Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH ILMU NEGARA BAB VII & VIII

KLASIFIKASI NEGARA DAN SUSUNAN NEGARA

Nama : Yohana Darmaini

NPM : 20-74201-009

Kelas : A 1.1 P2K

Dosen : Dadang Gandhi SH .,MH

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG


FAKULTAS HUKUM

PRODI ILMU NEGARA


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan dalam menyelesaikan
makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penulis tidak akan mampu menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi agung
Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, sehingga
makalah “Klasifikasi Negara dan Susunan Negara” dapat diselesaikan. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Negara. Penulis berharap makalah tentang Klasifikasi dan
Susunan Negara dapat menjadi ilmu pengetahuan untuk kita semua.

Penulis menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena kesalahan dan
kekurangan. Penulis terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini dapat lebih baik.
Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan maupun konten, penulis
memohon maaf.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tangerang, 14 January 2021

Penulis

A.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................................................1
Latar Belakang..............................................................................................................................................1
Rumusan Masalah.........................................................................................................................................1
Tujuan Penulisan...........................................................................................................................................1
BAB II..............................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN...............................................................................................................................................2
KLASIFIKASI NEGARA............................................................................................................................2
SUSUNAN NEGARA................................................................................................................................12
BAB III...........................................................................................................................................................25
PENUTUP......................................................................................................................................................25
Kesimpulan.................................................................................................................................................25
Saran...........................................................................................................................................................25
Daftar Pustaka.................................................................................................................................................26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ilmu negara dijadikan sebagai salah satu mata kuliah yang dipelajari di beberapa fakultas
diantaranya Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan masing-masing
jurusan yang mewajibkan mata kuliah ini. Ilmu negara merupakan matakuliah penunjang atau
bahkan wajib diantara mata kuliah lainnya. Karena ruang lingkupilmu negara ini sangat luas di
antaranya adalah negara yang mencangkup tentang sejarah,hukum, masyarakat, pemerintahan dan
lain sebagainnya. Oleh karena itu kita perlu mengkaji apa-apa saja yang dipelajari dalam ilmu
negara ini terkait tentang negara beserta komponennya.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini berdasarkan latar belakang di atas adalah :

1. Apa saja bentuk-bentuk klasifikasi Negara?


2. Bagaimana klasifikasi Negara menurut pendapat para ahli?
3. Apa saja macam-macam susunan Negara?

Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah ilmu negara dan
mempelajari lebih dalam mengenai klasifikasi Negara dan susunan Negara.

1
BAB II
PEMBAHASAN

KLASIFIKASI NEGARA

1. Klasifikasi Negara Klasik Tradisional :Monarki, Aristokrasi, Demokrasi

Sejak timbulnya pemikiran tentang negara dan hukum, para ahli pikir telah membicarakan
kemungkinan bentuk negara. Pada umumnya mereka mengklasifikasikan bentuk negara menjadi
tiga golongan dan yang dipergunakan sebagai kriteria pada umumnya dapat dikatakan sama. Hanya
saja mereka mempergunakan sistem serta istilah yang berbeda-beda. Misalnya ajaran dari Plato,
Aristoteles, Polybius, dan Thomas van Aquinas, mereka mengklasifikasikan negara dalam tiga
bentuk, yaitu monarki, aristokrasi, dan demokrasi. Sedangkan yang dipergunakan sebagai kriteria
adalah:

a) Susunan pemerintahannya. Artinya adalah jumlah orang yang memegang pemerintahan,


pemerintahan itu dipegang oleh satu orang tunggal, beberapa atau segolongan orang, ataukah
pemerintahan itu ada pada rakyat.

b) Sifat pemerintahannya. Artinya pemerintahan itu ditujukan untuk kepentingan umum, ataukah
hanya untuk kepentingan mereka yang memegang pemerintahan itu saja. Keadaan demikian inilah
yang kemudian menimbulkan ekses atau kemerosotan dari pemerintahan yang baik, yaitu secara
berturut-turut: ekses dari monarki adalah Tyrani, ekses dari aristokrasi adalah Oligarki, sedang ekses
demokrasi adalah anarki.

Dengan demikian seolah-olah ada enam bentuk negara, tetapi sebenarnya hanya ada tiga. Karena
terbukti bahwa dalam pemerintahan yang tidak memperhatikan kepentingan umum selalu mendapat
perlawanan dari rakyat, yang mengakibatkan berubahnya sifat pemerintahan seperti yang
dikehendaki rakyatnya.

2. Klasifikasi Negara dalam Bentuk Monarki dan Republik

Pada zaman renaissance, seorang sarjana ahli pemikir besar tentang negara dan hukum, Niccolo
Machiavelli dalam bukunya II Principe, telah mengemukakan penjenisan negara menjadi dua
bentuk, yaitu Republik atau Monarki. Kemudian pada zaman modern George Jellinek dalam
bukunya Allgemene Staatslehre, juga mengemukakan penjelasan bentuk negara menjadi dua yaitu
Republik dan Monarki. Sebetulnya menurut Jellinek perbedaan antara republik dan monarki itu

2
benar-benar mengenai perbedaan daripada sistem pemerintahannya, tetapi sekalipun demikian
Jellinek sendiri mengartikannya sebagai perbedaan daripada bentuk negaranya. Di dalam
mengemukakan perbedaan antara monarki dan republik tadi Jellinek mempergunakan kriteria
tentang bagaimanakah cara terbentuknya kemauan negara.

Hal itu karena menurut Jellinek negara itu dianggap sebagai sesuatu kesatuan yang mempunyai
dasar-dasar hidup, dan dengan demikian negara itu mempunyai kemauan/ kehendak. Kemauan
negara ini sifatnya abstrak, sedangkan dalam bentuknya yang konkrit kemauan negara itu menjelma
sebagai hukum atau undang-undang. Jadi, undang-undang atau peraturan-peraturan itu adalah
adalah merupakan perwujudan atau penjelmaan daripada kemauan negara. Negara yang memiliki
kekuasaan tertinggi dan wewenang membuat dan menetapkan undang-undang.

Menurut Jellinek ada dua cara mengenai terbentuknya kemauan negara itu:

a) Kemauan negara itu terbentuk atau tersusun di dalam jiwa seseorang yang mempunyai wujud
atau bentuk fisik. Artinya kemauan negara itu hanya ditentukan oleh satu orang tunggal, tiada orang
atau badan lain yang dapat ikut campur dalam pembentukkan kehendak negara itu. Jadi, dalam
monarki ini, undang-undang hanya ditentukan oleh satu orang tunggal.

b) Kemauan negara itu terbentuk atau tersusun di dalam suatu dewan. Dewan itu adalah suatu
pengertian yang adanya hanya di dalam hukum, dan sifatnya abstrak, serta berbentuk yuridis.
Memang sebenarnya anggota-anggota dari dewan itu yaitu orang, adalah merupakan berbentuk
fisik, tetapi dewannya itu sendiri adalah merupakan kenyataan yuridis, karena dewan itu adalah
merupakan konstruksi hukum, jadi yang adanya itu justru sebagai akibat ditetapkan oleh peraturan
hukum, dimana beberapa orang merupakan suatu kesatuan dan dianggap sebagai suatu persoon.
Kehendak negara yang terbentuk secara demikian ini disebut kehendak atau kemauan yuridis, dan
negara yang memiliki kemauan yuridis ini disebut Republik.

Oleh karena itu dapatlah dikatakan apabila dalam suatu negara itu undang-undangnya merupakan
hasil karya dari satu orang tunggal saja, maka negara itu disebut Monarki. Sedangkan apabila
undang-undang merupakan hasil karya dari suatu dewan maka negara itu disebut Republik. Sesuai
dengan sistem ajarannya, menggolongkan negara yang disebut Wahl-monarchie, yaitu suatu negara
dimana kepala Negara dipilih atau diangkat oleh suatu organ atau badan khusus.

Tapi pendapat oleh Jillinek kurang diterima oleh Kranenburg, bahwa ajaran Jillinek tadi terdapat
kelemahan antara lain tentang cara terbentuknya kemauan negara, maka apabila Jillinek
menggolongkan negara Inggris kedalam monarki, seharusnya ia menyebut negara Inggris dengan
istilah republik. Karena di Inggris pembentukan kemauan negara yang berwujud undang-undang itu
tidak terjadi secara pisik. Artinya pembentukan undang-undang terjadi secara yuridis, yaitu
pembentukan undang-undang di Inggris dilakukan oleh King in Parliament, oleh Mahkota bersama-
sama dengan parlemen. Pembentukan kemauan negara di Inggris dilakukan oleh suatu dewan yang
terdiri dari: raja, menteri, dan parlemen.

3
Tetapi Jillinek tetap berpendapat bahwa Inggris adalah Monarki, jadi tetap mempertahankan
pendapatnya bahwa pembentukan kemauan negara Inggris terjadi secara pisik, sebab di Inggris itu
menurut Jillinek yang penting dalam membuat dan atau menetapkan suatu undang-undang adalah
Raja.

Demikian keadaanya, bahwa pendapat Jillinek sangat bertentangan keadaan yang senyatanya,
misalnya mengenai gambaran pembentukan undang-undang seperti yang dilukiskan Jillinek di
Inggris, itu terdapat di Indonesia. Di Indonesia Rancangan Undang-undang diusulkan oleh Presiden
dan harus disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, setelah disetujui kemudian disyahkan kembali
oleh Presiden agar undang-undang memiliki kekuatan berlaku.

Pada zaman sekarang Monarki diartikan pada adanya lembaga ketatanegaraan yang khusus
kedudukannya, kepala negara dari negara yang berbentuk Monarki yaitu mendapat kedudukan
karena pewarisan. Menurut Leon Deguit dalam mengadakan pembedaan antara bentuk negara
Monarki dengan negara Repubik kriteria yang digunakan adalah cara atau sistem penunjukan atau
pengangkatan kepala negara.

Berdasarkan kriteria tersebut diatas, menurut Leon Deguit negara itu disebut Monarki apabila
kepala negaranya ditunjuk atau diangkat melalui sistem pewarisan, sedangkan suatu negara itu
disebut Republik, apabila kepala negaranya itu ditunjuk atau diangkat melalui pemilihan,
perampasan, penunjukan atau sebagainya. Leon Deguit membagi bentuk negara menjadi tiga, antara
lain:

1. Negara Kesatuan;

Negara Kesatuan adalah negara bersusunan tunggal, yakni kekuasaan untuk mengatur seluruh
daerahnya ada di tangan pemerintah pusat.

2. Negara Serikat;

Negara serikat merupakan negara bersusun jamak, terdiri atas beberapa negara bagian yang masing-
masing tidak berdaulat.

3. Perserikatan Negara-negara.

Perserikatan negara pada hakikatnya bukanlah negara, melainkan suatu perserikatan yang
beranggotakan negara-negara yang masing-masing berdaulat.

Pada ajaran Leon Deguit, negara dimana Raja atau Kepala Negaranya diangkat melalui sisitem
pemilihan bukanlah monarki, padahal kenyataannya Negara tersebut adalah suatu kerajaan. Seperti
kerajaan German, terhadap Negara tersebut Leon Deguit ragu menyebutnya negara republik, maka
disebutlah republik Aristokrat yaitu kepala negaranya bergelar raja. Untuk melihat keadaan
sekarang ini ajaran Leon Deguit dapat dijadikan referensi.

4
3. Autoritären Führerstaat

Menurut Prof. Otto Koellreuttert terdapat jenis negara autokrasi terpimpin, atau autoritären
fuhrerstaat, atau autorithire leiderstaat. Yaitu negara yang dipimpin oleh kekuasaan negara, yang
berdasarkan atas pandangan autoriet negara. Negara ini sedikit banyak dikuasai oleh asas
ketidaksamaan dan asas kesamaan, karena pemegang kekuasaan hanya pemerintahan negara itu
bukan hanya orang dari satu dinasti saja.

Negara ini merupakan bentuk campuran monarki dan republik, dan mempunyai sifat keduanya.
Dalam hal penunjukkan kepala negara berdasarkan pada pandangan autoritet negara, berdasarkan
pada kemampuan memerintah serta kemampuan menguasai rakyatnya. Sedangkan asas kesamaan
dan ketidaksamaan dikesampingkan. Otto Koellreutter kemudian menunjukkan Adoplh Hitler dalam
bukunya Mein Kamft, yang mengatakan bahwa tujuan gerakan nasionalis-sosialis tidak terletak
dalam mendirikan atau menegakkan monarki atau republik, melainkan dalam menghasilkan negara
Jerman.

4. Klasifikasi negara menurut Prof. Mr. R. Kranenburg

Teori kekelompokkan

Klasifikasi teori kelompok, Kranenburg menggunakan dua kriteria, yaitu:

a) Sifat kesetempatan, artinya kelompok yang memiliki sifat setempat atau tidak setempat.

b) Sifat keteraturan, atinya kelompok yang memiliki sifat teratur atau tidak teratur.

Dengan menggunakan dua klasifikasi tersebut, ia kembali menglasifikasikannya menjadi empat


kelompok, yaitu:

1. Kelompok yang sifatnya setempat dan tidak teratur.

Kelompok ini misalnya kelompok orang yang berkerumun pada suatu tempat untuk menyaksikan
suatu kejadian yang terjadi secara tiba-tiba dengan kepentingan yang berbeda, seperti kecelakaan.
Ciri khusus kelompok ini adalah sifatnya yang suggestif, mudah terpengaruh, dan mudah
menimbulkan ekses.

2. Kelompok yang sifatnya setempat dan teratur

Kelompok yang berkumpul pada suatu tempat dengan tujuan yang sama dan tujuan ini dapat dicapai
dengan keteraturan. Contohnya mahasiswa yang mengikuti kuliah.

2. Kelompok yang sifatnya tidak setempat dan tidak teratur

Kelompok ini datang dari persamaan yang bersifat objektif. Misalnya persamaan nasib atau tujuan.

5
3. Kelompok yang sifatnya tidak setempat dan teratur

Kelompok ini merupakan kelompok tertinggi yang disebut kelompok subjektif yang dapat terdiri
dari keluarga, perkumpulan, partai politik, negara, perserikatan negara, dan negara serikat. Faktor
pokok kelompok ini adalah kelompok itu sendiri, karena adanya kepentingan bersama yang datang
dari keinginan bersama untuk mencapai tujuan. Menurut Kranenburg hal ini dapat dibuktikan dari
nama yang dipakai untuk kelompok tersebut, misalnya Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Menurut Kranenburg, hakikat negara tergantung hubungan antar fungsi negara itu dengan organ.
Kranenburg menglasifikasikan negara berdasarkan kriteria sebagai berikut:

A. Kriteria pertama

1) Sifat hubungan antara fungsi dan organ dalam negara. Apakah fungsi negara hanya dipusatkan
pada satu organ, atau dipisahkan kemudian didistribusikan kepada beberapa organ.

2) Sifat dari organ negara iu sendiri, artinya jika fungsi negara dipusatkan pada satu organ;
bagaimana sifat hubungan antara organ itu satu sama lain, dan jika fungsi negara dipisahkan dan
masing-masing diserahkan kepada satu organ.

Dengan kriteria tersebut, negara dapat diklsifikasikan sebagai berikut:

1) Negara yang berpegang pada satu kekuasaan Absolut

a. Organ bersifat tunggal, artinya organ tertinggi dengan kekuasaan tertinggi oleh satu orang tunggal
–monarki.

b. Organ bersifat beberapa orang, artinya organ dan kekuasaan yang tertinggi dilaksanakan oleh
beberapa orang aristokrasi atau oligarki.

c. Organ bersifat jamak, artinya organ tersebut pada prinsipnya berkedaulatan rakyat demokrasi.

Jika sistem absolutisme dikombinasikan dengan sifat dari organnya, maka akan didapatkan
diantaranya:

a. Monarki absolut

Negara yang fungsi atau kekuasaannya dipusatkan pada satu organ, sedangkan organnya dipegang
satu orang tunggal.

b. Aristokrasi atau oligarki absolut

Negara yang fungsi atau kekuasaannya dipusatkan pada satu organ, sedangkan organnya sendiri
dipegang beberapa orang.

6
c. Demokrasi absolut

Negara yang fungsi atau kekuasaannya dipusatkan pada satu organ, sedangkan organnya sendiri
dipegang oleh seluruh rakyat demokrasi murni.

2) Negara dengan pemisahan kekuasaan –trias politika

a. Negara yang melaksanakan sistem pemisahan kekuasaan secara tegas. Artinya masing-masing
organ tidak saling mempengaruhi, khususnya antra badan legislatif dan eksekutif (presidensiil).

b. Negara yang melaksanakan sistem pemisahan kekuasaan, dan masing-masing organ memegang
kekuasaan tersebut, khususnya antara badan legislatif dan eksekutif, dapat saling mempengaruhi
atau saling berhubungan yang bersifat politis. Artinya, jika kebijaksanaan badan yang satu tidak
mendapat persetujuan dari badan yang lain, badan tersebut dapat dibubarkan (parlementer).

c. Negara yang melaksanakan sistem pemisahan kekuasaan dan pada prinsipnya bdan eksekutif
bersifat sebagai badan pelaksanaan pada apa yang telah diputuskan oleh badan legislatif. Dan
disertai dengan pengawasan langsung oleh rakyat dengan sistem referendum.

B. Kriteria kedua

Kriteria ini dikemukakan Kranenburg dalam menglasifikasikan bentuk negara berdasarkan


perkembangan sejarah dan penglasifikasian negara modern yang timbul sebagai akibat dari
perkembangan politik zaman modern. Berdasarkan hal tersebut, negara dapat diklasifikasikan
menjadi:

1) Negara dalam bentuk historis

a. Federasi negara dari zaman kuno.

b. Sistem provincia Romawi.

c. Negara dengan sistem feodal.

2) Negara dalam bentuk modern

a. Perserikatan negara-negara atau Staatenbund.

b. Negara serikat atau Bundesstaat.

c. Negara kesatuan atau negara Unitaris.

d. Negara kemakmuran bersama Inggris atau Bristish Common-Wealth of Nations.

4. Klasifikasi Negara Menurut Hans Kelsen

7
Hans Kelsen penganut ajaran Positivisme, ia menulis ajarannya dalam bukunya Der Soziolosische
und der juristisch Staatsbegriff. Dalam ajaran Hans Kelsen negara itu pada hakekatnya adalah
merupakan Zwangsordnung, yaitu suatu tertib hukum atau tertib masyarakat yang mempunyai sifat
memaksa, menimbulkan hak memerintah dan kewajiban tunduk. Jadi dalam hal ini ada pembatasan
terhadap kebebasan warga negara padahal menurut Hans Kelsen kebebasan warga negara itu
merupakan nilai yang fundamental atau pokok dalam suatu negara.[11]

Menurut Hans Kelsen sifat kebebasan warga negara itu ditentukan oleh dua hal, yaitu:

1. Sifat mengikatnya peraturan-peraturan hukum yang dikeluarkan atau dibuat oleh penguasa
yang berwenang.

2. Sifat keleluasaan penguasa atau pemerintah dalam mencampuri atau mengatur peri kehidupan
daripada warga negaranya.

Berdasarkan kriteria tersebut, Hans mengklasifikasikan negara menjadi:

1. Berdasarkan kriteria yang pertama, yaitu sifat mengikatnya peraturan hukum yang dibuat atau
dikeluarkan oleh penguasa yang berwenang, maka:

a) Pada azasnya peraturan hukum yang dikeluarkan oleh penguasa yang berwenang hanya mengikat
atau berlaku terhadap rakyat atau warga negara . jadi tidak berlaku atau mengikat pada penguasa
yang membuat dan mengeluarkan peraturan-peraturan hukum tersebut.

b) Pada azasnya peraturan-peraturan hukum yang dikeluarkan oleh penguasa yang berwenag itu
kecuali mengikat warga negaranya atau rakyatnya juga mengikat si pembuat peraturan hukum itu
sendiri.

2. Berdasarkan kriteria kedua, yaitu sifat keleluasaan penguasa atau pemerintah dalam mengatur
kehidupan para warga negaranya, maka:

a) Pada azasnya penguasa atau negara mempunyai keleluasaan mencampuri atau mengatur segala
segi kehidupan daripada para warga negaranya.

b) Pada azasnya penguasa atau negara hanya dapat mencampuri perihal kehidupan daripada para
warga negaranya yang pokok-pokok saja, yang menyangkut kehidupan warga negara secara
keseluruhan.

Pada umumnya negara yang memakai sistem autonomi, yaitu negara di mana penguasa yang
mengeluarkan peraturan hukum ikut terikat. Dan kecenderungan untuk merubah sistem ke arah
sistem liberal.[12]

5. Klasifikasi Negara menerut R.M Mac Iver

8
R.M.Mac Iver adalah seorang sarjana Amerika, dalam ilmu kenegaraan ia menulis ajaranya dalam
bukunya, The Web Of Government, dan dalam bukunya yang lain, The Modern state. Dalam
bukunya yang pertama, Mac Iver antara lain tentang terjadinya negara mengatakan bahwa , negara
itu terjadi dari pertumbuhan suatu keluarga atau family. Pertumbuhan atau perkembangan ini terjadi
secara singkat, melalui beberapa phase, yaitu:

a) Pashe pertama adalah keluarga atau family tersebut. Dalam keluarga tersebut, meskipun
sifatnya masih sangat sederhana, namun telah ada kebiasaan- kebiasaan, mores, atau custom, *9+K
KJJKHK+UH 9serta pula kekuasaan, author, yang tidak dapat terlepas dari kebiasaan- 65
HB.HB52H5HV6G H5GHG H56GH GJG88888,,,.21kebiasaan tersebut.

b) Pashe kedua adalah bahwa family atau keluarga itu berkembang menjadi besar dan disebut
klan yang dipakai oleh seorang primus inter pares. Primus inter paris ini lama- kelamaan menjadi
pemimpin sungguh- sungguh dari pada klan tersebut, serta mempunyai kekuasaan yang nyata.

Dalam uraiannya Mac Iver menyebutkan hasil perkembangan keluarga sebagai negara setelah
tercapai territorial-state. Dan ini terjadi setelah melewati jaman feodalisme. Sedangkan
perkembangan antara family sampai pada Mac Iver mengemukakan pendapat tentang perbedaan
antara pemerintah, government, dengan negara, state. Menurut beilau perbedaannya adalah: bahwa
negara itu adalah organisasinya, sedangkan pemerintahan adalah organ yang menjalankan
admisintrasi daripada organisas tersebut. Mac Iver mengemukakan dua sistem pengklasifikasian
negara, yaitu:

a) A tri partite classification of state, disebut pula sistem traditional classification,


mempergunakan kriteria suatu pertanyaan: Siapakah yang memegang kekuasaan pemerintahan
negara itu? kekuasaan tertinggi negara hanya dipegang oleh satu orang saja, maka sesungguhnya
telah memuat bentuk-bentuk pemerintahan yang sangat berbeda, sebab dapat meliputi monarki
dapat juga sebagai dictator ataupun tyranni.

b) A bi partite classification of state, kriteria sistem ini adalah dasar yang praktis, yaitu
mempergunakan dasar konstitusional. Penggolongan negara dengan sistem ini menghasilkan dua
golongan besar, yaitu demokrasi dan oligarki. Menurut Mac Iver perlu untuk diketahui bahwa dalam
proses perubahan politik pada setiap bentuk pemerintahan.

6. Klasifikasi Negara menurut Maurice Duverger

Maurice menyatakan, pengertian negara dalam arti luas adalah rupa daripada perbedaanumum
antara orang-orang yang memerintah dengan yang diperintah. Sedangkan dalam artisempit, istilah
tata negara hanya dapat dipakai buat menunjukkan bangun pemerintahan. Maurice dalam
mengklasifikasikan negara menggunakan kriteria, bagaimanakah sifat relasiantara penguasa dengan
rakyat. Relasi tersebut nampak jelas pada cara pemilihan penguasa.

9
Berikut ini merupakan pengelompokan sistem ini ke dalam dua golongan :

A. Negara autokrasi. Artinya, pemilihan penguasa dengan cara tidak mengikutsertakan rakyat.

1. Perebutan kekuasaan., Hal ini dapat dijalankan dengan cara :

a) Revolusi, yakni suatucara perebutan kekuasaan dengan menggunakan kekuatan seluruh rakyat;

b) Coupd’etat, yakni dengan menggunakan kekuatan pemerintah lama untuk menggulingkandan


kemudian menggantikannya;

c) Pronunciamiento, yakni semaca coup d’etatdengan menggunakan kekuatan militer.

2. Sistem keturunan

3. Kooptasi, penunjukan penguasa oleh yang lama dan kemudian menggantinya

4. Sistem pengundian

5. Sistem yang mana pengangkatan penguasa akan menggantikan itu dilakukan oleh penguasa lain.
Ini bisa melalui pemilihan umum dan menjadi demokrasi.

B. Cara demokratis. Pemilihan penguasa dengan cara mengikutsertakan rakyat. Dibagi menjadi
dua: (a) demokrasi langsung;

(b) demokrasi perwakilan.

C. Negara oligarki. Yakni campuran antara negara autokrasi dengan demokrasi. Prinsip kombinasi
antara keduanya

a) Sistem pemerintahan campuran menurut juxtaposition. Dalam sistem ini ditemukan dua organ
yakni autokratis dan demokratis.

b) Sistem pemerintahan campuran secara kombinasi. Ini adalah suatu negara yangkekuasaan
dipegang oleh satu orang dimana pengangkatannya dilakukan dengan caraautokrasi dan demokrasi.

8. Klasifikasi Negara menurut H.J Laski.

Ia mengatakan bahwa yang menjadi inti dalam organisasi negara adalah hubungan antara rakyat dan
undang-undang. Berdasarkan kriteria ini maka negara dikalsifikasikan menjadi: a. Bila rakyat
mempunyai wewenang ikut campur dalam pembuatan undang-undang, maka bentuk negara tersebut
adalah demokrasi. b. Bila rakyat tidak mempunyai wewenang ikut campur dalam pembuatan
undang-undang, maka bentuk negara tersebut adalah autokrasi. H.J Laskyberpendapat dalam tiap-
tiap penyelidikan tentang sistem peraturan-peraturan hukum menunjukkan akan kebutuhan tiga jenis

10
kekuasaan yaitu: a. Adanya badan yang menetapkan peraturan-peraturan umum. Badan ini disebut
badan perundang-undangan. b. Adanya badan yang bertugas melaksanakan peraturan-peraturan
hukum. Badan ini adalah pemerintah. c. adanya badan yang berwenang memberikan keputusan
dalam pelaksanaan terjadinya pelanggaran-pelanggaran. Badan ini disebut pengadilan.

9. Klasifikasi negara menurut Sir John Marriott.

Marriottmengajukan klasifikasi yang dapat mencakup semua bentuk negara modern. Dalam
klasifikasinya ia menggunakan dasar sistem kenegaraannya yaitu :

•Mengenai susunan pemerintahannya : negara kesatuan dan negara federasi

•Mengenai sifat konstitusinya: negara yang konstitusinya mempunyai sifat-sifat istimewa dan
negara yang undang-undang dasarnya bersifat fleksibel.

•Mengenai sistem pemerintahannya: negara yang memakai sistem pemerintahan presidensial dan
negara memakai sistem pemerintahan parlementer.

10. Klasifikasi negara menurut S.D Leacock.

Leacockmengklasifikasikan negara modern dalam dua jenis:

a. Despotis

b. Demokratis :

1. Republik : 1. Federal : 1. Tidak berparlemen

2. Berparlemen

2. Kesatuan : 1. Tidak berparlemen

2. Berparlemen

2. Kerajaan terbatas : 1. Federal : 1. Tidak berparlemen

2. Berparlemen

2. Kesatuan : 1. Tidak berparlemen

2. Berparlemen.

11. Klasifikasi Negara menurut H.N Sinha

11
Sinha melengkapi kekurangan-kekurangan klasifikasi Leacock dengan bentuk-bentuk pemerintahan
yang totaliter atau autoriter dan bersifat anti-demokratis.

Negara-negara modern :

1. Demokratis : 1. Republik : 1. Federal : 1. Tidak berparlemen


2. Berparlemen
2. Kesatuan : 1. Tidak berparlemen
2. Berparlemen

2. Kerajaan terbatas : 1. Federal : 1. Tidak berparlemen

2. Berparlemen

2. Kesatuan : 1. Tidak berparlemen

2. Berparlemen

2. Anti-Demokratis : 1. Republik : 1. Kesatuan

2. Federasi

2. Kerajaan Terbatas : 1. Kesatuan

2. Federasi

SUSUNAN NEGARA

1. Negara Kesatuan

Negara kesatuan disebut juga uniterisme atau eenheistaat, yaitu suatu negara yang merdeka dan
berdaulat dimana di seluruh negara yang berkuasa hanyalah satu pemerintah yaitu pemerintah pusat.
Pemerintah pusatlah yang mengatur seluruh daerah. Jadi tidak terdiri dari beberapa negara yang
berstatus negara bagian (deelstaat) atau negara dalam negara.

Dengan demikian dalam negara kesatuan hanya ada satu pemerintah, yaitu pemerintah pusat yang
mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan negara, menetapkan

12
kebijakan-kebijakan pemerintah dan melaksanakan pemerintahan negara baik di pusat maupun di
daerah serta di dalam atau di luar negeri.

Negara kesatuan mewujudkan kebulatan tunggal, kesatuan (unity) dan monosentris (berpusat pada
satu).

Macam-macam negara kesatuan :

a. Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi

Dalam negara kesatuan dengan sistem sentralisasi maka semua urusan diurus oleh pemerintah pusat.
Pemerintah daerah tidak mempunyai hak untuk mengatur daerahnya, pemerintah daerah hanya
melaksanakan apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Contoh : Jerman di bawah Hitler.

b. Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi

Dalam negara kesatuan dengan sistem desentralisasi maka kepada daerah diberi kesempatan dan
kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. (otonomi daerah).

Contoh : Republik Indonesia.

2. Negara Federasi

Federasi berasal dari kata feodus yang berari perjanjian atau persetujuan.

Dalam negara federasi atau negara serikat (bondstaat/bundesstaat) merupakan dua atau lebih
kesatuan politik yang sudah atau belum berstatus negara berjanji untuk bersatu dalam suatu ikatan
politik, dimana ikatan tersebut akan mewakili mereka secara keseluruhan. Jadi merupakan suatu
negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat, karena yang berdaulat adalah persatuan dari
negara-negara tersebut yaitu negara serikat (pemerintah federal).

Jadi, awalnya masing-masing negara bagian tersebut merupakan negara yang merdeka, berdaulat
serta berdiri sendiri. Dengan menggabungkan dalam suatu negara serikat maka negara yang tadinya
berdiri sendiri, sekarang menjadi negara bagian dan melepaskan sebagian kekuasaan yang
dimilikinya dan menyerahkannya kepada negara serikat.

Kekuasaan yang diserahkan disebutkan satu demi satu sehingga hanya kekuasaan yang disebutkan
saja yang diserahkan kepada negara serikat (delegated powers). Umumnya, kekuaaan yang
diserahkan adalah hal-hal yang berhubungan dengan luar negeri, pertahanan negara, keuangan dan
pos.

13
Dengan demikian kekuasaan yang diberikan bersifat terbatas karena kekuasaan yang asli tetap ada
pada negara bagian.

Anggota-anggota federasi tidak berdaulat dalam arti yang sesungguhnya karena federasilah yang
berdaulat. Anggota suatu federasi disebut negara bagian (deelstaat, state, anton, lander).

Bentuk negara federasi tidak dikenal pada zaman kuno maupun abad pertengahan, namun baru
dikenal sekitar tahun 1787 ketika pembentuk konstitusi Amerika Serikat memilih federasi sebagai
bentuk pemerintahan mereka.

Menurut C.F. Strong, dalam bukunya Modern Political Institution diperlukan dua syarat untuk
mewujudkan suatu negara federasi, yaitu :

a. Harus ada perasaan nasional (a sense of nationality) diantara anggota-anggota kesatuan-kesatuan


politik yang hendak berfederasi.

b. Harus ada keinginan dari anggota-anggota kesatuan politik akan persatuan (union).

Selain itu, negara federasi memiliki tiga ciri khas, yaitu :

a. Adanya supremasi konstitusi federasi.

b. Adanya pembagian kekuasaan (distribution of power) antara negara bagian dengan negara
federal.

c. Adanya suatu kekuasaan tertinggi yang bertugas menyelesaikan sengketa yang mungkin timbul
antara negara bagian dengan negara federal.

3.Perbedaan Antara Negara Serikat dengan Perserikatan Negara menurut Georg Jellinek

Georg Jellinek mengemukakan perbedaan antara negara serikat dengan perserikatan negara-negara
tersebut. Lama sudah Jellinek meninjau dari berbagai sudut untuk mencari perbedaan tersebut. Dan
kiranya beliau sampai pada kesimpulan yang sesuai dengan pendapatnya bahwa negara itu pada
hakekatnya adalah merupakan suatu organisme, yang mempunyai kehendak atau kemauan, yang
kemudian menjelma dalam bentuknya yang konkrit berupa peraturan-peraturan negara, atau
undang-undang atau hukum Jadi hukum adalah merupakan penjelmaan daripada kehendak negara,
dengan demikian negaralah yang berdaulat.

14
Sekarang persoalannya, di dalam negara federal itu ada pada siapakah kedaulatan itu, ada pada
negara federalnya, ataukah ada pada negara-negara bagian ? Inilah kriteria Jellinek di dalam
membedakan antara negara serikat dengan perserikatan negara-negara tersebut

Apabila kedaulatan itu ada pada negara federal, jadi yang memegang kedaulatan itu adalah
pemerintah federal, atau pemerintah gabungannya, maka negara federal itu disebut negara serikat.

Sedangkan kalau kedaulatan itu masih tetap ada negara-negara bagian, maka Negara federal yang
demikian ini disebut perserikatan negara.

Jadi seakan-akan sudah tegas, tinggal melihat saja, ada pada siapa kah kedaulatan itu, ada pada
negara federalnya, ataukah ada pada negara-negara bagian. Tetapi meskipun demikian kiranya
Kranenburg berkeberatan menerima pendapat Jellinek tersebut. Dan mengajukan kelemahan
pendapat Jellinek tersebut sebagai berikut:

Bahwa kriteria yang dipergunakan oleh Jellinek di dalam mengemukakan pendapat tentang
perbedaan antara negara serikat dengan perserikatan negara itu kurang tepat, lemah. Oleh karena
mengenai pengertian kedaulatan atau souvereiniteit, atau sovereighty, itu masih banyak
menimbulkan perbedaan perbedaan pendapat, jadi belum ada kesatuan pendapat. Lagi pula
pengertian kedaulatan itu sering dipakai di dalam bermacam-macam pengertian dari jaman ke
jaman. Misalnya saja, semula kedaulatan atau souvereiniteit itu dipakai di dalam pengertian yang
sifatnya relatif. Menurut asal katanya, souvereiniteit itu berasal dari kata superanus atau superanitas,
yang berarti wewenang atau kekuasaan yang tertinggi di dalam suatu daerah, ini misalnya seorang
tuan tanah itu berdaulat di suatu daerah, ini berarti bahwa mengenai hal-hal intern dari daerah
tersebut tuan itu tidak tergantung pada siapapun juga. Jadi tuan tanah itulah yang mempunyai
kekuasaan tertinggi di dalam menentukan atau memutuskan segala hal di dalam daerah tersebut

Kemudian pada waktu timbulnya raja-raja yang berkekuasaan absolut kekuasaan para tuan tanah itu
berkurang dan kekuasaan rajalah sekarang yang merupakan kekuasaan tunggal, serta perkataan
souverein hanya melulu diperuntukkan bagi kekuasaan raja-raja, dan berarti kekuasaan yang
tertinggi, yang berarti selain raja itu tidak tergantung pada kekuasaan lain, juga wenang menentukan
segala sesuatunya yang ada di dalam negara tersebut, bahkan wenang menentukan hidup matinya
seseorang

Di dalam jaman modern ini perkataan atau istilah kedaulatan sudah mempunyai pengertian yang
lain lagi, misalnya ada yang mengatakan bahwa kedaulatan itu adalah kekuasaan yang tertinggi di
dalam suatu daerah atau negara untuk menentukan atau membuat hukum yang berlaku di daerah
atau negara tersebut. Demikianlah pendapat Jean Bodin.

Dalam hubungan ini telah terlihat pula dengan tegas, bahwa pengertian istilah telah berubah dengan
adanya pergantian tuga. Kata atau istilah kedaulatan, demikian pernyataan Leon Duguit, hanya

15
merupakan sifat dan tabiat kekuasaan raja, sebagai kekuasaan tertinggi, dijadikan sebutan bagi
kekuasaan raja itu sendiri.

Memang, di dalam sejarah ketatanegaran, ada pula yang dengan tegas menyatakan bahwa
pengertian kedaulatan atau souvereiniteit itu di dalam sejarahnya perkembangannya mengalami tiga
phase, demikian pendapat Mac Iver, periksa bukunya: The Web of Government, beliau membagi
sejarah perkembangan souvereiniteit itu dalam tiga phase :

1. Comparative. Phase ini menunjuk pada jaman feodal, yaitu dalam abad- abad pertengahan,
karena pada jaman itu kedaulatan ada pada raja, yang kadang-kadang sebagai leenheer, dan
pada Baron atau leerman.
2. Absolute . Phase ini menunjuk pada jaman raja-raja yang mempunyai kekuasaan absolute.
3. Relative. Phase ini menunjuk pada jaman modern dimana kedaulatan Negara yang satu
adalah relatif apabila dihadapkan dengan kedaulatan Negara-negara lain dalam lapangan
internasional.

Menurut hemat saya, pendapat Kranenburg tersebut di atas, yaitu yang menyatakan bahwa
kedaulatan itu tidak dapat dipakai sebagai kriteria, di dalam membedakan antara negara serikat
dengan perserikatan negara, seperti pendapat Jellinek tersebut, karena pengertian kedaulatan itu
masih kabur, itu adalah benar, dalam arti bahwa terhadap istilah kedaulatan itu belum ada kesatuan
pendapat, dan nyatanya memang demikian, misalnya saja pengertian kedaulatan dari Jellinek itu
sendiri, sudah berbeda dengan pengertian kedaulatan yang dikemukakan oleh Jean Bodin

Tetapi di samping itu, sesungguhnya tidaklah benar apabila Kranenburg itu mengatakan bahwa
kedaulatan atau souvereiniteit itu tidak dapat dipakai sebagai kriteria, sebagaimana halnya Jellinek
mempergunakannya sebagai kriteria untuk membedakan antara negara serikat dengan perserikatan
negara. Seperti tadi di atas dikatakan Kranenburg menyatakan bahwa pendapat Jellinek dalam hal
ini adalah kurang kuat, lemah, karena pengertian kedaulatan itu sendiri masih sangat kabur.

Pendapat Kranenburg ini, disatu pihak memang benar, dalam arti bahwa pengertian kedaulatan itu
hingga saat ini belum mendapatkan kesatuan pendapat. Tetapi di lain pihak pernyataan Kranenburg
itu adalah tidak tepat, tidak benar, oleh karena dengan demikian Kranenburg juga menganggap
bahwa pengertian kedaulatan atau souvereiniteit itu bagi Jellinek masih merupakan suatu pengertian
yang kabur. Ini adalah tidak benar. Oleh karena Jellinek memakai pengertian kedaulatan atau
souvereiniteit itu menurut pengertiannya, menurut pahamnya sendiri. Baginya memang telah ada
pengertian yang pasti apakah pengertian kedaulatan itu, dan pengertian inilah yang dipakainya
sebagai kriteria dalam mengemukakan pendapatnya tentang perbedaan antara negara serikat dengan
perserikatan negara, jadi bukan mempergunakan pengertian kedaulatan itu menurut paham umum,
atau tegasnya bukan menurut kata sepakat dari semua orang, melainkan menurut pengertian Jellinek
sendiri.

16
Menurut Jellinek, pengertian kedaulatan atau souvereiniteit itu adalah kekuasaan tertinggi untuk
menentukan hukum di dalam suatu negara. Jadi Jellinek itu telah mempunyai pengertian yang pasti
dan tetap terhadap istilah kedaulatan atau souvereiniteit itu. Negaralah yang mempunyai kekuasaan
tertinggi, negaralah yang merupakan sumber hukum, oleh karena menurut pendapatnya, hukum itu
pada hakekatnya merupakan penjelmaan atau perwujadan daripada kemauan atau kehendak negara.

Jadi, sekali lagi, bagi Jellinek itu mudah mempunyai pengertian yang pasti dan tetap tentang istilah
kedaulatan atau souvereiniteit. Maka tidaklah mungkin kalau pengertian kedaulatan atau
souvereiniteit yang dipergunakan oleh Jellinek sebagai kriteria untuk membedakan pengertian
antara negara serikat dengan perserikatan negara-negaru itu diganti dengan pengertian yang lain.

Setelah Kranenburg menyatakan ketidak persetujuannya terhadap pen dapat Jellinek, maka beliau
sendiri juga kemudian mengajukan pendapat atau ajaran tentang perbedaan antara negara serikat
dengan perserikatan negara.

4. Perbedaan Negara Serikat dengan Perserikatan Negara menurut Kranenburg

Menurut pendapat Kranenburg) perbedaan antara negara serikat dengan perserikatan negara-negara
itu terletak pada persoalan : dapat atau tidaknya pemerintah Federal atau pemerintah gabungan itu
membuat atau mengeluarkan peraturan-peraturan hukum yang langsung mengikat atau berlaku
terhadap para warga negara daripada negara-negara bagian. Jadi inilah yang harus dipergunakan
sebagai kriteria di dalam perbedaan antara negara serikat dengan perserikatan negara-negara
tersebut, dan bukannya letak kedaulatannya

Apabila peraturan-peraturan hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah negara federal, atau
pemerintah gabungannya itu dapat secara langsung berlaku atau mengikat terhadap para warga
negara dari negara-negara bagian, maka negara federasi itu adalah berjenis negara serikat. Jadi tanpa
ada tindakan-tindakan tertentu dari pemerintah negara bagian peraturan peraturan hukum yang
berasal dari pemerintah federal, atau pemerintah gabungan itu telah dapat berlaku atau mengikat
secara langsung para warga negara dari negara-negara bagian

Sedangkan kalau peraturan-peraturan hukum yang dibuat dan dikeluarkan oleh pemerintah federal
atau pemerintah gabungannya itu tidak dapat secara langsung berlaku atau mengikat terhadap para
warga negara dari negara-negara bagian, maka negara yang demikian ini disebut perserikatan
negara. Dalam hal ini, maka apabila peraturan-peraturan hukum yang dibuat atau dikeluarkan oleh
pemerintah federal atau pemerintah gabungannya itu akan diberlakukan terhadap para warga negara
dari negara-negara bagian, maka pemerintah negara bagian yang bersangkutan terlebih dahulu harus
mengadakan suatu tindakan, yaitu mengadakan atau membuat suatu peraturan, atau undang-undang,
atau pemyataa, atau mungkin berupa tindakan lain, yang pada pokoknya menyatakan berlakunya

17
peraturan peraturan hukum dari pemerintah federal atau pernerintah negara gabungannya itu
terhadap para warga negaranya.

Setelah kita mempelajari pendapat dari Jellinek dan pendapat dari Kranenburg tentang perbedaan
antara negara serikat dengan perserikatan negara-negara, maka dapatlah kita membuat suatu
perbandingan antara kedua pendapat tersebut. Menurut hemat saya, kedua pendapat tersebut pada
prinsipnya adalah sama.

Menurut Jellinek negara serikat itu adalah jenis negara federal di mana pemerintah federalnya, atau
pemerintah negara gabungannya, yang memegang kedaulatan, jadi kedaulatan atau souvereiniteit itu
ada atau terletak pada pemerintah negara gabungannya. Jika demikian halnya, maka tentunya
pemerintah federal atau pemerintah negara gabungannya itu dapat atau wenang membuat atau
mengeluarkan peraturan-peraturan hukum yang dapat mengikat atau berlaku secara langsung
terhadap para warga negara dari negara-negara bagian. Maka ini adalah sesuai dengan pendapat
Kranenburg yang mengatakan bahwa negara serikat itu adalah negara federal di mana pemerintah
federalnya atau pemerintah negara gabungannya dapat atau wenang membuat atau mengeluarkan
peraturan-peraturan hukum yang sifatnya dapat mengikat atau berlaku secara langsung terhadap
para warga negara dari negara-negara bagian.

Sedangkan yang disebut perserikatan negara itu menurut Jellinek adalah jenis negara federal di
mana yang memegang kedaulatan itu adalah tetap pemerintah negara-negara bagian, jadi tegasnya
kedaulatan itu ada atau terletak pada pemerintah negara-negara bagian. Jika demikian halnya, maka
tentunya pemerintah federal atau pemerintah negara gabungannya itu tidak dapat atau tidak
berwenang membuat atau mengeluarkan peraturan-peraturan hukum yang sifatnya dapat berlaku
atau mengikat secara langsung terhadap para warga negara dari negara-negara bagian. Maka inipun
adalah sesuai dengan pendapat Kranenburg yang mengatakan bahwa perserikatan negara itu adalah
jenis negara federal di mana pemerintah federalnya atau pemerintah negara gabungannya tidak
dapat atau tidak berwenang membuat atau mengeluarkan peraturan-peraturan hukum yang sifatnya
dapat berlaku atau mengikat secara langsung terhadap para warga negara dari negara negara bagian.

Demikianlah menurut pendapat saya terhadap pendapat Jellinek dan pendapat Kranenburg tentang
perbedaan antara negara serikat dengan perserikatan negara-negara, yang mana kecuali telah
tersebut di atas kirinya masih dapat juga dikuatkan dengan pendapat Kranenburg sendiri tentang
perbedaan antara negara serikat dengan negara kesatuan yang dideson tralisir, di mana dikatakan
bahwa dalam negara serikat, negara-negara bagiannya mempunyai wewenang untuk membuat
konstitusi atau undang undang dasar sendiri, negara-negara bagian wenang mengatur sendiri bentuk
organisasi negaranya, meskipun masih harus dalam batas-batas yang ditentukan dalam konstitusi
atau undang-undang dasar negara federalnya.

Demikianlah negara itu kalau ditinjau dari segi susunannya, kita dapat menemukan dua jenis
golongan besar, yaitu negara kesatuan, dan negara federasi. Sedangkan kedua-duanya masih dapat

18
dijeniskan lagi. Negara kesatuan dapat, negara kesatuan yang didesentralisir, dan negara kesatuan
yang didekonsentralisir. Sedangkan negara federasi dapat : negara serikat dan perserikatan negara.

Dari jenis-jenis negara tersebut di atas ada kiranya yang perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut
untuk mendapatkan keterangan yang lebih jelas. Demikianlah sepertinya negara kesatuan yang
didesentralisir dengan negara federasi khususnya dengan negara serikat itu terdapat persamaan-
persamaan, serta perbedaan-perbedaan tertentu.

Persamaan-persamaannya. Terdapatnya persamaan-persamaan ini dalam arti bahwa di dalam kedua


negara tersebut terdapat :

1. Pembagian daerah atau wilayah, hanya namanya yang berbeda. Di dalam negara kesatuan yang
didesentralisir daerah-daerah bagian itu namanya "daerah", entah daerah tingkat 1, daerah tingkat II,
daerah tingkat III yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sedangkan pada
negara serikat, daerah-daerah bagian itu namanya "negara-negara". Jadi di sini ada negara di dalam
negara, tidaklah demikian halnya pada negara kesatuan yang didesentralisir.

2. Adanya dua macam pemerintah pada kedua negara tersebut, yaitu : pada negara kesatuan yang
didesentralisir terdapat, pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sedangkan pada negara serikat
terdapat, pemerintah federal atau pemerintah negara gabungan dan pemerintah negara bagian.

Perbedaan-perbedaannya. Perbedaan antara sistem negara kesatuan yang didesentralisir dengan


sistem negara serikat adalah bahwa perbedaan perbedaan itu tidak saja terdapat pada perbedaan-
perbedaan sebutannya, sepertinya sebutan-sebutan daerah, propinsi, negara bagian, kanton
melainkan perbedaan-perbedaan tersebut sungguh-sungguh mengenai hukum positifnya, yaitu :

a. Wewenang mengadakan atau membuat undang-undang dasar. Seperti telah kita ketahui bahwa di
dalam negara serikat itu pada azasnya ada dua macam negara, yaitu negara federal atau negara
gabungannya itu sendiri dan negara-negara bagian, jadi juga ada dua macam pemerintah, yaitu
pemerintah federal atau pemerintah negara gabungannya dan pemerintah dari negarn-negara bagian.
Sedangkan pada azasnya masing-masing negara bagian itu berdiri sendiri, dan mempunyai
wewenang untuk membuat undang-undang dasar sendiri. Jadi di sini ada dua macam undang-
undang dasar, yaitu undang-undang dasar dari tiap-tiap negara bagian, dan undang-undang dasar
dari negara federasi itu sendiri, yang pada hakekatnya ini merupakan suatu perjanjian dari masing-
masing negara bagian untuk mengadakan ikatan kerjasama yang efektif. Jadi wewenang untuk
membuat undang-undang dasar dalam negara serikat, baik ada pada negara federasinya itu sendiri,
maupun pada masing masing negara bagian.

Sedangkan pada negara kesatuan yang didesentralisir, pada azasnya hanya ada satu negara, satu
pemerintahan negara, yaitu pemerintah pusat, dan padanyalah yang mempunyai wewenang untuk
membuat undang undang dasar, sedang daerah-daerah tidak mempunyai wewenang itu. Jadi dengan
demikian pada negara kesatuan yang didesentralisir hanya ada satu undang-undang dasar.

19
b. Sistem pembagian kekuasaan di dalam undang-undang dasar.

Maksudnya bagaimanakah sistem pembagian kekuasaan antara pemerintah negara federal dengan
pemerintah-pemerintah negara bagian. Pada negara serikat urusan-urusan apa yang menjadi
wewenang atau kekuasaan pemerintah federal atau pemerintah negara gahungannya itu disebutkan
satu per satu secara terperinci di dalam undang-undang dasarnya. Malahan sering juga diadakan
suatu lampiran khusus untuk menyebutkan hal-hal atau urusan urusan yang pengurusannya itu
diserahkan kepada, atau menjadi wewenang pemerintah federal, dan biasanya ini adalah hal-hal atau
urusan-urusan yang menyangkut kepentingan dari semua negara bagian Periksa misalnya konstitusi
daripada negara kita sendiri pada waktu negara kita ini berbentuk negara serikat, yaitu konstitusi
Republik Indonesia Serikat. Dengan demikian maka wewenang atau kekuasaan pemerintah negara-
negara bagian hanya dirumuskan secara umum, atau juga dapat dikatakan merupakan restan
daripada wewenang atau kekuasaan pemerintah federal, artinya apa yang tidak menjadi wewenang
atau kekuasaan pemerintah federal, itulah yang merupakan wewenang atau kekuasaan pemerintah
negara-negara bagian.

Sedangkan pada negara kesatuan yang didesentralisir keadaannya adalah sebaliknya. Di sini apa
yang menjadi urusan, wewenang atau kekuasaan pemerintah pusatlah yang dirumuskan secara
umum, sedangkan urusan wewenang atau kekuasaan daripada pemerintah daerah disebutkan atau
dirumuskan satu persatu secara terperinci. Di negara kita ini misalnya, apa yang menjadi urusan
pemerintah daerah disebutkan dan diserahkan secara tegas. Jadi apa yang menjadi urusan daerah
itulah yang disebutkan, sedangkan sisanya menjadi urusan pusat.

c. Tentang asal kekuasaan asli.

Pada negara serikat kekuasaan asli itu berasal dari negara-negara bagian. Oleh karena setelah
negara-negara itu bergabung membentuk suatu ikatan, maka sebagian daripada kekuasaan mereka
itu diserahkan kepada pemerintah gabungannya, pemerintah federal. Dan biasanya kekuasaan yang
diserahkan ini adalah kekuasaan yang bersifat umum yang menyangkut kepentingan mereka
bersama, maka baiklah dipusatkan supaya tidak ada kesimpang siuran. Jadi di sini ada semacam
konstribusi kekuasaan dari negara-negara bagian kepada negara federal

Lagi pula perlu diingat dan diperhatikan bahwa di dalam negara serikat ini tidak mungkin setiap
waktu diadakan perubahan kekuasaan pemerintah federal, pemerintah pusat, karena setiap
perubahan kekuasaan pemerintah federal, atau pemerintah pusat akan merupakan pula perubahan
kekuasaan daripada kekuasaan pemerintah negara-negara bagian. Selain itu, karena kekuasaan itu
asalnya dari negara-negara bagian, maka apabila akan diadakan perubahan terhadap kekuasaan
pemerintah federal, haruslah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pemerintah-pemerintah
negara bagian.

Sedangkan pada negara kesatuan yang didesentraliser kekuasaan asli itu ada pada pemerintah pusat
jadi segala kekuasaan itu berasal dari pemerintah pusat. Kekuasaan asli yang ada pada pemerintah

20
pusat itu, kemudian sebagian daripadanya diserahkan atau diberikan kepada pemerintah-pemerintah
daerah untuk dilaksanakan. Biasanya yang diserahkan kepada pemerintah daerah ini adalah
kekuasaan untuk mengurus hal-hal yang sangat erat hubungannya dengan daerah yang
bersangkutan, lagi pula menurut pertimbangan tidak akan efektif apabila hal-hal tersebut diurus oleh
pemerintah pusat sendiri. Jadi di sini ada semacam distribusi kekuasaan dari pusat ke daerah.

d. Tentang kedaulatan

Biasanya pada kedua negara tersebut kedaulatan ada pada pusat, jadi dapat dikatakan ada
persamaan, tetapi meskipun demikian kedaulatan yang ada pada pemerintah pusat daripada negara
kesatuan yang didesentraliser lebih kuat daripada kedaulatan yang ada pada pemerintah pusat
daripada negara serikat, terlebih pada perserikatan negara. Karena di sini tiap-tiap negara bagian itu
dapat dikatakan mempunyai kedaulatan baik ke dalam maupun ke luar.

5.Perserikatan Bangsa Bangsa

Liga Bangsa-bangsa dulu, dan Perserikatan Bangsa-bangsa sekarang pun merupakan subyek hukum,
sepertinya negara, daripada hukum antar bangss-bangsa. Perserikatan Bangsa-bangsa yang ada di
New York itu sesungguhnya bukanlah merupakan suatu negara, bukan pula merupakan perserikatan
negara, melainkan adalah merupakan suatu organisasi internasional, organisasi antar bangsa-bangsa
di maria tergabung negara negara. Organisasi ini dikatakan berdasarkan atas : The principle of the
souvereign equality of all its members, dan atas cooperatif

Masalahnya yang sering timbul ialah, bagaimanakah sifat hukumnya daripada Perserikatan Bangsa-
bangsa tersebut. Dalam bubungan ini, Sir John Fisher Wiliams, dalam suatu ceramahnya di depan
Internasional Law Association, dengan judul: The Status of the League of Nations in International
Law, antara lain menyatakan bahwa apabila masalah sifat hukum daripada Perserikatan Bangsa-
bangsa itu dikemukakan, secara tidak salah pula, maka disambutlah kita dengan suara banyak yang
serupa, dari pelbagai pihak yang berkuasa, yang secara dulu mendahului menyatakan hal hal tentang
"ketidakan" organisasi itu.

Perserikatan, bukanlah merupakan negara, bukan pula merupakan negara besar. Pernyataan ini
adalah betul, akan tetapi hal ini hanya merupakan penyangkalan belaka Komentator Inggris yang
resmi telah menyatakan tentang "perserikatan" itu sebagai a living organism. Pernyataan ini betul
pula, dan dari pernyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa organisasi itu, yaitu Perserikatan Bangsa-
bangsa, mempunyai badan. menjadi pendukung hak-hak dan kewajiban, dan pula mempunyai
kekayaan

Memang demikianlah keadaannya, bahwa Perserikatan Bangsa-bangsa itu mempunyai pengurus,


yang disebut dewan, rupat, yang terdiri atas utusan-utusan anggauta-anggautanya; pegawai-pegawai
sendiri kantor, sekretariat; dan alat-alat perlengkapannya tidak dapat diganggu-gugat sepertinya para
diplomat. Semuanya itu disebutkan dengan tegas di dalam Piagamnya. Piagam daripada

21
Perserikatan Bangsa-bangsa tersebut lahir pada masa perang dunia kedua tanggal 26 Juni 1945,
dalam suatu konperensi internasional di San Fransisco. Dan dalam piagam itu pulalah ditetapkan
sebagai badan-badan utama daripada Perserikatan Bangsa-bangsa ini adalah :

1) General Assembly, atau Majelis Umum. Ini terdiri daripada wakil-wakil negara anggauta, dan
dalam majelis ini setiap negara anggauta mempunyai satu suara.

2) Security Council, atau Dewan Keamanan. Ini terdiri daripada lina anggauta tetap, yang masing-
masing mempunyai hak veto, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Unie Soviet, dan Tiongkok
Nasionalis.

3) Economic and Social Council, atau Dewan Ekonomi dan Sosial. Ini ter-e diri daripada 18
anggauta yang dipilih oleh majelis umum, untuk jangka waktu 3 tahun, adapun tugasnya ialah,
mengkoordinir aktivitas-aktivitas badan-badan khusus untuk memajukan pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi, sosial, kesejahteraan umum, dan mengawasi pelaksanaan hak hak azasi
serta kebebusan fundamenti manusia.

4) Trusteeship Council atau Dewan Perwakilan Ini anggautanya terdiri daripada negara-negara
besar, dan mengurus daerah-daerah perwakilan.

5) International Court of Justice, atau Mahkamah Internasional. Mahkamah ini berkedudukan di


Den Haag. Nederland, yang anggota-anggotanya dipilih oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan

6) Secretariat, atau Sekretariat. Sekretariat ini dikepalai oleh seorang Sekretaris Jenderal, yang
diangkat oleh Majelis Umum atas usul Dewan Keamanan. Dalam menjalankan tugasnya Sekretaris
Jenderal tadi diban tu oleh suatu staf. Sekretariat ini berfungsi sebagai international civil service,
sebagai pamong praja internasional.

Dalam pasal 1 dari Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa disebutkan ten tang maksud dan tujuan
daripada organisasi itu sendiri, yang mana hal itulah yang sesungguhnya mendorong untuk
berdirinya Perserikatan Bangsa bangsa. Tujuan tersebut adalah :

1) Membebaskan manusia dari ancaman perang. Jadi memelihara perdamaian dan keamanan
internasional, dan mengadakan perhubungan persahabatan antar bangsa-bangsa.

2) Memulihkan kepercayaan orang atas hak-hak azasi manusia, atas martabat dan nilai diri manusia,
atas hak-hak yang sama antara laki-laki dan perempuan, serta antara bangsa-bangsa besar dan kecil.

3) Menetapkan syarat-syarat dengan mana dapat dipertahankan hak-hak serta ditaatinya kewajiban
kewajiban yang timbul dari traktat-traktat serta dari sumber-sumber lain dari hukum antar bangsa-
bangsa.

22
4) Mendorong kemajuan kemajuan sosial dan tingkat hidup ke arah yang lebih tinggi dalam alam
kebebasan yang lebih besar.

Negara-negara yang mengadakan perjanjian serta melahirkan piagam tersebut, disebut original
members. Dengan piagam itulah para original members itu secara suka rela menerima kewajiban
kewajiban mereka sebagai ang auta, dan dalam piagam itu pulalah ditentukan bahwa : membership
is open to all other peace loving which accept the obligations contains in the chapter, and in the
judgment of the organisation, are able and willing to carry out these obligations (pasal 4).

Ketentuan ini sebenarnya mempunyai arti yang penting Dia menjamin dengan kalimatnya yang
terakhir itu, sampai pada suatu tingkat tertentu, akun ada homogenitet dalam organisasi bangsa-
bangsa ini.

Permohonan untuk menjadi anggauta diputuskan oleh general assembly, sidang umum atau majelis
umum, atas usul dari Security Council, Dewan Keamanan. Jadi penerimaan itu berdasarkan atas
persetujuan organisasi ini, karenanya ini adalah merupakan suatu perbuatan hukum.

Pada Dewan Keamanan dibebankan tanggung-jawab untuk menjaga dan mempertahankan


perdamaian dan keamanan. Anggauta-anggautanya ada sebelas, masing-masing dan satu suara Lima
dari anggauta-anggauta ini adalah angauta-anggauta tetap. Seperti tadi telah disebutkan ialah:
Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Unie Soviet, dan Tiongkok Nasionalis. Anggauta-, anggnuta
yang lain berganti-ganti setiap dua tahun, dan ini dipilih oleh General Assembly dengan dua pertiga
suara. Dan untuk putusan-putusan Dewan Keamanan diperlukan tujuh suara, dan diantaranya itu
haruslah ada suara dari anggauta-anggauta tetap semuanya. Jadi dengan demikian tiap-tiap anggauta
tetap ini mempunyai hak veto.

Sidang umum, harus diadakan sekurang-kurangnya satu kali setahun. Dan yang dapat
diselesaikannya adalah segala masalah yang termasuk bidang piagam. Dan dapat pula menentukan
pula usul. Tetapi Sidang Umum tidak dapat membicarakan masalah-masalah yang secara essensiel
adalah termasuk dalam yurisdiksi dalam negeri dari suatu negara anggauta. Sidang Umum terbagi
atas enam komisi, yaitu :

1) Komisi politik dan keamanan.

2) Komisi ekonomi dan keuangan.

3) Komisi sosial, dan kulturil.

4) Komisi trustee.

5) Komisi administrasi dan anggaran

6) Komisi masalah-masalah hukum.

23
Adapun azas yang dianut oleh Perserikatan Bangsa-bangsa sebagai mana tercantum dalam pasal dari
Piagamnya ialah bahwa:

1. Perserikatan Bangsa-bangsa didirikan atas dasar kedaulatan yang sederajad dari semua anggauta.

2. Semua anggauta harus melaksanakan dengan etikad baik semua kewajiban-kewajiban yang telah
disetujui sesuai dengan ketentuan Piagam.

3. Sengketa-sengketa internasional akan diselesaikan dengan cara-cara damai sedemikian rupa


sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak terganggu.

4. Segenap anggauta tidak akan mengancam atau menggunakan kekerasan terhadap keutuhan
territorial atau kemerdekaan setiap negara, atau dengan cara lainnya yang tidak sesuai dengan
Piagam.

5. Segenap anggauta harus membantu Perserikatan Bangsa-bangsa dalam tindakan-tindakannya


yang diambil berdasarkan ketentuan-ketentuan Piagam. Dan tidak akan membantu negara mana
terhadap siapa dilakukan tindakan-tindakan itu.

6. Perserikatan Bangsa-bangsa harus menjamin agar negara-negara yang bukan anggauta


Perserikatan Bangsa-bangsa bertindak sesuai dengan azas-azas yang ditetapkan oleh Perserikatan
Bangsa-bangsa.

7. Perserikatan Bangsa-bangsa tidak akan mengadakan campur tangan dalam masalah-masalah


dalam negeri dari setiap negara atau mengharuskan penyelesaian masalah itu menurut ketentuan-
ketentuan Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa.

24
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Ilmu Negara adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang Negara keseluruhan beberapa
diantaranya mengenai klasifikasi Negara dan susunan Negara.
Dilihat dari sejarah serta aktivitasnya, Perserikatan Bangsa-bangsa lebih baik dan lebih maju
daripada Liga Bangsa-bangsa dulu, terutama dalam menyelesaikan masalah-masalah internasional.
Demikianlah mungkin benar ucapan : bila organisasi internasional ini telah ada sebelum
meletumnya Perang Dunia Pertama, maka kiranya Perang Dunia Pertama itu tidak akan terjadi.
Mudah-mudahan demikian pulalah halnya dalam menghadapi keadaan internasional dewasa ini,
sehingga Perang Dunia Ketiga dapat dielak kan. Mudah-mudahan!

Saran

Demikianlah makalah yang saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran
dan kritik yang ingin disampaikan, silahkan sampaikan kepada saya. Saya sangat membuka pintu
untuk hal itu. Apabila terdapat kesalahan baik dari penulisan atau apapun mohon dibuka kan pintu
maaf dan memaklumi nya karena saya adalah hamba Allah yang tak luput dari salah, khilaf.

25
Daftar Pustaka
Soehino, S. (2008). ILMU NEGARA. Yogyakarta: LIBERTY, YOGYAKARTA.

26

Anda mungkin juga menyukai