendiri oleh sekelompok oknum aparat kepada tersangka yang bersalah tanpa melalui
proses Hukum yang berlaku.
 Tindakan penyelesaian kasus Abepura tergolong tidak adil, karena tidak ada tindakan
hukum dan pidana sedikitpun yang diberikan kepada tersangka utama. Serta para korban
yang teraniaya tidak diakui dan tidak mendapat kompensasi atas kerugian yang diterima.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari latar belakang dan isi yang ada, maka penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut :
a. Pelanggaran HAM adalah perbuatan individu atau kelompok orang baik secara sengaja
atau tidak sengaja yang secara melawan hukum membatasi,menghalang, dan atau
mencabut Hak Asasi Manusia yang di jamin oleh Undang-undang. Kasus abepura
merupakan salah satu pelanggaran HAM yang berat terjadi setelah UU No. 26 Tahun
2000, dimana kasus tersebut mengakibatkan satu orang polisi meninggal dan tiga orang
lainnya luka-luka. Akan tetapi pelakunnya tidak di jerat hukum.
b. Ketentuan hukum yang spesifik dalam melakukan proses penyelidikan dan penyidikan
dalam suatu kasus HAM berat mengacu pada undang-undang no. 26 tahun 2000 tentang
pengadilan HAM.
c. Kecenderungan hakim dalam memutus hukum dalam kasus pelanggaran HAM adalah
memutus “tidak bersalah”. Ini mengacu pada putusan kasus pelanggaran HAM berat
Abepura di Pengadilan Negeri Makassar.

3.2 Saran
1. Pengadilan HAM sebaiknya dibentuk tiap provinsi di Indonesia, hal ini dapat
memudahkan setiap daerah melakukan penegakan HAM. Dengan sistem pembagian
wilayah pengadilan HAM yang diatur di UU no. 26 tahun 2000, membuat lemah bagi
yang menjadi korban, pasalnya akan membutuhkan tenaga jika daerahnya tidak memiliki
pengadilan HAM sendiri. Contohnya kasus HAM Abepura. Para korban kasus
menempuh jarak yang jauh ke Makassar untuk menghadiri sidang.

2. Sebaiknya kasus HAM harus dijadikan prioritas utama, melihat lagi pada kasus Abepura,
dimana kejadian itu sendiri terjadi pada tahun 2000 tetapi pelimpahan kasus ke PN
Makassar baru pada tahun 2004. Hal ini sangat merugikan korban kasus HAM berat

3. Diharapkan kasus yang telah terjadi sebelumnya tidak terulang kembali. Selain itu upaya
penegakan HAM perlu dilakukan sehingga mencegah terjadinya pelanggaran HAM
DAFTAR PUSTAKA

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39031020

https://koran.tempo.co/read/opini/51242/kasus-abepura-dan-penegakan-ham

https://jubi.co.id/korban-biak-berdarah-kami-menolak-lupa/#:~:text=Kasus%20Abepura
%20dikategorikan%20pelanggaran%20HAM%20berat.&text=Peristiwa%20yang%20dikenal
%20dengan%20sebutan,ini%2C%20disikapi%20refresif%20aparat%20kepolisian.

https://www.slideshare.net/septianraha/kasus-abepura

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200722173859-12-527779/bolak-balik-kasus-
kejaksaan-pelanggaran-ham-dan-pidana-umum

https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol10260/kasus-pelanggaran-ham--abepura-mulai-
disidangkan

https://suarapapua.com/2012/09/01/kenang-tragedi-abepura-berdarah-7-desember-2000-korban-
angkat-bicara/
LAMPIRAN

 Frederick Judah Naloanro : Penyusun makalah dan mengerjakan bab I


 Rafael Raditya Prabowo : Mengerjakan materi bab II tentang permasalahan
 Josua Putra Arlinto Sinaga : Mengerjakan materi bab II tentang pembahasan masalah
 Benedict Decent Ginting : Mengerjakan materi bagian landasan teori dan BAB III.

Anda mungkin juga menyukai