Anda di halaman 1dari 10

Bab

PENGERTIAN KORUPSI
01
DEFINISI KORUPSI

“KORUPSI” dari bahasa Latin

“corruptio” atau “corruptus”

“corruptio” dari kata “corrumpere”,  “corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan
“corruptie/korruptie” (Belanda.

kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari
kesucian

PENGERTIAN

1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan
sendiri dan sebagainya
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya;
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.

Perbuatan korupsi menyangkut :

1. Sesuatu yang bersifat amoral,


2. Sifat dan keadaan yang busuk,
3. Menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah,
4. Penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian,
5. Menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke
dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.

BENTUK KORUPSI

1. Kerugian Keuangan Negara


2. Suap Menyuap
3. Penggelapan Dalam Jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan Curang
6. Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan
7. Gratifikasi
Bab
FAKTOR PENYEBAB KORUPSI
02
DUA FAKTOR PENYEBAB KORUPSI

FAKTOR INTERNAL

Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datang dari diri pribadi

FAKTOR EKSTERNAL

faktor penyebab terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar.

PENDAPAT YANG MENGARAH PADA FAKTOR INTERNAL

1. Sifat tamak manusia,


2. Moral yang kurang kuat menghadapi godaan,
3. Gaya hidup konsumtif,
4. Tidak mau (malas) bekerja keras

Menurut Isa Wahyudi

PENDAPAT YANG MENGARAH PADA FAKTOR EKSTERNAL

1. Kurang keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa,


2. Rendahnya gaji Pegawai Negeri Sipil,
3. Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan,
4. Rendahnya integritas dan profesionalisme,
5. Mekanisme pengawasan internal di semua lembaga perbankan, keuangan, dan birokrasi
belum mapan,
6. Kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat, dan
7. Lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika

Menurut Erry Riyana Hardjapamekas

PENDAPAT YANG MENGARAH PADA FAKTOR EKSTERNAL

1. Faktor politik,
2. Faktor hukum,
3. Faktor ekonomi dan birokrasi
4. Faktor transnasional.

Menurut Indonesia Corruption Watch | ICW

PENYEBAB KORUPSI DALAM PERSPEKTIF TEORETIS

1. TEORI MEANS-ENDS SCHEME : Robert Merton.


2. TEORI SOLIDARITAS SOSIAL
3. GONE THEORY
Bab
DAMPAK MASIF KORUPSI
03
Korupsi tidak hanya berdampak terhadap satu aspek kehidupan saja. Korupsi menimbulkan efek
domino yang meluas terhadap eksistensi bangsa dan negara.

DAMPAK MASIF KORUPSI

1. DAMPAK EKONOMI
2. DAMPAK SOSIAL & KEMISKINAN
3. DAMPAK BIROKRASI PEMERINTAHAN
4. DAMPAK POLITIK & DEMOKRASI
5. DAMPAK TERHADAP PENEGAKAN HUKUM
6. DAMPAK TERHADAP HANKAM
7. DAMPAK KERUSAKAN LINGKUNGAN

Bab NILAI DAN


04 PRINSIP ANTI-KORUPSI

PENYEBAB KORUPSI

1. Penyebab korupsi terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal.


2. Faktor internal merupakan penyebab yang datangnya dari diri pribadi atau individu
3. Faktor eksternal berasal dari lingkungan atau sistem.
4. Pencegahan korupsi dapat dilakukan dengan menghilangkan, atau setidaknya mengurangi, kedua
faktor penyebab tersebut.
5. Faktor internal sangat ditentukan oleh kuat tidaknya nilai-nilai anti korupsi tertanam dalam diri
setiap individu.
6. Nilai-nilai anti korupsi itu perlu diterapkan oleh setiap individu untuk dapat mengatasi faktor
eksternal agar korupsi tidak terjadi.
7. Untuk mencegah terjadinya faktor eksternal, selain memiliki nilai-nilai anti korupsi, setiap individu
perlu memahami dengan mendalam prinsip-prinsip anti korupsi

A. NILAI-NILAI ANTI-KORUPSI
 KEJUJURAN
 KEPEDULIAN
 KEMANDIRIAN
 KEDISIPLINAN
 TANGGUNG JAWAB
 KERJA KERAS
 KESEDERHANAAN
 KEBERANIAN
 KEADILAN
B. PRINSIP-PRINSIP ANTI-KORUPSI
 AKUNTABILITAS
 TRANSPARANSI
 KEWAJARAN
 KEBIJAKAN
 KONTROL KEBIJAKAN

Bab
05
UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI

A, KONSEP PEMBERANTASAN KORUPSI

Mengapa korupsi timbul dan berkembang demikian masif di sebuah negara dan tidak di negara
lain?

Korupsi ibarat penyakit ‘kanker ganas’  sifatnya kronis juga akut.

PENTING DIPAHAMI : di manapun dan sampai pada tingkatan tertentu, korupsi akan selalu ada dalam
suatu negara atau masyarakat

REALITA DI INDONESIA

• Ada PERANGKAT HUKUM : ada Peraturan Per-UU, ada lembaga serta aparat hukum yang
mengabdi untuk menjalankan peraturan (kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan); ada lembaga
independen ‘Super Body’ yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk
untuk memberantas korupsi.

• Di sekolah siswa/mahasiswa Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan.

• Realita : korupsi tetap tumbuh subur dan berkembang dengan pesat.

• Apa yang salah???

UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN KORUPSI

JALUR PENAL

• Kebijakan penerapan Hukum Pidana (Criminal Law Application);

• Sifat repressive (penumpasan/ penindasan/pemberantasan) apabila kejahatan sudah terjadi;


• Perlu dipahami bahwa: upaya/tindakan represif juga dapat dilihat sebagai upaya/tindakan
preventif dalam arti luas

JALUR NON-PENAL

• Kebijakan pencegahan tanpa hukum pidana (prevention without punishment);

• Kebijakan untuk mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan


lewat mass media (influencing views of society on crime and punishment/mass media atau
media lain seperti penyuluhan, pendidikan dll);

• Sifat preventive (pencegahan)

UPAYA PENAL DAN NON-PENAL

• Sasaran dari upaya non-penal adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya
korupsi, yang berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi politik, ekonomi maupun
sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh-suburkan
kejahatan (korupsi);

• Upaya penal dilakukan dengan memanggil atau menggunakan hukum pidana yaitu dengan
menghukum atau memberi pidana atau penderitaan atau nestapa bagi pelaku korupsi;

• Upaya non-penal seharusnya menjadi kunci atau memiliki posisi penting atau posisi strategis dari
keseluruhan upaya penanggulangan korupsi  karena sifatnya preventif atau mencegah
sebelum terjadi

KETERBATASAN SARANA PENAL

• Sarana penal memiliki ‘keterbatasan’, mengandung ‘kelemahan’ (sisi negatif). Fungsi sarana
penal seharusnya hanya digunakan secara ‘subsidair’.

• Secara dogmatis, sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling tajam dalam bidang hukum,
sehingga harus digunakan sebagai ultimum remedium (obat yang terakhir apabila cara lain atau
bidang hukum lain sudah tidak dapat digunakan lagi);

HUKUM PIDANA BUKAN PANACEA

 Rubin
 Schultz
 Karl. O. Christiansen
 S.R. Brody
 Wolf Middendorf

STRATEGI DAN/ATAU UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI

 Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi


 Pencegahan Korupsi di Sektor Publik
 Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat
 Pengembangan dan Pembuatan berbagai Instrumen Hukum yang mendukung Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi
 Monitoring dan Evaluasi
 Kerjasama Internasional

Bab GERAKAN, KERJASAMA DAN INSTRUMEN


06 INTERNASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI

GERAKAN ORGANISASI INTERNASIONAL

BOTTOM UP APPROACH

Berangkat dari 5 (lima) asumsi yakni:

a) semakin luas pemahaman atau pandangan mengenai permasalahan yang ada, semakin mudah
untuk meningkatkan awareness untuk memberantas korupsi;

b) adanya network atau jejaring yang baik akan lebih membantu pemerintah dan masyarakat sipil
(civil society). Untuk itu perlu dikembangkan rasa saling percaya serta memberdayakan modal
sosial (social capital) dari masyarakat;

c) Perlu penyediaan data mengenai efesiensi dan efektifitas pelayanan pemerintah melalui
corruption diagnostics. Dengan penyediaan data dan pengetahuan yang luas mengenai problem
korupsi, reformasi administratif-politis dapat disusun secara lebih baik;

d) Adanya pelatihan-pelatihan khusus. Pelatihan ini dapat diambil dari toolbox yang disediakan oleh
World Bank yang diharapkan dapat membantu mempercepat pemberantasan korupsi. Bahan-
bahan yang ada dipilih sendiri dan harus menyesuaikan dengan kondisi masing-masing negara;
dan

e) adanya rencana aksi pendahuluan yang dipilih atau dikonstruksi sendiri oleh negara peserta,
diharapkan akan memiliki trickle-down effect dalam arti masyarakat mengetahui pentingnya
pemberantasan korupsi.

GERAKAN LEMBAGA SWADAYA INTERNASIONAL (INTERNATIONAL NGOs)

POSISI INDONESIA DALAM INDEKS PERSEPSI KORUPSI TITahun 2002-2008


INSTRUMEN INTERNASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI

 United Nations Convention against Corruption (UNCAC)


 Convention on Bribery of Foreign Public Official in International Business Transaction

Bab
07
DELIK KORUPSI DALAM RUMUSAN UNDANG-UNDANG

Sejarah Perundang-undangan Korupsi di Indonesia

Sejarah Perundang-undangan Korupsi:

1. Delik korupsi dalam KUHP

2. Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/ Peperpu/013/1950

3. Undang-Undang No.24 (PRP) tahun 1960 tentang Tindak Pidana Korupsi

4. Undang-Undang No.3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

5. TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme

6. Undang-Undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

7. Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

8. Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

9. Undang-undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

10. Undang-undang No. 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation Convention Against
Corruption (UNCAC) 2003

11. Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Peranserta Masyarakat dan Pemberian
Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

12. Instruksi Presiden No. 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi

B. UU No. 31 tahun 1999

 Orang perseorangan
 Korporasi (Pasal 1 angka 1)
 Pegawai Negeri
Pengertian Pegawai Negeri menurut KUHP

 Pasal 92 ayat (1)


 Pasal 92 ayat (2)
 Pasal 92 ayat (3)

Delik Korupsi dalam Rumusan Undang-undang

1. Rumusan delik yang berasal dari pembuat undang-undang

2. Rumusan delik yang berasal dari KUHP;

Delik Korupsi yang Dirumuskan oleh Pembuat Undang-undang

1. Pasal 2

2. Pasal 3

3. Pasal 13

4. Pasal 15

UU No. 31 tahun 1999

Delik Korupsi dalam Rumusan Undang-undang

Perumusan Delik yang Berasal dari KUHP

Ditarik secara mutlak:

UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001

Ps. 209 (1) ke-1 = Ps. 5 (1) a

Ps. 209 (1) ke-2 = Ps. 5 (1) b

Ps. 210 (1) ke-1 = Ps. 6 (1) a

Ps. 210 (1) ke-2 = Ps. 6 (1) b

Ps. 387 (1) = Ps. 7 (1) a

Ps. 387 (2) = Ps. 7 (1) b

Ps. 388 (1) = Ps. 7 (1) c

Perumusan Delik yang Berasal dari KUHP

Yurisprudensi yang berkaitan dengan Pasal 209 KUHP:

 H.R. 24 Nov. 1890, W.5969


 H.R. 25 April 1916. N.J. 1916, 300, W. 9896.
 M.A. 22 Juni 1955 No. 145 K/Kr/1955.
Gratifikasi

Gagasan Plato (427 SM – 347 SM)

“Para pelayan bangsa harus memberikan pelayanan mereka tanpa menerima hadiah-hadiah.

Tatacara Pelaporan dan Penentuan Status Gratifikasi (Pasal 16 UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001

1. Laporan ditujukan kepada KPK, dibuat secara tertulis dengan mengisi formulir dan melampirkan
dokumen terkait (bila ada).

2. Laporan setidaknya memuat nama serta alamat pemberi dan penerima gratifikasi, jabatan,
tempat/waktu/nilai gratifikasi.

3. Dalam kurun waktu 30 hari sejak laporan diterima, KPK akan menetapkan status gratifikasi
tersebut menjadi milik penerima atau milik negara.

Gratifikasi yang menjadi milik negara wajib diserahkan kepada Menteri Keuangan paling lambat
7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.

Bab PERAN MAHASISWA DALAM

08 GERAKAN ANTI-KORUPSI

LATAR BELAKANG

 Korupsi adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang berdampak sangat luar biasa

 Berdampak buruk pada seluruh sendi kehidupan manusia

 Merupakan salah satu faktor penyebab utama tidak tercapainya keadilan dan kemakmuran
suatu bangsa

A. GERAKAN ANTI-KORUPSI

• Korupsi di Indonesia sudah berlangsung lama. Berbagai upaya pemberantasan korupsipun sudah
dilakukan sejak tahun-tahun awal setelah kemerdekaan

• Dimulai dari Tim Pemberantasan Korupsi pada tahun 1967 sampai dengan pendirian KPK pada
tahun 2003

• Meskipun muncul niat dan terbuka kesempatan tetapi tidak diikuti oleh kewenangan, maka
korupsi tidak akan terjadi.

• Dengan demikian, korupsi tidak akan terjadi jika ketiga faktor tersebut, yaitu niat, kesempatan,

• dan kewenangan tidak ada dan tidak bertemu.


• Upaya memerangi korupsi pada dasarnya adalah upaya untuk menghilangkan atau setidaknya
meminimalkan ketiga faktor tersebut.

B. PERAN MAHASISWA

Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia tercatat bahwa mahasiswa mempunyai peranan yang sangat
penting.

• Kebangkitan Nasional tahun 1908

• Sumpah Pemuda tahun 1928

• Proklamasi Kemerdekaan NKRI tahun 1945

• Lahirnya Orde Baru tahun 1966

• Reformasi tahun 1998.

 Mahasiswa memiliki karakteristik: intelektualitas, jiwa muda, dan idealisme


 Mahasiswa didukung oleh modal dasar yang mereka miliki, yaitu: intelegensia, kemampuan
berpikir kritis, dan keberanian untuk menyatakan kebenaran.

C. KETERLIBATAN MAHASISWA

• Lingkungan keluarga

• Lingkungan kampus

• Masyarakat sekitar

• Tingkat lokal/nasional

Anda mungkin juga menyukai