Anda di halaman 1dari 14

Makalah Ilmu Negara

Kekuasaan Presiden RI Sangat Kuat

Dosen Pembimbing : Robinsar Marbun, S.H, M.H

Nama : Luna Alifia Khansa

Lokal : AA

NIM : 1710611262

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UPN “VETERAN” JAKARTA

TAHUN 2017
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini .
    Makalah ilmiah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini dengan adanya mereka semua saya dapat menyelesaikannya. 
    Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.
Dengan adanya kritik dan saran saya dapat mengetahui kesalahannya.  
    Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang Permasalahan yang terdapat pada
pancasila ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
    

                                                                                      Jakarta, September 2017    

                                                                          ` Penyusun

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………..i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………1

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………..3

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………….10

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Jimly Asshiddiqie pemikiran tentang Negara dan hukum telah berlangsung sejak
zaman Yunani dan Romawi Kuno. Namun bila pemikiran tentang hukum tidak dikaitkan
dengan kedaulatan hukum, maka Roman Law berada pada garis terdepan penyebarluasan
tradisi hukum moderndi Eropa, bahkan melalui mekanisme pemerintahan kolonial, Roman
Law masuk ke Indonesia.
Thomas Hobbes (1588-1679), demikian pula John Locke (1632-1704), mulai memaknai
Negara dan kekuasaan sebagai wujud suatu kontrak social. Locke diposisikan sebagai
pemikir terdepan mengenai Negara dan hukum. Selain itu, Locke juga gemilang karena
kejelasan pemetaan jenis-jenis kekuasaan.
Pengakuan itu diberikan oleh JJ von Schmid, seraya menandaskan buat pertama kali
timbul satu asas penting yang ditujukan terhadap monarki absolute dimana Negara menjelma
pada satu orang. Inilah asas pemisahan kekuasaan yang belum sepenuhnya tumbuh.
Epistomologi nya adalah mencegah pemusatan kekuasaan dan perlindungan terhadap hak-
hak individu.
Perpaduan antara kedua premis tersebut mengantarkan Locke ke teorinya tentang
pembagian kekuasaan (distribution of power). Menurut Ismail Suny, Locke- lah yang
pertama kali membicarakan teori tersebut. Dalam bukunya Two Treaties On Civil
Government terbit pertama kali tahun 1690, pada bab XII dengan judul Of The Legislative,
Executive, and Federative Power Of The Commonwealth, Locke secara tegas memisahkan
kekuasaan Negara kedalam kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan membuat Undang-undang.
Sedangkan kekuasaan eksekutif, oleh Locke dikonstruksi sebagai kekuasaan melaksanakan
Undang-Undang.

1
Menurut Ismail Suny cara berpikir Locke tidak logis dedeuktif, melainkan realistis.
Sebab Locke memperhatikan sungguh-sungguh praktik ketatanegaraan dan hukum. Inilah
yang kelak menjadi pijakan teori-teori baru, seperti pembagian kekuasaan, ajaran tentang
hak asasi manusia dan kekuasaan perundang undangan yang dilakukan oleh dewan
perwakilan rakyat. Kekuasaan Legislatif terikat dan tunduk kepada kemauan publik.
Untuk Indonesia, Satjipto memang mengambil model DPR sebelum tahun 1999, sehingga
ia menunjuk Golkar, PDI-P, PPP, dan ABRI. Pengorganisasian yang berbeda mencerminkan
kecenderungan berpikir partisan politik di satu pihak, dan berpikir berdasarkan konfigurasi
kepentingan nyata di lain pihak.
Terdapat sebels fraksi dalam MPR yang menangani perubahan UUD 1945. Jumlah
tersebut, menandai perubahan konfigurasi kekuatan dan kepentingan politik berkaitan
dengan pembatasan kekuasaan presiden.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu konsep Negara hukum demokratis?
2. Bagaimana sejarah konstitusioanalitas pembatasan kekuasaan presiden?
3. Bagaimana kekuasaan presiden dalam konstitusi NKRI?
4. Bagaimana kekuasaan presiden sebelum UUD 1945 di amandemen?
5. Bagaimana prakondisi pembatasan kekuasaan presiden?

1.3 Tujuan
1. Agar mengetahui konsep negara hukum demokratis
2. Dapat mengetahui sejarah konstitusionalitas pembatasan kekuasaan presiden
3. Dapat mengetahui kekuasaan presiden dalam konstitusi NKRI
4. Agar dapat mengetahui kekuasaan presiden sebelum UUD 1945 di amandemen
5. Dapat mengetahui prakondisi pembatasan kekuasaan presiden

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Negara Hukum Demokratis

Negara hukum demokratis, sesuai sejarahnya atau asal usulnya adalah negara yang tidak
hanya menempatkan, melainkan menjamin eksistensi dan realisasi hak-hak individu, atau
dikenal luas secara popular dengan istilah hak asasi manusia.

Negara hukum demokratis, bukan bercirikan, melainkan menyandang nama itu, karena
jangkauan kewenangan semua figur tata negara dan atau cabang kekuasaan diatur, baik
secara tegas maupun secara samar dalam Undang-Undang Dasar dan UU.

Pembatasan kekuasaan Presiden dimaksudkan untuk mencegah Presiden sebagai satu-


satunya figur tata negara yang memegang dan menyelenggarakan kekuasaan negara
dibidang pemerintahan tidak menyalahgunakan kekuasaan itu, dengan alasan apapun.

Sistem pemerintahan presidensial menjadikan stabilitas pemerintahan sebagai ekspektasi


fundamentalnya. Bukan hanya parlemen tidak disertakan atau ikut mengesahkan kerja
cabinet, eksistensi pemerintahan dalam system pemerintahan presidensial dibuat pasti,
dengan cara membuat jabatan presiden sebagai jabatan tunggal dengan masa yang jelas dan
pasti. Tidak seperti system parlementer, dalam system ini presiden tidak bisa dijatuhkan
dengan alasan politik, alasan yang biasanya di cari-cari, dan tak terukur itu. Satu-satunya
alasan yang dibenarkan oleh para perancang system, dan digunakan dalam system ini adalah
hukum, karena pasti.

2.2 Konstitusionalitas Pembatasan Kekuasaan Presiden

Gagasan negara hukum demokratis, selalu muncul secara bergelombang dalam


perkembangan ketatanegaraan dan konstitusionalisme Indonesia. Mula-mula pengakuan
terhadap gagasan tersebut muncul pada penjelasan UUD 1945 (sebelum diubah). Gagasan
ini pun dilembagakan dalam penjelasan 1945.

3
Sejalan dengan naiknya gelombang konstitusionalisme, gagasan ini pun dilembagakan
dalam batang tubuh UUD RIS. Dilihat dari sudut politik pembentukannya, konstitusi ini
memang dirancang bersama-sama antara delegasi RI dan BFO. Konsekuensinya spirit dan
semangat demokratis dalam konstitusi ini tidak dapat dilepaskan dari proses pemulihan
kedaulatan, yang naskahnya ditanda tangani di Belanda. Konstitusi ini mencantumkan hak
dasar manusia, sebagai syarat mutlak persetujuan Indonesia- Belanda.

Pergantian UUD dari UUD RIS ke UUD sementara tahun 1950, tepatnya tanggal 15
Agustus 1950, tidak mengakibatkan gagasan ini-negara hukum yang demokratis-
dikesampingkan, yang terjadi adalah tetap dipertahankan. Ini lah gelombang ketiga
pengakuan bangsa Indonesia terhadap gagasan negara hukum demokratis. Ide ini
dicantumkan pada pasal 1 ayat (1) disamping mempertahankan hak-hak dasar dan system
pemerintahan parlementer.

Ironisnya pemerintahan dibawah system ini tidak pernah stabil. Ketidakstabilan tersebut
dituduh berpangkal pada system nilai yang dipijakinya yakni liberal, sehingga harus
ditinggalkan dan kembali ke UUD 1945. Setelah kembali ke UUD 1945, Bung Karno,
Presiden Indonesia kala itu pun menggenggam kekuasaan yang sangat kuat, begitu juga
dengan Presiden Soeharto. Karena lamanya dan langgam pemerintahan, maka periode ini
sering dinilai sebagai periode otoritarianisme.

Pada awalnya, rezim ini ditandai dan menandai dirinya sebagai kemunculan untuk yang
kesekian kalinya, dapat disebut gelombang keempat, negara hukum demokratis di Indonesia.
Gagasan negara hukum yang kembali muncul seiring dengan jatuhnya Presiden Soeharto,
dapat dinilai sebagai gelombang kelima dalam sejarah konstitusionalisme Indonesia.

2.3 Kekuasaan Presiden dalam Konstitusi NKRI

Pemerintahan yang kuat dengan kekuasaan yang besar, walaupun bukan tanpa batas ,
merupakan asumsi dasar UUD 1945 sebelum diubah. Namun menariknya, konstruksinya
bertolak belakang dengan asumsi tersebut.

4
Menurut Muh. Yamin konstruksinya adalah: (i) Majelis Permusyawaratan Rakyat,(ii)
Dewan Perwakilan Rakyat,(iii) Presiden dan Wakil Presiden,(iv) Dewan Pertimbangan
Agung,(v) Kementrian, (vi) Balai Agung (Mahkamah Agung). Yamin menandaskan
rancangan yang diterima adalah kelahiran dasar kedaulatan rakyat, tetapi puncaknya
“Presiden tidak bersifat absolut”.

Hatta menandaskan negara jangan sampai terjebak menjadi negara kekusaan. Namun
supomo menolak ide ini dengan alasan sepanjang pengetahuannya system pemerintahan
yang berdasarkan konstitusi, yang sekarang ada terkecuali Nippon Teikoku, ialah system
yang “ memusatkan segala kedaulatan di tangan Yang Maha Mulia”.

Di negeri barat ada system yang dinamakan presiden sistem, yaitu sistem yang dipakai di
Amerika Serikat dan juga di Filiphina. Menurut Supomo kepala negara tidak bertanggung
jawab kepada Badan Perwakilan Rakyat. Ia bertanggung jawab kepada MPR. Menteri-
menteri hanya tunduk dan bertanggung jawab kepada Presiden. Supomo menegaskan 3 hal
penting, sistem pemerintahan menurut penilaiannya, (i) aliran pikiran rechstaat bukan
machstaat (ii) sistem pemerintahan konstitusional,dan (iii) sistem pemerintah yang
memberikan kekuasaan sangat besar kepada negara, terutama kepala negara. Rancangan ini
dinilai tidak jelas oleh Hatta, karena tidak menggambarkan bagaimana tanggung jawab
seorang menteri.

Supomo tetap bertahan pada pandangannya; menteri hanya sebagai pembantu kepala
negara. Inilah yang Supomo nyatakan dengan “ sistem kita sendiri”- tidak murni
presidensial, tapi juga tidak murni atau benar-benar seperti inggris yang parlementarian.
Pola hubungan yang seperti inilah yang dilukiskan oleh Suny sebagai kuasa presidensil atau
kuasa parlementer.

2.4 Kekuasaan Presiden di Bawah UUD 1945 Sebelum Diubah

Konstruksi pembatasan kekuasaan presiden yang digariskan pada pasal 4 UUD 1945
tidak lebih dari kompromi atas pendapat, terutama Hatta dan Yamin tentang bahaya
absolutisme, berhadapan dengan Sukarno dan Supomo di lain pihak.

5
Membuktikan pembatasan kekuasaan sebagai masalah elementer dalam negara hukum
liberal ( barat) hanya dianut secara samar-samar. Kekaburan inilah yang menghancurkan ide
“persamaan”, pilihan terhadap “republik”, dan kedaulatan rakyat. Model ini jelas
menimbulkan kekuasaan yang tiranis dan membahayakan kebebasan individu. Inilah yang
terjadi di Indonesia sejak tahun 1960-1998. Tidak mengherankan kalau UUD 1945 (sebelum
diubah) dinilai mengandung banyak kelemahan.

Terdapat 12 pasal yang mengatur kekuasaan eksekutif melahirkan pemerintahan


sentralistik. Kekuasaan legislatif diatur dalam beberapa pasal, namun tidak seimbang.
Khusus untuk MPR hanya diatur dalam pasal 1 ayat (2), pasal 2,3,6 dan pasal 37. DPR
terdapat pada bab dan pasal-pasal 5 ayat(1), 11 ( bab III tentang kekuasaan pemerintahan
negara),bab 19,20,21,22(2)(bab VII tentang Dewan Perwakilan Rakyat) dan 23 (5)(bab VIII
tentang hal keuangan). Kekuasaan kehakiman diatur dalam 2 pasal, pasal 24 dan 25.
Eksekutif dapat mengatur legislatif, misalnya menggabungkan ketua MPR dan DPR.

Soal ini dikritik oleh Ismail Suny dan Harun Al Rasyid. Menariknya sebagai lembaga
negara tertinggi, MPR tidak leluasa menilai kebijakan pemerintah, dan membuat GBHN.
Kekuasaan harus dibatasi melalui alokasi kekuasaan secara tegas dan limitatif. Menurut
Yusril Ihza Mahendra haluan tafsir yang berbeda akan menghasilkan perbedaan visi atas
persoalan-persoalan bangsa. UUD 1945 yang terlalu executive heavy, memungkinkan
kekuasaan eksekutif hampir tidak terbatas, bahkan presiden dapat memerintah secara
otoriter.

Sejak awal tahun 1990-an dosen Universitas Gadjah Mada, Mubyarto meminta agar
“masa jabatan presiden dibatasi secara tegas”. Hingga tahun 1991 indonesia diasumsikan
masih berada dalam keadaan darurat. Hal ini pun dianggap wajar, atau bukan sebagai wujud
kekuasaan tanpa batas melebihi mandate rakyat. Padahal dalam demokrasi modern, legislatif
berfungsi sebagai representasi kedaulatan rakyat.

Tahun 1994 Amien Rais secara tegas menghendaki terjadinya “peralihan kekuasaan”
damai pada tahun 1998. Memasuki 1998 pengaruh Soeharto semakin kuat.

6
Tentang gagasan perubahan UUD pada saat ini (1999) oleh Harun dikategorikan sebagai
momentum “keempat” setelah momentum pertama pada tahun 1950,kedua 1959, dan ketiga
1978.

Tetapi momentum kedua dan ketiga mempertahankan “sesuai dengan UUD”. Momentum
keempat didahului, krisis ekonomi dan politik, dikristalkan oleh MPR melalui Sidang
Istimewa 1998, dilakukan pembatasan masa jabatan dan perincian Hak asasi manusia.

Harun berpendapat langkah awal reformasi adalah “ reformasi konstitusi”. UUD yang
baru harus mengintegrasikan beberapa prinsip; “konstitusionalisme, check and balance,
judicial review, serta separation of power”. Sehingga pemilihan presiden dilakukan secara
bersamaan. Jalan menuju perubahan UUD 1945 pada tahun 1999 harus menempuh jalan
terjal. Akan terbukti keragaman pikiran tersebut, termasuk di dalamnya perdebatan
mengenai pembatasan kekuasaan presiden.

2.5 Prakondisi Pembatasan Kekuasaan Presiden

Pertengahan juni1997merupakan babak baru bagi konstitusionalisme Indonesia. Babakan


ini diawali dengan masalah-masalah di bidang ekonomi yang amat krusial. Ternyata
kehebatan ekonomi itu berlangsung ditengah pengelolaan yang bersifat protektif dengan
entrepreneur domestic yang diciptakan secara diskriminatif. Dampak kelanjutannya adalah
tidak meratanya alokasi sumber daya ekonomi.

Elit kekuasaan membentuk kelas parasit dan kalangan bisnis tertentu membentuk kelas
penikmat rente. Pada titik ini hukum berubah fungsi; berpihak pada sekelompok kecil
pengusaha.

Hukum, bahkan sistem hukum, mengalami pergeseran makna secara elementer, menjadi
penindas. Munculnya sekelompok usahawan monopolistic, yang menjadi ciri dominan dalam
politik ekonomi Indonesia. Sama dengan apa yng terjadi di korea selatan di bawah Chun Do
Hwan dan Roh Tae Wo. Kekuasaan mereka sama riilnya dengan Soeharto yang ada di
Indonesia. Inilah yang memicu perlawanan rakyat terhadap dirinya pada permulaan tahun
1998.

7
Indonesia harus menerima pertolongan dari IMF, namun pemerintah tidak sunguh-
sungguh mereformasi bidang usaha monopolistik. Sehari setelah membacakan nota APBN,
nilai tukar rupiah malah semakin melemah. Fenomena tersebut menambah kepanikan
masyarakat. Apalagi kota-kota besar semuanya dilanda kelangkaan bahan makanan.

Persepsi terhadap krisis mulai bergeser. Krisis dinilai tidak lagi berkaitan dengan soal-
soal moneter. Akar krisis ini jauh lebih fundamental, berkaitan dengan “kepercayaan”.
Soeharto melakukan perubahan dalam kabinetnya. Perubahan ini dinilai sebagai langkah
menyiapkan siding umum MPR, bukan pembaruan mendasar.

Seperti dinyatakan oleh Yusril Ihza Mahendra cara itu akan memancing perdebatan dari
segi politik maupun hukum tata negara. Faktanya, soeharto tetap dicalonkan kembali menjadi
presiden. Amien Rais secara lugas berharap agar fraksi-fraksi MPR bersedia mengajukan
calon lebih dari satu orang.

Menariknya Megawati justru menyiapkan cabinet bayangan dan Amien Rais secara
terbuka meminta agar MPR memilih presiden dengan cara voting. YKPK yang sebagian besar
anggotanya adalah mantan militer pada masa Soeharto, justru gigih melakukan penolakan
terhadap pencalonan kembali soeharto.

Mengagetkan respon rezim atas fenomena perlawanan terhadapnya. Aktivis solidaritas untuk
Amien Rais dan Megawati (SIAGA) diculik. Sejumlah 122 aktivis yang tergabung dalam
kelompok Barisan Merah Putih yang mengajak pemboikotan SU 1998, ditangkap dengan
tuduhan subversif. Januari 1998 terdapat 14 orang aktivis hilang. Soeharto sendiri menilali
penculikan sebagai hal biasa. Kenyataannya hal tersebut memerosotkan wibawa pemerintah.

Soeharto memasukan anak dan sahabatnya ke dalam kabinetnya. Soeharto pun


diultimatum oleh mahasiswa, dalam enam bulan harus terjadi perubahan, bila tidak harus
diadakan sidang istimewa. Perlawanan mahasiswa semakin meningkat di berbagai daerah
dengan tujuan yang sama : soeharto harus berhenti.

8
Sejumlah senat mahasiswa perguruan tinggi (SMPT) segera mencetuskan butir-butir
reformasi. Pertama, menurunkan harga barang. Kedua, reshuffle kabinet. Ketiga cabut paket
undang-undang politik. Keempat, tegakan HAM.

Mahasiswa malah dituduh bermain politik praktis. Sejak saat itu frase “ Soeharto harus
berhenti” terus berkembang seiring dengan situasi social yang semakin eksplosif. Tak
disangka MPR yang puluhan tahun menjadi anak manis penguasa, justru terangsang dengan
fenomena eksplosif ini. Pimpinan MPR secara terbuka membuat pernyataan yang menentang
rezim. Ditandaskan reformasi akan ditandai dengan mewujudkan kembali kedaulatan rakyat
dan membatasi masa jabatan presiden.

Menariknya, Jakarta dikejutkan dengan penembakan mahasiswa Universitas Trisakti.


Amerika serikat mengancam menghentikan latihan militer bersama dengan Indonesia. Uni
eropa juga turut mendesak pemerintah untuk mengusut peristiwa tersebut. Soeharto terus
tertekan. Kelompok ini secara terbuka mendesak Soeharto “mengundurkan diri”. Bukan
soeharto kalau ia panik, ia malah yakin dengan ketokohannya. Sikap ini merangsang ratusan
ribu mahasiswa mengambil tindakn yang lebih eksplosif.

Soeharto mengundang sejumlah kalangan islam menemui dirinya, Soeharto malah


diyakinkan oleh kelompok ini untuk berhenti. Harmoko mempersoalkan tindakan peralihan
kekuasaan itu dengan menunjuk ketetapan MPR No. III/MPR/1978. Ia meminta penjelasan
atas pengambilan sumpah terhadap Wakil presiden menjadi Presiden. Jabatan presiden dalam
sistem UUD 1945 tidak boleh kosong walaupun untuk waktu yang sangat singkat.

Masa jabatan wakil presiden akan berakhir bersamaan dengan masa jabatan presiden
yang dibantunya. Al Rasyid membenarkan pengambilan sumpah wakil presiden Habibie
menggantikan Soeharto.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kekuasaan presiden Republik Indonesia adalah pada masa kekuasaan Soeharto dan
Soekarno. Di masa Soeharto lebih tepatnya kita merasakan kekuasaanya sangat kuat karena
di masanya beliau selalu menunjuk sahabat dan orang-orang terdekatnya maupun
keluarganya untuk membantu beliau dalam pemerintahannya.

Beliau memilih untuk menjalankan pemerintah lebih ke arah otoriter yang menjadikan
dimana satu keadaan politik yang terkonsentrasi pada seorang pemimpin. Soeharto percaya
bahwa ia mampu untuk menjalankan pemerintahan Indonesia. Sampai saat senat dari
beberapa universitas meminta ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden.

3.2 Saran

Maju mundurnya suatu negara tergantung bagaimana pemimpinnya. Jadi saran kami
yaitu kepada setiap pemimpin janganlah cuma mementingkan kebutuhan pribadi saja, tapi
cobalah berfikir untuk mengambil gagasan yang sifatnya bisa merubah dan membuat orang
yang dipimpin menjadi lebih maju dan sejahtera.

10
DAFTAR PUSTAKA

Kamis, Margarito. 2014. Kekuasaan Presiden Indonesia. Malang : Setara Press

Anda mungkin juga menyukai