Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH PERKEMBANGAN KONSTITUSI

KELOMPOK 12:

1. ELY AULIA SAFITRI (E1B019046)


2. FITRIANI A (E1B019058)
3. I GEDE PUTU SURYANA (E1B019067)

KELAS:4B

DOSEN PENGAMPU: Dra. Rispawati

Ahmad Fauzan, S.Pd., M.Pd.

Edy Kurniawansyah, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata‟ala, karena berkat


limpahan rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang merupakan tugas kelompok pada mata kuliah
“Teori Konstitu si & UUD 1945 ” yang membahas tentang Sejarah
Perkembangan Konstitu si .
Penulis menyadari di dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
baik itu di dalam penyusunan ataupun di dalam penulisannya, oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar penulis dapat mengetahui
dimana letak kelemahan penulis sehingga pada penyusunan tugas yang selanjutnya penulis
akan berusaha untuk memperbaiki kesalahan yang telah penulis lakukan di dalam
penyusunan makalah ini.
Penulis mengharapkan dengan disusu nnya makalah tentang ini akan
dapat menambah pengetahuan dan juga mendorong semangat di dalam mempelajari
Teori Konstitusi & UUD 1945, tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi siapa saja yang
membaca makalah ini.

Penyusun

Mataram, September
2021
DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar……………..……………………………………………………….…..i

Daftar Isi……………..………………………………………………………………....ii

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang………………...…………………………………………………1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………..1
C. Tujuan……………………………………………………………...…………….1

BAB II Pembahasan

A. Sejarah Perkembangan Konstitusi Zaman Yunani Kuno..………..……………..2


B. Sejarah Perkembangan Konstitusi Zaman Romawi…………………….…..…...4
C. Sejarah Perkembangan Konstitusi Abad Pertengahan…………….……...……...6

BAB III Penutup

A. Kesimpulan………………………………………………………………………7
B. Saran……………………………………………………………………………..8

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Apabila dilihat dari sejarah perkembangannya, makna konstitusi sering
mengalami perubahan makna. Hal tersebut tentu saja dilatarbelakangi oleh
situasi pada masa itu. Luasnya makna serta ruang lingkup konstitusi, khususnya
jika dikaitkan dengan paham konstitusionalisme, menjadikan beragamnya
bentuk-bentuk konstitusi dalam kehidupan politik dan bernegara modern.
Konstitusi sendiri telah dikenal sejak Yunani kuno, pada masa itu
pemahaman tentang konstitusi hanyalah suatu kumpulan dari peraturan serta
adat kebiasaan semata-mata. Sejalan dengan perjalanan waktu, pada masa
Romawi kuno konstitusi mengalami perubahan makna; ia merupakan suatu
kumpulan ketentuan serta peraturan yang dibuat oleh para kaisar, pernyataan dan
pendapat ahli hukum, negarawan, serta adat kebiasaan setempat selain Undang-
Undang.
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang permasalahan di atas, kami menyusun beberapa
rumusan masalah, di antaranya:
1. Bagaimana sejarah konstitusi pada masa Yunani Kuno?
2. Bagaimana sejarah konstitusi pada masa Romawi Kuno?
3. Bagaimana sejarah konstitusi pada abad pertengahan?
C. Tujuan
Dari beberapa rumusan masalah di atas, kami menyusun beberapa tujuan,
di antaranya:
1. Untuk mengetahui sejarah konstitusi pada masa Yunani Kuno
2. Untuk mengetahui Bagaimana sejarah konstitusi pada masa Romawi
Kuno
3. Untuk mengetahui Bagaimana sejarah konstitusi pada abad
pertengahan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Konstitusi Zaman Yunani Kuno


Konstitusi telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Dimulai sejak zaman
yunani kuno yang dapat dibuktikan dengan memperhatikan pendapat Plato yang
membedakan istilah Nomoi dan Politiea. Nomoi berarti undang-undang,
sedangkan Politiea berarti negara. Akan tetapi pada masa itu konstitusi masih
diartikan secara materil saja, karena belum dibuat dalam suatu naskah tertulis
sebagaimana dikenal pada masa ini. Padamasa kejayaannya (antara tahun 624 –
404 SM) Athena pernah mempunyai tidak kurang dari 11 konstitusi. Pada masa
itu Aristoteles sebagai murid terbesar Plato berhasil mengumpulkan 158
konstitusi dari berbagai negara sehingga diakui sebagai orang pertama yang
melakukan studi perbandingan konstitusi.
Didalam kebudayaan Yunani Penggunaan istilah UUD berkaitan erat
dengan ucapan Resblica Constituere yang memunculkan semboyan “Prinsep
Legibus Solutus Est, Salus Publica Supreme Lex” yang artinya rajalah yang
berhak menentukan organisasi/struktur negara oleh karena raja adalah satu -
satunya pembuat Undang-undang, sehingga kekuasaan raja sangat absolut.
Dalam kondisi ini para filosof Yunani memulai pikiran politiknya, antara
lain Plato, Socrates clan Aristoteles. Dalam bukunya The Laws (Numoi) Plato
menyebutkan bahwa “Our whole State Is Animation of The Brest and Noblest
Life”, Socrates dalam bukunya Panathenaicus maupun dalam Areopagiticus
menyebutkan “The politeia is the soul of the polis with power over it like that of
the mind over the body”, keduanya sama-sama menunjuk kepada pengertian
konstitusi. Demikian pula Aristoteles dalam bukunya Politics mengkaitkan
pengertian tentang konstitusi dalam Frase “in a sense of life of the city”.
Menurut Aristoteles, klasifikasi konstitusi tergantung pafda : (i) the end
persued by states, dan (ii) the kind of outority exercise by deirgoverment. Tujuan
tertinggi negara adalah a good life, dan hal ini merupakan kepentinngan bersama
seluruh masyarakat. Oleh karena itu, Aristoteles membedakan antara Right
Constitution dan Constituation. Jika konstitusi diarahkan untuk tujuan
mewujudkan kepentingan berasama, maka disebut sebagai konstitusi yang benar.
Jika sebaliknya, konstitusi tersebut merupakan konstitusi yang salah (privent
Constitution). Konstitusi yang terakhir ini diarahkan untuk memenuhi
kepentingan para penguasa yang tamak. Ukuran baik buruknya atau normal
tidaknya konstitusi terletak pada prinsip bahwa, “ Political rule, by Virtue of it‟s
specific nature is essentially for the benefit of ruled.”
Konstitusionalisme Yunani sendiri dapat dimaknai dari tulisan-tulisan
dari plato dan Aristoteles. Menurut filosuf ini, ujian atas kewarganegaraan yang
baik adalah kepatuhannya terhadap Undang-undang atau konstitusi dengan
pernyataan tersebut tersirat bahwa pada waktu itu telah berkembang suatu
pemikiran tentang kehidupan bernegara yang baik yaitu warga negaranya
dituntut untuk mematuhi konstitusi. Upaya untuk membangun suatu kehidupan
negara konstitusional dapat diketahui dari penjelasannya mengenai konstitusi
ideal yang menekankan pentingnya pendidikan politik, sebab melalui warga
yang terdidik negara dapat dilindungi dari timbulnya anarki.
Diantara karya Plato seperti Republik dan Nomoi terdapat pula dialog-
dialog Plato yang berjudul “pliticus” atau statement yang memuat tema-tema
yang berkaitan erat dengan gagasan konstitualisme. Jika dalam Republik, Plato
menguraikan gagasan the best possible state, maka dalam buku “politicus”
(statement) sebelum ia menyelesaikan karya monumental berjudul “Nomoi”.
Dalam buku tersebut Plato Mengakui kenyataan-kenyataan yang harus dihadapi
oleh negara sehingga ia menerima negara dalam bentuknya sebagai the second
best dengan menekankan pentingnya sifat hukum yang membatasi.
Aristoteles sendiri membayangkan keberadaan pemimpin seorang negara
yang ideal, yang kuat, dan berbudi luhur. Pada masa Yunani Kuno ini, dapat
dikatakan bahwa belum ada mekanisme yang tersedia untuk merespon keadaan
atau tindakan-tindakan revolusioner yang dalam pengertian sekarang disebut
sebagai info stitusional. Selain itu revolusi-revoliusi semacam itu tidak merubah
corak Publik Law, tetapi juga mengubah segala institusi secara besar-besaran,
bahkan juga terhadap segala tatanan kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
Yang terakhir yaitu bahwa revolusi yang demikian itulah yang selalu dianggap,
diiringi dengan kekerasan.
B. Sejarah Konstitusi Zaman Romawi Kuno
Dalam Perkembangannya bangsa Romawi yang sedang melebarkan
sayap kerajaan dunia, berubah dari negara polis (City State) menjadi suatu
imperium (kerajaan dunia) yang dapat mempersatukan seluruh daerah peradaban
dalam suatu kerajaan.
Gagasan mengenai Konstitusionalisme pada masa Romawi Kuno diawali
dari seorang Filsuf yakni Cicero. Karyanya yaitu „the re Republica‟ dan „The
Legibus‟ adalah pemikiran tentang hukum yang sangat berbeda sekali dengan
pemikiran pada masa Yunani Kuno. Pada abad ke-6, konstitusi mulai dipahami
sebagai sesuatu yang berada di luar dan bahkan diatas negara. Tidak seperti pada
masa sebelumnya, konstitusi mulai dipahami sebagai Lex yang menentukan
bagaimana bangunan kenegaraan harus dikembangakan sesuai dengan prinsip
The Higher Law. Prinsip Hierarki hukum juga semakin dipahami secara tegas
kegunaannya dalam praktik penyelenggaraan kekuasaan.
Pada zaman Romawi, meskipun ilmu ketatanegaraan tidak mengalami
perkembangan yang pesat dikarenakan pada masa romawi lebih menitik
beratkan persoalan-persoalan praktis daripada masalah-masalah teoritis,
namunpemikiran-pemikiran hukum pada zaman Romawi sangat mempengaruhi
perkembangan ketatanegaraan pada abad berikutnya. Beberapa bukti
diantaranya:
1. Pada saat terjadi pertentangan antara kaum Patricia (kaum ningrat)
dengan kaum Plebeia (Kaum miskin, rakyat jelata). Pertentangan ini
dapat diselesaikan dengan sebuah Undang-undang yang terkenal
dengan nama Undang-undang 12 meja,
2. Penggunaan Istilah Ius Gentium pertama kalinya digunakan pada
zaman Romawi untuk menunjukkan bahwa kerajaan Romawi telah
membedakan hukum bagi orang-orang Romawi dan di luar Romawi.
Bagi orang Romawi diberlakukan Ius Cipil sedangkan diluar
Romawi (bukan Romawi Asli) diberlakukan ius Gentium (yang
dikenal dengan hukum antar negara),
3. Penggunaan perkataan Lex dikenal pada masa Romawi. Lex ini
dipahami sebagai Konstitusi untuk menentukan bagaimana bangunan
kenegaraan harus dikembangkan, yang kemudian menjadi kata kunci
untuk memahami konsepsi politik dan hukum.

Tentang konstitusi Romawi pada awalnya merupakan sebuah instrumen


pemerintahan yang sangat mantap, walaupun tidak ditemukan dalam bentuk
tertulis. Ia merupakan sekumpulan presedent yang dibawa dalam ingatan
seseorang atau tercatat secara tertulis, kumpulan keputusan pengacara atau
negarawan, kumpulan adat istiadat, kebiasaan, pengertian, dan keyakinan yang
berhubungan dengan metode pemerintahan, disatukan sejumlah tertentu
Undang-undang. Ide konstitsionalisme dapat ditangkap dari perubahan
pemerintahan Romawi yang semula sebuah monarki, tetapi kemudian Raja-
raajanya diturunkan dengan paksa. Dijelaskan, sekitar 500 SM, bentuk Republik
mulai muncul secara jelas disusul dengan perebutan kekuasaan antar golongan.

Pada dasarnya gagasan konstitusi dan konstitusionalisme pada masa


Romawi Sudah terlihat. Namun demikian, gagasan konstitusionalisme ini
sungguh sangat disayangkan harus lenyap seiring dengan kekalahan bangsa
Romawi oleh suku bangsa Eropa Barat dan Benua Eropa memasuki abad
pertengahan (600 – 1400 M).
C. Sejarah Konstitusi Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan kondisi masyarakat Eropa relative kondusif, pada
masa ini lahir seorang pemikir bernama Est. Thomas yang mempunyai
pemikiran sama dengan cikal bakal magena charta. Menurut Thomas kekuasaan
negara pada dasarnya terbatas dan tunduk pada hukum. Ide yang sama juga
terdapat dalam pemikiran Yunani Kunotetapi zaman pertengahan dengankonsep
tentang Tuhan sebagai sumber tertinggi semua otoritas, memberi makna baru
dan dasar yang lebih kuat dari prinsip ini berkat pendirian yang kokoh dan tidak
tergoyahkan, mengantarkan Est Thomas dan pemikirannya dapat diterima pada
abad pertengahan. Kemudian ide-ide Est Thomas dianggap bersesuaian antara
hukum manusia dengan hukum alam dan hukum Tuhan. Hal ini menjadi
ancangan bagi negara, untuk melakukan institusionalisasi pemerintahan yang
terbatas. Selanjutnya sebagian ide-ide itu dituangkan dalam konstitusi tertulis
dan Judicial Review.
Pada abad pertengahan perkembangan konstitusi didukung oleh aliran
monarchomachen yang terutama terdiri dari golongan Calvinis. Aliran ini tidak
menyukai kekuasaan mutlak raja. Untuk encegah raja bertindak sewenang-
wenang terhadap rakyat, aliran ini menghendaki suatu perjanjian antara rakyat
dengan raja. Perjanjian antara rakyat dan raja dalam kedudukan yang sederajat
menghasilkan naskah yang disebut Leges Fundamentalis yang memuat hak hak
dan kewajiabn masing-masing. Raja tidak hanya dimintai pertanggungjawaban
tetapi jugaa dapat dipecat bahkan dibunuh jika perlu.
Perjanjian antara rakyat dan raja ini lambat laun dituangkan dalam suatu
naskah tertulis. Adapun tujuannya adalah agar para pihak dapat dengan mudah
mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Selain itu, memudahkan salah
satu pihak yang merasa dirugikan menuntut pihak lain yang melanggar
perjanjian.
Perjanjian yang berisi hak dan kewajiban itu dapat juga terjadi antara raja
dengan para bangsawan. Para bangsawan berhak meminta perlindungan kepada
raja. Sementara itu, rajaberhak meminta bantuan para bangsawan jika terjadi
perang. Bahkan perjanjian dapat dilakukan antara orang-orang sebelum ada
negara. Dalam sejarah parang kolonis yang menuju benua Amerika sudah
membuat perjanjian ketika masih berada di kapal “mayflower”.
Semula konstitusi dimaksudkan untuk mengatur dan membatasi
wewenang penguasa menjamin hak (asasi) rakyat, dan mengatur pemerintahan.
Seiring dengan kebangkitan paham kebangsaan dan demokrasi, konstitusi juga
menjadi alat mengkonsolidasikan kedudukan politik dan huku dengan mengatur
kehiduan bersama untuk mencapai cita-cita. Itulah sebabanya pada zaman
sekarang konstitusi tidak hanya memuat aturan hukum, tapi juga merumuskan
prinsip hukum, haluan negara, dan patokan kebijaksanaan yang secara
keseluruhan mengikat penguasa.
Pada abad pertengahan ini terdapat beberapa istilah yang dipakai pada
zaman romawi yang substansinya mengilhami peraturan-peraturan dalam negara
pada periode berikutnya. Seperti misalnya, terdapat kodifikasi hukum yaitu
kodifikasi hukum yang diselenggarakan oleh raja, disebut corpus juris, dan
kodifikasi yang diselenggarakan oleh Paus Innocentius, yaitu peraturan yang
dikeluarkan oleh gereja yang disebut corpus juris connonici. Yang terpenting
dalam penulisan ini adalah corpus juris yang terdiri dari empat bagian:
1. Instituten, iniadalah sebuah ajaran, tapi mempunyai kekuatan
mengikat seperti Undang-undang, kalau dalam UU itu mengenai
sesuatu hal tidak terdapat pengaturannya maka pengaturan mengenai
hal tersebut dapat dilihat instituten tadi
2. Pandecten, ini sebetulnya merupakan penafsiran saja dari para
sarjana terhadap suatu peraturan
3. Codex, ini adalah peraturan atau UU yang ditetapkan oleh
pemerintah/penguasa
4. Novellen, ini adalah tambahan dari suatu peraturan atau UU.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pada zaman Yunani Kuno, Konstitusi telah ada sejak ribuan tahun yang lalu.
Dimulai sejak zaman yunani kuno yang dapat dibuktikan dengan
memperhatikan pendapat Plato yang membedakan istilah Nomoi dan
Politiea. Nomoi berarti undang-undang, sedangkan Politiea berarti negara.
Akan tetapi pada masa itu konstitusi masih diartikan secara materil saja,
karena belum dibuat dalam suatu naskah tertulis sebagaimana dikenal pada
masa ini.
2. Pada masa Romawi Kuno, Gagasan mengenai Konstitusionalisme pada masa
Romawi Kuno diawali dari seorang Filsuf yakni Cicero. Karyanya yaitu „the
re Republica‟ dan „The Legibus‟ adalah pemikiran tentang hukum yang
sangat berbeda sekali dengan pemikiran pada masa Yunani Kuno. Pada abad
ke-6, konstitusi mulai dipahami sebagai sesuatu yang berada di luar dan
bahkan diatas negara. Pada dasarnya gagasan konstitusi dan
konstitusionalisme pada masa Romawi Sudah terlihat. Namun demikian,
gagasan konstitusionalisme ini sungguh sangat disayangkan harus lenyap
seiring dengan kekalahan bangsa Romawi oleh suku bangsa Eropa Barat dan
Benua Eropa memasuki abad pertengahan (600 – 1400 M).
3. Pada Abad pertengahan. Kemunculan konstitusi diawali dengan lahirnya
seorang pemikir yang bernama est Thomas yang beranggapan bahwa
kekuasaan negara pada dasarnya terbatas dan tunduk pada hukum. Ide yang
sama juga terdapat dalam pemikiran Yunani Kunotetapi zaman pertengahan
dengankonsep tentang Tuhan sebagai sumber tertinggi semua otoritas. Pada
abad pertengahan perkembangan konstitusi juga didukung oleh aliran
monarchomachen yang terutama terdiri dari golongan Calvinis.
B. Saran
Diharapkan dengan adanya penulisan makalah ini kami berharap agar
pembaca mampu mengambil manfaat mengenai sejarah perkembangan
konstitusi dari zaman ke zaman.
DAFTAR PUSTAKA

Junaidi Muhammad. 2017. “Hukum Konstitusi: Pandangan dan Gagasan


Modernisasi Negara Hukum”. Rajawali Pers; Depok.

Rakhmat Muhammad. 2014. Konstitusi & Kelembagaan Negara. LoGoz


Publishing; Bandung.

Syafnil Efendi. “Konstitusionalisme dan Konstitusi Ditinjau dari Perspektif


Sejarah”. Fakultas Ilmu Sosial U. Vol.3 No. 2, Summer 1991, 157.

Anda mungkin juga menyukai