Anda di halaman 1dari 13

KEPEMIMPINAN DALAM PRESPEKTIF TRILOGI ISLAM

(IMAN ILMU DAN AMAL)

OLEH :
ABID RAMADHAN

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM


CABANG TERNATE
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur khadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis mampu menyelasaikan makalah ini sebagai salah satu syarat
untuk dapat mengikuti Latihan Kader II Himpunan Mahasiswa Islam Kordinator
Komisariat Universitas Bung Karno ( KORKOM UBK), Cabang Jakarta Pusat
Utara. Sholawat serta salam tak lupa semoga tetap tercurahkan kepada sang
Revolusioner sejati rosulullah Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya
juga pada semua pengikut setianya hinnga akhir jaman, amin.

Penulis juga ingin meyampaikan penghargaan juga ucapan terimaksaih kepada :

1. Kepada kedua orang tua yang telah mencintai dengan tulus serta selalu
mensuport penulis dalam setiap kegiatan organisasi khususnya di HMI.
2. Kepada saudara saudara yang telah membantu dan terus mendoakan
penulis dalam melaksanakan proses study di perguruan tinggi dari awal
hingga saat ini.
3. Dan Kepada keluarga besar HMI Cabang Ternate baik dari tingkatan
pengurus cabang dan seluruh komisariat dibawah naungannya,
wabilkhusus Komisariat Eksakta tempat kelahiran penulis dalam
Himpunan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, olehnya itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak sangat di harapkan sebagai bahan perbaikan makalah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang
besar bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jogjakarta, 3 April 2017

Penulis,

Abid Ramadhan

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI.. ii

BAB I PENDAHULUAN... I

1.1 Latar Belakang... 1

1.2

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemuda dengan semangat yang sangat menyala nyala sudah semestinya


menjadi garda terdepan dalam menahan laju arus moderenitas yang makin hari
makin merusak moralitas serta kebudayaan luhur bangsa indonesia. Pemuda juga
sebagai generasi yang akan memegang tongkat estafet kepimimpinan di masa
mendatang haruslah tetap kokoh dan berkembang dalam memaksimalkan potensi -
potensi diri agar tetap kuat menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks,
bukan sebaliknya pemuda terlena dengan arus moderenitas dan berdiam diri
melihat keadaan yang semakin mengkhawatirkan atau bahkan ikut serta dalam
merusak tatanan sosial yang ada.

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai salah satu organisasi kaum


muda yang dalam hal ini adalah mahasiswa juga harus memainkan perannya
dalam mengawal keberlangsungan bernegara. Menjadi wadah kaum muda
intelektual HMI harus lebih aktif menjadi pengawal penegakkan supermasi
hukum, hal ini merupakan bagian penting yang harus di perhatikan oleh kaum
muda khususnya HMI saat ini, agar apa yang menjadi cita-cita kemerdekaan dapat
terwujud. Tidak adanya pengawalan proses penegakan supermasi hukum dari
masyarakat terlebih lagi dari kaum muda dapat berdampak pada penyalah gunaan
dan penyimpangan penyimpangan terhadap hukum itu sendiri. Disini eksistensi
HMI dipertanyakan Karna apabila ditelaah lebih jauh, ini merupakan bagian dari
misi organisasi, yakni terciptanya masyarakat adil makmur yang di ridhoi ALLAH
SWT.

Salah satu agenda yang pernah di motori oleh mahasiswa, yakni reformasi
adalah sebuah gerakan yang menuntut adanya penegakan supermasi hukum.
Tuntutan itu sangat wajar mengingat selama tiga dasawarsa sebelumnya
supermasi hukum hanyalah menjadi jargon dan retorika yang tidak pernah
terrealisasi dalam kenyataan. Pada masa orde baru hukum hanya menjadi
instrumen bagi penguasa untuk melanggengkan dan meligitimasi kekuasaan serta
melindungi birokrasi dan eksekutif yang sangat korup. Ketika itu lembaga
lembaga penegak hukum telah di kebiri dan sepenuhnya berada di bawah kontrol
kekuasaan eksekutif sehingga mereka tidak memilki kemerdekaan dan
independensi, serta tak lepas dari intervensi elit - elit penguasa. Lembaga
peradilan bukan lagi menjadi tempat untuk mencari keadilan tapi sebagai pusat
jual beli keadilan, setidaknya keadilan hanyalah milik mereka yang memiliki
akses karena didukung oleh sumberaya ekonomi, politik, kekuasaan atau
kekerabatan.
Kini, Delapan belas tahun setelah reformasi bergulir ternyata penegakan
supermasi hukum masih terkesan jalan di tempat, bahkan hukum masih saja
terlihat tajam kebawah dan tumpul keatas, pelaku - pelaku KKN masih banyak
yang tidak dapat di jerat hukum sehingga menimbulkan rasa ketidak adilan. Satu
hal yang teramat pokok dalam tuntutan gerakan reformasi yaitu penegakan
supermasi hukum hanya menjadi harapan yang tak kunjung datang. Hal ini
menjadi pekerjaan rumah terbesar kaum muda yang harus secepatnya di
selesaikan agar tidak menjadi petaka yang akan menghancurkan negara yang
sangat kita cintai ini.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Seperti apa pengertian dan tujuan supermasi hukum.


2. Apa saja problematika penegakan hukum di Indonesia.
3. Bagaimana konsep peranan HMI dalam mengawal penegakan supermasi
hukum.

C. Tujuan Makalah

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui seperti apa idealnya supermasi hukum


2. Untuk mengetahui apa saja problematika penegakan hukum di indonesia
3. Agar memahami rumusan konsep yang ideal bagi HMI dalam mengawal
penegakan supermasi hukum di Indonesia

PEMBAHASAN

A. Pengertian Supermasi Hukum Dan Tujuannya

Ada beberapa hal yang harus di miliki sebuah negara agar bisa di katakan
sebagai negara hukum, yang mana negara tersebut harus menjadikan superioritas
hukum sebagai aturan main dalam negara tersebut. Seorang pakar hukum yang
bernama Jhon Locke menjabarkan syarat syarat yang harus di miliki suatu
negara agar bisa dikatakan sebagai negara hukum. Yang pertama suatu negara
harus memiliki peraturan hukum yang mengatur warganya dalam menikmati
segala macam haknya. Lalu negara juga harus memiliki badan tertentu yang
digunakan untuk menyelesaikan sengketa atau permasalahan yang timbul di
pemerintahan. Yang terakhir suatu negara harus membentuk suatu badan yang
nantinya di gunakan untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang
timbul di kalangan masyarakat.

Seperti yang kita ketahui secara bersama bahwa cukup banyak orang yang
saat ini menjadi ahli atau pakar dalam dunia hukum, para pakar hukum tersebut
mencoba memberikan deskripsi mengenai supermasi hukum, yang mana masing
masing pakar hukum memiliki deskripsi yang berbeda beda. Adapun salah satu
pakar yang mendiskripsikan supermasi hukum adalah Homby A.S dia mengatakan
bahwa supermasi hukum adalah sebuah hal yang harus di jadikan sebagai
kekuasaan tertinggi dalam suatu negara, yang mana pendapat dari Homby tersebut
masih dapat dijabarkan secara luas menjadi hukum sudah seharusnya diposisikan
atau diletakan pada posisi paling tinggi dan memiliki kekuasaan dalam mengatur
kehidupan seseorang.

Ada juga pendapat dari seorang pakar yang bernama Soetandyo Wignjosoebroto,
menurut pandanganya supermasi hukum dapat di artikan sebagai upaya dalam
penegakan hukum dan penempatan hukum sebagai posisi tertinggi dalam suatu
negara yang dapat di gunakan untuk melindungi semua lapisan masyarakat tanpa
intervensi atau gangguan dari pihak manapun termasuk pihak penyelenggara
negara. Kemudian ada juga pakar bernama Abdul Manan yang mengemukakan
pendapatnya bahwa di lihat dari sisi terminologis supermasi hukum dapat
diartikan sebagai upaya penegakan hukum dan penempatan hukum pada posisi
tertinggi dari segalanya, serta menjadikan hukum sebagai panglima ataupun
komandan dalam upaya untuk menjaga dan melindungi tingkat stabilitas dalam
kehidupan suatu bangsa dan negara.

Berdasarkan penjelasan dari pendapat beberapa pakar di atas mengenai


supermasi hukum, dapat kita simpulkan pandangan bahwa tujuan utama adanya
supermasi hukum adalah menjadikan hukum sebagai pimpinan dalam
menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, yang mana apabila tujuan
tersebut tercapai dapat menghasilkan beberapa hal seperti meningkatnya integritas
sumber daya manusia, memberikan keadilan sosial, menjaga nilai moral bangsa,
menciptakan masyarakat yang demokratis, serta memberi jaminan perlindungan
hak individu dalam bernegara dan bermasyarakat.

Dari penjelasan di atas dapat kita lihat betapa penting adanya supermasi
hukum dalam suatu negara.

B. Problematika Penegakan Hukum Di Indonesia

Masalah utama penegaka hukum di negara negara berkembang


khususnya di indonesia bukan terletak pada sistem hukum itu sendiri, melainkan
pada kualitas manusia yang menjalankan hukum (penegak hukum). Dengan
demikian peranan manusia yang menjalankan hukum (penegak hukum)
menempati posisi strategis. Masalah transparansi penegak hukum berkaitan erat
dengan akuntabilitas kinerja aparat penegak hukum.
Namun sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa salah satu penyebab
lemahnya penegakan hukum di Indonesia adalah masih rendahnya moralitas
aparat penegak hukum (hakim, polisi, jaksa dan advokat ) serta judicial corruption
yang sudah terlanjur mendarah daging sehingga sampai saat ini sulit sekali
diberantas. Adanya judicial corruption jelas menyulitkan penegakan hukum di
Indonesia karena para penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum
terlibat dalam praktek korupsi, sehingga sulit diharapkan bisa ikut menciptakan
pemerintahan yang baik atau good governance. Penegakan hukum hanya bisa
dilakukan apabila lembaga-lembaga hukum (hakim, jaksa, polis dan advokat)
bertindak profesional, jujur dan menerapkan prinsip-prinsip good governance

Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan penegakkan


hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak faktor yang mempengaruhi
lemahnya mentalitas aparat penegak hukum diantaranya lemahnya pemahaman
agama, ekonomi, proses rekruitmen yang tidak transparan dan lain sebagainya.
Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak hukum memainkan peran
penting dalam memfungsikan hukum. Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas
penegak hukum rendah maka akan ada masalah. Demikian juga, apabila
peraturannya buruk sedangkan kualitas penegak hukum baik, kemungkinan
munculnya masalah masih terbuka.

Penegakan hukum yang carut-marut, kacau, dan mengesampingkan


keadilan tersebut bisa saja diminimalisir kalau seandainya hukum dikembalikan
kepada fungsi aslinya, yaitu untuk untuk menciptakan keadilan, ketertiban serta
kenyamanan. Selain itu sebagaimana menurut Soerjono Soekanto, hukum dapat
berfungsi dengan baik diperlukan keserasian dan hubungan antara empat faktor,
yakni:

1. Hukum dan peraturan itu sendiri.

Kemungkinannya adalah bahwa terjadi ketidak cocokan dalam peraturan


perundang-undangan mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu. Kemungkinan
lainnya adalah ketidakcocokan antara peraturan perundang-undangan dengan
hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan. Kadangkala ketidakserasian antara
hukum tertulis dengan hukum kebiasaan, dan seterusnya.
2. Mentalitas Petugas yang menegakkan hukum.

Penegak hukum antara lain mencakup hakim, polisi, jaksa, pembela,


petugas pemasyarakatan, dan seterusnya. Apabila peraturan perundang-undangan
sudah baik, akan tetapi jika mental penegak hukum kurang baik, maka akan
terjadi kesenjangan pada sistem penegakkan hukum.

3. Fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan hukum.

Kalau peraturan perundang-undangan sudah baik dan juga mentalitas


penegaknya baik, akan tetapi fasilitas kurang memadai, maka penegakkan hukum
tidak akan berjalan dengan semestinya.

4. Kesadaran dan kepatuhan hukum dari para warga masyarakat.

Namun dipihak lain perlu juga disadari bahwa penegakan hukum bukan
tujuan akhir dari proses hukum karena keadilan belum tentu tercapai dengan
penegakan hukum, padahal tujuan akhirnya adalah keadilan. Pernyataan di atas
merupakan isyarat bahwa keadilan yang hidup di masyarakat tidak mungkin
seragam. Hal ini disebabkan keadilan merupakan proses yang bergerak di antara
dua kutub citra keadilan. Naminem Laedere semata bukanlah keadilan, demikian
pula Suum Cuique Tribuere yang berdiri sendiri tidak dapat dikatakan keadilan.
Keadilan bergerak di antara dua kutub tersebut. Pada suatu ketika keadilan lebih
dekat pada satu kutub, dan pada saat yang lain, keadilan lebih condong pada kutub
lainnya. Keadilan yang mendekati kutub Naminem Laedere adalah pada saat
manusia berhadapan dengan bidang-bidang kehidupan yang bersifat netral. Akan
tetapi jika yang dipersoalkan adalah bidang kehidupan spiritual atau sensitif, maka
yang disebut adil berada lebih dekat dengan kutub Suum Cuique Tribuere.
Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa hanya melalui suatu tata hukum yang
adil orang dapat hidup dengan damai menuju suatu kesejahteraan jasmani maupun
rohani.

C. Konsep HMI Dalam Perannya Sebagai Pengawal Supermasi Hukum.

Karakteristik pola gerakan HMI sejak awal berdirinya adalah tidak


memisahkan gerakan politik dengan gerakan keagamaan. Berpolitik bagi HMI
adalah suatu keharusan, sebab untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan HMI
haruslah di lakukan secara politis. Hal ini dikuatkan pula oleh pendiri HMI Lafran
Pane, bahwa bidang politik tidak akan mungkin dipisahkan dari HMI, sebab itu
sudah merupakan watak asli HMI sejak lahir. Namun hal ini bukan berarti HMI
menjadi organisasi politik, sebab HMI lahir sebagai organisasi kemahasiswaan,
yang menjadikan nilai-nilai islam sebagai landasan teologisnya, kampus sebagai
wahana aktifitasnya dan mahasiswa islam sebagai anggotanya. Background
kampus dan idealisme mahasiswa merupakan sebab utama sehingga HMI selalu
berpartisipasi aktif dalam merespon berbagai persoalan umat dan bangsa, jadi
wajar jika HMI tetap memainkan peran politiknya dalam kancah bangsa ini.

Namun dalam melihat pokok-pokok persoalan bangsa yang sudah semakin


kompleks, HMI dituntut agar lebih ekstra responsif dalam mengawalnya.
Berkaitan dengan wajah supermasi hukum yang tak kunjung memberi cahaya
keadilan bahkan justru memberi rasa ketidak adilan dikarenakan selalu tajam
kebawah dan tumpul keatas, maka perlu ada satu formulasi khusus diluar dari
langkah-langkah protes (demonstrasi), yang harus di gagas oleh HMI untuk
memecahkannya.

Karena bergerak sebagai organisasi pengkaderan HMI harus lebih lagi


meningkatkan kualitas pengkaderan yang ada, juga memperbanyak pelatihan-
pelatihan keilmuan di semua spesifikasi basic keilmuan, agar mampu memprodak
kader- kader militan yang siap mengisi seluruh birokrasi pemerintahan dari
eksekutif, legislatif dan yudikatif, juga harus hadir menjadi pelopor penggerak
disemua lembaga penegak hukum, Pendalaman pemahaman keagamaan yang
minim dan kurangnya kesadaran religius saat ini masih merupakan salah satu
persoalan yang menjadi sebab bobroknya moralitas para penegak hukum di
indonesia, selain melakukan fungsinya sebagai pengontrol ini juga perlu di
tangani dengan upaya memberikan pemahaman-pemahaman yang baik dan benar
juga sesuai dengan alquran dan sunah serta relevan dengan kondisi sosial
masyarakat saat ini.
PENUTUP

1. Kesimpulan

Dalam negara yang berdasarkan atas hukum, maka hukum haruslah di


lihat sebagai aturan main untuk menegakkan kebenaran, keadilan dan ketertiban.
Prinsip supermasi hukum harus benar-benar tegak di tengah-tengah masyarakat
sebagai panglima. Maka dalam era reformasi sekarang ini seharusnya hukumlah
yang menjadi panglima tertinggi, karena untuk mengemban tugas dan amanat
negara Indonesia yang bersatu, adil, makmur dan berkedaulatan rakyat. HMI
sebagai suati organisasi kaum muda juga harus segera memaksimalkan semua
potensi yang ada guna melahirkan kader-kader yang unggul dan progres agar
mampu menjalankan perannya dalam mengawal penegakan supermasi hukum di
negara Indonesia.

2. Saran

Mungkin inilah yang dimaksudkan pada penulisan jurnal ini meskipun penulisan
ini jauh dari kata sempurna, setidaknya secara garis besar kita bisa mengambil
benang merah dari pembahasan ini serta mampu mengimplementasikannya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Sudah barang tentu masih sangat banyak
kesalahan dari penulisan jurnal kecil ini, karna saya masi dalam proses belajar dan
hanyalah manusia biasa yang tidak terlepas dari kesalahan dan kekhilafan. Saya
sebagai manusia yang tak pernah luput dari salah dan khilaf juga butuh saran/
kritikan agar dengan itu, bisa menjadi motivasi diri saya untuk menjadi pribadi
yang lebih baik dimasa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Himawan Charles. 2009. Hukum sebagai panglima. Jakarta : PT Kompas media


nusantara

Raharjo Satjipto. 2010. Penegakan Hukum Progresif. Jakarta : PT Kompas media


nusantara.

Haris Soche. 1985. Supermasi Hukum Dan Prinsip Demokrasi Indonesia.


Yogyakarta : Hanindita

Saleh Hasanudin M. 1996. HMI Dan Rekayasa Azas Tunggal Pancasila.


Yogyakarta : Kelompok study Lingkaran

Sitompul Agus Salim. 1997. Pemikiran HMI Dan Relevansinya dengan Sejarah
Perjuangan Bangsa Indonesia. Jakarta : Integritas Press

Sitompul Agus Salim. 1986, Citra HMI. Yogyakarta : Sumbangsih Offset


Sitompul Agus Salim. 2002. Menyatu Dengan Umat, Menyatu Dengan Bangsa;
Pemikiran Keislaman Keindonesiaan HMI 1947-1997. Jakarta : Logos Wacana
Ilmu

Hart H.L.A. 2009. Konsep Hukum. Jakarta : Nusa Media

Soehino. 2000. Ilmu Negara. Yogyakarta : Liberty

Kansil C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.
Jakarta : Balai Pustaka

Anda mungkin juga menyukai