Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Korupsi adalah salah satu musibah nasional yang melanda bangsa Indonesia selama
puluhan tahun sehinga pemberantasannya tidak bisa seperti membalik telapak tangan.
Korupsi juga tidak bisa ditangani oleh pemerintah, aparat penegak hukum dan KPK sendiri,
tetapi harus dalam bentuk kerja bakti di antara eksekutif, legislatif, yudikatif, pers,
perguruan tinggi, NGO, LSM dan individu anggota masyarakat ‘Cari uang yang haram
saja susah, apalagi yang halal.’ Ungkapan bernada pragmatis ini populer sebagai
pembenaran bagi sebagian masyarakat untuk melakukan korupsi. Tapi, apakah korupsi itu?
Istilah korupsi bisa dinyatakan sebagai perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang
dilakukan karena adanya suatu pemberian. Sedangkan dalam kamus Webster diartikan
sebagai perubahan kondisi dari yang baik menjadi tidak baik.
Ada yang merasa heran, mengapa korupsi sukar diberantas di Indonesia. Ada pula
yang heran, mengapa orang berteriak-teriak memberantas korupsi, tetapi ketika orang itu
menjadi pejabat, lebih agresif dalam mengkorup. Orang lebih heran lagi ketika
menyaksikan, lembaga yang ditugaskan untuk menyelamatkan keuangan negara dari salah
urus, malah mereka sendiri yang memakan uang negara tersebut. Oleh sebab itu marilah
kita berjuang bersama untuk dapat memberantas korupsi mulai dari diri kita sendiri.
Transparency International (TI) mendefinisikan korupsi sebagai suatu tindakan
penyalahgunaan kekuasaan yang bertujuan menghasilkan keuntungan pribadi. Pengertian
“keuntungan pribadi” ini harus ditafsirkan secara luas, termasuk juga di dalamnya
keuntungan pribadi yang diberikan oleh para pelaku ekonomi kepada kerabat dan
keluarganya, partai politik atau dalam beberapa kasus ditemukan bahwa keuntungan
tersebut disalurkan ke organisasi independen atau institusi amal dimana pelaku politik
tersebut memiliki peran serta, baik dari sisi keuangan atau sosial.
Sejauh ini, jarang sekali ditemukan penjelasan terperinci dalam hukum kriminal
tentang definisi korupsi. Umumnya, hukum kriminal masih mencampur-adukan tindak
kejahatan korupsi dengan tindak kejahatan lainnya, yang kemudian juga disebut sebagai
tindak pidana korupsi misalnya, penyuapan (baik pemberi maupun penerima) oleh para
pejabat pemerintah baik lokal maupun asing dan perusahaan-perusahaan pribadi,
pemberian uang pelicin, penipuan, penipuan data dalam tender, penggelapan, pencurian,
tender arisan (kolusi antar sesama peserta tender), suap di lembaga legislatif, dan lain-lain.
Biasanya, bentuk dan hukuman atas pelanggaran terhadap hukum kriminal masing-masing
negara berbeda, meski pada intinya perbuatan tersebut merupakan tindak pidana korupsi.
Korupsi adalah tindak kejahatan yang diatur. Hal tersebut berdasar pada kenyataan
bahwa pemberi dan penerima suap adalah penjahat, maka diperkirakan kedua belah pihak
akan berupaya untuk menutupi kejahatan mereka.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi masalah utama dalam kasus ini iasalah :
1. Apa saja peluang-peluang yang menyebabkan tindakan korupsi terjadi ?
2. Apa saja contoh peluang korupsi yang telah terjadi ?

C. TUJUAN
1. Mengetahui apa saja peluang-peluang korupsi
2. Mengidentfikasikan contoh peluang korupsi yang telah terjadi
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KORUPSI
Pengertian Korupsi sangatlah luas, menurut UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001,
korupsi dijabarkan dalam beberapa pasal dari Bab II yang mengatur mengenai tindak
pidana korupsi. Secara lengkap dan jelas mengenai tindak pidana korupsi dapat dibaca
pada Bab II Undang-undang tersebut diatas. Istilah korupsi bisa dinyatakan sebagai
perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu
pemberian. Dalam prakteknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang yang ada
hubungannya dengan jabatan tanpa ada catatan atau administrasinya. Balas jasa yang
diberikan oleh pejabat, disadari atau tidak, adalah kelonggaran aturan yang semestinya
diterapkan secara ketat. Kompromi dalam pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan
jabatan tertentu dalam jajaran birokrasi di Indonesia inilah yang dirasakan sudah sangat
mengkhawatirkan.

B. JENIS-JENIS KORUPSI
Salah satu sebab mengapa korupsi sukar diberantas karena baik pemerintah maupun
anggota masyarakat kurang memahami dan mengenali secara baik, jenis-jenis korupsi
dan kiat dari para pelakunya. Advisor Sustainable Indonesia (SustaIN) Dwi Siska
Susanti mencatat setidaknya ada tujuh jenis kelompok tindak pidana korupsi yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 junto. Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
1. perbuatan yang merugikan negara. Perbuatan yang merugikan negara, dapat di
bagi menjadi dua bagian, yaitu mencari keuntungan dengan cara melawan
hukum dan merugikan negara serta menyalahgunakan jabatan untuk mencari
keuntungan dan merugikan negara.
2. Suap.
adalah semua bentuk tindakan pemberian uang atau menerima uang yang
dilakukan oleh siapa pun baik itu perorangan atau badan hukum (korporasi).
“Sekarang korporasi sudah bisa dipidana, makanya penting sekali dunia usaha
mengerti audit. Jadi penerimanya ini syaratnya khusus, penerimanya itu
klasifikasinya ialah pegawai negeri atau penyelenggara negara.
3. Gratifikasi.
Yang dimaksud dengan korupsi jenis ini adalah pemberian hadiah yang
diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara. Gratifikasi dapat
berupa uang, barang, diskon, pinjaman tanpa bunga, tiket pesawat, liburan,
biaya pengobatan, serta fasilitas-fasilitas lainnya
4. penggelapan dalam jabatan. Kategori ini sering juga dimaksud sebagai
penyalahgunaan jabatan, yakni tindakan seorang pejabat pemerintah yang
dengan kekuasaaan yang dimilikinya melakukan penggelapan laporan
keuangan, menghilangkan barang bukti atau membiarkan orang lain
menghancurkan barang bukti yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri
dengan jalan merugikan negara. “Penggelapan dalam jabatan ini biasanya
banyak memang khusus pegawai negeri karena yang bisa melakukan ini adalah
yang memiliki kewenangan,”
5. Pemerasan adalah tindakan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau
penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaaannya dengan
memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima
pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya
sendiri. “Pemerasan ini seperti pungli. Nah, ini tadi bedanya apa dengan
gratifikasi, pemerasan yang terima yang maksa,”
6. perbuatan curang ini biasanya terjadi di proyek-proyek pemerintahan, seperti
pemborong, pengawas proyek, dan lain-lain yang melakukan kecurangan dalam
pengadaan atau pemberian barang yang mengakibatkan kerugian bagi orang
lain atau keuangan negara.
7. Benturan kepentingan dalam pengadaan.
Pengadaan adalah kegiatan yang bertujuan untuk menghadirkan barang atau
jasa yang dibutuhkan oleh instansi atau perusahaan.
C. MOTIF KORUPSI
Dilihat dari motif terjadinya, korupsi dapat dibagi kepada:
a Korupsi karena kebutuhan

b. Korupsi karena ada peluang

c. Korupsi karena ingin memperkaya diri sendiri

d. Korupsi karena ingin menjatuhkan pemerintah

e. Korupsi karena ingin menguasai suatu negara

D. FACTOR-FAKTOR PENYEBAB KORUPSI


Tidak bisa dipungkiri, para koruptor yang bekerja di instansi pemerintah maupun
swasta adalah manusia biasa. Mereka mengalami pasang surut keimanan. Kadang iman
mereka menguat, kadang melemah. Ketika iman sedang menguat, keinginan untuk
berbuat amal kebajikan dan ketaatanpun sangat kuat. Ketika iman melemah,
kecerendungan berbuat jahatpun menguat, termasuk korupsi dan berbagai maksiat
lainnya. Ada beberapa faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan
korupsi dan menistakan harga diri dalam menjalankan tugas dan amanah pekerjaannya,
diantaranya:
a. Lemahnya semangat keagamaan dan menurunnya kadar keimanan
seseorang.
b. Mengikuti keinginan hawa nafsu dan hanyut dalam kelezatan dunia yang
seolah-olah begitu indah lagi memperdayakan.
c. Pembelaan dan nepotisme terhadap keluarga secara berlebihan sehingga
mematikan sikap jujur, rasa keadilan, perilaku amanah
dan profesioanalisme dalam dunia pekerjaan.
d. Memilih teman-teman buruk, pembisik-pembisik jahat, patner-patner culas
dan kroni-kroni yang korup sehingga peluang korupsi terbuka lebar.
e. Menempatkan para pejabat atau petugas yang kurang ikhlas dalam
pengabdian dan kurang bertanggung jawab dalam mengemban tugas
sehingga mereka banyak melakukan tindakan curang.
f. Terpengaruh dengan gaya hidup yang glamor dan serba hedonis. g.
Terpengaruh dengan pemikiran dan prinsip-prinsip hidup yang
menyimpang dan materialistis.
g. Terpedaya dengan kehebatan materi dan kenikmatan harta sesaat sehingga
silau dengan kemegahan dunia. Bahkan muncul anggapan bahwa harta
benda adalah segala-galanya.

E. PELUANG- PELUANG KORUPSI


Penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia
materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi
kaya tidak mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui
cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi (Nur Syam, 2013:1).
Peluang dan kesempatan melakukan korupsi memang terbuka lebar dan ada di
setiap tempat. Berikut bebrapa peluang terjadinya korupsi dalam berbagai bidang yaitu
sebagai berikut :
a. Bidang politik
1) Adanya Money Politic merupakan tingkah laku negatif karena uang
digunakan untuk membeli suara atau menyogok para pemilih atau
anggota-anggota partai politik supaya memenangkan si pemberi
uang
2) Praktik politik uang pada saat ini masih sering kali terjadi hal ini
disebabkan karena belum adanya undang-undang yang mengatur
secara tegas dalam pelaksanaan kampanye.
3) Keinginan untuk mengatur dan mengambil alih birokrasi
b. Bidang hukum
1) Hukum menjadi penyebab korupsi, dikarenakan banyak produk
hukum yang tidak jelas aturannya, pasal-pasalnya multitafsir, dan
ada kecenderungan aturan hukum dibuat untuk menguntungkan
pihak-pihak tertentu meskipun orang awam tidak bias merlihatnya.
2) sanksi yang tidak ekuivalen dengan perbuatan yang dilarang,
sehingga tidak tepat sasaran dan dirasa terlalu ringan atau terlalu
berat juga menyebabkan banyak koruptor mengambil peluang untuk
melakukan korupsi
3) Lemahnya penegakan hukum, rendahnya mental aparatur,
rendahnya kesadaran masyarakat, serta kurangnya political will
pemerintah, menurut (Saleh 2006)

c. Bidang Ekonomi
Faktor ekonomi berkaitan erat dengan factor birokrasi yang
diterapkan di Indoensia. Dimana dalam suasana demikian kebijakan
ekonomi pemerintah diimplementasikan, dikembangkan dan dimonitor
dengan cara yang tidak partisipatif, tidak transparan dan tidak akuntabel.
Rendahnya pendapatan dan gaji teidak serta merta mendorong orang untuk
melakukan korupsi
d. Bidang Transnasional
1) Korupsi mudah terjadi, karena perusahaan-perusahaan asing
(transnasional) dapat beroperasi di suatu Negara tanpa harus masuk
ke lini birokrasi pusat
2) Korupsi berlangsung bagai simbiosis mutualisme, di mana
pengusaha asing memiliki uang yang dapat digunakan untuk
menyogok pejabat agar memperoleh izin untuk melakukan usaha di
daerah, sedangkan elit daerah mempunyai otoritas untuk
memutuskan.
3) Sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai

Selain bidang-bidang diatas, menurut Mashal (2011), peluang adanya korupsi


berupa :

a. Motivasi untuk mencari penghasilan


b. Aanya kesempatan untuk terlibat dalam korupsi.
c. Sistem legislatif dan peradilan yang lemah
d. Penduduk sedikit dengan jumlah sumber daya alam yang melimpah
e. Hukum dan prinsip-prinsip etika yang lemah
f. Instabilitas politik dan lemahnya kemauan politik.

F. CONTOH PELUANG KORUPSI

Peluang dan kesempatan melakukan korupsi memang terbuka lebar dan ada di
setiap tempat. beberapa contoh dari peluang-peluang korupsi yang telah terjadi ialah
sebagai berikut :

a. Korupsi DPRD
Peluang korupsi lembaga DPRD salah satunya terjadi pada saat penyusunan
anggaran APBD. Dalam penyusunan anggaran akan dibentuk panitia
anggaran (panggar) yang unsurnya terdiri dari anggota DPRD dan
pemerintah daerah. Modus operasi yang ditemukan dalam studi kasus antara
lain sebagai berikut:
1) Panggar memperbanyak atau memperbesar mata anggaran untuk
tunjangan dan fasilitas bagi pimpinan dan anggota DPRD.
Contohnya ialah sebagai berikut :
a) Kasus DPRD propinsi NTB. Berdasarkan ketentuan, untuk
propinsi dengan PAD Rp 10 – 100 miliar biaya penunjang
kegiatan dewan minimal Rp 625 juta atau maksimal 1% dari
PAD. Dengan PAD NTB tahun 2002 sebesar Rp 98 miliar,
maka biaya penunjang kegiatan dewan maksimal sebesar Rp
984 juta. Pada kenyataannya, APBD mengalokasikan biaya
penunjang kegiatan dewan sebesar Rp 11,7 miliar atau
hampir 12 kali lebih besar dari seharusnya. Penyimpangan
dilakukan dalam bentuk ‘uang paket’ atau ‘pos tunjangan
kesejahteraan untuk pemeliharaan dan pengobatan
kesehatan’.
b) Kasus DPRD propinsi Sumatera Barat. DPRD tidak hanya
memakai PP 110/2000 melainkan menambah mata anggaran
dewan dengan memakai Peraturan Tata Tertib DPRD
sehingga dalam APBD terdapat total 27 mata anggaran bagi
kepentingan dewan. Korupsi terjadi dengan cara: i) satu
mata anggaran dipecah menjadi beberapa mata anggaran
seperti ‘tunjangan kesehatan’ dipecah menjadi ‘tunjangan
pemeliharaan kesehatan’, ‘premi asuransi kesehatan’ dan
‘biaya check up’, ii) melakukan duplikasi anggaran seperti
menetapkan ‘biaya pemeliharaan kesehatan’ namun juga
menetapkan adanya ‘anggaran untuk premi asuransi
kesehatan’, iii) membuat jenis penghasilan lain seperti: dana
‘tunjangan kehormatan’ (Rp 600 juta), ‘tunjangan beras’ (Rp
62,8 juta), ‘biaya tunjangan pembinaan daerah asal
pemilihan’ (Rp 137,5 juta), ‘paket studi banding’(Rp 797,5
juta) dan lain-lain.
c) Praktek mark up dan penambahan mata anggaran ini di Toli-
Toli dikenal dengan ‘rapat setengah kamar’ di mana terbuka
peluang negosiasi antara DPRD dan pemerintah daerah
dalam merevisi anggaran yang tidak terbuka bagi publik
untuk melakukan kontrol dan pengawasan ketika keputusan
rapat setengah kamar tersebut menjadi keputusan formal.
2) Menyalurkan dana APBD bagi anggota DPRD melalui yayasan
fiktif. Contohnya ialah sebagai berikut :
a) Kasus Yayasan Bestari (YB). Yayasan ini dibentuk memang
dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota
dewan pada tahun 1998. Belakangan diketahui bahwa YB
tidak memiliki perangkat yayasan seperti stempel,
sekretariat, program kerja serta tidak pernah melakukan
rapat pengurus yayasan. Sumber dana satu-satunya bagi YB
adalah dana APBD dari ‘pos bantuan organisasi’. Pada kasus
di kab. Pontianak, sebelumnya terjadi 2 kali pertemuan
informal antara anggota DPRD (yang juga menjabat sebagai
pengurus YB) dan bupati serta bawahannya. Tujuan
pertemuan tersebut adalah untuk menegosiasikan besarnya
dana APBD dari ‘pos bantuan organisasi’ bagi YB.
Hasilnya, ketika APBD disahkan, YB mendapat bantuan
pertama sebesar Rp 1,1 miliar yang langsung diperintahkan
oleh pimpinan dewan untuk dibagi-bagikan kepada 45 orang
anggota dewan masing-masing: ketua mendapat Rp 30 juta,
wakil ketua mendapat Rp 27,5 juta dan anggota mendapat
Rp 25 juta.
3) Melakukan perjalanan dinas fiktif.
Sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang anggota
DPRD Sumbar yang kemudian mengundurkan diri, di lembaganya
sering terjadi praktek adanya Surat Pertanggungjawaban Perjalanan
Dinas (SPPD) fiktif, “Ada anggaran 14 juta setahun bagi tiap
anggota dewan untuk perjalanan dinas ke Jakarta. Namun
kenyataannya, tidak ada yang pergi, hanya kuitansi”.
b. Korupsi Eksekutif
Penting untuk dicermati bahwa modus operasi korupsi DPRD
sebagaimana diuraikan di atas selalu melibatkan pihak eksekutif seperti
panitia anggaran dan kepala daerah yang menyetujui RAPBD yang memuat
beragam mata anggaran bagi tunjangan dan pembiayaan anggota dewan.
Oleh karena itu, pada hampir setiap laporan dugaan korupsi selalu
mencantumkan pihak pemerintah daerah sebagai salah satu tersangka.
Modus operasi korupsi pihak eksekutif yang diperoleh dalam studi kasus
antara lain:
1) Penggunaan sisa dana untuk dipertanggungjawabkan (UUDP) untuk
kepentingan pribadi atau untuk kepentingan lain namun tanpa bisa
dipertanggungjawabkan. Contohnya dalam kasus korupsi Pemkab
Mentawai terjadi beberapa praktek penyimpangan UUDP seperti: i)
mengeluarkan memo dan kuitansi fiktif untuk keperluan membeli
furniture rumah dinas Bupati dan stafnya sebesar Rp 412 juta ii)
memakai dana UUDP untuk kepentingan mensukseskan Laporan
Pertanggungjawaban Bupati iii) Bupati meminta bendahara untuk
mengeluarkan dana sebesar Rp 270 juta untuk kepentingan
operasional, perjalanan dinas dan menjamu tamu tanpa disertai surat
dan kuitansi resmi
2) Pemindahbukuan dana kas daerah ke rekening pribadi kepala
daerah. Modus ini terjadi dalam kasus dugaan kasus korusi Bupati
Kapuas Hulu.
3) Manipulasi terhadap jumlah sisa APBD Masih dengan contoh kasus
Blitar, Bupati bekerja sama dengan bagian keuangan untuk
memanipulasi sisa APBD 2002 sebesar Rp 24 miliar dengan cara
Bupati meminta bagian keuangan untuk ‘mengatur’ agar sisa APBD
‘hanya sebesar Rp 4 miliar saja’ untuk kemudian dibuatkan pos
pengeluaran fiktif yang dititipkan pada pengeluaran dinas-dinas.
4) Manipulasi dalam proses pengadaan. Contohnya kasus korupsi
Panitia Pengadaan Tanah Pemkab Lombok Tengah di mana
Sekretaris panitia ikut terlibat dalam melakukan negosiasi dan
transaksi harga tanah tanpa melibatkan panitia secara keseluruhan.
Sekretaris juga melakukan berbagai upaya manipulasi seperti
meminta warga yang dibeli tanahnya untuk menandatangani blanko
kuitansi yang masih kosong sebelum terjadinya penyerahan uang
pembayaran.
G. PENCEGAHAN KORUPSI
Pencegahan adalah proses yang selain melahirkan tingkat kesadaran setiap individu
untuk tidak melakukan perbuatan tercela, dalam hal ini perbuatan tipikor, juga pada
waktu yang sama, menyelamatkan uang dan aset negara dalam rangka mencapai tujuan
pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu, berikut ini disebutkan beberapa pola
pencegahan korupsi:
a. Sistem yang mencegah terjadinya korupsi :
Birokrasi yang birokratis, Management otomasi, Reward and punishment,
Kesejahteraan pegawai yang cukup, SDM dan integritas pribadi yang
unggul
b. Keteladan Pemimpin
Pemimpin yang bersih dari segala bentuk KKN, Pemimpin yang memiliki
sense of crisis , Pemimpin yang komunikatif.
c. Peran serta masyarakat yang pro aktif

H. PENINDAKAN KORUPSI
Sebaik apa pun konsep dan undang-undang jika tidak ada proses penindakan
sebagai upaya supremasi hukum, maka sia-sialah semua konsep dan undang-undang
yang bagus tersebut. Oleh karena itu, setiap proses penindakan khususnya di bidang
korupsi harus dengan strategi yang jitu, antara lain:
a. Hukuman yang dijatuhkan kepada koruptor harus mengandung unsur jera
dan Unsur yang mendidik bagi koruptor
b. Proses penindakan harus bisa mengembalikan uang negara yang dikorup
c. Proses penindakan harus menggunakan skala prioritas, yaitu dimulai dengan
instansi penegak hukum, lembaga pelayanan publik, pejabat tinggi negara dan
elit politik.
d. Semua pihak yang terlibat dalam proses penindakan (penyidik, JPU dan
hakim) haruslah terbebas dari segala bentuk campur tangan pihak manapun
e. Penyidik dan penuntut harus memiliki komitmen yang tinggi dalam
pemberantasan korupsi serta dilengkapi dengan peralatan canggih dalam
proses penyelidikan dan penyidikan
f. Anggota masyarakat harus mendukung proses supremasi hukum di mana
mereka tidak boleh kebakaran jenggot jika ada anggota keluarga, orang
sekampung, separtai, sealmamater atau sahabat karib yang dijatuhi hukuman
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Korupsi terjadi apabila satu pihak dapat memperngaruhi pihak lain, melalui uang atau cara-
cara yang lain, membuat sesuatu yang tidak mungkin dalam keadaan biasa. Pilih kasih (nepotisme)
berkaitan dengan pemberian jabatan, penghormatan atau pangkat kepada seseorang kawan atau
saudara walaupun yang bersangkutan tidak layak mendapatkannya. Sebenarnya korupsi telah
mewujud semenjak adanya manusia dimuka bumi ini. Korupsi wujud di Timur dan Barat dalam
semua lapisan dan berbagi sistem sosial. Korupsi terjadi dimana-mana karena pemicu untuk
wujudnya korupsi ada dalam masyarakat itu sendiri.
Penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi
atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu
ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui cara berkorupsi, maka jadilah
seseorang akan melakukan korups (Nur Syam, 2013:1).
PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
PELUANG-PELUANG TINDAKAN KORUPSI
DRS. SIMON SUDDIN, ST., MT

MARIA S.M. BANAMTUAN 1606090021


ESRA S.B. PANGGABEAN 16060900
PIERE ERLANI 1606090063
ALFREDO L. TUHEHAY 16060900
PETRUS ATAWOLO 16060900
BAZALEL KAY 16060900
SIMSON E. PALLA 1606090027

TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS NUSA CENDANA

Anda mungkin juga menyukai