Anda di halaman 1dari 4

Ronggeng Dukuh

Paruk

Unsur Kebahasaan
1.   Majas : gaya bahasa yang digunakan penulis untuk menyampaikan sebuah pesan secara
imajinatif dan kias.
  Majas Hiperbola : gaya bahasa yang menyatakan sesuatu dengan cara melebih-lebihkan

sehingga membuatnya terlihat lebih besar dari keadaan yang sebenarnya.


-  Sepasang burung bangau melayang meniti angin berputar-putar tinggi di langit
-  Kedua ungags itu telah melayang beratus-ratus kilometer mencari genangan air
-  Ribuan hekter sawah yang mengelilingi Dukuh Paruk telah tujuh bulan kerontang
-  Suaranya melengking seperti keluhan panjang
-  Sawah berubah menjadi padang kering berwarna kelabu
-  Mereka terengah-engah, namun batang singkong itu tetap tegak ditempatnya
-  Ditolaknya bumi dengan hentakan kaki sekuat mungkin
-  Bulan yang lonjong hampir mencapai puncak langit
  Majas personifikasi : gaya bahasa yang membuat benda seolah olah mereka hidup
dengan memberikan sifat-sifat seolah mereka melakukan sesuatu layaknya manusia.
-  Sambil menjerit sejadi-jadinya
-  Pucuk-pucuk pohon di pedukuhan sempit itu bergoyang
  Majas simile : majas pertautan yang membandingkan dua hal yang secara hakiki berbeda,
tetapi dianggap mengandung segi yang serupa, dinyatakan secara eksplisit dengan kata :
seperti, bagai, laksana.
-  Dia terbang bagai batu lepas dari ketapel
-  Bila angin berhembus, tampak seperti ratusan kupu terbang menuruti arah angin
meninggalkan pohon dadap

2.   Idiom : ungkapan bahasa berupa gabungan kata (frase) yang maknanya sudah menyatu dan
tidak dapat ditafsirkan dengan makna unsur yang membentuknya.
-  Kelelangan = sunyi

-  Bromocorah = orang yang melakukan pengulangan tindak pidana


-  Ketiak daun kelapa = kelelawar keluar dari sarangnya

3.   Konvesional : Bahasa yang digunakan masyarakat


setempat
-  Kerokot = tumbuhan yang bisa hidup di musim kemarau

4.   Ameliorasi : perubahan makna suatu kata yang membuat kata tersebut menjadi lebih sopan,
lebih halus dari kata yang digunakan sebelumnya.
-  Gerumbul kecil = Sekumpulan kecil
Peyorasi : Peyorasi adalah perubahan makna pada suatu kata, dimana makna yang telah mengalami
perubahan tersebut menjadi lebih buruk, kasar atau kedudukannya lebih rendah dari makna kata yang
sebelumnya.

Unsur-unsur Intrinsik
a.   Tema : kasih tak sampai
Mengapa “Kasih Tak Sampai”? karena cerita dalam novel tersebut bercerita tentang
harapan ronggeng Srintil untuk dapat hidup bersama dengan lelaki yang sangat dicintai dan
didambakan sejak kecil, karena dia memang teman bermainnya, yaitu Rasus.
b.   Alur : Maju
c.   Tokoh :
1.   Rasus : bersahabat, penyayang, pendendam, pemberani
Bukti bahwa Rasus bersahabat “ Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang
bersusah
payah mencabut sebatang singkong.” 
2.   Srintil : Bersahabat, seorang ronggeng, agresif, Dewasa
Bukti bahwa Srintil bersahabat “ Sebelum berlari pulang. Srintil minta jaminan besok
hari
Rasus dan dua orang temannya akan bersedia kembali bermain
bersama.” 3.  Darsun : bersahabat
Bukti bahwa Darsun bersahabat Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang
bersusah
payah mencabut sebatang singkong.” 
4.   Warta : bersahabat, perhatian dan penghibur
Bukti bahwa Warta bersahabat “ Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang
bersusah
payah mencabut sebatang singkong.” 
5.   Ki Secamenggala : nenek moyang asal Dukuh Paruk
Buktinya adalah “hanya Sakarya yang cepat tanggap. Kakek Srintil itu percaya penuh Roh
Ki
Secamenggala telah memasuki tubuh Kartareja. . .” 

6.   Kartareja dan Nyai Kartareja : mistis, egois


Bukti bahwa Kartareja dan Nyai Karateja mistis “Satu hal disembunykan oleh Nyai Kartareja
terhadap siapa pun. Itu ketika dia meniuokan mantra pekasih ke ubun-ubun Srintil.” 

d.   Latar :
   Latar Tempat
1.  Sawah : “sawah menjadi padang kering berwarna kelabu. Segala jenis rumput
mati.” 2.  Dukuh Paruk : “dua puluh tiga rumah berada di pedukuhan itu, dihuni oleh
orang orang
seketurunan.” 
3.   Ladang / Kebun : “ditepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah
payah mencabut sebatang singkong.” 
4.   Dibawah pohon nangka : “dibawah pohon nangka itu mereka melihat Srintil sedang
asyik bermain seorang diri.”
   Latar Waktu
1.  Malam hari : “Hilangnya cahaya matahari telah dinanti oleh kelelawar dan kalong.
Satu – satu mereka keluar dari sarang, dilubang – lubang kayu.”

e.   Amanat :
Amanat atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui
novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah: agar kita semua mau dan mampu
melihat seseorang itu tidak hanya dari luarnya saja melainkan juga dari hatinya. Dan
agar kita mau berpikir mengenai tragedi-tragedi kemanusiaan yang terjadi disekeliling
kita. Pesan lain mungkin juga seperti jangan menyia-nyiakan orang yang telah
sepenuh hati mencintai kita, karena belum tentu suatu saat nanti kita dapat
menemukan orang yang mencintai kita seperti itu. Dan adat bagaimanapun tetap
harus berlaku dalam kehidupan yang meyakininya, karena jika memang suatu daerah
mempercayai adat yang berlaku, maka harus dijalankan dengan sebaik-baiknya.
Karena pada setiap keyakinan pasti ada suatu hal yang akan terjadi jika suatu adat
kebiasaan tidak dilaksanakan. Serta jangan gampang terpengaruh dengan keadaan
duniawi karena suatu saat penyesalan akan datang dalam hidupmu, segala sesuatu
akan kembali kepadaNya. Kehidupan fana dalam hura-hura dunia dapat mencekam
masa depanmu!
f.   Sudut pandang :
Sudut pandang yang digunakan oleh Pengarang dalam penulisan novel
“Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah menggunakan sudut pandang orang pertama
sebagai pelaku utama seperti adanya kata “aku” dan sudut pandang pengganti
orang ketiga baik dalam cerita maupun diluar cerita. Bukti pengarang menggunakan
kata ganti orang ketiga adalah seperti adanya kata “ dia dan –nya” dan
menyebutkan nama tokoh secara langsung.

Nilai sosial:
Sambil membersihkan mulutnya dengan penggung lengan, rasus mengajak kedua temannya
melihat kambing-kambing yang sedang mereka gembalakan.

Nilai keagamaan :
Kubur Ki Secamenggala yang terletak di punggung bukit kecil di tengah Dukuh Paruk menjadi
kiblat kehidupan kebatinan mereka. Gumpalan abu kemenyan pada nisan kubur Ki
Secamenggala membuktikan polah tingkah kebatinan orang Dukuh Paruk berpusat disana.

Nilai budaya :
Konon, moyang semua orang Dukuh Paruk adalah Ki Secamenggala, seorang bromocorah
yang sengaja mencari daerah paling sunyi sebagai tempat menghabiskan riwayat
keberandalannya. Di

Dukuh Paruk inilah akhirnya Ki Secamenggala menitipkan darah dagingnya.


 

Anda mungkin juga menyukai