PEMBAHASAN
A. Definisi Ukhuwah Islamiyah
Ukhuwah yang biasa diartikan sebagai “persaudaraan”, terambil dari akar kata yang pada
mulanya berarti “memperhatikan”. Makna asal ini memberi kesan bahwa persaudaraan
mengharuskan adanya perhatian semua pihak yang merasa bersaudara.
Masyarakat Muslim mengenal istilah Ukhuwah Islamiyah. Istilah ini perlu didudukan maknanya,
agar bahasan kita tentang ukhuwah tidak mengalami kerancauan. Untuk itu, terlebih dahulu
perlu dilakukan tinjauan kebahasaan untuk menetapkan kedudukan kata Islamiyah dalam istilah
diatas. Selama ini ada kesan bahwa istilah teresebut bermakna “persaudaraan yang dijalin oleh
sesama muslim”, atau dengan kata lain , kata “islamiyah” dujadikan sebagai pelaku ukhuwah itu.
Pemahaman ini kurang tepat. Kata Islamiyah yang dirangkaikan dengan kata ukhuwah lebih tepat
dipahami sebagai adjektiva, sehingga ukhuwah islamiyah berarti “persaudaraan yang bersifat
islami atau yang diajarkan oleh Islam”. Paling tidak ada dua alasan untuk mendukung pendapat
ini. Pertama, Al-Qur’an dan Hadits memperkenalkan bermacam-macam persaudaraan. Kedua,
karena alasan kebahasaan. Di dalam bahasa arab, kata sifat selalu harus disesuaikan dengan kata
yang disifatinya. Jika yang disifati berbentuk indefinitif maupun feminin, maka kata sifatnya pun
harus demikian. Ini terlihat secara jelas pada saat kita berkata “ukhuwah Islamiyah dan Al-
Ukhuwah Al-Islamiyah”.
Kata ukhuwah berakar dari kata kerja akha, misalnya dalam kalimat “akha fulanun
shalihan”, (Fulan menjadikan Shalih sebagai saudara). Makna ukhuwah menurut Imam Hasan Al
Banna: Ukhuwah Islamiyah adalah keterikatan hati dan jiwa satu sama lain dengan ikatan aqidah.
َ َّهللا أَل
ُف بَ ْي َن ُه ْم ِإنَّه َ ض َج ِمي ًعا َّمآأَلَّ ْف
َ ت بَيْنَ قُلُو ِب ِه ْم َولَ ِك َّن َ ف َبيْنَ قُلُو ِب ِه ْم لَ ْو أَنفَ ْق
ِ ت َمافِي اْأل َ ْر َ ََأَل َو
يز َح ِكي ٌمٌ ع ِز َ
Artinya: “Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun
kamu membelanjakan (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat
mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.
Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. Al-Anfal:63)
Abu Hurairah r.a., dari Nabi Muhammad saw., beliau bersabda, “Barangsiapa menghilangkan
kesusahan seorang muslim, niscaya Allah akan menghilangkan satu kesusahannya di hari
kiamat. Barang siapa menutupi aib di hari kiamat. Allah selalu menolong seorang hamba
selama dia menolong saudaranya.” (H.R. Muslim).
Ta’awun adalah saling membantu tentu saja dalam kebaikan dan meninggalkan
kemungkaran.D. Hal-hal yang menguatkan ukhuwah islamiyah:
1. Memberitahukan kecintaan kepada yang kita cintai
Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda: “ Ada seseorang
berada di samping Rasulullah lalu salah seorang sahabat berlalu di depannya. Orang yang
disamping Rasulullah tadi berkata: ‘Aku mencintai dia, ya Rasullah.’ Lalu Nabi menjawab: ‘Apakah
kamu telah memberitahukan kepadanya?’ Orang tersebut menjawab: ‘Belum.’ Kemudian
Rasulullah bersabda: ‘Beritahukan kepadanya.’ Lalu orang tersebut memberitahukan kepadanya
seraya berkata: ‘ Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.’ Kemudian orang yang dicintai itu
menjawab: ‘Semoga Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku karena-Nya.”
2. Memohon didoakan bila berpisah
“Tidak seorang hamba mukmin berdo’a untuk saudaranya dari kejauhan melainkan malaikat
berkata: ‘Dan bagimu juga seperti itu” (H.R. Muslim)
3. Menunjukkan kegembiraan dan senyuman bila berjumpa
“Janganlah engkau meremehkan kebaikan (apa saja yang dating dari saudaramu), dan jika
kamu berjumpa dengan saudaramu maka berikan dia senyum kegembiraan.” (H.R. Muslim)
4. Berjabat tangan bila berjumpa (kecuali non muhrim)
“Tidak ada dua orang mukmin yang berjumpa lalu berjabatan tangan melainkan keduanya
diampuni dosanya sebelum berpisah.” (H.R Abu Daud dari Barra’)
5. Sering bersilaturahmi (mengunjungi saudara).
6. Memberikan hadiah pada waktu-waktu tertentu.
7. Memperhatikan saudaranya dan membantu keperluannya.
8. Memenuhi hak ukhuwah saudaranya.
9. Mengucapkan selamat berkenaan dengan saat-saat keberhasilan.
Ada lagi derajat (tingkatan) yang lebih tinggi dari lapang dada dan cinta, Yaitu itsar. Itsar adalah
mendahulukan kepentingan saudaranya atas kepentingan diri sendiri dalam segala sesuatu
yang dicintai. Ia rela lapar demi kenyangnya orang lain. Ia rela haus demi puasnya prang lain.
Ia rela berjaga demi tidurnya orang lain. Ia rela bersusah payah demi istirahatnya orang lain.
Ia pun rela ditembus peluru dadanya demi selamatnya orang lain. Islam menginginkan dengan
sangat agar cinta dan persaudaraan antara sesama manusia bisa merata di semua bangsa,
antara sebagian dengan sebagian yang lain. Islam tidak bisa dipecah-belah dengan perbedaan
unsur, warna kulit, bahasa, iklim, dan atau batas negara, sehingga tidak ada kesempatan untuk
bertikai atau saling dengki, meskipun berbeda-beda dalam harta dan kedudukan.
Perjuangan Islam tidak akan tegak tanpa adanya ukhuwah islamiyah.Islam menjadikan
persaudaraan dalam islam dan iman sebagai dasar bagi aktifitas perjuangan untuk
menegakkan agama Allah di muka bumi. Ukhuwah islamiyah akan melahirkan rasa kesatuan
dan menenangkan hati manusia. Banyak persaudaraan lain yang bukan karena islam dan
persaudaraan itu tidak akan kuat dikalangan umat dewasa ini terjadi disebabkan mereka tidak
memenuhi persyaratan ukhuwah, yaitu kurangnya mendekatkan diri kepada Allah dengan
ibadah yang bersungguh-sungguh. Sebagaimana firman Allah SWT:
Oleh karena itu untuk mencapai nikmatnya ukhuwah, perlu kita ketahui beberapa proses
terbentuknya ukhuwah Islamiyah antara lain :
1. Melaksanakan proses Ta’aruf
ُ اس ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُكم ِمن ذَ َك ٍر وأُنثَى َو َجعَ ْلنَا ُك ْم
شعُوبًا َوقَبَآئِ َل ِإ َّن أ َ ْك َر َم ُك ْم عندَ هللاِ أَتْقَا ُك ْم ُ ََِّيَآأَيُّ َها الن
َ َإِ َّن هللا
ٌ ع ِلي ٌم َخ ِب
ير
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Ta’aruf adalah saling mengenal sesama manusia. Saling mengenal antara kaum muslimin
merupakan wujud nyata ketaatan kepada perintah Allah SWT . Adanya interaksi dapat
membuat ukhuwah lebih solid dan kekal. Persaudaraan Islam yang dijalin oleh Allah SWT
merupakan ikatan terkuat yang tiada tandingannya, Perpecahan mengenal karakter
individu. Perkenalan pertama tentunya kepada penampilan fisik (Jasadiyyan), seperti
tubuh, wajah, gaya pakaian, gaya bicara, tingkah laku, pekerjaan, pendidikan, dan lain
sebagainya. Selanjutnya interaksi berlanjut ke pengenalan pemikiran (Fikriyyan). Hal ini
dilakukan dengan dialog, pandangan terhadap suatu masalah, kecenderungan berpikir,
tokoh idola yang dikagumi dan diikuti, dan lain sebagainya. Pengenalan terakhir adalah
mengenal kejiwaan (Nafsiyyan) yang ditekankan kepada upaya memahami kejiwaan,
karakter, emosi, dan tingkah laku. Setiap manusia tentunya punya keunikan dan kekhasan
sendiri yang memepengaruhi kejiwaannya. Proses ukuhuwah islamiyah akan terganggu
apabila tidak mengenal karakter kejiwaan ini.
3. Melakukan At-Ta’aawun
Bila saling memahami sudah lahir, maka timbullah rasa ta’awun. Ta’awun dapat dilakukan
dengan hati (saling mendo’akan), pemikiran (berdiskusi dan saling menasehati), dan
aman (saling bantu membantu). Saling membantu dalan kebaikan adalah kebahagiaan
tersendiri. Manusia adalah makhluk sosial yang butuh berinteraksi dan butuh bantuan
orang lain. Kebersamaan akan bernilai bila kita mengadakan saling Bantu membantu.
Karena tarik menarik antara berbagai kepentingan itulah, sejarah umat Islam selain diwarnai
sejumlah prestasi yang cukup membanggakan, juga diwarnai oleh sejumlah konflik yang tidak
kurang memprihatinkan. Nilai-nilai ukhuwah tidak lagi menjadi dasar dalam melakukan
interaksi sosial dalam bangunan masyarakat tempat hidupnya sehari-hari. Konflik yang
bersumber pada masalah-masalah yang tidak prinsip menurut ajaran, dapat membongkar
bangunan kebersamaan dalam seluruh tatanan kehidupannya.
Perbedaan interprestasi tentang imamah pada akhir periode kepemimpinan shahabat,
misalnya, telah berakibat pada runtuhnya kebesaran peradaban Islam yang telah lama dirintis
bersama. Lalu sejarah itu pun berlanjut, seolah ada keharusan suatu generasi untuk mewarisi
tradisi konflik yang mewarnai generasi sebelumnya. Akhirnya, nuansa kekuasaan pada masa-
masa berikutnya hampir selalu diwarnai oleh politik "balas dendam" yang tidak pernah
berujung.
Al-Qur'an memang memberikan peluang kepada ummat manusia untuk bersilang pendapat
dan berbeda pendirian. Tetapi al-Qur'an sendiri sangat mengutuk percekcokan dan
pertengkaran. Interprestasi terhadap ayat-ayat yang mujmal (umum), pemaknaan terhadap
keterikatan sesuatu ayat dengan asbab al-Nuzul, atau sesuatu hadits dengan asbab wurud-
nya, seringkali melahirkan adanya sejumlah perbedaan. Lebih-lebih jika perbedaan itu telah
memasuki wilayah ijtihadiyah
Dalil-dalil dzanny yang biasa menjadi rujukan beramal memang memiliki potensi untuk
melahirkan perbedaan. Tetapi perbedaan itu sendiri seharusnya dapat melahirkan hikmah,
baik dalam bentuk kompetisi positif, mempertajam daya kritis, maupun dalam membangun
semangat mencari tahu sesuai dengan anjuran memperbanyak ilmu. Sayangnya, dalam
kenyataan, perbedaan itu justru seringkali melahirkan hancurnya nilai-nilai ukhuwah, hanya
karena ketidaksiapan untuk memahami cara berpikir yang lain, atau karena keengganan
menerima perbedaan sebagai buah egoisme yang tidak sehat.
Dan, yang lebih celaka lagi, apabila potensi konflik itu telah dipengaruhi variabel-variabel
politik dan ekonomi seperti apa yang saat ini tengah dialami oleh bangsa kita yang semakin
lelah ini. Ikatan agama telah pudar oleh kepentingan kekuasaan. Kehangatan persaudaraan
pun semakin menipis karena desakan-desakan materialisme ataupun kepentingan
primordialisme. Perbedaan paham politik sangat potensial untuk melahirkan suasana
ketidakakraban yang cenderung membawa kepada suasana batin yang tidak menunjang
tegaknya ukhuwah. Demikian juga perbedaan tingkah kekayaan sering melahirkan
kecemburuan yang juga sangat potensial untuk mengundang suasana bathin yang tidak
menunjang tegaknya ukhuwah. Subhanallah, ukhuwah kini telah menjadi barang antik yang
sulit dinikmati secara bebas dan terbuka. Karena ukhuwah memang hanya akan dapat
terwujud apabila masyarakat sudah mampu memiliki dan menghayati prinsip-prinsip tasamuh
(toleransi), sekaligus terbuka untuk melakukan tausiyah (saling mengingatkan).
G. Islam dan Kepedulian Sosial
Rasululullah bersabda : “Belum beriman seseorang itu sebelum ia mencita saudara nya seperti
mencitai dirinya sendiri.
Hadis ini shahih dan cukup populer di kalangan kau muslimin umum sekalipun. Yang subtansif
pada hadis ini adalah mengaitkan iman dengan masalah sikap hati –dalam hal ini− mencintai
orang lain selain dirinya. Mencintai orang itupun ditentukan bobotnya oleh Rasulullah yaitu
sama dengan mencintai diri sendiri. Rasanya ini sangat berat dan sulit dilaksanakan, namun
jika iman itu benar−benar ada dan hidup dalam jiwa maka yang berat dan sulit itupun sangat
bisa terealisir.
Konsep kepedulian sosial dalam Islam sungguh cukup jelas dan tegas . Bila diperhatikan
dengan seksama, dengan sangat mudah ditemui dan untuk saya mengatakan bahwa masalah
kepedulian sosial dalam Islam terdapat dalam bidang akidah dan keimanan , tertuang jelas
dalam syari’ah serta jadi tolak ukur dalam akhlak seorang mukmin.
Begitu juga Allah menghargai mereka yang melaksanakan amal sosial dalam kontek
kepedulian sosial tersebut sebagaimana juga Alah sangat mengecam mereka yang tidak
mempunyai rasa kepedulian sosial.
1. Dari Dimensi Aqidah dan Keimanan
Iman kepada Allah merupakan rukun utama dan pertama dalam Islam. Bagaimana
implikasi kepada Allah dijelaskan oleh Al−Quran dan hadis. Salah satunya berkaitan
dengan kepedulian sosial.antara lain, misalnya surah al−Anfal ayat 2 -5:
علَى َ علَ ْي ِه ْم َءايَاتُهُ زَ ادَتْ ُه ْم إِي َمانًا َو ْ َت قُلُوبُ ُه ْم َوإِذَا ت ُ ِلي
َ ت ْ َإِنَّ َما ْال ُمؤْ ِمنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذ ُ ِك َر هللاُ َو ِجل
} أ ُ ْولَئِ َك ُه ُم3{ َصالَة َ َو ِم َّما َرزَ ْقنَا ُه ْم يُن ِفقُون َّ } الَّذِينَ يُ ِقي ُمونَ ال2{ ََربِ ِه ْم َيتَ َو َّكلُون
} َك َمآأ َ ْخ َر َج َك َرب َُّك ِمن4{ ْال ُمؤْ ِمنُونَ َحقًّا لَّ ُه ْم دَ َر َجاتٌ ِعندَ َر ِب ِه ْم َو َم ْغ ِف َرة ٌ َو ِر ْز ٌق َك ِري ٌم
{5} َهون ُ ارِ ق َو ِإ َّن فَ ِريقًا ِمنَ ْال ُمؤْ ِمنِينَ لَ َك
ِ بَ ْيتِ َك ِب ْال َح
Artinya: “Sesungguhnya orang−orang beriman itu hanyalah mereka yang jika disebut
nama Allah gemetar hatinya. (2) dan apabila dibacakan kepadanya bertambah
keimanannya (3) dan mereka bertawakkal kepadanya. (4) Mereka yang melaksanakan
sholat dan (5) menafkahkan sebagian harta yang diberikan kepada mereka…”
Jadi menafkahkan sebagian harta (ayat:5) untuk orang lain termasuk indikasi atau
ukuran bagi keimanan sesorang dalam kehidupan ini.Hadis−hadis yang menekan hal
ini cukup banyak antara lain Siapa yang beriman dengan Allah dan hari akhirat
hendaklah ia memuliakan tamu/tetangga.
Dalam Islam, para pemberontak negara haru diperangi sampai habis total dan
tuntas.Termasuk disini adalah mereka yang tak mau bayar zakat.Artinya tidak mau bayar
zakat merupakan kesalahan besar di mata hukum Islam. Islam juga mewajibkan amar
makruf nahi mungkar yang kesemuanya terkait dengan hukum dan segala
konsekwensinya. Orang yang yang tidak memberi makan fakir miskin dapat terjerat vonis
pedusta agama.
2. Dimensi Akhlak
Dalam Islam seseorang dianggap mulia, jika ia memelihara anak yatim. Orang yang paling
disenangi Allah adalah mereka yang paling dermawan. Orang−oarang yang
berinfaq/bersedekah diberi ganjaran pahala sampai 70 x lipat. Dalam hadis Rasulullah
disebutkan bahwa Allah akan selalu membantu hamba-Nya selama hamba tersebut
membantu saudaranya. Pada hadis lain Rasulullah menyebutkan, bahwa bakhil itu sifat
tercela dan pemboros itu adalah kawan−kawan setan.
Jika dibahas secara terinci, tentang kepedulian Islam terhadap masalah sosial maka kita
akan menemukan bahwa ternyata amal ibadah secara umum lebih banyak berurusan
dengan hamblum minannas ketimbang hablum minallah. Cuma kesemuanya itu harus
dikunci dengan prinsip utama.
KESIMPULAN
Untuk mencapai nikmatnya ukhuwah, perlu kita ketahui beberapa proses terbentuknya ukhuwah
Islamiyah antara lain :
a) Melaksanakan proses Ta’aruf
b) Melaksanakan proses Tafahum
c) Melakukan At-Ta’aawun
d) Melaksanakan proses Takaful
PENUTUP
Demikianlah makalah sederhana ini kami buat. Namun demikian, kami sebagai penyusun
menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kami mohon maaf apabila masih
banyak ditemui kesalahan, itu datangnya dari kealpaan kami. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat kami harapkan dari pembaca semua. Terutama dari Bapak Drs. H. A. Fauzan Afandi
selaku pembimbing kami dan teman-teman pada umumnya.
Akhirnya, marilah kita kembalikan semua urusan kepada-Nya. Billahit taufiq wal hidayah war
ridho wal inayah.
DAFTAR PUSTAKA
Depag. R.I., Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag R.I. : Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an,
1978.
Novi Hardian dan Tim ILNA Learning Center, Panduan Keislaman untuk Remaja, Super Mentoring.