Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MAKALAH

KASUS PELANGGARAN KODE ETIK DI BIDANG ARSITEK


TUR

Di Susun Oleh :

Nama : Melan Limonu

Nim : 304210002

JURUSAN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GORONTALO
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji saya panjatkan atas berkah rahmat yang di berikan A
llah kepada saya,sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik ta
npa ada halangan yang berarti.

Makalah ini di susun dengan maksud untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendid
ikan anti Korupsi yang di berikan oleh Bpk.Elut Subakti. terciptanya makalah in
i,tidak hanya hasil dari kerja keras saya,melainkan banyak pihak-pihak yang me
mberikan dorongan-dorongan motivasi,untuk itu saya

Sekali lagi saya mengucapkan banyak – banyak terimakasih atas terselesainya


makalah ini,sebagai penulis, saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesan sempurna. Untuk itu mohon kritik dan saran yang membangun untuk me
mperbaiki makalah ini di waktu mendatang.
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasi
lannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses
perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. E
fektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukanoleh dua faktor, ya
itu sumberdaya manusia, yakni (orang-orang yang terlibat sejak dari perencanaa
n samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Di antara dua faktor tersebut yan
g paling dominan adalah faktor manusianya. Indonesia merupakan salah satu ne
gara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamny
a. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawa
san Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk nega
ra yang miskin.
Hal itu terjadi salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya
manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektu
alnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya mo
ral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebab
kan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patol
ogi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua asp
ek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakib
atkan kerugian materil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih m
emprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan neg
ara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalih
studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran.
Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir
di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas d
an rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung.
Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membaw
a negara ke jurang kehancuran.

Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari korupsi?


2. Kondisi yang mendukung munculnya Korupsi?
3. Apa saja jenis-jenis tindak pidanada korupsi?
4. Apakah dampak dari korupsi?
5. Bentuk-Bentuk Penyalahgunaan?
6. Tuduhan Korupsi sebagai alat Politik?
7. Mengukur korupsi?
8. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi?
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi
2. Untuk mengetahui penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi
3. Untuk mengetahui macam-macam dari korupsi
4. Untuk mengetahui dampak adanya korupsi
5. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mem
berantas korupsi
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian dari Korupsi


Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumper
e yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adala
h tindakan pejabat publik, baik politisi maupunpegawai negeri, serta pihak lain
yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legalmenyala
hgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapat
kan keuntungan sepihak.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi
unsur-unsur sebagai berikut:

 perbuatan melawanhukum,
 penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
 memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
 merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah

 memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),


 penggelapan dalam jabatan,
 pemerasan dalam jabatan,
 ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negar
a), dan
 menerimagratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan
jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintaha
n rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang p
aling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi
dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan s
ebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemeri
ntahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama
sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau
berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kri
minal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu se
ndiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan m
embuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahat
an.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang
dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang
legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

2. Kondisi yang mendukung munculnya Korupsi


 Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggun
g jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-r
ezim yang bukandemokratik.
 Kurangnyatransparansi di pengambilan keputusan pemerintah
 Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih b
esar dari pendanaan politik yang normal.
 Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
 Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “te
man lama”.
 Lemahnyaketertiban hukum.
 Lemahnyaprofesi hukum.
 Kurangnyakebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
 Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan ke
butuhan hidup yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedar
sono yang menyatakan antara lain ” pada umumnya orang menghubung-hubung
kan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah
kurangnya gaji pejabat-pejabat…..” namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal
tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling meme
ngaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentuka
n, orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun de
mikian kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang pali
ng menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dike
mukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul “Indonesia 1979: The Re
cord of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.
W Schoorl mengatakan bahwa ” di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situ
asi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji se
bulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami b
ahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan ban
yak diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelay
anan yang diberikan”. ( Sumber buku “Pemberantasan Korupsi karya Andi Ham
zah, 2007)

 Rakyat yangcuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal me


mberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
 Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau
“sumbangan kampanye”.

3. Jenis-jenis tindakan Korupsi


Dalam melaksanakan tugas atau melakukan kegiatan usaha banyak hal ya
ng terjadi. Para pegawai dalam melaksanakan tugasnya lalai, kinerjanya tidak ba
ik dan kurang disiplin. Hal ini merupakan suatu pelanggaran yang bisa dikatago
rikan korupsi. Para pengusaha atau para perilaku ekonomi lain dalam melaksana
kan kegiatannya banyak melakukan hal tidak terpuji yang dicapai untuk mencap
ai keuntungan dengan cara-cara seperti :
Pengusaha, untuk mendapatkan izin usaha dengan cepat bersedian membayar ke
pada petugas pengurusan perizinan walaupun diluar ketentuan
Pegawai, yang mutasi bersedia membayar harga pengurusan surat-surat mutasin
ya kepada petugas di instansi yang bersangkutan walaupun tidak ada aturan dan
ketentuannya
Pelamar kerja, demi bisa diterima bersedia membayar kepada pejabat atau petug
as yang bersedia mengusahakan agar bisa diterima padahal itu diluar ketentuan
Berdasarkan contoh perilaku di atas baik yang dilakukan oleh orang yang dilaya
ni maupun oleh petugas sebagai pelayan keduanya melanggar aturan. Karena da
ri perilaku tersebut muncul bibit-bibit korupsi yang tidak terasa perkembangann
ya.
Terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi antara lain :
Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan)
Penggelapan dalam jabatan
Pemerasan dalam jabatan
Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara)

4. Dampak Korupsi
 Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam d
unia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (g
ood governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilih
an umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pe
mbentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiba
n hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbanga
n dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan i
nstitusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya,
dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yan
g bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi
seperti kepercayaan dan toleransi.
 Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat disto
rsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatk
an ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen da
lam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau kare
na penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi o
ngkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul be
rkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat
aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi on
gkos niaga, korupsi juga mengacaukan “lapangan perniagaan”. Perusahaan yang
memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahan
kan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.

Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan


mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan
dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proy
ek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghas
ilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syar
at keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga
mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahk
an tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakan
gan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah koru
psi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman
modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam ne
geri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang me
miliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soe
harto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), na
mun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastru
ktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts me
mperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-S
ahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka
sendiri. (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) t
elah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dala
m kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga ke
nyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama y
ang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk
menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi
di masa depan.
 Kesejahteraan umum negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar ba
gi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaanpemerintah sering me
nguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bag
aimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun
merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus “pro-bisnis”
ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberik
an sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.

5. Bentuk Bentuk Penyalahgunaan


Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti peng
gelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swas
ta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan peni
puan.
 Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan
Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok)
dan penerima sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup sem
ua aspek hidup sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terli
bat penyogokan.

Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak sa


ma dengan negara-negara yang paling sering menerima sogokan.

 Sumbangan kampanye dan “uang haram


Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih
sulit lagi untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ad
a gosip menyangkut politisi.

Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumba
ngan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak
hanya demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirny
a menyebabkan munculnya tuduhan korupsi politis.

6. Tuduhan korupsi sebagai alat politik


Sering terjadi dimana politisi mencari cara untuk mencoreng lawan merek
a dengan tuduhan korupsi. Di Republik Rakyat Cina, fenomena ini digunakan ol
eh Zhu Rongji, dan yang terakhir, oleh Hu Jintao untuk melemahkan lawan-law
an politik mereka.
7. Mengukur korupsi
Mengukur korupsi – dalam artian statistik, untuk membandingkan bebera
pa negara, secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelakunya pada um
umnya ingin bersembunyi. Transparansi Internasional, LSM terkemuka di bidan
g anti korupsi, menyediakan tiga tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Inde
ks Persepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa koru
p negara-negara ini); Barometer Korupsi Global (berdasarkan survei pandangan
rakyat terhadap persepsi dan pengalaman mereka dengan korupsi); dan Survei P
emberi Sogok, yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing membe
rikan sogok. Transparansi Internasional juga menerbitkan Laporan Korupsi Glo
bal; edisi tahun 2004 berfokus kepada korupsi politis. Bank Dunia mengumpulk
ansejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah Indikator Kepemerintahan.
8. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi
1. Strategi Preventif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal
yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi ha
rus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi.
Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk mel
akukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya ag
ar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.

2. Strategi Deduktif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan aga
rapabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebutakan
dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya danseakurat-akuratnya,
sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengandasar pemikiran ini banyak
sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfung
si sebagai aturan yang cukup tepatmemberikan sinyal apabila terjadi suatu perbu
atan korupsi. Hal ini sangatmembutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu
ilmu hukum,ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.

3. Strategi Represif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan unt
uk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada piha
k-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penang
anan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai
dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, se
hingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Nam
un implementasinya harus dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah banya
k pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan.
Bahkan dari masyarakat dan para pemerhati atau pengamat masalah korupsi ba
nyak memberikan sumbangan pemikiran dan opini strategi pemberantasan koru
psi secara preventif maupun secara represif antara lain :

 Konsep “carrot and stick”


Konsep carrot and stick yaitu konsep pemberantasan korupsi yang sederh
ana yang keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura. Carr
ot adalah pendapatan netto pegawai negeri, TNI dan Polriyang cukup untuk hid
up dengan standar sesuai pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan
martabatnya, sehingga dapat hidup layak bahkan cukup untuk hidup dengan “ga
ya” dan “gagah”. Sedangkan Stick adalah bila semua sudah dicukupi dan masih
ada yang berani korupsi, maka hukumannya tidak tanggung-tanggung, karena ti
dak ada alasan sedikitpun untuk melakukan korupsi, bilamana perlu dijatuhi huk
uman mati.

 Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi”


Gerakan masyarakat anti korupsi yaitu pemberantasan korupsi di Indonesi
a saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifka
n gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah atau
pun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, sert
a kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. S
elama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untu
k mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersang
kutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus
memberi kandukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
 Gerakan “Pembersihan”
Gerakan Pembersihan yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisia
n, Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggung jawab se
rta memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korup
si tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal i
ni dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan mene
kankan prosedur “structure follows strategy” yaitu dengan menggambar struktur
organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang
sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.

 Gerakan “Moral”
Gerakan moral yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korup
si adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martaba
t manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial
masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korup
si dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Lang
kah ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat
terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langkah
yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korupsi.

 Gerakan “Pengefektifan Birokrasi”


Gerakan pengefektifan birokrasi yaitu dengan menyusutkan jumlahpegaw
ai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan mene
mpatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dankeahliannya. Dan apabila m
asih ada pegawai yang melakukan korupsi,dilakukan tindakan tegas dan keras k
epada mereka yang telah terbuktibersalah dan bilamana perlu dihukum mati kar
ena korupsi adalahkejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang mel
akukankorupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan.Pemerintah set
iap negara pada umumnya pasti telah melakukan langkah-langkah untuk membe
rantas korupsi dengan membuat undang-undang.Indonesia juga membuat undan
g-undang tentang pemberantasan tindak pidanakorupsi (undang-undang terlamp
ir dihalaman belakang).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Korupsi pada dasarnya ada disekeliling kita, mungkin terkadang kita tidak meny
adari itu. Korupsi bisa terjadi dirumah, sekolah, masyarakat, maupun diintansi t
ertinggi dan dalam pemerintahan. Korupsi adalah suatu tindak perdana yang me
mperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian negar
a. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memper
kaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang neg
ara untuk kepentingannya. Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kele
mahan pemimpin, kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan re
ndahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaa
n lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manus
ia, serta struktur ekonomi. Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yai
tu bentuk, sifat, dan tujuan. Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang dia
ntaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara. Dibutuhkan ke
cerdasan dan keberanian untuk mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi
yang menjadi penghambat utama lambatnya pembangunan ekonomi nan paripur
na di Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama menjadi wabah yang tidak pern
ah kunjung selesai, karena pembunuhan terhadap wabah tersebut tidak pernah te
pat sasaran. Oleh sebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk meng
awasi dan membuat keputusan politik untuk mencegah makin mewabahnya pen
yakit kotor korupsi di Indonesia.
B. Saran
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini. Dan pence
gahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil.

Anda mungkin juga menyukai