Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Korupsi merupakan salah satu jenis kejahatan yang semakin sulit
dijangkau oleh aturan hukum pidana, karena perbuatan korupsi bermuka
majemuk yang memerlukan kemampuan berpikir aparat pemeriksaan dan
penegakan hukum disertai pola perbuatan yang sedemikian rapi. Oleh karena
itu, perubahan dan perkembangan hukum merupakan salah satu untuk
mengantisipasi korupsi tersebut.
Tindak Pidana Korupsi di Indonesia telah berkembang dalam 3 (tiga)
tahap yaitu elitis, endemic, dan sistematik : pada tahap elitis, korupsi masih
menjadi patologi sosial yang khas di lingkungan para elit/pejabat. Pada tahap
endemic, korupsi mewabah mengjakau lapisan masyarakat luas. Lalu ditahap
yang kritis, ketika korupsi menjadi sistemik, setiap individu di dalam sistem
terjangkit penyakit yang serupa. Penyakit korupsi di Indonesia ini telah sampai
pada tahap sistematik. Perbuatan tindak pidana merupakan pelanggaran
terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak
pidana korupsi tidak dapat lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa (ordinary-
crimes). Dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan “secara
biasa”, tetapi dituntut cara cara yang “luar biasa “ (extra-ordinary enforcement).
Korupsi telah menjadi perhatian semua pihak pada saat ini. Bentuk
bentuk dan perwujudan korupsi jauh lebih banyak daripada kemampuan untuk
melukiskannya. Iklim yang diciptakan oleh korupsi menguntungkan bagi tumbuh
suburnya berbagai kejahatan.Korupsi pun menjadi permasalahan yang sungguh
serius dinegeri ini. Kasus korupsi sudah tidak terhitung lagi jumlahnya.
Berkembang dengan pesat, meluas dimana–mana, dan terjadi secara sistematis
dengan rekayasa yang canggih dan memanfaatkan teknologi modern. Kasus
terjadinya korupsi dari hari kehari kian marak. Hampir setiap hari berita tentang
korupsi menghiasi berbagai media. Bahkan Korupsi dianggap biasa dan
dimaklumi banyak orang sehingga masyarakat sulit membedakan nama
perbuatan korup dan mana perbuatan yang tidak korup. Meskipun sudah ada
komisi pemberantasan korupsi (KPK) dan beberapa instansi antikorupsi lainnya,
faktanya negeri ini menduduki rangking teratas sebagai negara terkorup didunia.
Tindak korupsi di negeri ini bisa dikatakan mulai merajalela, bahkan
menjadi kebiasaan, dan yang lebih memprihatinkan adalah korupsi dianggap
biasa saja atau hal yang sepele. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah
untuk mencegah terjadinya korupsi, namun tetap saja korupsi menjadi hal yang
sering terjadi.
Korupsi terjadi dikalangan lembaga pemerintahan (eksekutif), dan terjadi
pada banyak anggota Dewan Perwakilan Rakyat ( legislatif), dan juga terjadi
pada Penegak Hukum (yudikatif). Dan lebih parahnya lagi terjadi pada Pejabat-
pejabat Daerah, dalam hal ini Bupati dan Wakil Bupati serta jajarannya. Korupsi
yang dilakukan oleh beberapa Pejabat di Jayapura, Papua, lebih banyak
menyangkut penyalahgunaan kewenangan jabatan yang ada pada mereka dan
hal tersebut berkaitan dengan Alokasi Dana yang sudah ditetapkan dalam APBD
disetiap tahun yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara bahkan ada
yang nilainya mencapai lebih dari 1Milyar. Akan tetapi tidak sedikit pelaku tindak
pidana korupsi, yang setelah di bawah ke Pengadilan tindak pidana korupsi di
Jayapura, Papua, mereka diputus bebas oleh Pengadilan.

2.1 RUMUSAN MASALAH


1. Mengidentifikasi apa itu Korupsi dan factor penyebabnya ?
2. Mengidentifikasi apa itu anti Korupsi dan tindakan yang dapat
dilakukan?
3.1 TUJUAN
1. Mampu memahami dan menjelaskan apa itu korupsi dan factor
penyebabnya
2. Mampu memahami dan menjelaskan apa itu anti korupsi dan tindakan
yang dapat dilakukan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN KORUPSI


Dalam Ensiklopedia Indonesia “korupsi” (dari bahasa latin corruption=
penyuapan; corruptore = merusak) gejala dimana para pejabat, badan-badan Negara
menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta
ketidakberesan lainya.
Adapun arti harfiyah dari korupsi dapat berupa:
1. Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan
ketidakjujuran.
2. Perbuatan yang buruk seperti menggelapan uang, penerimaan uang
sogok, dan sebagainya.
3. Korup (busuk; suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan
untuk kepentingan sendiri, dan sebagainya),
4. Korupsi (perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok, dan sebagainya), Koruptor (orang yang korupsi)
Pengertian tindak pidana korupsi diuraikan menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang
terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, yaitu : Pasal 2 ayat (1) „‟ setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian
Negara,………” dan Pasal 3 : „‟setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara,…….”
Korupsi dari bahasa latin : corruption dari kata kerja corrumpere yang bermakna
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah, korupsi
adalah perilaku pejabat publik, baik politis maupun pegawai negeri, yang secara tidak
wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat
dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada
mereka. Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat dan merusak.
Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu
karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan
dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan
karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau
golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatannya.
Bentuk korupsi sangatlah beragam. Menurut Hussein al Attas, modus operandi
bentuk-bentuk korupsi mencakup penyuapan (bribery), pemerasan (exstortion), dan
Nepotisme. (Al-attas, 1982: 1314).23 Jenis korupsi yang lebih operasional juga
diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada
empat jenis korupsi, yaitu24: Korupsi ekstortif, korupsi manipulatif, korupsi nepotistik,
dan korupsi subversif. Secara lengkap dalam UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No 20
Tahun 2001) Merumuskan 30 bentuk / Jenis tindak pidana korupsi, yang dikelompokan
yaitu sebagai berikut25: Korupsi yang terkait dengan kerugian keuangan negara, suap
menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, curang, kepentingan dalam
pengadaan, dan gratifikasi (pemberian hadiah).
Ada 3 (tiga) tiang penyangga korupsi, yaitu:
1. Tekanan (preesure) Tekanan seperti mengikuti gaya hidup
modern, kerugian materi atau uang, terbelit hutang, akan
menyebabkan seseorang berbuat curang atau korupsi.
2. Kesempatan (opportunity) Orang yang memiliki kedudukan,
jabatan, pangkat, dan pendidikan yang lebih tinggi biasanya
memiliki kesempatan untuk berbuat korupsi.
3. Rasionalisasi (rationalize) Orang yang memiliki otoritas untuk
mengendalikan kegiatan serta mengetahui kelemahan di
lingkungan departemen, kantor, dan pekerjaannya, sehingga
mereka dapat memanipulasi yang menyebabkan pihak lain tidak
tahu bahwa mereka telah melakukan korupsi. Albrecht dan Chad
O. Albrecht menyebut tiga penyangga kecurangan yang mampu
mendorong seseorang bertindak korupsi sebagai segitiga
kecurangan.
2.2 FAKTOR PENYEBAB KORUPSI
Nugroho dan Tri Hanurita (2005: 116) mencatat 7 alasan mengapa
korupsi tumbuh dan berkembang terutama di negara berkembang.
1. Kemiskinan. Kemiskinan membuat pegawai pemerintah
maumelakukan apapun juga asal mendapatkan tambahan
penghasilan untuk membuat keluarganya selamat.
2. Kekuasaan yang berlebihan atau yang berasal dari keserakahan
3. Budaya. Kinoshita melaporkan hasil penelitiannya bahwa
masyarakat Indonesia adalah masyarakat keluarga besar, yakni
sebuah masyarakat yang mempunyai nilai bahwa kesuksesan
seseorang anggota keluarga harus pula dinikmati oleh seluruh
anggota keluarga besar
4. Ketidaktahuan.
5. Rendahnya kualitas moral masyarakat
6. Lemahnya kelembagaan politik suatu negara, baik menyangkut
sistem hukumnya, birokrasi maupun sistem interaksi
antarlembaga yang cendurung melahirkan perilaku dan budaya
korupsi.
7. Korupsi terjadi karena penyakit bersama
2.3 ANTI KORUPSI
Antikorupsi merupakan sikap tidak setuju, tidak suka, dan tidak senang terhadap
tindakan korupsi. Antikorupsi merupakan sikap yang dapat mencegah (upaya
meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan tindak korupsi) dan
menghilangkan peluang bagi berkembangnya korupsi.
2.4 PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
1. Pengertian
Pendidikan antikorupsi secara umum diartikan sebagai pendidikan
koreksi budaya yang bertujuan untuk mengenalkan cara berpikir dan nilai-nilai
baru kepada peserta didik (suyanto, 2005: 43).
Penididikan antikorupsi dapat dipahami juga sebagai usaha sadar dan
sistematis yang diberikan kepada peserta didik berupa pengetahuan, nilai-nilai,
sikap, dan keterampilan yang dibutuhkan agar mereka mau dan mampu
mencegah dan menghilangkan peluang berkembangnya korupsi.
Pendidikan antikorupsi melibatkan 3 domain penting, yaitu:
a) Aspek kognitif, menekankan pada kemampuan mengingat dan
memproduksi informasi yang telah dipelajarai, bisa berupa
mengkombinasikan cara-cara kretif atau mensintesisikan ide-ide
dan materi baru.
b) Domain afektif, menekankan pada aspek emosi, sikap, apresiasi,
nilai atau pada level menerima atau menolak sesuatu. 3. Domain
psikomotorik, menekankan pada tujuan melatih kecakapan dan
keterampilan untuk membekali peserta didik agar terbiasa
berprilaku antikorupsi.
Sekolah berfungsi sebagai pengembangan pendidikan intelektual dan
juga bertujuan membangun karakter atau membangun nilai-nilai kemanusiaan
siswa. Pendidikan antikorupsi dalam konteks ini termasuk dalam kategori
pendidikan nilai, karena yang ingin dikejar oleh pendidikan antikorupsi tidak lain
adalah membentengi anakanak dari perilaku koruptif dengan membekali nilai-
nilai luhur sebagaimana dikembangkan oleh pendidikan nilai.
Dalam upaya mengimplementasikan pendidikan antikorupsi di sekolah
dapat dipilih tiga strategi, yaitu strategi inklusif, strategi eksklusif, dan strategi
studi kasus (suyanto, 2005: 43).
a) Strategi inklusif dapat dipilih dengan cara menyisipkan nilai-nilai
antikorupsi ke dalam sejumlah mata pelajaran terkait.
b) Strategi eksklusif dapat digunakan untuk jenjang pendidikan
menengah, yakni dengan cara memasukan pendidikan
antikorupsi ke dalam kurikulum lokal (muatan lokal) atau melalui
kegiatan ekstra-kulikuler yang lebih bernuansakan kesiswaan.
Di perguruan tinggi pendidikan antikorupsi dapat diwujudkan dalam
kegiatan ekstrakulikuler, seperti:
a) Pelatihan antikorupsi pada aktivis badan eksekutif mahasiswa
dan himpunan mahasiswa jurusan’program studi.
b) Rublik antikorupsi di koran atau majalah mahasiswa (pers
kampus).
c) Siaran antikorupsi pada radio atau televisi kampus.
d) Pergelaran tari atau musik antikorupsi.
e) Gelar lukis antikorupsi.
2. Tujuan pendidikan antikorupsi adalah:
• Pembentukan pengetahuan dan pemahaman mengenai berbagai bentuk
korupsi dan aspek-aspeknya.
• Perubahan persepsi dan sikap terhadap korupsi.
• Pembentukan keterampilan dan kecakapan baru yang dibutuhkan untuk
melawan korupsi.
3. Metode Pembelajaran Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi (Learning Methods)
Berikut adalah beberapa metode pembelajaran yang bisa diterapkan
dalam matakuliah Anti-korupsi. Setiap metode pada dasarnya harus memberikan
aspek problem-based learning bagi mahasiswa, bahkan membawa pada
problem solving terhadap setiap masalah yang dibahas.
a) In-class discussion
 Tujuan: untuk menumbuhkan kepekaan (awareness) dan
membangun kerangka berfikir (framework of thinking)
 Kegiatan: penyampaian oleh dosen dan mendiskusikan
konsep-konsep terkait
b) Case study
 Tujuan: untuk meningkatkan kepekaan mahasiswa
terhadap kasus korupsi serta mampu menganalisa atas
dasar konsep-konsep yang diberikan.
 Disisipkan pada setiap pertemuan perkuliahan untuk
setiap pembahasan
 Kegiatan: mendiskusikan kasus – kasus terkait dengan
topik yang sedang dibahas, seperti kasus korupsi, kasus
faktor penyebab korupsi, kasus dampak korupsi, kasus
gerakan pemberantasan korupsi di negara lain, dan
sebagainya.
 Sifat studi kasus disarankan tidak hanya berupa kasus
grand corruption yang dikenai hukum, namun juga kasus-
kasus petty corruption dan dilema korupsi yang sering
dihadapi mahasiswa; tidak hanya kasus korupsi namun
juga best practice dalam memberantas korupsi atau
menerapkan good governance.
 Sumber kasus bisa berasal dari dosen maupun
mahasiswa.
c) Skenario perbaikan sistem (improvement system scenario)
 Tujuan: Memberikan rangsangan kepada mahasiswa agar
memikirkan peelsaian masalah secara nyata (problem
solving)
 Kegiatan: dosen memberikan satu bahan diskusi untuk
didiskusikan oleh kelompok mahasiswa. Mahasiswa
diharapkan membuat skema perbaikan sistem yang bisa
menyelesaikan masalah korupsi yang selalu terjadi pada
kasus tersebut.
d) Kuliah umum (General lecture)
 Tujuan: untuk belajar dari praktisi atau orang-orang di
lapangan yang mampu menginspirasi dan dapat menjadi
role model bagi mahasiswa
 Kegiatan: menghadirkan seorang pembicara tamu untuk
berbagi pengalaman dan kita dalam memberantas dan
mencegah korupsi di dunia kerjanya.
 Pembicara tamu adalah tokoh-tokoh yang dikenal sebagai
corruptor-fighter di bidangnya masing-masing seperti
tokoh-tokoh KPK, pengusaha, politisi, pemuka agama,
pejabat pemerintah, dan lain-lain
e) Diskusi film
 Tujuan: menggunakan media film sebagai media
pembelajaran melalui kekuatan audiovisual
 Kegiatan: memutar film dokumenter korupsi atau anti-
korupsi, kemudian mendiskusikan dengan mahasiswa
 Hal-hal yang bisa didiskusikan mahasiswa misalnya terkait
bentuk korupsi yang terjadi, dilema yang dihadapi si
koruptor atau orang yang membantu terjadinya korupsi,
dan sebagainya. Diskusi bisa diperkaya dengan
pengalaman serupa yang pernah dihadapi oleh
mahasiswa.
f) Investigative report
 Tujuan: mahasiswa memiliki kompetensi untuk
mengidentifikasi dan menganalisis sebuah tindak korupsi
yang nyata terjadi di lingkungan sekitar atau daerah
setempat, serta membuat laporan korupsi yang efektif dan
impactful.
 Kegiatan: merupakan investigasi lapangan yang dilakukan
dalam kurun beberapa minggu. Kelompok mahasiswa
menentukan tindak korupsi dan lokasinya, melakukan
investigasi dengan teknik yang benar, menyusun laporan
berisi kasus, data dan analisis konseptual, dan
mempresentasikannya di kelas. Mahasiswa dapat
menggunakan kamera, video dan recorder untuk
mengumpulkan data dan informasi sebagai bukti valid.
 Tindak lanjut dari hasil investigasi: bisa disosialisasikan
kepada masyarakat melalui media lokal atau cara lain,
sehingga menyebarkan kesadaran anti-korupsi ke
lingkungan yang lebih luas.
 Universitas misalnya bisa bekerjasama dengan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan materi teknik
investigasi yang tingkatannya disesuaikan dengan
kemampuan mahasiswa dan tujuan matakuliah
 Mahasiswa mengamati dan mengikuti berbagai kasus
korupsi dan proses penyidikan, serta dinamika kerja
pemerintah dan peran masyarakat dalam gerakan
memberantas korupsi
 Kegiatan: mahasiswa mengetahui terjadinya berbagai
kasus korupsi, mengamati perjalanan proses penyidikan
sebuah kasus, atau mengamati perkembangan kinerja
pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, dan lain-
lain–melalui media massa seperti surat kabar, majalah
berita, televisi.
g) Thematic exploration
 Tujuan: membangun cara berfikir (way of thinking) yang
komprehensif dalam menggali sebuah kasus.
 Kegiatan: mahasiswa melakukan observasi terhadap
sebuah kasus korupsi atau perilaku koruptif, kemudian
menganalisis dari berbagai perspektif sosial, budaya,
hukum, ekonomi, politik dan sebagainya. Mahasiswa juga
bisa melakukan observasi perbandingan perspektif atau
cara penyelesaian terhadap satu jenis kasus yang serupa
dari masyarakat atau negara yang berbeda.
h) Prototype
 Tujuan: penerapan keilmuan atau ciri khas perguruan
tinggi terkait atau ciri khas lokal dalam konteks anti-
korupsi; atau mengeksplorasi korupsi dan anti-korupsi.
 Kegiatan: mahasiswa membuat prototype teknologi terkait
cara-cara penanggulangan korupsi
i) Prove the government policy
 Tujuan: memantau realisasi janji pemerintah sebagai
bentuk integritas.Kegiatan: kelompok mahasiswa
melakukan pengamatan, penelitian ke lapangan untuk
melihat kesesuaian janji pemerintah yang disosialisasikan
melalui kampanye/spanduk/ iklan/pengumuman prosedur
di berbagai instansi dengan realisasi di lapangan.
j) Education tools
 Tujuan: menciptakan media pembelajaran yang kreatif
untuk segmen pendidikan formal maupun publik dalam
rangka gerakan anti-korupsi.
 Kegiatan: kelompok mahasiswa mewujudkan kreatifitasnya
dalam mendesain berbagai macam produk yang bisa
menjadi media pembelajaran anti-korupsi.
BAB III
PENUTUP

Pendidikan antikorupsi menjadi sangat penting sebagai upaya sistematis dan


masif dalam pemberantasan korupsi. Guna mencapai hal tersebut, maka pendidikan
harus mengedepankan proses yang benar-benar ditujukan kepada pembentukan
kepribadian, kecerdasan, dan keterampilan. Sudah saatnya, distorsi dalam pendidikan
dan pengabaian nilai-nilai moral diperbaiki agar melahirkan generasi muda yang tidak
toleran terhadap korupsi. Pendidikan antikorupsi sangat signifikan untuk dimasukkan
dalam kurikulum pendidikan nasional di Indonesia. Pendidikan harus mampu
mentransformasikan nilai-nilai moral, pendidikan juga berfungsi melakukan “rekayasa
sosial” guna membangun modal sosial yang efektif. Dengan adanya penanaman nilai-
nilai agama dan moral antikorupsi secara lebih spesifik, maka akan mampu memberikan
kontribusi pada pembangunan mental dan moral yang bersih dan jujur. Lebih dari itu
pendidikan anti korupsi ini jangan hanya berhenti di tingkat program pendidikan tetapi
harus diupayakan menjadi sebuah gerakan yang melibatkan berbagai elemen
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Azwar S, Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar,


Yogyakarta, 2006 Budiningsih,
2. C.A, Pembelajaran Moral: Berpijak pada Karakteristik Siswa dan Budayanya,
Bhineka Cipta, Jakarta, 2004
3. Dananjaya, Utomo , Media Pembelajaran Aktif, Penerbit Nuansa, Bandung,2010
4. Fishbein M & Ajzein.I, Belief, Attitude, Intention and Behavior: An Introduction to
Theory and Research, Addison-Wesley Publishing, Sydney, 1975
5. Sofia, Asriana Issa & Herdiansyah H, Pengaruh Attitude toward behavior,
Subjective norm, dan Perceived behavioral control terhadap Intensi Perilaku Anti-
korupsi pada Mahasiswa Peserta Matakuliah Antikorupsi Universitas
6. Paramadina, Jurnal Paramadina ed. Maret 2011, Jakarta, 2011 UNESCO,
Handbook Non-formal Adult Education Facilitators, Modul Four: Participatory
Learning Wade C & Tavris, C , Psikologi (ed.9 jilid 2), Penerbit Erlangga, Jakarta,
2007
7. Wijayanto, et.al, Korupsi Mengorupsi Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2010

Anda mungkin juga menyukai