Menurut ke asal muasalnya, korupsi dapat terjadi karena adanya kekuasaan ( power) yang bersifat absolut-sentralistis, manipulatif. minus kejujuran dan integritas. Seperti diungkapkan Lord Acton (dalam Nye, 2011:207), “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely; and studies show that it particularly corrupts those who think they deserve it”. Sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, pejabat pemerintah yang seharusnya jujur, bersih, dan kompeten dalam membangun strategi dan kebijakan kepada pihak swasta, yang keduanya sama-sama mengejar profit semata. Dalam konteks inilah kemudian terlihat jelas bagaimana oknum-oknum pejabat pemerintah banyak melakukan korupsi dengan pihak swasta. Idealnya setiap pejabat pemerintah wajib memperjuangkan kebutuhan rakyat, mulai dari kelayakan dan kecukupan pangan, perumahan, pendidikan, hingga kesehatan. Namun, seperti banyak tersebar di media massa, saat ini tiada hari tanpa berita korupsi pejabat negara. Bahkan jika ditelusuri lebih jauh lagi, tindak-tindak koruptif tidak hanya dilakukan oleh pemerintah sebagai lembaga eksekutif, tetapi juga oleh lembaga legislatif dan yudikatif. Korupsi merupakan salah satu jenis kejahatan yang semakin sulit dijangkau oleh aturan hukum pidana, karena perbuatan korupsi bermuka majemuk yang memerlukan kemampuan berpikir aparat pemeriksaan dan penegakan hukum disertai pola perbuatan yang sedemikian rapi. Oleh karena itu, perubahan dan perkembangan hukum merupakan salah satu untuk mengantisipasi korupsi tersebut. Korupsi terjadi dikalangan lembaga pemerintahan (eksekutif), dan terjadi pada banyak anggota Dewan Perwakilan Rakyat ( legislatif), dan juga terjadi pada Penegak Hukum (yudikatif). Dan lebih parahnya lagi terjadi pada Pejabat- pejabat Daerah, dalam hal ini Bupati dan Wakil Bupati serta jajarannya. Korupsi yang dilakukan oleh beberapa Pejabat di Jayapura, Papua, lebih banyak menyangkut penyalahgunaan kewenangan jabatan yang ada pada mereka dan hal tersebut berkaitan dengan Alokasi Dana yang sudah ditetapkan dalam APBD disetiap tahun yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara bahkan ada yang nilainya mencapai lebih dari 1Milyar. Akan tetapi tidak sedikit pelaku tindak pidana korupsi, yang setelah di bawah ke Pengadilan tindak pidana korupsi di Jayapura, Papua, mereka diputus bebas oleh Pengadilan.
2.1 RUMUSAN MASALAH
1. Mengidentifikasi apa itu Korupsi ? 2. Mengidentifikasi apa itu anti Korupsi ? 3.1 TUJUAN 1. Mampu menjelaskan apa itu korupsi 2. Mampu menjelaskan apa itu anti korupsi BAB II PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KORUPSI
Korupsi dari bahasa latin : corruption dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politis maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat dan merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatannya. Pengertian tindak pidana korupsi diuraikan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, yaitu : Pasal 2 ayat (1) „‟ setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara,………” dan Pasal 3 : „‟setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara,…….” Faktanya korupsi dilakukan oleh orang yang mempunyai kekuasaan. Misalnya dalam pemerintahan, mereka menyalahgunakan kekuasaan hanya untuk kepentingan pribadi. Bisa dilihat dari kasus korupsi wisma atlet yang menjerat Angelina Sondakh, yang merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Sebagai wakil rakyat seharusnya mengemban baik-baik tugas dan amanah yang telah dipercayakan oleh rakyat. Namun pada kenyataannya mereka mementingkan keinginan mereka sendiri, melupakan tanggung jawab mereka sebagai wakil rakyat. Ada 3 (tiga) tiang penyangga korupsi, yaitu: 1. Tekanan (preesure) Tekanan seperti mengikuti gaya hidup modern, kerugian materi atau uang, terbelit hutang, akan menyebabkan seseorang berbuat curang atau korupsi. 2. Kesempatan (opportunity) Orang yang memiliki kedudukan, jabatan, pangkat, dan pendidikan yang lebih tinggi biasanya memiliki kesempatan untuk berbuat korupsi. 3. Rasionalisasi (rationalize) Orang yang memiliki otoritas untuk mengendalikan kegiatan serta mengetahui kelemahan di lingkungan departemen, kantor, dan pekerjaannya, sehingga mereka dapat memanipulasi yang menyebabkan pihak lain tidak tahu bahwa mereka telah melakukan korupsi. Albrecht dan Chad O. Albrecht menyebut tiga penyangga kecurangan yang mampu mendorong seseorang bertindak korupsi sebagai segitiga kecurangan. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya tindak korupsi, diantaranya adalahpenyalahgunaan wewenang dan jabatan/kekuasaan yang dimiliki demi kepentingan dan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman, buruknya hukum, tetapi juga buruknya manusia, warisan, kemiskinan, ketidaksamaan, ketidakmerataan, gaji yang rendah, salah persepsi, pengaturan/hukum yang bertele-tele, dan pengetahuan yang tidak cukup dibidangnya, perumusan undang-undang yang kurang sempurna, administrasi yang lamban, mahal dan tidak luwes. Tradisi menambah penghasilan, Persepsi bahwa korupsi hal yang biasa dan kalau terdesak maka tidak apa-apa, dan selama tidak berlebihan itu sah-sah saja, serta tidak ada perhargaan atas aturan- aturan resmi dari negara, dan budaya dimana korupsi tak menjadi soal. Nugroho dan Tri Hanurita (2005: 116) mencatat 7 alasan mengapa korupsi tumbuh dan berkembang terutama di negara berkembang. 1. Kemiskinan. Kemiskinan membuat pegawai pemerintah maumelakukan apapun juga asal mendapatkan tambahan penghasilan untuk membuat keluarganya selamat. 2. Kekuasaan yang berlebihan atau yang berasal dari keserakahan 3. Budaya. Kinoshita melaporkan hasil penelitiannya bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat keluarga besar, yakni sebuah masyarakat yang mempunyai nilai bahwa kesuksesan seseorang anggota keluarga harus pula dinikmati oleh seluruh anggota keluarga besar 4. Ketidaktahuan. 5. Rendahnya kualitas moral masyarakat 6. Lemahnya kelembagaan politik suatu negara, baik menyangkut sistem hukumnya, birokrasi maupun sistem interaksi antarlembaga yang cendurung melahirkan perilaku dan budaya korupsi. 7. Korupsi terjadi karena penyakit bersama 2.2 ANTI KORUPSI Antikorupsi merupakan sikap tidak setuju, tidak suka, dan tidak senang terhadap tindakan korupsi. Antikorupsi merupakan sikap yang dapat mencegah (upaya meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan tindak korupsi) dan menghilangkan peluang bagi berkembangnya korupsi. 2.2.1 Pendidikan Anti Korupsi Pendidikan antikorupsi merupakan usaha sadar untuk memberi pemahaman dan pencegahan terjadinya perbuatan korupsi yang dilakukan melalui pendidikan formal di sekolah atau madrasah, pendidikan informal di masyarakat. Pendidikan antikorupsi tidak berhenti pada pengenalan nilai-nilai antikorupsi saja, akan tetapi, berlanjut pada pemahaman nilai, penghayatan nilai dan pengalaman nilai antikorupsi menjadi kebiasaan sehari hari. Pendidikan antikorupsi melibatkan 3 domain penting, yaitu: 1. Aspek kognitif, menekankan pada kemampuan mengingat dan memproduksi informasi yang telah dipelajarai, bisa berupa mengkombinasikan cara- cara kretif atau mensintesisikan ide-ide dan materi baru. 2. Domain afektif, menekankan pada aspek emosi, sikap, apresiasi, nilai atau pada level menerima atau menolak sesuatu. 3. Domain psikomotorik, menekankan pada tujuan melatih kecakapan dan keterampilan untuk membekali peserta didik agar terbiasa berprilaku antikorupsi. 2.2.2 Tujuan Pendidikan Anti Korupsi Tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan antikorupsi adalah sebagai berikut: Pertama, untuk menanamkan semangat antikorupsi pada setiap anak bangsa. Melalui pendidikan ini, diharapkan semangat antikorupsi akan mengalir di dalam darah setiap generasi dan tercermin dalam perbuatan sehari-hari. Dengan demikian, pekerjaan membangun bangsa yang terseok- seok karena adanya korupsi dimasa depan tidak akan terjadi lagi. Jika korupsi sudah diminimalisasi, setiap pekerjaan membangun bangsa akan maksimal. Kedua, menyadari bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung jawab lembaga penegak hukum, seperti KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan agung, melainkan tanggung jawab lembaga pendidikan dan semua komonen anak bangsa. (Berydevanda, 2011: 33). Kurikulum pendidikan antikorupsi secara konseptual dapat diorganisasikan melalui tiga pendekatan. Pertama, dilaksanakan secara terpisah (separated). Kedua, dilaksanakan pada mata pelajaran yang berhubungan (correlated). Dan ketiga dilaksanakan secara terintegrasi (integrated). 2.2.3 Nilai-nilai Pendidikan Antikorupsi Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud, 2012), terdapat nilai-nilai yang diinternalisasikan dalam pendidikan antikorupsi yaitu: Kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai pendidikan antikorupsi pada kerangka teori ini akan digunakan karena, nilai- nilai inilah yang ada pada pendidikan antikorupsi. Dalam konteks pendidikan antikorupsi, proses pendidikan harus bersifat sistematis yaitu dengan menanamkan nilai-nilai kejujuran, integritas dan sebagainya secara intensif. Pendidikan anti korupsi juga harus dilakukan secara massif, dalam arti penanaman nilai-nilai antikorupsi tersebut dilakukan pada berbagai lembaga pendidikan di segala statata pendidikan. Realitas pendidikan harus menempatkan nilai-nilai pendidikan tiak hanya berhenti pada verbalisme dan indoktrinasi, tetapi harus menyentuh pada pendidikan nilai dan watak yang menjadikan nilai anti korupsi sebagai way of life bangsa. Pendidikan nilai mestinya lebih ditekankan pada pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai. 2.2.4 Metode Pembelajaran Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi 1. Diskusi Kelas • Menumbuhkan kepekaan dan kerangka berfikir • Dosen hanya sebagai fasilitator • Mahasiswamenyimpulkan sendiri hasil diskusi •Pemahaman danpengetahuan mahasiswa semakin meningkat 2. Studi Kasus • Mampu melakukan analis kasus • Bersumber dariberbagai media • Tidak hanya kasus negatif saja, tetapi penanganan dan pencegahan kasus korupsi 3. .Skenario Sistem Pengembangan • Memberikan rangsangan kepada mahasiswa agar memikirkan penyelesaianmasalah secaranyata • Mahasiswa membuat skenario sistem penyelesaian kasus yang dikaji • Meningkatkan kemampuan menganalisis dan memecahkan permasalahan korupsi 4. Kuliah Umum • Belajar dari orang yang berpengalaman di bidang anti korupsi • Bertukar ilmu dengan mekanisme tanya jawab. • Pembicara biasanya dariKPK/ Pejabat yang anti korupsi 5. Diskusi Film • Menggunakan media film sebagai media pembelajaran • Dosen memutarkan film, mahasiswa memberikan komentar. 6. Laporan Investigasi • Mahasiswa memiliki kompetensi mengidentifikasi masalah yang rill dilingkungan kemudian memberi laporan kasuskorupsi secaraefektif • Kelompok melakukan investigasi tentang kasuskorupsi • Kelompok tersebut membuat laporan hasil investigasi kasus tersebut 7. EksplorasiTematik • Membangun cara berfikir yang komperhensif dalam sebuahkasus • Mahasiswa melakukan observasikasus korupsi/perilaku korupsi • Selanjutnya mahasiswa menganalisis dari berbagaisudutpandang 8. Prototipe • Penerapan keilmuan atauciri khas lokal dalam mengembangkan teknik antikorupsi • Mahasiswa membuat prototipe (baik IT/ non IT) • Hasil tersebut dipresentasikan didepan kelas 9. Pembuktian Kebijakan Pemerintah • Mahasiswa memantau realisasi janji pemerintah sebagai wujud integritas pemerintah • Mahasiswa memantau secaralang 10. Alat-Alat Pendidikan • Menciptakan media pembelajaran yang kreatif untuk segmen pendidikan atau publik dalam rangkaanti korupsi • Mahasiswa menciptakan produkyang kreatif baik animasi/ non animasi 11. Pembelajaran Keterampilan menulis terpadu • Mahasiswa memiliki keterampilan menulis terpadu berdasarkan fakta dan gagasan yang diperolehnya dari membaca dan mendengarkan • Mahasiswa dapat membuat karya tulis yang baik 12. Pembelajaran Keterampilan Pemecahan Masalah Sosial • Menerapkan pendekatan fungsional atau pendekatan berbasis masalah • Mengidentifikasi masalah sosial • Mengumpulkan informasi terkait masalah sosial tersebut • Mengembangkan portofolio yang selanjutnya disajikan • Melakukan refleksi pengalaman belajar BAB III KESIMPULAN
Pendidikan antikorupsi menjadi sangat penting sebagai upaya sistematis dan
masif dalam pemberantasan korupsi. Guna mencapai hal tersebut, maka pendidikan harus mengedepankan proses yang benar-benar ditujukan kepada pembentukan kepribadian, kecerdasan, dan keterampilan. Sudah saatnya, distorsi dalam pendidikan dan pengabaian nilai-nilai moral diperbaiki agar melahirkan generasi muda yang tidak toleran terhadap korupsi. Pendidikan antikorupsi sangat signifikan untuk dimasukkan dalam kurikulum pendidikan nasional di Indonesia. Pendidikan harus mampu mentransformasikan nilai-nilai moral, pendidikan juga berfungsi melakukan “rekayasa sosial” guna membangun modal sosial yang efektif. Dengan adanya penanaman nilai- nilai agama dan moral antikorupsi secara lebih spesifik, maka akan mampu memberikan kontribusi pada pembangunan mental dan moral yang bersih dan jujur. Lebih dari itu pendidikan anti korupsi ini jangan hanya berhenti di tingkat program pendidikan tetapi harus diupayakan menjadi sebuah gerakan yang melibatkan berbagai elemen masyarakat.