Ya hidup berpusat pada ego (egois, egosentris), dan hanya bila lahir baru dan
terus mengerjakan pertobatan maka kita bisa hidup berpusat pada Allah (Teosentris).
Manusia baru dan lama tidak bisa bersatu di dalam diri kita. Kita
tidak bisa memainkan dua karakter yang kontras sekaligus, seperti hidup
sebagai orang yang jujur tetapi di saat yang sama juga suka berbohong.
Seorang teman, menceritakan prinsipnya ketika membeli atau
mendapatkan baju baru. “Ukuran lemari baju saya sejak pertama kali
menikah hingga sekarang tetap sama. Isinya juga tidak pernah
bertambah banyak. Bukan karena saya tidak pernah membeli baju, tetapi
setiap kali saya membeli baju dua pasang, maka saya akan mengeluarkan
baju lama dari lemari saya dua pasang. Jadi, saat ini baju-baju lama
sudah tidak ada di lemari saya karena saya tidak suka menumpuk
baju.” Cerita teman ini mengingatkan saya bahwa jika kita ingin hidup
menjadi manusia baru, maka kita harus siap melepaskan manusia lama.
Sebab, mengenakan manusia baru berarti memiliki sifat-sifat baru
yang sangat berbeda dengan sifat lama. Jika kita membaca sifat manusia
lama yang dimaksudkan oleh Paulus kepada jemaat Efesus, semuanya
adalah hal yang bertentangan dengan kebenaran. Sebaliknya, sifat
manusia baru selaras dengan kebenaran firman Tuhan dan menuntun kita
kepada kedewasaan rohani.