Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap manusia diwajibkan untuk melakukan usaha dan berperilaku baik.Usaha yang
dilakukan haruslah sungguh-sungguh dengan niat ikhlas. Tidak boleh setengah - setengah
karena hasilnya tidak akan maksimal. Dalam Islam juga diwajibkan untuk berikhtiar dan
tidak hanya pasrah. Allah akan memberikan karunia terhadap setiap usaha yang dikerjakan
dan juga disertai dengan doa.
Rasulullah SAW bersabda: bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup
selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok. Dalam
ungkapan lain dikatakan juga, Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah,
Memikul kayu lebih mulia dari pada mengemis, Mukmin yang kuat lebih baik dari pada
muslim yang lemah. Allah swt menyukai mukmin yang kuat bekerja. Nyatanya kita
kebanyakan bersikap dan bertingkah laku justru berlawanan dengan ungkapan - ungkapan
tadi.
Dalam zaman yang modern ini, kita dituntut untuk selalu berusaha, tidak hanya rajin, tapi
lebih dari itu, asalkan tidak melanggar dan melampaui batas batas dalam Islam.
Untuk itu, disini kami akan memaparkan mengenai etos kerja secara lebih rinci.

B. RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.

Apa pengertian kerja / etos kerja?


Bagaimana kerja dalam islam?
Bagaimana jihad dalam islam?
Apa surat yang membahas tentang kerja?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.PENGERTIAN KERJA/ETOS KERJA
Etos berarti pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial. Kata kerja berarti
usaha,amal, dan apa yang harus dilakukan (diperbuat).Etos berasal dari bahasa Yunani (etos)
yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap
ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat . Dalam
kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan
keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Kerja dalam arti pengertian luas adalah semua
bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi, intelektual dan fisik, maupun
hal-hal yang berkaitan dengan keduniaan maupun keakhiratan. (Dr.Abdul Aziz.Al
Khayyath,1994 : 13). Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahamkan bahwa semua usaha
manusia baik yang dilakukan oleh akal, perasaan, maupun perbuatan adalah termasuk ke
dalam kerja.

2.2.KERJA DALAM ISLAM


2.2.1.Prinsip Dasar Etos Kerja dalam Islam
1.

Bekerja secara halal (thalaba ad-dunya halalan) baik dari jenis pekerjaan maupun cara
menjalankannya. Dicontohkan orang yang berprofesi sebagai pedagang ikan di pasar. Namun
jika pedagang tersebut melakukan hal-hal yang tidak baik (membahayakan orang lain)
misalkan menjual ikan berformalin, maka dapat dikatakan profesi yang semula halal menjadi
haram (haram lighairihi). Berbeda dengan orang yang berprofesi menjadi PSK. Mau dengan

alasan apapun tetap profesi PSK adalah haram (haram lidzatihi)


2. Bekerja agar tidak menjadi beban hidup orang lain (taaffufan an al-masalah). Sebagai orang
beriman dilarang menjadi beban orang lain (benalu). Rasulullah pernah menegur seorang
sahabat yang muda dan kuat tetapi pekerjaannya mengemis. Beliau kemudian bersabda,
Sungguh orang yang mau membawa tali atau kapak kemudian mengambil kayu bakar dan

memikulnya diatas punggung lebih baik dari orang yang mengemis kepada orang kaya,
diberi atau ditolak (HR Bukhari dan Muslim).
3. Bekerja guna memenuhi kebutuhan keluarga (sayan ala iyalihi). Karena memenuhi
kebutuhan keluarga hukumnya fardlu ain, tidak dapat diwakilkan, dan melaksanakannya juga
termasuk dalam jihad. Hadis Rasulullah menyebutkan Tidaklah seseorang memperoleh
hasil terbaik melebihi yang dihasilkan tangannya. Dan tidaklah sesuatu yang dinafkahkan
seseorang kepada diri, keluarga, anak, dan pembantunya kecuali dihitung sebagai sedekah
(HR Ibnu Majah).
4. Bekerja guna meringankan beban hidup tetangga (taaththufan ala jarihi). Islam mendorong
kerja keras untuk kebutuhan diri dan keluarga, tetapi Islam melarang kaum beriman bersikap
egois. Islam menganjurkan solidaritas sosial, dan mengecam keras sikap tutup mata dan
telinga dari segala penderitaan di lingkungan sekitar.
Terdapat pada Al-Quran :
Hendaklah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian harta
yang Allah telah menjadikanmu berkuasa atasnya. (Qs Al-Hadid: 7).
Allah bahkan menyebut orang yang rajin beribadah tetapi mengabaikan nasib kaum miskin
dan yatim sebagai pendusta-pendusta agama (Qs Al-Maun: 1-3)

2.2.2.Bekerja sesuai dengan etika islam


Dalam bekerja, setiap pekerja muslim (muslimah), hendaknya sesuai dengan etika Islam,
yaitu :

Melandasi setiap kegiatan kerja semata-mata ikhlas karena Allah serta untuk memperoleh
rida-Nya. Pekerjaan yang halal bila dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah tentu akan
mendapatkan pahala ibadah.
Rasulullah saw bersabda , yang artinya : Allah swt tidak akan menerima amalan, melainkan

amalan yang ikhlas dan yang karena untuk mencari keridaan-Nya(H.R.Ibnu Majah )
Mencintai pekerjaannya. Karena pekerja yang mencinta pekerjaanya, biasanya dalam bekerja
akan tenang, senang, bijaksana, dan akan meraih hasil kerja yang optimal.
Rasulullah saw bersabda, yang artinya Sesungguhnya Allah cinta kepada seseorang di antara

kamu yang apabila mengerjakan sesuatu pekerjaan maka ia rapihkan pekerjaan itu.
Mengawali setiap kegiatan kerjanya dengan ucapan basmalah.

Nabi saw bersabda yang artinya :Setiap urusan yang baik (bermanfaat, yang tidfak dimulai
dengan ucapan basmalah (bismillahirrahmanirrahim,maka terputus berkahnya.(H.R.Abdul

Qahir dari Abu Hurairah)


Melaksanakan setiap kegiatan kerjanya dengan cara yang halal.
Nabi saw bersabda, yang artinya :Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang baik,mencintai yang
baik (halal), dan tidak menerima (sesuatu) kecuali yang baik, dan sesungguhnya Allah
memerintahkan kepada orang-orang mukmin sesuatu yang diperintahkan kepada para

utusan-Nya (H.R.Muslim dan Tirmidzi)


Tidak (Haram) melakukan kegiatan kerja yang bersifat mendurhakai Allah. Misalnya bekerja
sebagai germo, pencatat riba (renten), dan pelayan bar.Artinya :Tidak ada ketaatan
terhadap makhluk untuk mendurhakai sang pencipta.(H.R.Ahmad bin Hambai dalam

musnadnya, dan hakim dalan Al-Mustadrokanya, kategori hadis shahih)


Tidak membebani diri, alat-alat produksi, dan hewan pekerja dengan pekerjaan-pekerjaan di

luar batas kemampuan.


Memiliki sifat-sifat terpuji seperti jujur, dapat dipercaya, suka tolong menolong dalam

kebaikan, dan professional dalam kerjanya


Bersabar apabila menghadapi hambatan-hambatan dalam kerjanya.Sebaliknya, bersyukur

apabila memperoleh keberhasilan.


Menjaga keseimbangan antara kerja yang manfaatnya untuk kehidupan di dunia dan yang
manfaatnya untuk kehidupan di akhirat. Seseorang yang sibuk bekerja sehingga
meninggalkan shalat lima waktu, tidak sesuai dengan Islam.
Rasulullah saw bersabda yang artinya,Kerjakanlah untuk kepentingan duniamu seolah-olah
kamu akan hidup selama-lamanya, tetapi kerjakanlah untuk kepentingan akhiratmu seolaholah kamu akan mati besok.(H.R.Ibnu Asakin)

2.2.3.Sikap kerja keras


Bekerja adalah bagian pokok dari hidup, hidup untuk bekerja dan bekerja untuk
hidup, bekerja secara umum adalah semua aktifitas manusia untuk memperoleh/mencapai
sesuatu.Allah swt.menciptakan alam ini untuk manusia, dan diantara tugas manusia adalah
untuk menjadi khalifah.
Khalifah mengandung arti : pemimpin, mengolah, pemanfaat dan pelestari alam, fungsi
manusia untuk mengolah dan melestarikan alam inilah yang mengharuskan untuk bekerja
keras, sebab sebagian potensi alam baru dapat dimanfaatkan secara optimal bila telah diolah
oleh manusia (dikerjakan).

Kerja keras adalah usaha maksimal untuk memenuhi keperluan hidup di dunia dan di akhirat
disertai sikap optimis.Setiap orang wajib berikhtiar maksimal untuk memenuhi kebutuhan
hidup di dunia dan akhirat.Kebutuhan hidup manusia baik jasmani maupun rohani harus
terpenuhi. Kebutuhan jasmani antara lain makan, pakaian dan tempa tinggal sedangkan
kebutuhan rohani diantaranya ilmu pengetahuan dan nasehat. Kebutuhan itu akan diperoleh
dengan syarat apabila manusia mau bekerja keras dan berdoa maka Allah pasti akan
memberikan nikmat dan rizki-Nya.
Bekerja atau berikhtiar merupakan kewajiban semua manusia.Karena itu untuk mencapai
tujuan hidup manusia harus bekerja keras terlebih dahulu. Dalam lingkup belajar, kerja keras
sangat diperlukan sebab belajar merupakan proses ang membutuhkan waktu. Orang akan
sukses apabila ia giat belajar, tidak bermalas-malasan.
Intinya adalah semua manusia wajib berkerja keras. Nabi Daud adalah pandai besi, Nabi
Zakariya adalah tukang kayu, Nabi Muhammad SAW adalah pengembala hingga akhirnya ia
jadi pedangang yang berhasil.
Dalam hadis disebutkan :

Artinya : Bekerjalah untuk duniamu seolah - olah kamu akan hidup selama-lamanya dan
bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok pagi.(QS. HR. Al Baihaqi)

2.2.4.Produktivitas Kerja
Produksi

dalam

Islam

harus

dikendalikan

oleh

kriteria

objektif

maupun

subjektif.Kriteria objektif tercermin dalam bentuk kesejahteraan yang dapat diukur dari segi
uang. Sedangkan kriteria subjektif dalam bentuk kesejahteraan yang dapat diukur dari segi
etika ekonomi yang didasarkan atas perintah-perintah al-Qur`an dan as-Sunnah.
Ekonomi Islam memahami produksi itu sebagai sesuatu yang mubah dan jelas berdasarkan
as-Sunnah. Sebab, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pernah membuat mimbar. Dari
Sahal berkata, Rasulullah telah mengutus kepada seorang wanita, (kata beliau): Perintahkan
anakmu si tukang kayu itu untuk membuatkan sandaran tempat dudukku, sehingga aku bisa
duduk di atasnya. (Riwayat Imam Bukhari).Pada masa Rasulullah SAW, orang-orang biasa

memproduksi barang, dan beliau pun mendiamkan aktivitas mereka.Sehingga diamnya beliau
menunjukkan adanya pengakuan (taqrir) terhadap aktivitas berproduksi mereka.
Ada 3 prinsip sebagai konsep Islam dalam membina manusia menjadi muslim produktif,
duniawi dan ukhrawi
Yang pertama, mengubah paradigma hidup dan ibadah. Dalam Islam, hidup bukanlah sekedar
menuju kematian, karena mati hanyalah perpindahan tempat, dari dunia ke alam baqa.
Sedang hidup yang sesungguhnya adalah hidup menuju kepada kehidupan yang abadi yakni,
akhirat.
Yang kedua, memelihara kunci produktifitas, yaitu hati.Hati merupakan ruh bagi semua
potensi yang kita miliki. Pikiran dan tenaga tidak akan tercurahkan serta tersalurkan dalam
suatu bentuk amalan shalihan (pruduktifitas) jika kondisi hati mati atau rusak. Hati yang
terpelihara dan terlindungi akan memancarkan energi pendorong untuk beramal lebih banyak
dan lebih berkualitas
Yang ketiga, bergerak dari sekarang. Prinsip bergerak dari sekarang ini menunjukan suatu
etos kerja yang tinggi dan semangat beramal yang menggebu
Dengan bekerja (beraktifitas), itulah kunci kebahagiaan (bisa menjadi kaya). Namun
demikian, beraktifitas atau bekerja harus sesuai dengan kehendak Allah SWT, sesuai aturan
main yang telah ditetapkan al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Sebab Allah, Rasul Nya
dan orang-orang beriman melihat karya nyata setiap orang. Artinya, kerja dan hasil yang
dikerjakan merupakan manifestasi

(perwujudan) keyakinan seorang muslim bahwa

produktifitas bukan hanya untuk memuliakan dirinya atau untuk menampakkan


kemanusiaannya, tetapi juga sebagai perwujudan amal saleh yang memiliki nilai ibadah yang
sangat luhur, dan bermanfaat bagi orang lain. Sebagaimana hadis yang menyatakan, Sebaikbaik kamu adalah yang memberikan manfaat kepada orang lain. HR. Bukhari.

2.3.JIHAD DALAM ISLAM


Kerja merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan manusia dengan sungguh
sungguh untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guna mencukupi kebutuhan sandang,
pangan dan papan. Allah SWT mengajarkan pada umatnyauntuk bekerja secara halal, karena
pada dasarnya bekerja secara halal itu sama halnya dengan jihad, sebagaimana hadits
Rasulullah yang Artinya: Telah lewat seorang laki laki dihadap Rasulullah SAW, maka
parasahabat melihat kegagahannya dan giatnya dalam bekerja. Kemudian mereka bertanya:

apakah ini termasuk fisabilillah? Maka Rasulullah SAW bersabdah: sesungguhnya kalau dia
bekerja untuk anaknya yang masih kecil, maka itu termasuk fisabilillah, dan sesungguhnya
jika dia bekerja untuk kedua orang tuanya dan kakeknya maka itu termasuk fisabilillah, dan
jika ia bekerja untuk mencukupi dirinya sendiri, maka itu fisabilillah, dan jika ia bekerja
untuk mencari kemegahan dan kemewaan maka dia berada di jalans yetan.
Adapun Islam memandang bahwa bekerja dengan giat itu merupakan manifestasi dari
kekuatan iman seseorang, sebagaimana firman Allah SWT QS. At-Taubah: 105 yang artinya:
Dan Katakanlah: Bekerjalahkamu, Maka Allah danrasul - Nyaserta orang - orang mukmin
akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang
mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan Nya kepada kamu apa yang
telah kamu kerjakan.
Selain itu dalam suatu hadits dijelaskan tentang sikap keteladanan Rasul yang paling
bersejarah dimana dijelaskan mengenai kebanggaan bekerja dan semangat Rasul yang
berprestasi atas dasar hasil keringatnya sendiri.
Rasulullahbersabda :

:
:

:

Artinya: Tiadaseorang pun yang makan makanan yang lebih baik dari pada makan yang
diperoleh dari hasil keringatnya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah Daud AS itu pun makan
dari hasil karyanya sendiri (HR. Bukhari)
Islam memandang bahwa suatu pekerjaan tidak memandang persoalan gender baik
laki laki atau perempuan semuanya sama tetapi yang membedakannya adalah dasar
pengabdiannya yaitu suatu dorongan keimanannya yang shahih, sebagaimana firman Allah
SWT QS An-Nahl: 97
Artinya: Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki laki mau pun perempuan
dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.
Dalam pandangan Islam, bekerja merupakan suatu tugas yang mulia, yang akan
membawa diri seseorang pada posisi terhormat, bernilai, baik di mata Allah SWT maupun di
mata kaumnya. Oleh sebab itu lah, Islam menegaskan bahwa bekerja merupakan sebuah
kewajiban yang setingkat dengan Ibadah, Orang yang bekerja akan mendapat pahala

sebagaimana orang beribadah. Selain itu manusia di tuntut untuk berusaha dan bekerja keras
serta beramal sholeh didunia ini tetapi tidak meninggalkan kewajiban beribadah kepada Allah
SWT, karena yang dibawa manusia kelak di akhirat hanyalah ketakwaannya, ketaatan nyadan
amal nya kepada Allah SWT bukanlah sebuah kenikmatan yang diperoleh manusia selama
hidupnya di duniaini, dimana Rasulullah SAW bersabda: bekerjalah untuk duniamu seakan
akan kamuhidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan akan kamu mati
besok.
Dalam ungkapan lain dikatakan juga, Tangan di ataslebih baik dari pada tangan di bawah,
Memikul kayu lebih mulia dari pada mengemis, Mukmin yang kuat lebih baik dari pada
muslim yang lemah. Allah menyukai mukmin yang kuat bekerja.
Dalam hadits ini dijelaskan bahwa lebih baik bekerja dari pada meminta, sesusah susahnya
mencari kerja setidaknya seorang muslim haruslah bekerja keras, berusaha untuk
mendapatkan sesuatu yang diinginkannya , dimana sesungguhnya Allah menyukai orang orang yang pekerja keras dan Allah tidak menyukai orang - orang yang malas.

2.4.SURAT YANG MEMBAHAS TENTANG KERJA


Al-Quran Surah Al-Mujadilah,58:S11

Artinya :Hai orang-orang yang beriman,apabila dikatakan kepadamu: Berlapang-

lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan : Berdirilah kamu, maka kamu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.(Q.S.Al-Mujadilah,58:11)
Ayat Al-Quran Surah Al-Mujadilah ayat 11 isinya antara lain berkaitan dengan adab atau
tata krama yang harus diterapkan dalam majelis-majelis yang baik dan diridai Allah swt.
Adab atau tata karma yang dimaksud yaitu memberikan kelapangan dada kepada orang-orang
yang akan mengunjungi dan berada dalam majelis-majelis tersebut dengan cara, seperti :
mempersilahkan orang lain yang datang belakangan untuk duduk di samping kita, sekiranya
masih kosong, menciptakan suasana nyaman, mewujudkan rasa persaudaraan, saling
menghormati dan saling menyayangi, serta tidak boleh menyuruh orang lain yang lebih dulu

menempati tempat duduknya untuk pindah ke tempat lain tanpa alasan yang dibenarkan oleh
syara
Mukmin/Mukminah

apabila

diperintahkan Allah

dan

rasul-Nya

untuk

bangun

melaksanakan hal-hal yang baik yang diridai-Nya, seperti shalat, menuntut ilmu, berjuang di
jalan Allah, dan membiasakan diri dengan akhlak terpuji, maka perintah tersebut hendaknya
segera dilaksanakan dengan niat ikhlas dan sesuai dengan ketentuan syara
Ilmu pengetahuan mempunyai banyak keutamaan. Perbuatan ibadah yang tidak dikerjakan
sesuai dengan ilmu tentang ibadah tersebut, tentu tidak akan diterima Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda Artinya : Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk
menuntut ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.(H.R.Muslim)

2.

Al-Quran Surah Al-Jumuah: 9-10

()
















()



Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan

shalat pada hari Jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkan jual beli.Yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.Apabila shalat telah dilaksanakan,
maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
agar kamu beruntung.(Q.S.Al-Jumuah 62:9-10)
Mengacu kepada Q.S. Al-Jumuah: 9-10, umat Islam diperintah oleh agamanya agar
senantiasa berdisiplin dalam menunaikan ibadah wajib, seperti shalat, dan selalu giat
berusaha atau bekerja sesuai dengan nilai-nilai Islam (etos kerja yang Islami). Termasuk ke
dalam kerja yang Islami antara lain: belajar secara sungguh-sungguh, bekerja keras, dan
berkarya secara produktif sehingga dapat mendorong keadaan kearah yang lebih maju.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dari paparan diatas bahwa di dalam islam menganjurkan kita untuk bekerja guna
untuk memenuhi kebutuhan dan meringankan beban hidup. Bekerja juga termasuk berjihad di
jalan Allah. Akan tetapi tidak meninggalkan kewajiban beribadah kepada Allah swt, karena
yang kita cari di dunia ini bukan hanya materi tetapi pahala yang besar, amalan yang kita
bawa di akhirat nanti.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.referensimakalah.com/2012/09/pengertianetoskerja.html

http://mujihadin87.blogspot.com/2013/02/makalahetoskerja.html

http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/hikmah/13/03/21/mjzgo9
empatprinsipetoskerjaislami

http://islampontren.blogspot.com/2013/03/al-quran-etos-kerja.html

ENDAHULUAN
A.

Latar belakang
Agama Islam yang berdasarkan al-Quran dan al-Hadits sebagai tuntunan dan
pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi ibadah
saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam masalah yang
berkenaan dengan kerja ini, Rasulullah saw bersabda:

Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan
kamu mati besok.

Dalam situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang
tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan nilai-nilai
Islami yang tentunya tidak boleh melampaui rel-rel yang telah ditetapkan al-Quran dan asSunnah.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut;
1. Apa pengertian etos kerja serta teks-teks Hadits tentang etos kerja ?
2. Bagaimana Pandangan ulama mengenai Hadits tentang etos kerja dan kontekstualisasi Hadits
tentang etos kerja dan realisasinya dalam kehidupan?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Hadis
dan untuk mengetahui pengertian etos kerja serta teks-teks hadis tentang etos kerja,

Pandangan ulama mengenai hadis tentang etos kerja dan kontekstualisasi hadis tentang etos
kerja dan realisasinya dalam kehidupan.

II.

PEMBAHASAN
A.

Pengertian Etos Kerja


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata etos artinya pandangan hidup dalam
suatu golongan secara khusus.[1] Sedangkan kata kerja, artinya perbuatan melakukan sesuatu
kegiatan yang bertujuan mendapatkan hasil.[2]
Menurut Franz Magnis dan Suseno berpendapat bahwa etos adalah semangat dan
sikap batin tetap seseorang atau sekelompok orang sejauh di dalamnya termuat tekanan moral
dan nilai-nilai moral tertentu.[3]
Menurut Clifford Geertz berpendapat bahwa etos adalah sebagai sikap yang mendasar
terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup.[4]
Menurut Al-Ghazali dalam bukunya Ihya-u Ulumuddin, pengertian etos (khuluk)
adalah suatu sifat yang tetap pada jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan
dengan mudah dengan tidak membutuhkan pemikiran.
Kamus Wikipedia menyebutkan bahwa etos berasal dari bahasa Yunani; akar katanya
adalah ethikos, yang berarti moral atau menunjukkan karakter moral. Dalam bahasa Yunani
kuno dan modern, etos punya arti sebagai Karakteristik, sikap, kepercayaan, dan kebiasaan,
yang bersifat khusus tentang seorang individu atau sekelompok manusia. Pada Webster's New
Word Dictionary, 3rd College Edition, etos didefinisikan sebagai kecenderungan atau
karakter, sikap, kebiasaan, serta keyakinan yang berbeda dari individu atau kelompok.
Bahkan dapat dikatakan bahwa etos pada dasarnya adalah tentang etika.
Bila ditelusuri lebih dalam, etos kerja adalah respon yang dilakukan oleh seseorang,
kelompok, atau masyarakat terhadap kehidupan sesuai dengan keyakinannya masing-masing.
Setiap keyakinan mempunyai sistem nilai dan setiap orang yang menerima keyakinan tertentu
berusaha untuk bertindak sesuai dengan keyakinannya. Bila pengertian etos kerja
didefinisikan, etos kerja adalah respon yang unik dari seseorang atau kelompok atau
masyarakat terhadap kehidupan, respon atau tindakan yang muncul dari keyakinan yang
diterima dan respon itu menjadi kebiasaan atau karakter pada diri seseorang atau kelompok
atau masyarakat. Dengan kata lain, etika kerja merupakan produk dari sistem kepercayaan
yang diterima seseorang kelompok atau masyarakat.
Etika tentu bukan hanya dimiliki bangsa tertentu. Masyarakat dan bangsa apapun
mempunyai etika, ini merupakan nilai-nilai universal. Nilai-nilai etika yang dikaitkan dengan
etos kerja seperti rajin, bekerja, keras, berdisplin tinggi, menahan diri, ulet, tekun dan nilai-

nilai etika lainnya bisa juga ditemukan pada masyarakat dan bangsa lain. Kerajinan, gotong
royong, saling membantu, bersikap sopan misalnya masih ditemukan dalam masyarakat kita.
Perbedaannya adalah bahwa pada bangsa tertentu nilai-nilai etis tertentu menonjol sedangkan
pada bangsa lain tidak.
Dalam perjalanan waktu, nilai-nilai etis tertentu, yang tadinya tidak menonjol atau
biasa-biasa saja bisa menjadi karakter yang menonjol pada masyarakat atau bangsa
tertentu. Muncullah etos kerja Miyamoto Musashi, etos kerja Jerman, etos kerja Barat, etos
kerja Korea Selatan dan etos kerja bangsa-bangsa maju lainnya. Bahkan prinsip yang sama
bisa ditemukan pada pada etos kerja yang berbeda sekalipun pengertian etos kerja relatif
sama. Sebut saja misalnya berdisplin, bekerja keras, berhemat, dan menabung; nilai-nilai ini
ditemukan dalam etos kerja Korea Selatan dan etos kerja Jerman atau etos kerja Barat.
B. Teks-teks hadis tentang etos kerja
Islam sangat mendorong orang-orang mukmin untuk bekerja keras, karena pada
hakikatnya kehidupan dunia ini merupakan kesempatan yang tidak akan pernah terulang
untuk berbuat kebajikan atau sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Ini sekaligus untuk
menguji orang-orang mukmin, siapakah diantara mereka yang paling baik dan tekun dalam
bekerja.[5] Allah swt berfirman;

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik
amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Al-Mulk ; 2)

Untuk menekankan perintah agar kita semua menggunakan kesempatan hidup ini
dengan giat bekerja dan beramal, Allah swt menegaskan bahwa tidak ada satu amal atau satu
pekerjaanpun yang terlewatkan untuk mendapatkan imbalan di hari akhir nanti, karena semua
amal dan pekerjaan kita akan disaksikan Allah swt, Rasulullah saw dan orang-orang mukmin
lainnya. Allah swt berfirman;

Dan Katakanlah; Bekerjalah kamu, maka Allah swt dan Rasulullah-Nya serta orang-orang mukmin
akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib
dan nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.(QS. At-Taubah; 105)

Disisi lain, Rasulullah saw sangat menekankan kepada seluruh umatnya, agar tidak
menjadi orang yang pemalas dan orang yang suka meminta-minta. Pekerjaan apapun, walau

tampak hina dimata banyak orang, jauh lebih baik dan mulia daripada harta yang ia peroleh
dengan meminta-minta. Dalam sebuah riwayat disebutkan;
)
, (

Dari Hakim putra Hizam, ra., dari Rasulullah saw., beliau bersabda; Tangan yang di atas lebih baik
dari tangan yang di bawah, dahulukanlah orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-baiknya sedekah itu
ialah lebihnya kebutuhan sendiri. Dan barang siapa memelihara kehormatannya, maka Allah akan
memeliharanya. Dan barang siapa mencukupkan akan dirinya, maka Allah akan beri kecukupan padanya. (H.R
Bukhari).[6]

Hadis ini menjelaskan bahwa kita sebagai orang yang tangannya di atas hendaklah
lebih dahulu memulai atau mendahulukan pemberiannya kepada keluarga setelah itu barulah
kepada yang lain. Di samping itu didalam hadis itu dijelaskan bahwa Allah akan mencukupi
seseorang yang menuntut atau bertekad menjadikan dirinya berkecukupan tidak mau meminta
belas kasihan orang lain. Ungkapan ini dapat dipahami bahwa sangatlah bijak dan dianjurkan
bagi orang kaya atau yang berkecukupan agar memberi kepada yang miskin dengan
pemberian yang dapat menjadi modal usahanya untuk dia dapat menjadi orang yang
mempunyai usaha sehingga pada saatnya nanti ia tidak lagi menjadi orang yang memintaminta (mengharap belas kasihan orang).
Perbuatan suka memberi atau enggan meminta-minta dalam memenuhi kebutuhan
hidup, sangatlah dipuji oleh agama. Hal ini jelas dikatakan Nabi SAW dalam hadis di atas
bahwa Nabi mencela orang yang suka meminta-minta (mengemis) karena perbuatan tersebut
merendahkan martabat kehormatan manusia. Padahal Allah sendiri sudah memuliakan
manusia, seperti terungkap melalui firman-Nya :



Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkat mereka di daratan dan di
lautan. Kami berikan mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Q.S Al-Isra : 70).

Penjelasan ayat al-Quran di atas juga memotivasi manusia agar mencari nafkah
memenuhi kebutuhan hidup haruslah berusaha dengan bekerja dalam lapangan kehidupan
yang ia mampu kerjakan, baik itu berupa bertani, berdagang, bertukang, menjadi pelayan dan
sebagainya. Jangan sekali-kali mencari nafkah dari hasil meminta-minta sebagai pengemis

jalanan. Jadi hadi ini sangat erat hubungannya dengan hadis pokok bahasan pertama yang
menyatakan bahwa usaha terbaik dalam memenuhi kebutuhan hidup adalah usaha yang
dilakukan dengan tangan sendiri.
Demikiankah juga hadis ini memberi isyarat bahwa agama Islam menyuruh umatnya
bekerja untuk mendapatkan rezeki. Islam sangat menilai jelek dan rendah martabat perilaku
menjadi pengemis, untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bekerja mencari kayu bakar kemudian
dijual adalah lebih baik daripada mengemis. Hal ini dinyatakan Nabi dalam salah satu
sabdanya, hadis dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah bersabda :

) )
sesungguhnya bahwa seseorang di antara kamu yang bekerja mencari kayu bakar, diikatkan di
punggungnya kayu itu (guna memikulnya) adalah lebih baik daripada dia meminta-minta yang kemungkinan
diberi atau tidak diberi. (Hadis ini dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab al-Buyu).

:

,






( )
Dari Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah SAW telah bersabda : Orang mumin yang memiliki
keimanan yang kuat lebih Allah cintai daripada yang lemah imannya. Bahwa keimanan yang kuat itu akan
menerbitkan kebaikan dalam segala hal. Kejarlah (sukailah) pekerjaan yang bermanfaat dan mintalah
pertolongan kepada Allah. Janganlah lemah berkemauan untuk bekerja. Jika suatu hal yang jelek yang tidak
disenangi menimpa engkau janganlah engkau ucapkan : Seandainya aku kerjakan begitu, takkan jadi begini,
tetapi katakanlah (pandanglah) sesungguhnya yang demikian itu sudah ketentuan Allah. Dia berbuat apa yang
Dia kehendaki. Sesungguhnya ucapan seandainya itu adalah pembukaan pekerjaan setan. (Hadis dikeluarkan
Muslim).[7]

Hadits ini mengisyaratkan bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan tentang tiga
hal, yaitu :
1.
2.
3.
a.
b.

menguatkan keimanan
rakuslah untuk berbuat yang bermanfaat
mohon pertolongan kepada Allah. Di samping itu beliau melarang berbuat dua hal, yaitu :
lemah
menyesali apa yang telah menimpa diri dari sesuatu yang tidak disukai, sehingga mengatakan
: Seandainya aku lakukan begitu, tak akan terjadi begini.
Dalam hadits dinyatakan : maksudnya bahwa keimanan yang kuat pada diri
seseorang akan menciptakan kebaikan dalam segala hal. Sebab dari iman yang sempurna
(benar dan kuat) akan mendorong seseorang berbuat yang baik, yang sudah tentu akan

berakibat yang baik bagi kehidupannnya. Oleh sebab itu al-Khuli dalam mensyarahkan hadis
ini berpendapat bahwa iman itu menjadi pengawal kebahagiaan di dunia dan di akhirat, bila
diikuti dengan perbuatan baik (amal saleh). Di dalam al-Quran Allah berfirman :
: (

( 97
Barang siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S an-Nahl : 97).

Keimanan yang kuat (istiqamah) membuat seseorang rajin dan bersungguh-sungguh


mencari kebahagiaan, baik itu untuk kehidupan di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya
keimanan yang lemah, tidak atau kurang menjadi penggerak terwujudnya perbuatan baik
pada diri seseorang, bahkan hawa nafsu yang menguasai dirinya, sehingga dirinya dengan
mudah untuk berbuat kefasikan, berbuat yang tidak baik. Dengan demikian maka akan
jauhlah kebahagiaan yang diharapkan manusia itu. Oleh sebab itu Rasulullah SAW
menyatakan dalam hadis ini bahwa orang mukmin yang kuat imannya lebih dicintai oleh
Allah daripada yang lemah imannya.
Ketika Islam sangat menekankan kerja, lalu pekerjaan apakah yang paling utama?
Terhadap pertanyaan itu ada sebuah hadist yang menyatakan bahwa;
Pekerjaan yang paling utama menurut Nabi Muhammad SAW adalah usaha seorang laki-laki
dengan tangannya sendiri dan semua jual beli yang bersih.
:
Rifaah bin RafiI berkata bahwa Nabi SAW, ditanya, Apa mata pencarian yang paling baik? Nabi
menjawab, Seseorang bekerja dengan tangannya dan tiap-tiap jual beli yang bersih. (Diriwayatkan oleh
Bazzar dan disahkan oleh Hakim)

Penjelasan Hadis
Islam senangtiasa mengajarkan kepada umatnya agar berusaha untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Tidak dibenarkan seorang muslim berpangku tangan saja atau berdoa
mengharap rezeki datang dari langit tanpa mengiringinya dengan usaha. Namun demikian,
tidak dibenarkan pula terlalu mengandalkan kemampuan diri sehingga melupakan
pertolongan Allah SWT. dan tidak mau berdoa kepada-Nya.[8]
Hadist di atas tidak secara jelas mengkategorikan jenis usahanya melainkan hanya
menyebutkan prinsip usaha yaitu yang dilakukan oleh tangannya sendiri dan jual beli yang
bersih. Jenis usaha yang disebutkan di akhir (perdagangan yang bersih) tidak banyak

menimbulkan interpretasi, karena telah jelas bahwa jual beli yang di maksud adalah jual beli
yang terhindar dari kebohongan dan sumpah palsu.
Dalam hadis ini Rasulullah SAW memerintahkan orang mumin agar rakus
(menyukai, mengerjakan) pekerjaan yang bermanfaat. Oleh sebab itu seseorang yang beriman
haruslah bersikap tidak akan membiarkan waktu atau kesempatan yang dimiliki yang ia dapat
menggunakan kesempatan itu berlalu tidak dimanfaatkan. Seorang mumin yang baik dan
bijak tentulah akan menggunakan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya, mengisinya
dengan pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat, seperti berusaha mencari rezeki, harta untuk
keperluan dan kebahagiaan hidup, mencari posisi dan kedudukan yang layak dalam
percaturan kehidupan ini, atau menunutut ilmu yang bermanfaat untuk bekal perjuangan
hidup, atau menggunakan kesempatan yang ada untuk beramal dan beribadah mendekatkan
diri kepada Allah SWT.
Sehubungan dengan ini Rasulullah SAW pernah memperingatkan dalam salah satu
sabdanya yang berarti : ada dua nikmat yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia,
yaitu nikmat kesehatan dan nikmat adanya kesempatan (H.R Bukhari dan Ibnu Abbas).
Dalam sebuah hadis Rasulullah bersabda :


( )
Di antara kebagusan perilaku keislaman seseorang adalah meninggalkan pekerjaan yang tidak berguna
baginya. (H.R Turmudzi dan Abu Hurairah).

Di dalam al-Quran surat Al-Ashr Allah SWT menyatakan bahwa manusia senantiasa
dalam kerugian, kecuali yang beriman dan beraktivitas yang positif serta saling mengingatkan
kejalan yang benar dan selalu bersabar (menghadapi tantangan dalam kehidupan ini).
Perintah Nabi SAW dalam hadis ini, yang ketiga adalah agar minta pertolongan
kepada Allah SWT sangat penting. Nabi mengingatkan kita tentang perintah ketiga ini,
disebabkan dalam kehidupan ini kita tidak akan luput dari kesulitan-kesulitan. Memang Allah
menciptakan kehidupan untuk menguji manusia menilai siapa yang paling baik amalnya. Hal
ini dinyatakan Allah SWT :
( 2 : )
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu siapa di antara kamu yang paling baik amalnya.
Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Q.S AL-Mulk : 3).

Oleh karena itu tidak dapat tidak manusia memperoleh pertolongan kepada Allah
SWT Yang Maha Pencipta dan Maha Kuasa. Dalam surat al-Fatihah, surat yang wajib dibaca

dalam setiap rakaat shalat, ada diikrarkan ungkapan mengisyaratkan bahwa kita sangat
memerlukan pertolongan Allah SWT.
C. Pandangan Ulama mengenai Hadits Etos Kerja
Al-Khuli dalam kitabnya al-Adab an-Nabawi mengemukakan bahwa dari berbagai
cara untuk memperoleh harta yang diutarakan di atas maka cara yanng lebih utama adalah
usaha yang dilakukan dengan tangan sendiri. Hal ini dinyatakan Nabi SAW dalam hadis yang
lain, dari Miqdam r.a yang diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Daud, Nasai dan perawi hadist
lainnya, bahwa Nabi SAW bersabda :
,

Tidaklah seseorang makan sesuap makanan lebih baik daripada ia makan dari hasil kerja tangannya
sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud a.s adalah makan dari hasil kerja tangannya sendiri.[9]

Seseorang berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara bekerja keras
menggunakan tangannya sendiri, memeras keringat dan energy dari badannya kemudian
memakan hasilnya, sudah tentu lebih baik dari makanan hasil dari yang baersumber
peninggalan warisan, pemberian atas kemurahan seseorang atau sedekah yang diberikan
kepadanya karena belas kasihan. Karena usaha seseorang mencari nafkah dengan memeras
tenaga, mencucurkan keringat itu akan berfaedah sehingga kalau ia makan apa yang
dimakannya menjadi terasa enak, dan makanan itu dicerna dengan cepat dan mudah oleh
pencernaan sehingga berguna bagi kesehatan tubuh. Demikianlah dijelaskan Al-Khuli dalam
mensyarahkan hadis ini.
Al-khuli dalam kitabnya al-Adab an-Nabawi juga menyatakan bahwa kurang
kemauan membawa akibat seseorang menjadi pemalas. Sifat lemah dalam kemauan dan
pemalas sangat tidak disukai Rasul. Hal ini dapat diketahui adanya doa yang diucapkan Nabi
SAW dengan ungkapan :

Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari lemah (kemauan) dan pemalas.

Ash-Shonani mengemukakan bahwa dengan ungkapan (yang terbaik) adalah artinya


yang paling halal dan paling berkat. Jadi secara nyata hadis ini menunjukkan bahwa usaha
yang paling halal dan berkat itu adalah usaha tangannya sendiri, kemudian baru usaha
perniagaan menunjukkan usaha dengan tangan sendiri itu lebih utama. Hal ini sejalan dengan
hadis Miqdam di atas. Walaupun demikian para ulama tetap berbeda pendapat tentang usaha
yang paling utama. Di antara tiga macam usaha yang bersifat pokok sebagaimana
dikemukakan al-Mawardi yaitu pertanian, perdagangan dan industri. Mazhab Syafii

berpendapat bahwa usaha yang terbaik itu adalah usaha pertanian karena usaha tersebut lebih
dekat kepada tawakkal. Dan karena pertanian itu membawa manfaat bukan hanya kepada
manusia secara umum, tetapi juga kepada binatang-binatang. Di samping itu usaha pertanian
termasuk kepada usaha yang dilakukann dominan dengan tangan.
Tentu saja tidak hanya dalam berjual beli yang harus diperhatikan kehalalan dan
kebersihannya sabagai standar utama dalam mencari rezeki karena bagaimanapun juga, Allah
Swt. akan memintai pertanggung jawaban kelak di akhirat.
Menurut Imam Al-Ghazali, manusia dalam hubungannya dengan dengan kehidupan
1.

dunia dan akhirat terbagi kepada tiga golongan;


Orang-orang yang sukses atau menang, yakni mereka yang lebih menyibukkan dirinya untuk

2.

kehidupan di akhirat daripada kehidupan dunia.


Orang-orang yang celaka, yakni mereka yang menyibukkan dirinya untuk kehidupan di

3.

dunia daripada kehidupan di akhirat.


Orang-orang berada di antara keduanya, yakni mereka yang mau menyeimbangkan antara
kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat.
Al-Faqih Abu Laits Samarqandi, mengutip pendapat seorang ahli hikmah, Para
pedagang yang tidak memiliki ketiga sifat di bawah ini, akan menderita kerugian dunia dan
akhirat:

a.
b.
c.

Mulutnya suci dari bohong, laghwu (main-main/bergurau) dan sumpah


Hatinya suci dari penipuan, khianat, dan iri.
Jiwanya selalu memelihara shalat jumat, shalat berjamaah, selalu menimba ilmu, dan
mengutamakan rido Allah swt daripada lainnya.

D. Kontektualisasi Etos Kerja dan Realisasinya Dalam Kehidupan


Bekerja adalah kewajiban setiap muslim. Sebab dengan bekeja setiap muslim dapat
mengaktualisasikan kemuslimannya sebagai manusia, makluk ciptaan Allah SWT yang
paling sempurna dan mulia di muka bumi.
Jika setiap muslim bekerja dengan baik , maka ia sudah melakukan ibadah kepadaNya
setiap pekejaan baik yang dilakukan muslim karena Allah, berarti ia sudah melakukan
kegiatan jihad fi sabilillah. Firman Allah swt dalam surat al-Jumuah;

Apabila sudah ditunaikan shalat,maka hendaklah kamu bertebaran di muka bumi dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah sebanyak banyaknya supaya kamu beruntung (QS. al-Jumuah, 62 ).

Untuk menggapai keberuntungan hidup, tidaklah hanya cukup tenggelam dalam


masalah ibadah formal atau ritual saja. Tetepi hendaknya dimanifestasikan dalam ibadah
aktual. Tafsiran ayat bertebaran di muka bumi memberikan efek batin untuk menjadikan
diri kita sebagai sosok manusia yang memiliki achievement tinggi.
Bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas manusia, sehimgga
bekerja yang didasarkan pada prinsip- prinsip iman tauhid bukan hanya menunjukkan fitrah
seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirirnya sebagai hamba Allah, yang
mengelola seluruh alam sebagai bentuk dari cara dirinya mensyukuri kenikmatan dari Allah.
Apabila bekerja itu sebagai fitrah manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang
enggan bekerja, malas dan tidak mendayagunakan seluruh potensi diri untuk menyatakan
keimananan dalam bentuk amal kreatif, sesunguhnya dia itu melawan fitrah dirinya sendiri,
menurunkan derajat identitas sebagai manusia, untuk kemudian runtuh dalam kedudukan
yang lebih hina dari binatang.
Perbuatan suka memberi atau enggan meminta-minta dalam memenuhi kebutuhan
hidup, sangatlah dipuji oleh agama. Hal ini jelas dikatakan Nabi SAW dalam hadis di atas
bahwa Nabi mencela orang yang suka meminta-minta (mengemis) karena perbuatan tersebut
merendahkan martabat kehormatan manusia. Padahal Allah sendiri sudah memuliakan
manusia, seperti terungkap melalui firman-Nya yang sudah tercantum diatas.
Demikiankah juga hadis yang memberi isyarat bahwa agama Islam menyuruh
umatnya bekerja untuk mendapatkan rezeki. Islam sangat menilai jelek dan rendah martabat
perilaku menjadi pengemis, untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bekerja mencari kayu bakar
kemudian dijual adalah lebih baik daripada mengemis.
Bekerja untuk mencari karunia Allah, menjebol kemiskinan meningkatkan taraf hidup
dan martabat serta harga diri adalah merupakan nilai ibadah yang esensial, karena Nabi
bersabda: kemiskinan itu sesungguhnya lebih mendekati kepada kekufuran.
Bekerja adalah segala aktifitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi
kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani) dan didalam mencapai tujuanya tersebut dia
berupaya dengan penuh kesunguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti
pengabdian dirinya kepada Allah. Jadi, etos kerja adalah dorongan, kehendak, atau prinsip
bekerja yang muncul dari jiwa individu untuk melakukan suatu kegiatan.
Dikatakan sebagai aktifitas dinamis, mempunyai makna bahwa seluruh kegiatan yang
dilakukan sebagai seorang muslim harus penuh dengan tantangan, tidak monoton, dan selalu
berupaya untuk mencari terobosan-terobosan baru (innovative) dan tidak merasa puas dalam
berbuat kebaikan.

Pokoknya harus tertanam dalam keyakinan kita bahwa bekerja itu adalah amanah
Allah, sehingga ada semacam sikap mental yang tegas pada diri pribadi muslim bahwa;
1.

Karena bekerja adalah amanah, maka dia akan bekerja dengan kerinduan dan tujuan agar

2.

pekerjaannya tersebut menghasilkan sesuatu yang optimal.


Ada semacam kebahagian dalam melaksanakan pekerjaan, karena dengan bekerja dia telah

3.
4.

melaksanakan amanah Allah.


Tumbuh kreativitas untuk mengembangkan dan memperkaya dan memperluas pekerjaanya.
Ada rasa malu hati apabila pekerjaanya tidak dia laksanakan dengan baik, karena hal ini
berarti sebuah pengkhianatan terhadap amanah Allah

III.

KESIMPULAN
Pengertian Etos Kerja
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata etos artinya pandangan hidup dalam
suatu golongan secara khusus.[10] Sedangkan kata kerja, artinya perbuatan melakukan
sesuatu kegiatan yang bertujuan mendapatkan hasil.[11]
Menurut Franz Magnis dan Suseno berpendapat bahwa etos adalah semangat dan
sikap batin tetap seseorang atau sekelompok orang sejauh di dalamnya termuat tekanan moral
dan nilai-nilai moral tertentu.[12]
Menurut Clifford Geertz berpendapat bahwa etos adalah sebagai sikap yang mendasar
terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup.[13]
Menurut Al-Ghazali dalam bukunya Ihya-u ulumuddin, pengertian etos (khuluk)
adalah suatu sifat yang tetap pada jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan
dengan mudah dengan tidak membutuhkan pemikiran.
Kamus Wikipedia menyebutkan bahwa etos berasal dari bahasa Yunani; akar katanya adalah
ethikos, yang berarti moral atau menunjukkan karakter moral. Dalam bahasa Yunani kuno
dan modern, etos punya arti sebagai Karakteristik, sikap, kepercayaan, dan kebiasaan, yang
bersifat khusus tentang seorang individu atau sekelompok manusia.
Dalam memenuhi kebutuhan hidup, agama mewajibkan manusia berusaha dengan
bekerja menurut kemampuan yang ada pada dirinya untuk mendapatkan rezeki. Pekerjaan
dengan menjadi peminta-minta dipandang agama sebagai pekerjaan yang merendahkan
martabat manusia.
Islam sangat menyukai umatnya untuk selalu meningkatkan semangat kerja guna
mencapai kehidupan yang layak dan sejahtera dengan cara mempergunakan sebaik-baiknya
peluang-peluang atau kesempatan yang ada, serta tabah dan ulet, tidak mudah putus asa jika
ditimpa kegagalan dalam berusaha, di samping memohon pertolongan kepada Allah.
Keimanan yang kuat merupakan faktor penggerak dalam melahirkan budaya kerja
yang pro aktif dan efektif untuk mewujudkan kesejahteraan dalam kehidupan di dunia dan di
akhirat.

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk bekerja sesuai dengan kemampuannya.


Islam tidak memandang pekerjaan seseorang itu, baik penghasilannya besar maupun kecil
yang terpenting yaitu keinginan untuk bekerja keras. Sebaliknya, untuk orang yang kuat
fisiknya dan memiliki kecerdasan dalam berpikir tetapi malas untuk bekerja, perbuatan itu
sangat dicela oleh Islam, karena umat Islam memiliki kekuatan dan kedudukan yang mulia di
hadapan Allah SWT.
Penutup
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
pembahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya
dengan judul makalah ini.
Penulis berharap para pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah dikesempatan
berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca
pada umumnya.

Daftar Pustaka
Y.S. Amran Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesai, (Bandung: CV. Pustaka Setia,
1997),
Sudirman Tebba, Membangun Etos Kerja Dalam Perspektif Tasawuf. (Bandung. Pustaka
Nusantara Publishing, 2003)
Misbahul Munir, M.EI, Ajaran-Ajaran Ekonomi Rasulullah, (malang, uin-malang, 2007)
Al-hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani, terj. Drs. Moh. Macfuddin Aladip Bulughul Marom,
(Semarang, Toha Putra, 2012)
Rachmat Syafei. Al-Hadis (Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum).(Bandung: CV. Pustaka
Setia)

[1]. Y.S. Amran Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesai, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hlm.187.
[2].

Ibid,.hlm.307.
[3] . Sudirman Tebba, Membangun Etos Kerja Dalam Perspektif Tasawuf. (Bandung. Pustaka
Nusantara Publishing, 2003), hlm. 1.
[4] . Ibid., hlm. 12
[5] . Misbahul Munir, M.EI, Ajaran-Ajaran Ekonomi Rasulullah, (malang, uin-malang,
2007), hal. 107
[6] . Al-hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani, terj. Drs. Moh. Macfuddin Aladip Bulughul Marom,
(Semarang, Toha Putra, 2012), hal. 300
[7] . Ibid,. hal. 779

. Rachmat Syafei. Al-Hadis (Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum).(Bandung: CV. Pustaka
Setia). Halm.114.
[9] . ibid, hal. 116
[10]. Y.S. Amran Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesai, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hlm.187.
[11]. Ibid,.hlm.307.
[12] . Sudirman Tebba, Membangun Etos Kerja Dalam Perspektif Tasawuf. (Bandung.
Pustaka Nusantara Publishing, 2003), hlm. 1.
[13] . Ibid., hlm. 12

[8]

Anda mungkin juga menyukai