Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS

TINDAK PIDANA KORUSI

Oleh : kelompok 8

Tsara Paramitah

Winedi Hadi Purwinto

Wulandari Syaifatul Assyfa

KERANGKA KAJIAN

I. Substansi Kajian Tindak Pidana Korupsi

II. Batasan Kajian Materi tentang Tindak Pidana Korupsi

III. Analisis Kajian Materi

A. Urgensinya bagi Bangasa Indonesia

B. Apa yang Seharusnya Dilakukan oleh Masyarakat

C. Apa yang Seharusnya Dilakukan oleh Pemerintah

IV. Rekomendasi
I. SUBSTANSI KAJIAN TINDAK PIDANA KORUPSI
A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi
B.Faktor Penyebab Tindak Pidana Korupsi
C.Pencegahan dan Strategi Pemberantasan Korupsi
D. Jenis dan Sanksi dalam UU No.20 Tahun 2001

II. BATASAN KAJIAN MATERI TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI


II.1Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Korupsi atau rasuah diambil dalam bahasa latin corruptio dari kata kerja
corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok.
Menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang
dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri,
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Para ahli
ekonomi mendefinisikan korupsi sebagai pertukaraan yang menguntungkan yang terjadi
secara diam-diam dan sukarela, yang melanggar norma-norma yang berlaku, dan
setidaknya merupakan penyalahgunaan jabatan atau wewenang yang dimiliki salah satu
pihak yang terlibat dalam bidang umum dan swasta. Dr. Kartini Kartono berpendapat
bahwa korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan
guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum. Kesimpulan dari
beberapa pendapat diatas adalah bahwa korupsi merupakan suatu tindakan
penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri maupun kelompok yang dapat
merugikan negara maupun pihak swasta.
Syed Hussein Alatas, dalam Hudriarini (2016:139) menyebutkan ciri-ciri korupsi
adalah sebagai berikut :
1. melibatkan lebih dari satu orang,
2. korupsi dilakukan dalam koridor kerahasiaan yang sangat ketat,
3. melibatkan elemen perizinan dan keuntungan timbal balik,
4. selalu menyembunyikan perbuatan tertentu dibalik kebenaran,
5. koruptor menginginkan keputusan yang berpihak pada dirinya,
6. mengundang penipuan yang dilakukan badan hukum publik dan masyarakat umum,
7. setiap tindak pidana korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan, dan
8. melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari koruptor sendiri.

II.2Faktor Penyebab Tindak Pidana Korupsi


Terdapat banyak penyebab adanya tindakan korupsi , akan tetapi secara umum
dapat dirumuskan sesuai dengan pengertian korupsi yaitu bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan pribadi/kelompok/keluarga/golongannya. Secara umum faktor yang
menyebabkan seseorang melakukan tindak korupsi diantaranya :

1. ketiadaan dan kelemahan pemimpin. Ketidakmampuan pemimpin untuk menjalankan


tugas dan tanggung jawabnya, merupakan peluang bawahan dalam melakukan tindak
pidana korupsi dan selain itu juga pemimpin yang lemah tidak mungkin melakukan
control manajemen lembaganya,
2. kelemahan pengajaran agama dan etika yaitu pola pengajaran etika dan moral yang
lebih ditekankan pada pemahaman teoritis tanpa adanya bentuk dari
pengimplementasiannya,
3. kolonialisme yaitu suatu pemerintahan asnig tidaklah menggugah kesetiaan dan
kepatuhan yang diperluakan untuk membendung korupsi. Penjajah telah menjadikan
bangsa ini menjadi bangsa yang tergantung, lebih memilih pasrah daripada berusaha
dan senantiasa menempatkan diri sebagai bawahan,
4. kurangnya komitmen pendidikan. Masalah ini sering pula sebagai penyebab
timbulnya korupsi. Minimnya keterampilan, skill dan kemampuan membuka peluang
usaha adalah wujud rendahnya pendidikan. Dengan berbagai keterbatasan itulah
mereka berupaya mencari peluang dengan kedudukannya untuk memperoleh
keuntungan yang besar. Namun pada faktanya koruptor rata-rata mempunyai tingkat
pendidikan yang tinggi, kemampuan dan skill, dan
5. tidak adanya hukum yang tegas. Tidak diterapkannya sanksi hukuman mati, seumur
hidup atau dibuang kepulau terpencil, sehingga membuat pelaku merasa takut atau
jera ketika melakukan perbuatan tersebut.
Apabila melihat pada teori yang dikemukakan oleh Jack bologna atau sering
disebut GONE Theory, dijelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
korupsi yaitu sebagai berikut.
1. Greeds(keserakahan) : berkaitan adanya perilaku serakan yang secara potensial ada
didalam diri setiap orang.
2. Opportunities (kesempatan) : berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau
masyarakat yang sedemikian rupa sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk
melakukan kecurangan.
3. Needs (kebutuhan) : berkaitan dengan faktor-faktor yang dibutuhkanoleh individu-
individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
4. Exposures (pengungkapan) : berkaitan dengan tinakan atau konsekuensi yang
dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku ditemukan melakukan kecurangan.

II.3 Pencegahan dan Strategi Pemberantasan Korupsi


Menurut Baharuddin Lopa, mencegah korupsi tidaklah sulit jika kita secara sadar
dapat menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi. Upaya mencegah dan
memberantas korupsi dapat diklarifikasikan menjadi tiga strategi yaitu sebagai berikut.
1. Strategi Preventif
strategi yang dibuat dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya
korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya pencegahannya. Upaya
meminimalkan peluang korupsi tersebut harus melibatkan banyak pihak dalam
pelaksanaanya.
2. Strategi Deduktif
strategi yang dibuat dengan diarahkan pada suatu perbuatan korupsi yang sudah
terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut dapat diketahui dengan waktu yang singkat.
3. Strategi Represif
strategi yang dibuat dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal
secara tepat kepada pihak-pihak yang terlibat korupsi .
Adapun beberapa strategi dari masyarakat dan pengamat dalam pemberantasan
korupsi, antara lain sebagai berikut.
1. Konsep Carrot and Stick
merupakan konsep dimana pendapatan netto Pegawai Negeri, TNI, dan Polri yang
cukup untuk hidup dengan standar, sesuai dengan pendidikan, pengetahuan,
kepemimpinan, pangkat dan martabat (carrot). Dan apabila masih melakukan korupsi
maka akan dihukum mati (stick).
2. Gerakan Masyarakat Anti Korupsi
gerakan pemberantas korupsi dengan adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan
mengaktifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah
ataupun Ormas yang lain untuk bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi , serta
kemungkiann dibentunya koalisis dari partai politik untuk melawan koupsi.
3. Geraka Pembersihan
menciptakan semua aparat hukum yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggung jawab
serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi
tanpa memandang status sosial.
4. Gerakan moral
merupakan suatu gerakan dimana secara terus menerus mensosialisasikan bahwa
korupsi adalah kejahatan besar bagi manusia yang melanggar harkat dan martabat
manusia.
5. Gerakan pengefektifan birokasi
dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam pemerintah agar didapatkan hasil kerja
yang optimal, dengan jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan
keahliannya.

III. ANALISI KAJIAN MATERI TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI


III.1 Urgensinya bagi Bangsa Indonesia
Korupsi telah menjadi penyakit yang sangat kronis di negeri ini. Korupsi tidak
mengenal usia, jabatan, dan bahkan agama. Korupsi seolah-olah telah mendarah daging
dan bahkan menjadi agama bagi para aparat birokrasi, legislatif, dan masyarakat umum.
Banyak mantan menteri, gubernur, bupati/wali kota, dan anggota dewan yang melakukan
korupsi mulai dari ratusan juta sampai miliaran rupiah. Bagi mereka, bertindak korupsi
tentunya sangat mudah. Kemudahan tersebut bergaris lurus dengan jabatan strategis yang
disandangnya. Dengan jabatanya tersebut, mereka dengan mudah melakukan
penyelewengan dana atau melakukan manipulasi dengan menggunakan data-data fiktif
yang berorientasi pada memperkaya diri sendiri.
Melihat persoalan korupsi yang sangat akut tersebut KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi) dengan berlandaskan UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK diberikan kewenangan
yang sangat luar biasa dalam penanganan perkara korupsi. Yakni, penyelidikan dan
penyidikan seperti kepolisian dan pengajuan tuntutan seperti yang dilakukan oleh
kejaksaan. Legitimasi perundangan ini tentunya menjadi ujung tombak bagi KPK untuk
memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Hasil konkret dari kerja KPK selama ini
adalah keberhasilan KPK dalam memenjarakan para koruptor. Prestasi besar ini juga
diimbangi dengan kembalinya uang negara yang mencapai 25,7 milyar. Di tengah-tengah
keberhasilan KPK dalam memenjarakan para koruptor dan mengembalikan uang negara
dari tangan para koruptor, KPK mendapatkan sorotan negatif dari para anggota dewan dan
para pengamat hukum.
Pandangan-pandangan negatif tersebut diantaranya adalah KPK dianggap
melakukan tebang pilih karena hanya berani menangkap para koruptor yang jauh dari
kekuasaan, sementara yang dekat dengan kekuasaan jauh dari incaran KPK. Pandangan
negatif yang lainya adalah KPK dianggap hanya mampu mengembalikan uang negara
yang jumlahnya relatif kecil yaitu 25, 7 milyar dibandingkan dengan jumlah uang yang
digunakan oleh KPK dalam proses penyelidikan dan penyidikanya yang mencapai 600
milyar. Di tengah sorotan negatif ini, tentunya akan mempunyai dampak psikologis yang
besar bagi KPK. Dampak tersebut adalah KPK terus bekerja menuntaskan kerjanya dalam
menangkap para koruptor dengan tanpa menghiraukan pandangan-pandangan negatif
tersebut.
Memberantas korupsi adalah sesuatu yang sangat mendesak yang harus dilakukan
oleh KPK karena korupsi dalam sejarahnya telah mempunyai daya rusak yang sangat luar
biasa bagi pembangunan bangsa Indonesia tiga dekade terakhir ini. Daya rusaknya
tersebut bisa kita lihat dalam tiga sektor utama, yaitu sektor politik, ekonomi, dan sektor
budaya. Meminjam ungkapan Lord Acton, seorang ilmuan politik Inggris, bahwa power
tends to corrupt, absolutely power tends to corrupt absolutely. Berangkat dari ungkapan
tersebut dinyatakan bahwa kekuasaan cenderung untuk korup, sementara kekuasaan yang
absolut cenderung untuk korup secara absolut. Berpijak dari sana, maka kita ketahui
bersama bahwa para aparat birokrasi pemerintahan, legislatif adalah para insan politik
yang secara relatif mempunyai kans besar untuk melakukan korupsi secara masif, hal ini
bisa kita lihat dari banyaknya aparat birokrasi, legislatif yang telah di penjarakan oleh
KPK dan aparat penegak korupsi yang lain. Mulai dari para gubernur dan bupati/wali kota
yang telah menyalahgunakan dana APBD sampai pada anggota dewan yang memakan
dana negara.
Selain para koruptor yang sudah dipenjarakan karena penilepan uang negara, KPK
dan aparat yang berkecimpung dalam penegakan korupsi juga masih terus melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap para koruptor lain untuk di bawa ke meja
pengadilan. Akibat tindakan para koruptor tersebut ternyata mempunyai dampak politik
yang yang sangat besar bagi masyarakat. Dampak politik tersebut terjadi karena para
koruptor adalah para aparat birokrasi, dan legislatif yang memegang jabatan politis bagi
terciptanya sebuah kebijakan-kebijakan yang besinggungan dengan masyarakat secara
umum. Jika para aparat negara dan wakil rakyat hanya berorientasi pada diri sendiri atau
kelompoknya maka kebijakan atau perundangan (legislasi) yang diambil adalah kebijakan
atau perundangan yang jauh dari mensejahterakan masyarakat. Hal ini tentunya
masyarakat akan mendeligetimasi mereka sehingga mengakibatkan tersendatnya proses
pembangunan politik (political building) bangsa Indonesia ke depan.
Sektor ekonomi. Berlandaskan pada kesimpulan Kwik Kian Gie, pentolan PDI
Perjuangan, dan Prof Dr. Sumitro Joyohadikusumo sebelumnya bahwa telah terjadi
kebocoran uang negara sekitar 30-40 % akibat korupsi yang dilakukan oleh aparat
birokrasi negara. Besaran angka kebocoran ini tentunya sangat ironis di tengah-tengah
kesulitan masyarakat untuk hidup layak.Banyak masyarakat yang terpaksa harus hidup di
bawah standar garis kemiskinan karena tindakan para koruptor. Pandangan yang lebih
miris lagi adalah banyak anak yang terpaksa tidak bisa sekolah dan bahkan tidak sedikit
warga negara yang melakukan bunuh diri karena sulitnya hidup akhir-akhir ini. Dampak
sektor ekonomi dari tindakan koruptor ini sedikit banyak telah memperlambat laju
pertumbuhan ekonomi masyarakat untuk bisa hidup berkecukupan dan sejahtera.
Mental korup para aparat birokrasi pemerintahan, anggota dewan, dan masyarakat
secara umum seolah-olah telah membudaya sejak lama. Bahkan ironisnya, pasca
bergulirnya reformasi pertengahan 1998, mental korup tersebut ternyata tidak hanya di
pusat saja, tetapi juga telah mewabah ke daerah-daerah. Fakta ini sekaligus mengantarkan
bangsa Indonesia pada kategori negara korup kisaran lima besar menurut versi
Transparency International (TI), sebuah lembaga independen yang menyoroti tingkat
korupsi suatu negara. Kondisi budaya korup yang akut ini jika tidak ditangani secara
serius oleh aparat penegak korupsi maka untuk menjadi bangsa yang anti korupsi adalah
sesuatu yang mustahil. Berpijak dari dampak yang sangat luar biasa bagi sektor politik,
ekonomi, dan budaya tersebut maka tindakan KPK dan para aparat penegak hukum yang
lain untuk memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya adalah sesuatu yang sangat
mendesak karena hanya dengan pembenahan politik, penataan ekonomi, dan perbaikan
budaya bangsa Indonesia bisa berharap banyak untuk menjadi bangsa yang maju sekaligus
bermartabat.

III.2 Apa yang Seharusnya Dilakukan oleh Masyarakat


Hal- hal yang dapat dilakukan masyarakat menurut Hudriarini (2016:144) yaitu
sebagai berikut.
1. Gerakan masyarakat anti korupsi yaitu pemberantasan korupsi dengan mengefektifkan
gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU, dan Muhammadiyah atau ormas
lain yang perlu bekerja sama dalam pemberantasan korupsi. Gerakan rakyat ini
diperlukan untuk menekan pemerintah sekaligus memberi dukungan moral agar
pemerintah bangkit memmberantas korupsi.
2. Gerakan moral yang dilakukan dengan cara mansosialisasikan bahwa korupsi
merupakan kejahatan besar dan melalui gerakan ini masyarakat dapat membentuk
lingkungan yang menentang perbuatan korupsi.

III.3 Apa yang Seharusnya Dilakukan oleh Pemerintah


Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, Pemerintah
Indonesia telah meletakkan landasan kebijakan yang kuat dalam usaha
memerangi tindak pidana korupsi. Berbagai kebijakan tersebut tertuang
dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain dalam TAP
MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Berwibawa dan Bebas KKN, UU Nomor 31 tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan UU 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Untuk
mencegah terjadinya korupsi besar-besaran, bagi pejabat yang
menduduki jabatan yang rawan korupsi seperti bidang pelayanan
masyarakat, pendapatan negara, penegak hukum, dan pembuat
kebijaksanaan harus didaftar kekayaannya sebelum menjabat
jabatannya sehingga mudah diperiksa pertambahan kekayaannya
dibandingkan dengan pendapatannya yang resmi
Menurut Hamzah (2006:248) bahwa pembalikan beban
pembuktian terbatas bidang perdata, seperti halnya Counter
Corruption Act Thailand, dapat diterapkan di Indonesia. Artinya,
pegawai negeri atau pejabat yang tidak dapat membuktikan asal-usul
kekayaannya yang tidak seimbang dengan pendapatannya yang resmi
dapat digugat langsung secara perdata oleh penuntut umum
berdasarkan perbuatan melanggar hukum. Dengan demikian harus ada
sistem pendaftaran kekayaan pejabat sebelum dan sesudah menjabat
sehingga dapat dihitung pertambahan kekayaannya. Penentuan pidana
hanya mempunyai fungsi sebagai obat yang terakhir. Jelas korupsi tidak
bisa terberantas hanya dengan menjatuhkan pidana yang berat saja
tanpa suatu prevensi yang lebih efektif.
Pidana mati sekalipun, seperti diterapkan di RRC ternyata belum
mampu menghapus koruspi. Satu hal yang kurang diperhatikan ialah
peningkatan kesadaran hukum di kalangan masyarakat. Selalu penegak
hukum saja yang diancam dengan tindakan keras, tetapi jika rakyatnya
sendiri menoleransi korupsi, yang setiap saat memerlukan pelayanan
selalu menyediakan imbalan tersembunyi, dan setiap kena perkara
langsung mencari siapa penyidik, penuntut atau hakimnya untuk
disogok. Kalau demikian, maka lingkaran setan praktik korupsi tidak
pernah terputus.
Hamzah (2006:249) menyarankan penerapan strategi
pemberantasan korupsi di Indonesia dengan Prevention, yaitu
pencerahan untuk pencegahan, sedangkan pada sisi kanan dan kiri
masing-masing Publik Education, yaitu pendidikan masyarakat untuk
menjauhi korupsi dan Punishment, yaitu pemidanaan atas
pelanggaran tindak pidana korupsi. Strategi program percepatan
pemberantasan korupsi salah satunya tertuang dalam Instruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang percepatan
pemberantasan korupsi. Strategi program percepatan pemberantasan
korupsi ini diharapkan dilaksanakan lembaga eksekutif dimana
Presiden sebagai pimpinan tertingginya dari tingkat pemerintah pusat,
pemerintah provinsi sampai pada pemerintah kabupaten/kota
Hamzah (2006 : 247) menyebutkan bahwa jalan untuk
memberantas korupsi di negara-negara berkembang ialah sebagai
berikut.
1. Menaikkan gaji Pegawai.
2. Menaikkan moral pegawai tinggi.
3. Legitimasi pungutan liar menjadi pendapatan resmi atau legal.
4. Elit kekuasaan harus memberi keteladanan bagi yang di bawah.

IV. REKOMENDASI
IV.1 Rekomendasi Bagi Pemerintah
Dalam menyikapi tindak pidana korupsi yang semakin merajalela di negara
Indonesia pemerintah seharusnya :
1. membangun dan menyempurnakan sistem yang dapat menjamin keterbukaan,
kepatutan, dan efektifitas dalam kepegawaian pemerintah,
2. membangun kode etik dan administrasi guna meningkatkan profesionalisme/integritas,
3. membuat/menyempurnakan praktek manajerial dan prosedur pengauditan, dengan
meningkatkan pelaporan kegiatan yang bersifat koruptif, sehingga korupsi lebih
terlihat,
4. perlu memberdayakan para penyelidik, penyidik, dan jaksa penuntut perkara korupsi
agar di dalam membongkar kasus-kasus semacam itu lebih efektif,
5. harus mendorong masyarakat dan media massa dapat memperoleh informasi tentang
korupsi, dan
6. mendorong penelitian dan diskusi publik tentang mempertahankan integritas dan
mencegah korupsi di kalangan pejabat/petugas peradilan serta penegak hukum dan
pejabat pemerintahan lainnya yang bertugas menegakkan rule of law.

IV.2 Rekomendasi Bagi Masyarakat


Di bawah ini merupakan rekomendasi untuk tindak pidana korupsi :
1. jika melihat tindak pidana korupsi yang berada di sekitar maka harus segera
melaporkan kepada pihak yang berwenang tidak hanya diam dan melihat,
2. mempunyai kesadaran bagi diri masing-masing bahwa tindakan korupsi merupakan
tindakan yang illegal, dan
3. bersikap jujur dan mulailah dari hal-hal yang kecil disekitar misalkan dilingkungan
keluarga dan bertetangga, sehingga budaya korupsi tidak terus merajalela.

IV.3 Rekomendasi Bagi Mahasiswa


Pemberantasan korupsi bagi mahasiswa dimulai dari awal masuk perkuliahan.
Pada masa ini mahasiswa diharapkan mengkritisi kebijakan internal kampus dan sekaligus
melakukan pressure kepada pemerintah agar undang-undang yang mengatur pendidikan
tidak memberikan peluang terjadinya korupsi. Di samping itu, mahasiswa melakukan
kontrol terhadap jalannyakebijakan-kebijakan kampus dan melaporkan kepada pihak-
pihak yang berwenang atas penyelewengan yang ada. Selain itu, mahasiswa juga
melakukan upaya edukasi terhadap rekan-rekannya ataupun calon mahasiswa untuk
menghindari adanya praktik-praktik yang tidak sehat dalam proses penerimaan
mahasiswa. Selanjutnya adalah pada proses perkuliahan perlu penekanan terhadap
moralitas mahasiswa dalam berkompetisi untuk memperoleh nilai yang setinggi-tingginya,
tanpa melalui cara-cara yang curang. Upaya preventif yang dapat dilakukan adalah dengan
jalan membentengi diri dari rasa malas belajar. Hal krusial lain dalam masa ini adalah
masalah penggunaan dana yang ada dilingkungan kampus. Untuk itu diperlukan upaya
investigatif berupa melakukan kajian kritis terhadap laporan-laporan pertanggungjawaban
realisasi penerimaan dan pengeluarannya. Sedangkan upaya edukatif penumbuhan sikap
anti korupsi dapat dilakukan melalui media berupa seminar, diskusi, dan dialog.
Peran mahasiswa dalam masyarakat secara garis besar dapat digolongkan menjadi
peran sebagai kontrol sosial dan peran sebagai pembaharu yang diharapkan mampu
melakukan pembaharuan terhadap sistem yang ada. Salah satu contoh yang paling
fenomenal adalah peristiwa turunnya orde baru dimana sebelumnya di dahului oleh adanya
aksi mahasiswa yang masif di seluruh Indonesia. Sebagai kontrol sosial, mahasiswa dapat
melakukan peran preventif terhadap korupsi dengan membantu masyarakat dalam
mewujudkan ketentuan dan peraturan yang adil dan berpihak pada rakyat banyak,
sekaligus mengkritisi peraturan yang tidak adil dan tidak berpihak pada masyarakat.
Kontrol terhadap kebijakan pemerintah tersebut perlu dilakukan karena banyak sekali
peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang hanya berpihak pada golongan tertentu
saja dan tidak berpihak pada kepentingan masyarakat banyak. Kontrol tersebut bisa berupa
tekanan berupa demonstrasi ataupun dialog dengan pemerintah maupun pihak legislatif.
Mahasiswa juga dapat melakukan peran edukatif dengan memberikan bimbingan dan
penyuluhan kepada masyarakat baik pada saat melakukan kuliah kerja lapangan atau
kesempatan yang lain mengenai masalah korupsi dan mendorong masyarakat berani
melaporkan adanya korupsi yang ditemuinya pada pihak yang berwenang.

Daftar Pustaka

Hamzah, Jur Andi. 2006. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasioanal. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hudriani, Sri, dkk. 2016. Pendidikan Pancasila dalam Perspektif Historis dan
Ketatanegaraan Republik Indonesia. Malang: Aditya Media publising.
http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=yudil003. Korupsi, Penyebab
dan Strategi Pemberantasannya. (diakses pada 2 Oktober 2016)
http://fatkurrohman.blogspot.co.id/2012/05/urgensi-pemberantasan-korupsi.html. Urensi
Pemberantasan Korupsi. (diakses pada 2 Oktober 2016)
http://guruppkn.com/penyebab-korupsi-dan-cara-mengatasinya. 8 Penyebab Korupsi dan
Cara Mengatasinya. (diakses pada 2 Oktober 2016)
http://hariadiakbar.blogspot.com/2013/03/korupsi-di-indonesia-masalah-dan_5.html. Korupsi
di Indonesia: Masalah dan Penyelesaiannya. (diakses pada 2 Oktober 2016)
http://hariannetral.com/2015/02/pengertian-korupsi-dampak-korupsi-dan-cara-mengatasi-
korupsi.html# . Pengertian Korupsi Dampak Korupsi dan Cara Mengatasi Korupsi.
(diakses pada 2 Oktober 2016)
https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi. Korupsi. (diakses pada 2 Oktober 2016)

Rekomendasi Bagi Pemerintah


Dalam menyikapi tindak pidana korupsi yang semakin meraja lela di negara Indonesia
pemerintah seharusnya :
7. Membangun dan menyempurnakan sistem yang dapat menjamin keterbukaan,
kepatutan, dan efektifitas dalam kepegawaian pemerintah.
a. Di Singapura, kebersihan para penegak hukum disebabkan mereka sangat berkecukupan.
Begitu pula, kejujuran Polisi Hong Kong meningkat setelah secara substansial gajinya
ditingkatkan.
b. Di Amerika Latin, ada gagasan membentuk Dana Internasional untuk Purnawirawan
Tentara dan Polisi, sehingga mereka tidak lagi cemas menghadapi masa pensiun. Ini
berarti, praktek koruptif di kalangan Tentara dan Polisi dapat ditekan.
8. Membangun kode etik dan administrasi guna meningkatkan
profesionalisme/integritas
a. Di Amerika Serikat, dibentuk Instansi Etika Pemerintahan (1978) atau Office of
Government Ethics (OGE)yang independen. Misi utamanya: melakukan pencegahan
melalui kebijakan-kebijakan, sehingga Pejabat/Petugas Eksekutif Federal AS dapat
terhindar dari konflik kepentingan.
b. Di Korea Selatan, seperti di negara-negara Asia lainnya, menghadapi masalah Nilai-
nilai Asia, yaitu kebiasaan diberi hadiah tanda terima kasih, karena dianggap telah
berjasa. Tradisi yang sudah lama ini sering disalah gunakan dengan cara menerima
pemberian/hadiah secara melawan hukum. Solusinya, Republik Korea membuat UU
Pembatasan Penerimaan Gratifikasi, di samping memperbanyak aturan perbaikan
etika, serta mempergiat peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya tradisi
tersebut.
9. Membuat/menyempurnakan praktek manajerial dan prosedur pengauditan, dengan
meningkatkan pelaporan kegiatan yang bersifat koruptif, sehingga korupsi lebih
terlihat.
a. Di Botswana, melalui UU Korupsi dan Tindak Pidana Ekonomi 1994, dibentuk Badan
Korupsi dan Tindak Pidana Ekonomi dengan menerapkan tiga unsur strategi yang
meliputi penyelidikan/ penyidikan korupsi, pencegahan korupsi, dan pendidikan bagi
masyarakat. Tujuannya: menciptakan budaya melaporkan dugaan korupsi yang
dilakukan pejabat/petugas pemerintahan. Anggota masyarakat yang melapor dengan
itikad baik, dilindungi dan dihargai.
b. Beberapa negara yang tergabung dalam OECD menerapkan sistem pemungutan pajak
yang bersifat mencegah korupsi, melalui Convention on Combating Bribery of
Foreign Public Officials in International Business Transactions.
c. Di Amerika Serikat, dibuat undang-undang yang mengaharuskan hakim dan pejabat
senior pemerintahan melaporkan kekayaan yang dimilikinya. Ketentuan demikian
yang dipadukan dengan kebebasan pers, dapat menjamin kepercayaan atas badan
peradilan termasuk kejaksaan dan kepolisian.
10. Perlu memberdayakan para penyelidik, penyidik, dan jaksa penuntut perkara
korupsi agar di dalam membongkar kasus-kasus semacam itu lebih efektif.
a. Di PRChina, Kementerian Pengawasan, mengembangkan sistem untuk melindungi
para pelapor (whistleblowers) kasus korupsi. Lagi pula, ternyata, 80% kasus-kasus
korupsi yang diselidiki/disidik berawal dari adanya laporan para whistleblowers.
b. Di Amerika Serikat, Office of Special Councel atau Kantor Penasihat Hukum Khusus
yang independen, didirikan dua puluh lima tahun lalu, untuk melindungi para pelapor
(whistleblowers). Yang dimaksud whistleblower di AS adalah petugas pemerintahan
yang mengorbankan risiko keselamatan dirinya karena mengungkapkan dugaan
terjadinya perbuatan tercela/melanggar hukum di kalangan pemerintahan. Singkatnya,
whistleblower tidak sama dengan informan.
11. Harus mendorong masyarakat dan media massa dapat memperoleh informasi
tentang korupsi.
c. Di Amerika Serikat diterapkan sistem dan peraturan yang memberi keleluasaan
kepada masyarakat untuk memperoleh informasi dan meminta penegak hukum
memberikan pertanggungan jawab atas tindakan-tindakannya. Dewasa ini dengan
biaya murah dapat mengakses informasi melalui jaringan virtual.

12. Mendorong penelitian dan diskusi publik tentang mempertahankan integritas dan
mencegah korupsi di kalangan pejabat/petugas peradilan serta penegak hukum dan
pejabat pemerintahan lainnya yang bertugas menegakkan rule of law.
a. Di Inggris, instrumen hukum nasional ditinjau kembali, oleh sebuah Komisi dengan
memperhatikan 7 asas kegiatan publik, yaitu tanpa pamrih, integritas, objektivitas,
akuntabilitas, keterbukaan, kejujuran, dan kepemimpinan yang jelas. Contoh
keberhasilan, antara lain Kepolisian Metropolitan London (Scotland Yard) yang
memegang teguh asas: Kejujuran tak dapat ditawartawar (Integrity is Non-
Negotiable).
b. Palermo, (Sisilia, Itali) dalam satu dekade berubah dari kota Mafia menjadi kota yang
lebih aman/demokratis. Keberhasilan ini, berkat terus-menerus dilakukan pendidikan
masyarakat melalui civic education agar membenci dan menolak perbuatan
jahat/korup.
c. Di Hongkong , seperti di Sisilia, sikap anti korupsi ditanam sejak anak-anak menerima
pendidikan di sekolah. Dengan tidak hanya memberikan pendidikan akademis, tetapi
juga civic values, akhirnya terjadi perubahan sikap anti korupsi, sehingga membantu
polisi dan penegak hukum lainnya di dalam pemberantasan korupsi.

Anda mungkin juga menyukai