Anda di halaman 1dari 15

— Diskusi Tentang Konfigurasi Politik dan

Karakter Produk Hukum

Pada bagian Pendahuluan (Bab 1) dan bagian-bagian akhir Bab 2 telah


dikemukakan format atau bingkai yang dipakai untuk studi ini dengan

roas agar setiap upaya memahami studi ini dapat berangkat dari

dipergunakan. Hal ini penting karena dalam ilmu-ilmu sosial


suatu istilah dapat dipahami secara ticak sama sehingga suatu

meniran untuk suatu studi menjadi diperlukan.

Secara ringkas dapat dikemukakan, studi ini berangkat dari asumsi

bahwa hukum merupakan produk politik seningga hukum dipandang sebagai


formalisasi yuridis dari kehendak-kehenuak politik yang saling berinieraksi

.
sunakan adalah peranan parpol dan lembaga perwakilan rakyat, kebebasa,
pers, dan peranan pemerintah (eksekutif). Kedua: untuk mengidentilikas:
apakah. suatu produk hukum. responsif atau ortodoks, maka indikator.
pergunakan adalah pembuatannya, sifat fungsinya.
dan kemungkinan penafsirannya."

Berikut ini diskusi menyeluruh tentang hubungan antara konligurasi


politik dan karakter produk hukum sepanjang sejarah Indonesia dengan
menggunakan konsep-konsep dan :ndikator-indikator tersebut.

Perkembangan Kon si Politik

Ketika bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan pada tangga! 17


Agustus 1945 gagasan demokrasi dalam kehidupan politik mendapatkan
tempat yang Sanga! menonjol. BPUPKI maupun PPKI dapat dikatakan tidak
memperdebatkan dengan berpanjan iang untuk bersepakat memilih
demokrasi dalam kehidupan bernegara yang kemudian dituangkan dalam
pembukaan maupun Batang Tubuh UUD 1945. Pada awal perjalanan,
melalui Pasal IV Aruran Peralihan UUD 1945, presiden diberi kekuasaan
sementara untuk melakukan kekuasaan MPR, DPR, dan DPA sebelum lem-
haga-lembaga konstitusional dibenruk sebagaimana mestinya. Pemberian
kekuasaan sementara ini sebenarnya ga

tertentu yang harus


kemerdekaan lampau 3 Dulan, :

negara ini adalah negara demokrasi


inginan untuk isi yang bukan boneka Jepang, 24an)”
keinginan menghalau kegiatan politik Subardjo thai menjadikan
partai Aoi papa ir aan sebagai partai tunggal.” Gerakan ini pada tanggal
7 Oktober 3 Melahirkan referendum yang ditandatangani oleh 50 orang

snggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang berisi desakan kepada
presiden UNLUk segera membentuk MPR dan (sebelum MPR itu terbentuk)...
supaya KNIP dianggap sebagai dan diberi lungsi dan kewenangan. yang NAN
dimiliki MPR: KNIP menindak lanjuti referendum itu pada tanggal 16 Oktober
1945 dengan mengusulkan kepada pemerintah agar KNIP (yang menurut
UUD 1945 itu sebenarnya merupakan pembantu sementara presiden)
diberi fungsi legislatif dan diberi kekuasaan menetapkan GBHN. Untuk itu
diusulkan pula dibentuk Badan Pekerja KNIP guna melakukan tugas seharis
hari KNIP menurut fungsi dan kedudukannya yang baru itu. Pemerintah
memenuhi usul itu dengan mengeluarkan Maklumat No. X Tahun 19458
yang berisi pengalihan fungsi legislatif kepada KNIP dan pembentukan BP
KNIP.! Dengan keluarnya Maklumat No. X Tahun 1945 maka terjadila Pn EA
perubahan ketatanegaraan tanpa perubahan UUD-nya sebab menurut UUD”
1945 KNIP itu adalah pembantu presiden, bukan pengganti MPR dan DPR?”
Maklumat No. X Tahun 1945 diikuti dengan keluarnya Maklumat Peme- Sa
intah tanggal 14 November 1945 tentang susunan kabinet berdasarkan

1 TE
Bb an ate

sistem parlementer atas usul BP-KNIP. Maklumat Pemerintah ini in n y “ $ | NI at


sesuai dengan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB), Konstitusi RIS yang
berlaku memberikan dasar konstitusional tertulis atas sistem parlementer
seperti terlihat dari ketentuan Pasal | 18 yang berbunyi:

(1) Presiden tidak dapat diganggu-Bugal.

(2) Menteri-menteri bertanggung jawab atas sebuah kebijaksanaan peme


rintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing
untuk bagiannya sendiri dalam hal itu.

Konfigurasi politik demokratis berdasarkan Konstitusi R1S 1949, selain


dapat dilihat pada sistem pemerintahannya yang menganut parlementer-
isme dapat juga dipahami dari pengertian federalisme itu sendiri yang dalam
mekanisme hubungan antara pusat dan daerah (negara bagian) meletakkan
pemerintah pusat «dan pemerintah negara-negara bagian dalam susunan
yang sederajat. Tentang susunan yang sederajat ini Wheare menulis sebaga!
berikut:

“I mean the method of dividing powers so that the general and regional govermmen:
are each, within « sphere, co-ordinate and independent."

Seperti diketahui, karena kehendak rakyat Indonesia” susunan


federasi tidak berlangsung lama. Pada tanggal 17 Agustus 1950 Negara
Republik Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dengan UUDS 1950
sebagai konstitusi tertulisnya. Perubahan konstitusi ini didahului dengan

Piagam Persetujuan antara Republik Indonesia Serikat


dengan Republik Indonesia pada tanggal 19 Mei 1950 yang kemudian
diberi dasar hukum dengan dikeluarkannya UU Federal No.7 Tahun 1950.
Menurut Wilopo dengan berlakunya UUDS 1950, maka secara konstitus!-
onal Indonesia menganut sistem demokrasi parlementer penuh"? baik dalam
arti pemberian dasar dalam konstitusi maupun praktik ketatanegaraannya.
Secapa REA penganutan atas sistem parlementer dicantumKa:
Ara asal 83 yang menentukan bahwa presiden dan wakil presiden tidak

diganggu-gugat dalam j penyelenggaraan pemeri ntahan, tetapi yan


harus bertanggung jawab adalah menteri-mente Mes
untuk seluruhnya maupun masi ri
pada h mengalami kegagalan untuk mengombinasikan
secara Optimum dua nilai, yakni jaminan dan penghargaan terhadap hak-hak
rakyat untuk turut serta dalam proses pembuatan keputusan dengan jalan

“Apa yang sering disebut demokrasi liberal menimbulkan ekses berupa


konflik-konflik sosial yang terus-menerus. Stabilitas politik hampir tidak
ada sama sekali, sehingga kabinet hampir tidak dapat berfungsi.”

Jika dilihat dari sudut bekerjanya pilar-pilar demokrasi, maka pada era
demokrasi liberal (mencakup periode 1945-1950) terlihat peranan partai-
partai melalui parlemen sangat dominan. Sebaliknya peranan eksekutif atau
— kabinet sangat lemah sehingga dapat dikatakan hampir tidak berfungsi,

sedangkan kehidupan pers relatif lebih bebas.


— Kehidupan kepartaian pada periode ini tetap didasarkan pada Maklu-
mat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang menganut sistem banyak

Naga

bahwa ada
' , Ketika surat kat.
Ui melancarkan kritik pedas terhadap pemerintah abar
tidak mau surut dalam melontarkan kritik pedasnya, justru pada tal.un

ketika mengatakan bahwa:


“Dulu, waktu saya jadi penguasa perang, Mochtar Lubis dengan Indonesi,
Raya-nya bilang: “Keluar peraturan dari penguasa perang, tidak boleh
memberitakan soal-soal TNI, bahwa siapa yang membaca ini adalah mem.
baca yang dilarang oleh Jenderal Nasution...” Bayangkan, Indonesia Raya

bisa menantang saya seperti itu.”

Di dalam buku Kidward C. Smith yang telah banyak dikutip di atas,


disebutkan juga suasana kehidupan pers pada periode ini mampu menye-
babkan seorang menteri luar negeri (Menlu) Indonesia, Rocslan Abdulgani,
berurusan dengan, dan dijatuhi hukuman oleh pengadilan berdasarkan
laporan sebuah pers yang dipimpin oleh Mochtar Lubis tentang pelanggaran
yang dilakukan oleh Menlu tersebut.

2. Periode Demokrasi Terpimpin

Karena instabilitas politik dan pemerintahan yang ditimbulkannya


maka sistem politik liberal harus berakhir pada tahun 1959 ketika Presiden
Soekamo mengeluarkan dekrit pada tanggal 5 Juli. Dekrit Presiden 5 Juli
1959 di samping membubarkan konstituante yang dianggap gagal melak-
sanakan tugasnya “membentuk UUD” juga memberlakukan kembali UUD
1945 sebagai pengganti UUDS 195021.

Dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka berakhirlah


langgam sistem politik liberal dan digantikan oleh sistem demokrasi
yang menurut Soekarno lebih berwarna Indonesia, yakni “demokrasi
terpimpin”, Demokrasi terpimpin merupakan pembalikan total terhadap
sistem demokrasi liberal yang sangat ditentukan oleh politik partai-partai
melalui pertarungan free fighi.?? Lahirnya dekrit itu mendapat dukungan
ulama dari Angkatan Darat maupun presiden karena keduanya sama-sama
berkepentingan untuk mengambil peranan yang lebih besar dalam politik

dara Sai ME asia. naa SEL Mia an ENI '


i politik andi era demokrasi terpimpin ditandai oleh tarik
iban: antara tiga kekuatan politik utama, yaitu Soekarno, Angkatan .
Darat, dan PKI yang di antara ketiganya sekaligus saling memanfa ukan.
1D memerkakan PKI untuk menghadapi kekuatan Angkatan Dar si PE
SAYA Aganya, PKI memerlukan Angkatan Dara sela 4
1 dari presiden dalam melawan Angkatan Darat, suda Ika kan. 3
n Darat MADU Ka Soekarno untuk mendapatkan. legi

I | “RE Pj 1
demokrasi terpimpin itu, seperti yang dituangkan di dalam Tap MPRS N,

VIII/MPRS/1965, mengandung ketentuan tentang mekanisme pengambilan


untuk mufakat” dengan konsekuensi

tidak dapat dicapai, maka

itu merupakan jalan bagi leluasanya Soekamo mendominasi


semua proses politik. Itulah sebabnya Syafii Maarif menulis:

“Demokrasi kekeluargaan yang dia (Soekarno, pen) maksudkan adalah

demokrasi yang mendasarkan sistem intahannya kepada musyawarah

dan mufakat dengan pimpinan serta kekuasaan sentral di tangan seorang

“sesepuh', seorang tetua yang tidak mendiktatori tetapi memimpin, me-

ngayomi. Siapa yang dia maksudkan dengan terma-terma “Sesepuh' atau


"tetua" pada waktu itu adalah dirinya sendiri”...

terpimpin, itu
Dari uraian di atas dapat memberikan kualifikasi bahwa konfigurasi

: si, Thea iter, sentralistik, dan di tangan


presiden Soekarno. Jika dilihat dari kriteria bekerjanya pilar-pilar demo-

krasi, maka akan tampak jelas bahwa kehidupan kepartaian dan legislatif
adalah lemah, sebaliknya presiden sebagai kepala eksekutif sangat kuat,
dan kebebasan pers dapat dikatakan tidak ada. Jauh sebelum demokrasi
terpimpin itu diberi jalan konstitusional melalui Dekrit 5 Juli 1959.
Soekamo sudah menyatakan obsesinya secara terang-terangan untuk
menguburkan partai-partai politik yang dianggapnya menjadi penyakit
bagi bangsa Indonesia"? Tidaklah mengherankan, meskipun secara formal
ketika itu partai-partai masih ada, tetapi secara substansial tidak ada karena
tidak berfungsi sebagaimana lazimnya. Afan Galfar menyebuikan, dengan
kondisi kepartaian seperti itu, maka dapat dikatakan pada masa demokrasi
terpimpin itu di Indonesia sebenarnya tidak ada sistem kepartaian.?

Kualifikasi tentang tidak adanya sistem kepartaian ini didasarkan pada

pandangan Sartori ketika mengatakan:


“A Party system recognizes dissent and institutionalized opposition, ... Parties in
the plural are the instrument of expressicn, the party in the singular is an
insirument

— ofextraction.”H
Sejalan dengan lemahnya partai-parizi yang dapat dikualifikasi sehagai
tiadanya sistem kepartaian itu, DPR yang ada pada era demokrasi terpim-

pin juga sangat lemah. Bahkan DPR yang dibentuk melalui Pemilu 1955
li oleh presiden pada tahun 1960 karena parlemen itu menolak

rancangan APBN yang diajukan oleh pemerintah. DPR-GR yang dibentuk


dengan Penpres No. 4 Tahun 1960 untuk menggantikan DPR yang telah

— BP
UD 1945 sebenarnya merupakan council of state ir

telah diberi peranan besar dalain bidang pemerintahan dan lembaga yan,
sebenarnya sederajat dengan eksekutif ini ternyata dipimpin sendiri ole),
Soekarno.” DPA yang dipimpin oleh Soekarno, bahkan diberi WEWenang
untuk secara mutlak memberikan pertimbangan lebih dulu bagi setia
rencana UU yang akan disampaikan kepada DPR.

Pada era ini pula kebebasan pers berada pada kondisi sangat buruk.
Edward CC. Smith mencalal sebanyak 480 tindakan antipers sejak tahun
1957 (ketika Sockarno mulai secara terang-terangan melontarkan gagasan
demokrasi terpimpin) sampai tahun 1965.” Tindakan antipers itu men.
cakup 30 kasus penahanan, 30 kasus pemenjaraan, dan 184 kasus pem.

beredelan.?

3. Periode Orde Baru

G30S/PKI tahun 1965 merupakan kudeta yang gagal menyebabkan


merosotnya kekuasaan Sockarno dengan demokrasi terpimpinnya secara
tajam. Saling tarik tambang antara Soekarno, PKI, Angkatan Darat (AD)
menjadi terputus dan diakhiri dengan tampilnya AD sebagai pemenang.
Hancurnya PK! dan runtuhnya rezim Soekarno merupakan akibat dari peran-
peran yang dimainkan oleh keduanya pada era demokrasi terpimpin.”

Krisis politik yang terjadi menyusul G30S/PKI membawa Soekarno


untuk mengeluarkan Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) pada
tahun 1966 yang berisi pelimpahan kekuasaan kepada Soeharto untuk
mengambil segala tindakan yang diperlukan untuk menjamin keamanan
dan stabilitas pemerintahan serta keselamatan pribadi presiden. Supersemar

inilah yang memberi jalan lempang bagi tampilnya militer, terutama Ang:
katan Darat, sebagai pemeran utama dalam politik di Indonesia pada mas?
pasca G30S/PKI. Pemerintah Socharto yang tampil menggantikan Soekarno
sejak tahun 1967" menamakan pemerintahannya sebagai pemerintahan
Orde Baru. Suatu nama bagi tatanan masyarakat Indonesia secara.resmi
dipakai sejak tanggal 12 Maret 1966 bersamaan dengan pembubaran PKI,

sehari setelah kelua-nya Supersemar.

Ketika pemerintah Orde Baru ini naik ke pentas politik nasional,


negara Indonesia sedang menghadapi krisis luar biasa dalam bidang POliti:

Dewan yang menurut U


ditand
ap aah ai dengan berbagai
nderbouw parpol yang.

Aas terpimpin. Sedangkan di bidang


maa apat keperluan sehari-h
secara biasa. Angka inflasi di Sembah has mei:

Orde Lama mencapai 60095,


sedangkan ekonomi nyaris stagnan."!

— Pemerintah Orde
Baru bertekad pangan
Sia yang — Senrigainfar San ega mengoreksi penyim
Aa ak ria memulihkan tertih politik
i an mada program rehabilitasi dan
konsolidasi engan Ket EKA jelas sekali bahwa Orde
san pembangunan nasi Seinliii AN Darat
Aa ionalnya.” Sc
mi menjadi un 1967 memberikan pencg : a Tebu Gaia
Sanam men sasaran utama, sedangkan stabi akan Adi
in ip GG “Aa ilitas politik mann agkeebea 11
Laga gunan ekonomi itu." Spa
1 Seminar Asap Darat tersebut berkaitan dengan
Paeraheri batas toleransi sempit Kini ob Oni
St kesalahan dalam memilih strategi alte Komen
anang membawa pemerintah Orde Aa dr -
3 untuk ik
1 “aa : bahwa menjadi prasyarat Ia nd |
enam Kara dak angan Mena
pem pen Aa ARE

Ma Senin ME adanya
i :
epat i dapat dipe SA

ok bahwa demokrasi

i Ba
he allocation Of resources and the necessar,
sn order t0 create the needed savings ar,
minimum of competitive politics,

dan asumsi yang ada di belakangnya,


bagi nepara-

pengekangan hak-hak politik rakyat atau demokrasi. Menurut Liddle


pada awal kelahirannya, pt tah Orde Baru tidak pemah menjanjikan
demokrasi dan kebebasan di masa depan.” Sesuatu yang berbeda dengan
penguasa otoriter pasca Perang Dunia II yang biasanya mempraktikkan
diktatorial dan tindakan represif ini menjanjikan demokrasi can kebebasan
Susduk MPR/DPR/DPRD. Ini berarti gagasan demokrasi liberal mendapat

Toleransi pemerintah pada gagasan liberalisme pada awal Orde Baru


dapat dilihat sebagai langkah sementara atau Strategi awal yang menyertai
tekayasa untuk membentuk format politik baru. Memang sebuah rezim atau

, yang belum mampu membentuk format politik baru

figur penguasa baru


sebagai landasan kekuasaannya akan cukup toleran terhadap demokrasi.

“Seperti telah diuraikan dalam bab sebelumnya, pada kurun waktu 1966-
1969 pemerintah telah melakukan penggarapan secara sistematis untuk
membentuk format politik baru, dan Orde Baru sebagai negara kuat yang
mampu mengontrol semua proses politik di Indonesia. Penggarapan siste-
matis itu dilakukan dalam bentuk emaskulasi terhadap partai-partai besar
warisan Orde Lama sambil membentuk partainya sendiri, Golkar, serta
penggarapan terhadap UU No. 15 dan 16 Tahun 1969 agar kedua UU ter-
sebut memberikan jaminan bagi pemerintah untuk mendominasi lembaga
permusyaratan/perwakilan. Jadi sebenarnya pada masa awal Orde Baru
terjadi pergulatan atau kericuhan antara pemerintah dan partai-partai ber-

n dengan upaya pemerintah untuk membentuk format politik baru.

ri hi sn

Dhakidae menulis bahwa kericuhan dalam pembicaraan tentang dua UU


(Susduk MPR/DPR/DPRD dan Pemilu) berjalan seiring dengan pengga-
rapan secara sistematis terhadap partai-partai besar dan pengesahan atas
RUU itu berjalan seiring dengan selesainya penggarapan partai-partai
besar dan diperolehnya jaminan bagi pemerintah untuk mengangkat orang-
Orangnya menduduki kursi DPR.”
—. Setelah format baru politik Indonesia dikristalisasikan melalui UU
No.15 dan No. 16 nan 1069 yang memberi landasan bagi pemerintah
Untuk mengangkat 1/3 anggota MPR dan lebih dari 1/5 anggota DPR,
langgam sistem politik mulai bergeser lagi ke arah yang otoritarian. Ga-
Basan demokrasi liberal dicap sebagai gagasan yang bertentangan dengan
Se OA j

PI Ie
menyebut Orde

tersudut.”” Alxdurrahman Wahid juga menyebut Indonesia sebagai sistem


otoriter yang tidak sampai pada tingkat tirani." Banyak identifikasi lain
yang mencirikan realita kepolitikan Orde Baru berdasarkan berbagai pende-
katan, seperti, beamtenstaat, bureaucratic polity, negara pasca kolonial, petri-
monialisme Jawa, negara organis, burcaucratic authoritarian regime, korporatisme,
dan integralistik. Tetapi semua identifikasi yang dikemukakan oleh para
sarjana itu memberikan kualifikasi yang jelas bahwa Orde Baru bukanlah
rezim yang demokratis: seperti yang dikatakan oleh Afan Gaffar:
Kualifikasi mengenai konfigurasi politik era Orde Baru yang tidak
demokratis ini, jika dilihat dari bekerjanya pilar-pilar demokrasi yang

dijadikan indikator dalam studi ini menun


jukkan fakta yang signifikan.
Eksistensi parpol dan lembaga perwakilan berada dalam kondisi lemah
dan selalu dibayangi oleh kontrol dan penetrasi birokrasi yang sangat
kuat. Rekrutmen untuk anggota DPR bersifat tertutup, artinya peranan
parpol untuk menentukan anggota DPR sangat dominan yang disertai
dengan mekanisme recall bagi legislator yang dianggap melanggar kebijak-
sanaan partai.” Sementara parpol tidak mempunyai otonomi yang berarti
karena secara politis pemerintah dapat melakukan kontrol dan penetrasi.
Sebaliknya eksekutif sangat kuat, mengatasi semua kekuatan yang ada di
dalam masyarakat sehingga kontestasi dan partisipasi politik dari kekuatan-
kekuatan di luar birokrasi sangat lemah. Kehidupan pers dibayangi oleh
ancaman pencabutan SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Press) sehingga
s5 tidak mempunyai kebebasan yang sungguh-sungguh untuk meng-
aa resikan temuan, sikap, dan pandangannya. Meskipun secara yuridis
il j. para melarang adanya sensor dan pemberedelan, seperti yang
& g dalam UU tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers, terapi UU:
ut juga memberlakukan lembaga SIUPP."! Setiap lembaga pers harus. .
mua Ae Sa una bag 3g Na oleh Lea. Maia
SIUPP secara substansial ti rbeda dengan lembaga s
in Terbit) yang dulu banyak digugat karena menjadi alat pemerintah
k memberedel pers. Kemungkinan pemberedelan ini bukan hanya
fat teoretis dalam peraturan perundang-undangan, tetapi benar-henar
tara la am praktiknya. Selama perjalanan Orde Baru berani Sanga ana
TT re Ar pers.
Deng: 1 demikian, konfigurasi politik Orde Baru, berduaan rani
ya pilar-pilar biokrasi, adalah konfigurasi yang tidak demokratis
nde otoriter. Dipandang dari sudut ini ternyata konfigurasi |

ci k Orde Lama dan Orde Baru sama-sama tidak demokratis.” Tetapi 3 33


pat minimal empat hal yang membedakan otoriterisme One Bara Bapa Si

mi

Li
kai

Anda mungkin juga menyukai