Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Menurut ke asal muasalnya, korupsi dapat terjadi karena adanya
kekuasaan ( power) yang bersifat absolut-sentralistis, manipulatif. minus
kejujuran dan integritas. Seperti diungkapkan Lord Acton (dalam Nye, 2011:207),
“Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely; and studies
show that it particularly corrupts those who think they deserve it”. Sebagai
pemegang kekuasaan eksekutif, pejabat pemerintah yang seharusnya jujur,
bersih, dan kompeten dalam membangun strategi dan kebijakan kepada pihak
swasta, yang keduanya sama-sama mengejar profit semata. Dalam konteks
inilah kemudian terlihat jelas bagaimana oknum-oknum pejabat pemerintah
banyak melakukan korupsi dengan pihak swasta. Idealnya setiap pejabat
pemerintah wajib memperjuangkan kebutuhan rakyat, mulai dari kelayakan dan
kecukupan pangan, perumahan, pendidikan, hingga kesehatan. Namun, seperti
banyak tersebar di media massa, saat ini tiada hari tanpa berita korupsi pejabat
negara. Bahkan jika ditelusuri lebih jauh lagi, tindak-tindak koruptif tidak hanya
dilakukan oleh pemerintah sebagai lembaga eksekutif, tetapi juga oleh lembaga
legislatif dan yudikatif.
Korupsi merupakan salah satu jenis kejahatan yang semakin sulit
dijangkau oleh aturan hukum pidana, karena perbuatan korupsi bermuka
majemuk yang memerlukan kemampuan berpikir aparat pemeriksaan dan
penegakan hukum disertai pola perbuatan yang sedemikian rapi. Oleh karena
itu, perubahan dan perkembangan hukum merupakan salah satu untuk
mengantisipasi korupsi tersebut.
Korupsi terjadi dikalangan lembaga pemerintahan (eksekutif), dan terjadi
pada banyak anggota Dewan Perwakilan Rakyat ( legislatif), dan juga terjadi
pada Penegak Hukum (yudikatif). Dan lebih parahnya lagi terjadi pada Pejabat-
pejabat Daerah, dalam hal ini Bupati dan Wakil Bupati serta jajarannya. Korupsi
yang dilakukan oleh beberapa Pejabat di Jayapura, Papua, lebih banyak
menyangkut penyalahgunaan kewenangan jabatan yang ada pada mereka dan
hal tersebut berkaitan dengan Alokasi Dana yang sudah ditetapkan dalam APBD
disetiap tahun yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara bahkan ada
yang nilainya mencapai lebih dari 1Milyar. Akan tetapi tidak sedikit pelaku tindak
pidana korupsi, yang setelah di bawah ke Pengadilan tindak pidana korupsi di
Jayapura, Papua, mereka diputus bebas oleh Pengadilan.

2.1 RUMUSAN MASALAH


1. Mengidentifikasi apa itu Korupsi ?
2. Mengidentifikasi apa itu anti Korupsi ?
3.1 TUJUAN
1. Mampu menjelaskan apa itu korupsi
2. Mampu menjelaskan apa itu anti korupsi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN KORUPSI


Korupsi dari bahasa latin : corruption dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara
harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politis maupun pegawai
negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Secara harfiah korupsi
merupakan sesuatu yang busuk, jahat dan merusak. Jika membicarakan
tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena
korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan
dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam
jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan
keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatannya.
Pengertian tindak pidana korupsi diuraikan menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, yaitu : Pasal 2
ayat (1) „‟ setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara,………” dan Pasal 3 :
„‟setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan Negara atau perekonomian Negara,…….”
Faktanya korupsi dilakukan oleh orang yang mempunyai kekuasaan.
Misalnya dalam pemerintahan, mereka menyalahgunakan kekuasaan hanya
untuk kepentingan pribadi. Bisa dilihat dari kasus korupsi wisma atlet yang
menjerat Angelina Sondakh, yang merupakan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat. Sebagai wakil rakyat seharusnya mengemban baik-baik tugas dan
amanah yang telah dipercayakan oleh rakyat. Namun pada kenyataannya
mereka mementingkan keinginan mereka sendiri, melupakan tanggung jawab
mereka sebagai wakil rakyat.
Ada 3 (tiga) tiang penyangga korupsi, yaitu:
1. Tekanan (preesure) Tekanan seperti mengikuti gaya hidup
modern, kerugian materi atau uang, terbelit hutang, akan
menyebabkan seseorang berbuat curang atau korupsi.
2. Kesempatan (opportunity) Orang yang memiliki kedudukan,
jabatan, pangkat, dan pendidikan yang lebih tinggi biasanya
memiliki kesempatan untuk berbuat korupsi.
3. Rasionalisasi (rationalize) Orang yang memiliki otoritas untuk
mengendalikan kegiatan serta mengetahui kelemahan di
lingkungan departemen, kantor, dan pekerjaannya, sehingga
mereka dapat memanipulasi yang menyebabkan pihak lain tidak
tahu bahwa mereka telah melakukan korupsi. Albrecht dan Chad
O. Albrecht menyebut tiga penyangga kecurangan yang mampu
mendorong seseorang bertindak korupsi sebagai segitiga
kecurangan.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya tindak korupsi,
diantaranya adalahpenyalahgunaan wewenang dan jabatan/kekuasaan yang
dimiliki demi kepentingan dan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak
saudara dan teman, buruknya hukum, tetapi juga buruknya manusia, warisan,
kemiskinan, ketidaksamaan, ketidakmerataan, gaji yang rendah, salah persepsi,
pengaturan/hukum yang bertele-tele, dan pengetahuan yang tidak cukup
dibidangnya, perumusan undang-undang yang kurang sempurna, administrasi
yang lamban, mahal dan tidak luwes. Tradisi menambah penghasilan, Persepsi
bahwa korupsi hal yang biasa dan kalau terdesak maka tidak apa-apa, dan
selama tidak berlebihan itu sah-sah saja, serta tidak ada perhargaan atas aturan-
aturan resmi dari negara, dan budaya dimana korupsi tak menjadi soal.
Nugroho dan Tri Hanurita (2005: 116) mencatat 7 alasan mengapa
korupsi tumbuh dan berkembang terutama di negara berkembang.
1. Kemiskinan. Kemiskinan membuat pegawai pemerintah
maumelakukan apapun juga asal mendapatkan tambahan
penghasilan untuk membuat keluarganya selamat.
2. Kekuasaan yang berlebihan atau yang berasal dari keserakahan
3. Budaya. Kinoshita melaporkan hasil penelitiannya bahwa
masyarakat Indonesia adalah masyarakat keluarga besar, yakni
sebuah masyarakat yang mempunyai nilai bahwa kesuksesan
seseorang anggota keluarga harus pula dinikmati oleh seluruh
anggota keluarga besar
4. Ketidaktahuan.
5. Rendahnya kualitas moral masyarakat
6. Lemahnya kelembagaan politik suatu negara, baik menyangkut
sistem hukumnya, birokrasi maupun sistem interaksi
antarlembaga yang cendurung melahirkan perilaku dan budaya
korupsi.
7. Korupsi terjadi karena penyakit bersama
2.2 ANTI KORUPSI
Antikorupsi merupakan sikap tidak setuju, tidak suka, dan tidak senang
terhadap tindakan korupsi. Antikorupsi merupakan sikap yang dapat mencegah
(upaya meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan tindak korupsi)
dan menghilangkan peluang bagi berkembangnya korupsi.
2.2.1 Pendidikan Anti Korupsi
Pendidikan antikorupsi merupakan usaha sadar untuk
memberi pemahaman dan pencegahan terjadinya perbuatan
korupsi yang dilakukan melalui pendidikan formal di sekolah atau
madrasah, pendidikan informal di masyarakat. Pendidikan
antikorupsi tidak berhenti pada pengenalan nilai-nilai antikorupsi
saja, akan tetapi, berlanjut pada pemahaman nilai, penghayatan
nilai dan pengalaman nilai antikorupsi menjadi kebiasaan sehari
hari.
Pendidikan antikorupsi melibatkan 3 domain penting, yaitu:
1. Aspek kognitif, menekankan pada kemampuan
mengingat dan memproduksi informasi yang telah
dipelajarai, bisa berupa mengkombinasikan cara-
cara kretif atau mensintesisikan ide-ide dan materi
baru.
2. Domain afektif, menekankan pada aspek emosi,
sikap, apresiasi, nilai atau pada level menerima
atau menolak sesuatu.
3. Domain psikomotorik, menekankan pada tujuan
melatih kecakapan dan keterampilan untuk
membekali peserta didik agar terbiasa berprilaku
antikorupsi.
2.2.2 Tujuan Pendidikan Anti Korupsi
Tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan antikorupsi
adalah sebagai berikut: Pertama, untuk menanamkan semangat
antikorupsi pada setiap anak bangsa. Melalui pendidikan ini,
diharapkan semangat antikorupsi akan mengalir di dalam darah
setiap generasi dan tercermin dalam perbuatan sehari-hari.
Dengan demikian, pekerjaan membangun bangsa yang terseok-
seok karena adanya korupsi dimasa depan tidak akan terjadi lagi.
Jika korupsi sudah diminimalisasi, setiap pekerjaan membangun
bangsa akan maksimal. Kedua, menyadari bahwa pemberantasan
korupsi bukan hanya tanggung jawab lembaga penegak hukum,
seperti KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan agung, melainkan
tanggung jawab lembaga pendidikan dan semua komonen anak
bangsa. (Berydevanda, 2011: 33).
Kurikulum pendidikan antikorupsi secara konseptual dapat
diorganisasikan melalui tiga pendekatan. Pertama, dilaksanakan
secara terpisah (separated). Kedua, dilaksanakan pada mata
pelajaran yang berhubungan (correlated). Dan ketiga
dilaksanakan secara terintegrasi (integrated).
2.2.3 Nilai-nilai Pendidikan Antikorupsi
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud, 2012), terdapat nilai-nilai yang diinternalisasikan
dalam pendidikan antikorupsi yaitu: Kejujuran, kepedulian,
kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras,
kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai pendidikan
antikorupsi pada kerangka teori ini akan digunakan karena, nilai-
nilai inilah yang ada pada pendidikan antikorupsi.
Dalam konteks pendidikan antikorupsi, proses pendidikan
harus bersifat sistematis yaitu dengan menanamkan nilai-nilai
kejujuran, integritas dan sebagainya secara intensif. Pendidikan
anti korupsi juga harus dilakukan secara massif, dalam arti
penanaman nilai-nilai antikorupsi tersebut dilakukan pada
berbagai lembaga pendidikan di segala statata pendidikan.
Realitas pendidikan harus menempatkan nilai-nilai pendidikan tiak
hanya berhenti pada verbalisme dan indoktrinasi, tetapi harus
menyentuh pada pendidikan nilai dan watak yang menjadikan nilai
anti korupsi sebagai way of life bangsa. Pendidikan nilai mestinya
lebih ditekankan pada pemahaman, penghayatan, dan
pengamalan nilai-nilai.
2.2.4 Metode Pembelajaran Mata Kuliah Pendidikan Anti
Korupsi
1. Diskusi Kelas
• Menumbuhkan kepekaan dan kerangka berfikir
• Dosen hanya sebagai fasilitator
• Mahasiswamenyimpulkan sendiri hasil diskusi
•Pemahaman danpengetahuan mahasiswa semakin
meningkat
2. Studi Kasus
• Mampu melakukan analis kasus
• Bersumber dariberbagai media
• Tidak hanya kasus negatif saja, tetapi penanganan dan
pencegahan kasus korupsi
3. .Skenario Sistem Pengembangan
• Memberikan rangsangan kepada mahasiswa agar
memikirkan penyelesaianmasalah secaranyata
• Mahasiswa membuat skenario sistem penyelesaian kasus
yang dikaji
• Meningkatkan kemampuan menganalisis dan memecahkan
permasalahan korupsi
4. Kuliah Umum
• Belajar dari orang yang berpengalaman di bidang anti
korupsi
• Bertukar ilmu dengan mekanisme tanya jawab.
• Pembicara biasanya dariKPK/ Pejabat yang anti korupsi
5. Diskusi Film
• Menggunakan media film sebagai media pembelajaran
• Dosen memutarkan film, mahasiswa memberikan komentar.
6. Laporan Investigasi
• Mahasiswa memiliki kompetensi mengidentifikasi masalah
yang rill dilingkungan kemudian memberi laporan
kasuskorupsi secaraefektif
• Kelompok melakukan investigasi tentang kasuskorupsi
• Kelompok tersebut membuat laporan hasil investigasi kasus
tersebut
7. EksplorasiTematik
• Membangun cara berfikir yang komperhensif dalam
sebuahkasus
• Mahasiswa melakukan observasikasus korupsi/perilaku
korupsi
• Selanjutnya mahasiswa menganalisis dari
berbagaisudutpandang
8. Prototipe
• Penerapan keilmuan atauciri khas lokal dalam
mengembangkan teknik antikorupsi
• Mahasiswa membuat prototipe (baik IT/ non IT)
• Hasil tersebut dipresentasikan didepan kelas
9. Pembuktian Kebijakan Pemerintah
• Mahasiswa memantau realisasi janji pemerintah sebagai
wujud integritas pemerintah
• Mahasiswa memantau secaralang
10. Alat-Alat Pendidikan
• Menciptakan media pembelajaran yang kreatif untuk segmen
pendidikan atau publik dalam rangkaanti korupsi
• Mahasiswa menciptakan produkyang kreatif baik animasi/
non animasi
11. Pembelajaran Keterampilan menulis terpadu
• Mahasiswa memiliki keterampilan menulis terpadu
berdasarkan fakta dan gagasan yang diperolehnya dari
membaca dan mendengarkan
• Mahasiswa dapat membuat karya tulis yang baik
12. Pembelajaran Keterampilan Pemecahan Masalah Sosial
• Menerapkan pendekatan fungsional atau pendekatan
berbasis masalah
• Mengidentifikasi masalah sosial
• Mengumpulkan informasi terkait masalah sosial tersebut
• Mengembangkan portofolio yang selanjutnya disajikan
• Melakukan refleksi pengalaman belajar
BAB III
KESIMPULAN

Pendidikan antikorupsi menjadi sangat penting sebagai upaya sistematis dan


masif dalam pemberantasan korupsi. Guna mencapai hal tersebut, maka pendidikan
harus mengedepankan proses yang benar-benar ditujukan kepada pembentukan
kepribadian, kecerdasan, dan keterampilan. Sudah saatnya, distorsi dalam pendidikan
dan pengabaian nilai-nilai moral diperbaiki agar melahirkan generasi muda yang tidak
toleran terhadap korupsi. Pendidikan antikorupsi sangat signifikan untuk dimasukkan
dalam kurikulum pendidikan nasional di Indonesia. Pendidikan harus mampu
mentransformasikan nilai-nilai moral, pendidikan juga berfungsi melakukan “rekayasa
sosial” guna membangun modal sosial yang efektif. Dengan adanya penanaman nilai-
nilai agama dan moral antikorupsi secara lebih spesifik, maka akan mampu memberikan
kontribusi pada pembangunan mental dan moral yang bersih dan jujur. Lebih dari itu
pendidikan anti korupsi ini jangan hanya berhenti di tingkat program pendidikan tetapi
harus diupayakan menjadi sebuah gerakan yang melibatkan berbagai elemen
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai