Anda di halaman 1dari 17

INTERAKSI ZAT GIZI

2.1 Pengertian Interaksi Zat Gizi


Interaksi nutrient adalah interaksi fisika dan kimia antar nutrisi, nutrisi dengan
komponen lain dalam makanan atau nutrisi dengan obat (senyawa kimia lain) yang meliputi
efek yang diinginkan dan tidak diinginkan sedangkan Nutrisi adalah substansi organik yang
dibutuhkan organisme untuk fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan
kesehatan. Nutrisi didapatkan dari makanan dan cairan yang selanjutnya diasimilasi oleh
tubuh.

Penelitian di bidang nutrisi mempelajari hubungan antara makanan dan minuman


terhadap kesehatan dan penyakit, khususnya dalam menentukan diet yang optimal. Pada masa
lalu, penelitian mengenai nutrisi hanya terbatas pada pencegahan penyakit kurang gizi dan
menentukan standard kebutuhan dasar nutrisi pada makhluk hidup. Angka kebutuhan nutrisi
dasar ini dikenal di dunia internasional dengan istilah Recommended Daily Allowance
(RDA). Seiring dengan perkembangan ilmiah di bidang medis dan biologi molekular, bukti-
bukti medis menunjukkan bahwa RDA belum mencukupi untuk menjaga fungsi optimal
tubuh dan mencegah atau membantu penanganan penyakit kronis. Bukti-bukti medis
menunjukkan bahwa akar dari banyak penyakit kronis adalah stres oksidatif yang disebabkan
oleh berlebihnya radikal bebas di dalam tubuh.

Penggunaan nutrisi dalam level yang optimal, dikenal dengan dengan istilah Optimal
Daily Allowance (ODA), terbukti dapat mencegah dan menangani stres oksidatif sehingga
membantu pencegahan penyakit kronis. Level optimal ini dapat dicapai bila jumlah dan
komposisi nutrisi yang digunakan tepat. Dalam penanganan penyakit, penggunaan nutrisi
sebagai pengobatan komplementer dapat membantu efektifitas dari pengobatan dan pada saat
yang bersamaan mengatasi efek samping dari pengobatan. Karena itu, nutrisi sangat erat
kaitannya dengan kesehatan yang optimal dan peningkatan kualitas hidup.

Nutrisi tidak sekedar apa yang kita makan tetapi lebih merupakan science yang
meliputi interaksi antara organisme hidup dengan makanan. Interaksi meliputi proses
fisiologi seperti memakan, mencerna, penyerapan, transport, dan penggunaaan makanan
tersebut. Nutrisi meliputi aksi-aksi biological dan interaksi makanan dengan tubuh dan
konsekuensinya untuk kesehatan dan penyakit. Nutrisi juga meliputi factor-faktor
fisiologikal, social, cultural, ekonomik, dan teknologi yang mempengaruhi makanan yang
kita makan. Pentingnya makanan tergantung pada nutrient yang dikandungnya. Nutrient atau
nutrisi meliputi karbohidrat, protein, lipid, mikronutrient, makronutrient, vitamin dan
mineral.

2.2 Jenis Interaksi


Masing-masing interaksi dapat bersifat positif (sinergis), negative (antagonis) dan
kombinasi diantara keduanya. Interaksi disebut positif jika membawa keuntungan.
Sebaliknya disebut negatif jika merugikan.Zat-zat pengikat mineral itu umumnya banyak
ditemukan dalam bahan makanan nabati. Meskipun zat-zat non gizi itu dapat mengganggu
beberapa penyerapan mineral, bukan berarti tidak berguna sama sekali. Dalam bahan
makanan, suatu zat gizi, misalnya mineral dapat berinteraksi negatif dengan zat non gizi.
Asam fitat dalam sayuran, serealia/umbi-umbian dapat mengikat mineral besi (Fe), seng (Zn),
atau magnesium (Mg). Akibatnya, mineral-mineral itu tidak dapat diserap oleh tubuh. Begitu
juga dengan serat, tanin dan oksalat yang juga dapat mengganggu penyerapan kalsium (Ca).
Kebutuhan zat gizi esensial sehari-hari tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan,
tinggi badan serta aktivitas fisik dan metabolisme. Yang termasuk dalam zat gizi (mineral)
esensial adalah besi, seng, mangan, molibdenum, tembaga, selenium dan flourida. Kecuali
flourida, semua jenis mineral tersebut berfungsi mengaktifasi enzim yang dibutuhkan untuk
metabolisme.

Sebagian besar interaksi zat gizi terjadi di dalam saluran pencernaan. Interaksi itu
dapat menguntungkan atau merugikan. Interaksi antara vitamin C dengan Fe merupakan
contoh yang menguntungkan, karena vitamin C dapat meningkatkan kelarutan Fe, sehingga
Fe lebih mudah diserap tubuh. Peningkatan penyerapan Fe juga dapat dibantu vitamin A dan
vitamin B2. Dalam berbagai penelitian telah diperlihatkan pula, protein hewani dapat
meningkatkan ketersediaan biologis Fe, khususnya Fe dalam bentuk nonheme (jenis Fe yang
banyak terdapat dalam bahan makanan nabati). Penelitian oleh Cook dan Menson (1976),
Hallberg (1980), dan Latifuddin (1998) yang mempelajari pengaruh berbagai jenis protein
terhadap tingkat penyerapan Fe nonheme memperlihatkan, protein dari daging sapi, daging
ayam, ikan, dan telur dapat lebih efektif dalam meningkatkan ketersediaan biologis Fe.
Jika kita mengonsumsi makanan itu bersama dengan daun singkong atau bayam
(sebagai sumber Fe nonheme), misalnya, maka jumlah Fe yang akan diserap dan ditahan
tubuh menjadi lebih besar. Peningkatan penyerapan ini karena adanya Meat, Poultry and Fish
Factors (faktor MPF) yang membuat Fe menjadi lebih larut, sehingga lebih mudah diserap
tubuh. Konsumsi protein yang relatif tinggi dapat meningkatkan Ca dan Zn, meskipun
ekskresi Zn dalam urine menjadi meningkat. Vitamin D juga dapat meningkatkan penyerapan
Ca dengan cara mempercepat laju pembentukan "alat transpor" Ca.

Sementara itu, vitamin B1 dan beberapa vitamin B-kompleks lainnya sangat


diperlukan dalam proses metabolisme energi. Vitamin C dan E secara bersama-sama
memberikan efek sinergis sebagai antioksidan dalam tubuh. Itulah sebabnya sering dikatakan,
mengonsumsi vitamin C dan E (atau antioksidan lain seperti betakaroten) dapat membuat kita
awet muda, karena mereka mampu mengatasi serangan radikal bebas yang dipercaya
mempercepat ketuaan.

Pada sisi lain, interaksi antara beberapa mineral justru dapat merugikan tubuh. Khusus
untuk mineral, ada dua tipe interaksi yang terjadi, yaitu kompetisi dan koadaptasi. Interaksi
yang bersifat kompetisi ditentukan oleh kemiripan sifat fisik dan kimia mineral itu satu sama
lain. Interaksi ini terjadi pada waktu penyerapan di dalam usus. Beberapa contoh mineral
yang berinteraksi secara kompetisi adalah Fe dengan Zn, Fe dengan Cr, Zn dengan Cu, dsb.
Mekanismenya, satu mineral yang dikonsumsi dalam jumlah berlebihan akan
menggunakan "alat transpor" mineral lain sehingga akan terjadi kekurangan salah satu
mineral itu. Misalnya, transferrin merupakan "alat transpor" bagi Fe. Transferrin ini ternyata
dapat juga digunakan oleh Zn, Ca, dan Cr. Akibatnya, kita bisa kekurangan Fe (anemia).

Koadaptasi merupakan upaya adaptasi yang dilakukan usus dalam menyerap mineral
tertentu. Sifat koadaptasi ini sering memberikan dampak negatif bagi tubuh. Koadaptasi dapat
terjadi dalam dua bentuk. Pertama, bila suplai atau persediaan mineral tubuh rendah, maka
usus akan beradaptasi untuk meningkatkan efisiensi dan transfer suatu mineral. Akan tetapi,
bila penyerapannya tidak spesifik, maka mineral lain yang serupa juga akan ditingkatkan
penyerapannya.

Bentuk koadaptasi kedua adalah: bila persediaan mineral dalam tubuh


berlebihan,usus akan beradaptasi untuk mengeblok penyerapan mineral
itu.Namun,bila mekanismenya tidak spesifik, penyerapan mineral lain yang serupa
juga akan terhambat. Bentuk koadaptasi ini terutama terjadi pada tubuh, yang
memang sehat-sehat saja, ketika mengonsumsi suplemen gizi atau makanan
diperkaya dengan zat gizi dalam kadar tinggi. Contohnya, susu kaya Fe dan Ca, atau
suplemen Fe. Jika kadar Fe tubuh normal saja, suplementasi Fe justru akan
menghambat penyerapan Zn. Hal ini telah dibuktikan oleh Kreb, et al. (1987) yang
memberikan suplemen Fe pada 20 orang ibu hamil. Mereka menemukan adanya
penurunan secara nyata kadar Zn pada mereka selama hamil.Contoh interaksi
mineral yang juga memberikan efek negatif adalah antara Ca dengan Mg.
Hasil penelitian Linkswiller (1980) menunjukkan,peningkatan konsumsi Ca dari
800 mgmenjadi 2.400 mg per hari dapat menurunkan penyerapan Mg. Konsumsi Mg
yang rendah disertai Ca yang tinggi ternyata dapat menyebabkan timbulnya
hipertensi, karena mengecilkan ukuran pembuluh darah arteri dan kapiler.

2.3 Mekanisme Interaksi dan Penanganannya


2.3.1 Interaksi Makro dan Makro

Ada tiga komponen penting penghasil energi yang sangat dibutuhkan bagi setiap
manusia : karbohidrat, lemak, dan protein. Khususnya bagi negara Indonesia sendiri yang
sangat terkenal dengan gizi buruk sampai saat ini. Karbohidrat sebagai zat gizi merupakan
nama kelompok zat-zat organik yang mempunyai struktur molekul yang berbeda-beda, meski
terdapat persamaan-persamaan dari sudut kimia dan fungsinya.

Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan


makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Karbohidrat yang terasa manis disebut
gula (sakar). Dari beberapa golongan karbohidrat, ada yang sebagai penghasil serat-serat
yang sangat bermanfaat sebagai diet (dietary fiber) yang berguna bagi pencernaan manusia.
Lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur Carbon (C), Hidrogen
(H) dan Oksigen (O), yang mempunyai sifat dapat larut dalam zat-zat pelarut tertentu (zat
pelarut lemak), seperti ether. Lemak yang mempunyai titik lebur tinggi bersifat padat pada
suhu kamar, sedangkan yang mempunyai titik lebur rendah, bersifat cair. Lemak yang padat
pada suhu kamar disebut lemak gaji, sedangkan yang cair pada suhu kamar disebut minyak.
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat hubunganya dengan
prose-proses kehidupan. Semua hayat hidup sel berhubungan dengan zat gizi protein.

Nama berasal dari kata Yunani protebos, yang artinya “yang pertama” atau “yang
terpenting”. Di dalam sel, protein terdapat sebagai protein struktural maupun sebagai protein
metabolik.Protein struktural merupakan bagian integral dari struktur sel dan tidak dapat
diekstraksi tanpa menyebabkan disentegrasi sel tersebut. Protein metabolik dapat diekstraksi
tanpa merusak dapat diekstraksi tanpa merusak integritas struktur sel itu sendiri. Molekul
protein mengandung unsur-unsur C, H, O, dan unsur-unsur khusus yang terdapat di dalam
protein dan tidak terdapat di dalam molekul karbohidrat dan lemak ialah nitrogen (N).
Bahkan dalam analisa bahan makanandianggap bahwa semua N berasal protein, suatu hal
yang tidak benar. Unsur nitrogen ini di dalam makanan mungkin berasal pula dari ikatan
organik lain yang bukan jenis protein, misalnya urea dan berbagai ikatan amino, yang
terdapat dalam jaringan tumbuhan.
Metabolisme Karbohidrat, Lemak, dan Protein :

2.3.1.1 Karbohidrat

Makanan yang mengandung karbohidrat di dalam mulut akan dicerna jadi


maltose(oleh ptyalin) dan hasil akhirnya adalah glukosa di dalam duodenum maka akan
masuk ke sel mengalami glikolisis , yang nantinya hasil akhirnya asam piruvat apabila
suasanasitoplasma tempat terdapatnya asam piruvat itu aerob sehingga mitocondria
dipastikanpenuh oksigen maka asam piruvat akan meneruskan proses perubahan menjadi
asetylCo.A dalam Pra Siklus krebs (dekarbosilasi oksidatif).

2.3.1.2 Lemak

Di dalam mitokondria jaringan lemak atau di hati, asam lemak dan gliserol
bergabungmembentuk lemak netral (TG) kemudian disimpan sebagai cadangan energi.
Dipecahmenjadi asetil-koenzim-A (Asetil Co-A) yang kemudian masuk ke dalam siklus
Kreb’s diubah menjadi sumber energi (glukoneogenesis). Selain itu, asetil Co-A juga
dapatdigunakan untuk pembentukan kolesterol. Di berbagai jaringan tepatnya di
dalammitokondria dan mikrosoma, asetil Co-A diubah menjadi trigliserida untuk
disimpansebagai lemak jaringan atau dapat juga diubah menjadi protein (asam amino).

2.3.1.3 Protein

Jika jumlah protein terus meningkat → protein sel dipecah jadi asam amino untuk
dijadikan energi atau disimpan dalam bentuk lemak. Pemecahan protein jadi asam
aminoterjadi di hati dengan proses: deaminasi atau transaminase.i Deaminasi: proses
pembuangan gugus amino dari asam amino sedangkan Transaminasi: proses perubahan asam
amino menjadi asam keton
1.Transaminasi: alanin + alfa- ketoglutarat → piruvat + glutamate

2. Diaminasi: asam amino + NAD+ → asam keto + NH3

NH3 → merupakan racun bagi tubuh, tetapi tidak dapat dibuang oleh ginjal →
harusdiubah dahulu jadi urea (di hati) → agar dapat dibuang oleh ginjal. Interaksi
Protein – Polisakarida

Sistem makanan selalu mengandung campuran heterogen protein dan polisakarida


yang berbeda sifat alami kimia, modifikasi, rantai dasar, ukuran, bentuk molekul, tingkatan
hidrolisis, denaturasi, disosiasi dan agregasi. Informasi yang tersedia mengenai sifat fase
campuran polimer dan campuran sistem gelatin-gum arab tidak cukup untuk memahami
fungsi protein dan polisakarida dalam sistem makanan. Interaksi protein dan polisakarida dan
beragam protein satu sama lain dan dengan air akan mengatur kelarutan dan co-solubiliy
biopolimer, kemampuan untuk membentuk larutan dan gel kental, viskoelastis dan sifatnya di
permukaan (Damodaran and Paraf, 1997).

 Interaksi Protein dengan Protein

Protein dapat berinteraksi dengan protein lain karena adanya ikatan hidrogen dan
perubahan gugus sulfuhidril dan disulfida. Interaksi molekuler tersebut membentuk suatu
jaringan tiga dimensi yang mengakibatkan tekstur protein menjadi kompak, dengan struktur
tiga dimensi tersebut maka protein dapat memerangkap sejumlah air (Damodaranand Paraf,
1997).

Struktur pangan seperti: keju, daging terbentuk karena interaksi antar molekul protein.
Gel yang terjadi pada produk susu, apabila whey protein susu mengalami denaturasi. Upaya
meningkatkan rendemen keju diperoleh, bila pemanasan mendorong Interaksi casein dengan
protein terlarut dalam susu. Ilmu pangan menjelaskan kepada kita fungsi molekul protein
pada produk berbasis protein seperti: daging, susu dsb, adalah karena protein akan mengalami
peristiwa gelasi selama proses atau protein mengikat air, sehingga terjadi semacam tekstur
dari produk pangan berbasis protein tsb.

Molekul protein sebagai polipeptida, molekul tsb dapat bersifat tertutup (folded)
dalam berbagai bentuk tergantung pada urut-urutan asam amino penyusun protein dari
berbagai jenis protein. Sehingga interaksi protein-protein ditentukan dan dijaga kestabilan
strukturnya oleh interaksi antara berbagai jenis molekul asam-asam amino yang membentuk
polipeptida/protein tsb.

Tipe atau jenis ikatan yang menstabilkan molekul protein- protein antara lain
disebabkan oleh interaksi van der waals, interaksi hidrofobik, interaksi elektrostatik ikatan
hydrogen dan interaksi kinetic dan factor lain yang menjaga interaksi protein-protein tsb.

 Interaksi Protein dengan Lemak

Dalam makanan, interaksi protein-lemak sering dijumpai pada sistem emulsi.Adanya


lemak dapat berfungsi melindungi protein dari denaturasi akibat panas. Sifat Fungsional
Protein :Sifat mengemulsi, membentuk gel, dan membentuk buih.Dalam sistem emulsi dan
buih yang distabilkan oleh protein terjadi karenaprotein memiliki gugus hidrofobik dan
hidrofilik.Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembentukan gel :panas, pH, kekuatan ion,
dan konsentrasi protein.

2.3.2 Interaksi Makro dan Mikro


 Interaksi Serat dengan Mineral

Ketersedian biologik mineral banyak dipengaruhi oleh bahan –bahan non mineral di
dalam makanan. Asam fitrat dalam serat kacang- kacangan dan serelia serta asam oksalat
dalam bayam mengikat mineral- mineral tertentu sehingga tidak dapat diabsorpsi . Makanan
tinggi serat ( lebih dari 35 gram sehari ) menghambat absorpsi kalsium, zat besi, seng dan
magnesium.

 Interaksi Protein dengan Mineral

Interaksi ini didasarkan pada adanya sifat hidrofilik protein. Sifat ini timbul oleh
adanya rantai sisi polar di sepanjang rantai peptida, yaitu gugus karboksil dan amino.
Molekul protein mempunyai beberapa gugus yang mengandung atom N atau O yang tidak
berpasangan. Atom N pada rantai peptida bermuatan negatif sehingga mampu menarik atom
H dari air yang bermuatan positif. Molekul air yang telah terikat tersebut dapat berikatan
dengan molekul air yang lain, karena memiliki sebuah atom O dengan elektron yang tidak
berpasangan (Damodaran and Paraf, 1997).

Protein akan mengalami perubahan muatan pada pH diatas dan dibawah titik
isoelektriknya. Pada pH di bawah titik isoelektrik muatan positifnya lebih besar, sedangkan
diatas titik isolektrik muatan negatifnya lebih besar. Perubahan muatan menyebabkan
menurunnya daya tarik menarik antara molekul protein sehingga melekul lebih mudah
terurai. Semakin jauh perbedaannya dari titik isoelektrik maka kelarutan protein semakin
meningkat (Mangino, 1994). Penyerapan air oleh protein berkaitan dengan adanya gugus-
gugus polar rantai samping seperti karbonil, hidroksil, amino, karboksil, dan sulfhidril yang
menyebabkan protein bersifat hidrofilik dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air.
Perbedaan jumlah dan tipe gugus-gugus polar tersebut menyebabkan perbedaan kemampuan
protein dalam menyerap air (Kilara, 1994).

 Interaksi Protein dengan Vitamin

Vitamin C berkaitan dengan sintesis kolagen. Kolagen adalah sejenis protein yang
merupakan salah satu komponen utama dari jaringan ikat, tulang-tulang rawan, dentin,
lapisan endotelium pembuluh darah dan lain-lain. Kekurangan asupan vitamin C dapat
menyebabkan skorbut (scurvy). Dalam kasus-kasus skorbut spontan, biasanya terjadi gigi
mudah tanggal, gingivitis, dan anemia, yang mungkin disebabkan oleh adanya fungsi spesifik
asam askorbat dalam sintesis hemoglobin.

 Interaksi Protein dengan Air

Interaksi ini didasarkan pada adanya sifat hidrofilik protein. Sifat ini timbul oleh
adanya rantai sisi polar di sepanjang rantai peptida, yaitu gugus karboksil dan amino.
Molekul protein mempunyai beberapa gugus yang mengandung atom N atau O yang tidak
berpasangan. Atom N pada rantai peptida bermuatan negatif sehingga mampu menarik atom
H dari air yang bermuatan positif. Molekul air yang telah terikat tersebut dapat berikatan
dengan molekul air yang lain, karena memiliki sebuah atom O dengan elektron yang tidak
berpasangan (Damodaran and Paraf, 1997).

Protein akan mengalami perubahan muatan pada pH diatas dan dibawah titik
isoelektriknya. Pada pH di bawah titik isoelektrik muatan positifnya lebih besar, sedangkan
diatas titik isolektrik muatan negatifnya lebih besar. Perubahan muatan menyebabkan
menurunnya daya tarik menarik antara molekul protein sehingga melekul lebih mudah
terurai. Semakin jauh perbedaannya dari titik isoelektrik maka kelarutan protein semakin
meningkat (Mangino, 1994). Penyerapan air oleh protein berkaitan dengan adanya gugus-
gugus polar rantai samping seperti karbonil, hidroksil, amino, karboksil, dan sulfhidril yang
menyebabkan protein bersifat hidrofilik dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air.
Perbedaan jumlah dan tipe gugus-gugus polar tersebut menyebabkan perbedaan kemampuan
protein dalam menyerap air (Kilara, 1994).

 Interaksi Lemak dengan mineral

Perbandingan zink dengan kuprum (Zn:Cu) tinggi akan meningkatkan risiko kena
penyakit kardiovaskuler hal ini dikaitkan dengan semakin tinggi kolesterol, hipertensi dan
HDL-kolesterol (hight density lipoprotein) menjadi rendah. Kebutuhan akan zink adalah 15
mg/hari. Kadar kuprum menurun dalam plasma akan menyebabkan hiperkolesterol dan
gangguan fungsi jantung, kebutuhan kuprum dalam sehari 2-3 mg/hari. Kebutuhan krom erat
kaitannya dengan metabolisme karbohidrat, kadar krom tercukupi akan menyebabkan kerja
insulin meningkat dan menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler, total kolesterol menurun
serta meningkatkan HDL-kolesterol. Kebutuhan Cr 50-200 mg/hari. Kebutuhan mangan 2,5
mg/hari, jika kebutuhan mangan tercukupi, juga akan meningkatkan kerja insulin dan
memperbaiki kadar gula dalam darah, serta meningkatkan HDL-kolesterol.

Peranan kalsium untuk menurunkan berat badan dan kolesterol telah terungkap secara
empiris, walaupun sebagai fungsi utama kalsium dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang dan
gigi. Perkembangan pengetahuan ini juga membawa dilema (antagonistik) efek kalsium
terhadap peningkatan risiko aterosklerosis. Konsumsi kalsium yang cukup dalam diet harian
dianjurkan untuk menurunkan berat badan dan menurunkan sintesis lemak dan mencegah
hiperkolesterol. Hasil studi longitudinal pada wanita menunjukkan IMT (indeks massa tubuh)
menurun dengan peningkatan konsumsi kalsium. IMT adalah perbandingan berat badan (kg)
dengan tinggi badan (meter) pangkat dua. Konsumsi kalsium dengan protein (rasio 1:20)
akan menurunkan berat badan 1 kg/tahun. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa
orang yang kegemukan (obesitas) akan dapat menurunkan berat badan dengan tingkat
keberhasilan 60-80 persen jika konsumsi kalsium sesuai anjuran.

Mekanisme kerja kalsium berhubungan dengan peran intraseluler kalsium dalam


metabolisme pada jaringan adiposit , Peningkatan konsumsi kalsium dalam bahan pangan
akan menurunkan konsentrasi 1,25-dehidroksi vitamin D (1,25 (OH2) D). Hasilnya akan
menyebabkan penurunan pengaturan transfer kalsium ke adiposit dan pankreas. Dalam
adiposit penurunan konsentrasi kalsium intraseluler akan menurunkan sintesa asam lemak,
penurunan proses lipogenesis (pembentukan lemak), dan peningkatan lipolisis (pemecahan
lemak). Dalam sel pankreas, penurunan konsentrasi kalsium dalam intraseluler akan
menurunkan produksi insulin yang akan berpengaruh terhadap penurunan lipogenesis dan
peningkatan lipolisis dalam adiposit. Kombinasi kedua ini berperan dalam penurunan
simpanan lemak dalam jaringan adiposit (Onge, 2005).

 Interaksi Senyawa Flavor dengan Karbohidrat

Senyawa flavor merupakan senyawa yang dapat memberikan aroma pada pangan. Ciri
utama senyawa flavor adalah bersifat volatil. Suatu senyawa akan bersifat volatil jika
mempunyai berat molekul (BM) kurang dari 294.1. Senyawa flavor berada pada suatu
matriks pangan yang beraneka ragam jenisnya. Jenis matriks pangan akan mempengaruhi
tingkat pelepasan dari senyawa flavor tersebut (flavor release). Hal ini karena senyawa flavor
dapat berinteraksi dengan karbohidrat, protein dan lemak yang umumnya berada pada
pangan. Polaritas senyawa flavor pada umumnya rendah. Hal ini akan mempengaruhi
interaksi antara senyawa flavor dengan karbohidrat, protein dan lemak.Karbohidrat dapat
berupa pati dan gula sederhana. Interaksi dari setiap jenis karbohidrat tersebut dengan
senyawa flavor berbeda-beda.

 Interaksi Senyawa Flavor dengan Lemak

Trigliserida merupakan senyawa yang tersusun dari 3 asam lemak dan gliserol.
Trigliserida atau lemak mempunyai sifat nonpolar sehingga dapat mengikat senyawa flavor
yang umumnya bersifat nonpolar. Adanya lemak akan menurunkan tingkat pelepasan flavor
(flavour release), sehingga makanan yang mempunyai kadar lemak tinggi umumnya
mempunyai odour threshold yang tinggi dibandingkan makanan dalam sistem aques.

2.3.3 Interaksi Mikro dan Mikro


 Interaksi Vitamin dan Vitamin

Vitamin A berinteraksi dengan kedua Vitamin E dan K. pembelahan β-karoten


menjadi Vitamin E. Retina memerlukan Vitamin E adalah diperlukan untuk melindungi
substrat dan produk dari oksidasi, namun dosis besar 10 kali RDA Vitamin E menghambat β
-karoten penyerapan retinol konversi ke dalam usus. Kelebihan Vitamin A juga muncul
mengganggu penyerapan Vitamin K. Status protein Vitamin A juga mempengaruhi status dan
transportasi. Aktivitas enzim yang memotong caretenoid dioxigenase β-karoten tertekan oleh
asupan protein yang memadai. Keseluruhan Vitamin A metabolisme berkaitan erat dengan
status protein karena transportasi dan penggunaan vitamin tergantung dari beberapa
Vitamin A-binding protein disintesis dalam tubuh. Sebuah defesiency seng
mengganggu dengan vitamin A metabolisme.Efeknya muncul untuk beroperasi pada
dua tingkatan. Pertama, pengurangan umum dalam pertumbuhan disertai oleh
penurunan asupan makanan dan penurunan sintesis protein plasma,particularlt
RBP, yang dibuat dalam hati.Jadi dengan seng defeciency ada penurunan
hepatik mebilization dari bentuk retinol penyimpanan sebagai retinyl ester.
Aktivitas enzim retinyl ester hidrolase, yang melepaskan
bentuk penyimpanan vitamin bentuk, dapat dihambat oleh kurangnya seng atau
mungkin oleh vitamin E. di jaringan perifer, alkohol dehidrogenase, yang percakapan
retinol ke retina, juga tergantung pada seng. Status besi juga interellated dengan
vitamin A. vitamin A defeciency dapat mengakibatkan anemia microcytic. Vitamin
A suplemen pada gilirannya memperbaiki anemia dengan indeks absorved
peningkatan metabolisme besi atau penyimpanan atau dapat
mempengaruhi diferensiasi sel darah merah.
Vitamin A dan E yang larut dalam lemak diketahui memusuhi vitamin K.
Kelebihan vitamin A muncul untuk mengganggu penyerapan vitamin K. Efek yang
antagonistik (tokofeni) pada vitamin K bagaimanapun belum dapat dijelaskan, tetapi
diperkirakan mempengaruhi penyerapan, fungsi dan atau metabolisme. Vitamin E
atau quinone (Tokoneril quinon) dapat menghalangi generasi pembentukan vitamin
K dan /atau dapat mempengaruhi pembentukan protrombin dengan cara lain.
Vitamin E bisa juga memberikan dampak  penyerapan vitamin K.
Kemungkinan keterkaitan Vitamin K dan D dan A disarankan didasarkan pada
hubungan mereka dengan mineral kalsium vitamin D berdampak pada fungsi
metabolisme kalsium, dan protein vitamin K. Pembantu mengikat kalsium.
Tergantung vitamin k. protein pengikat kalsium telah atau penelitian KGP lebih
jauh diperlukan untuk lebih mencirikan hubungan.
Intake tinggi vitamin E dapat mengganggu fungsi wuth yang lain vitamin
yang larut dalam lemak. Pada dosis melebihi 1 g/hari, vitamin E telah
terbukti bertentangan dengan aksi vitamin K dan untuk anhance efek obat
antikoagulan coumarin lisan. Vitamin E atau quinone dapat menghalangi oksidasi
vitamin K dan mungkin efek pembentukan prothrombin. Vitamin E bisa juga
dampak penyerapan vitamin K. Masalah dengan melibatkan mineralisasi tulang
vitamin D telah dilaporkan pada hewan yang diberikan dosis tinggi vitamin E.
Hubungan lain adalah antara vitamin E dan vitamin A. Dalam kekurangan
vitamin A, vitamin E adalah menurunkan tingkat di mana vitamin A adalah habis
dari liver.Although mekanisme interaksi ini adalah kontroversial, itu tampaknya
unrealeted ke pencegahan peroxidation lipid. Pembelahan beta karoten ke dalam
retina juga memerlukan vitamin E. Vitamin E mungkin diperlukan untuk melindungi
substrat dan produk dari oksidasi, namun dosis besar (10 kali RDA) vitamin E bisa
menghambat penyerapan beta karoten atau konservasi untuk retinol dalam usus .
Hubungan antara vitamin E dan diet khususnya PUFA adalah kuat karena kebutuhan
untuk vitamin meningkat atau berkurang sebagai asupan PUFA dietayi naik atau
turun. Beberapa peneliti percaya bahwa tingkat diet PUFA perlu ditentukan
untuk vitamin E minimal persyaratan yang akan ditentukan.
.
 Interaksi Vitamin dan Mineral

Vitamin C meningkatkan absorpsi besi bila dimakan pada waktu yang bersamaan.
Vitamin D kalsiterol juga akan meningkatkan absorpsi kalsium. Banyak vitamin yang
membutuhkan mineral untuk melakukan peranannya dalam metabolisme. Seperti koenzim
tiamin membutuhkan magnesium untuk berfungsi secara efisien.

Secara teori, terdapat 2 mekanisme yang sering digunakan untuk menjelaskan


hubungan atau interaksi antara zink dan vitamin A. Mekanisme pertama adalah zink berperan
dalam memediasi transportasi vitamin A melalui sebuah protein yang disebut dengan RBP
(Retinol Binding Protein). Defisiensi zink dapat menyebabkan penurunan sintesis dari RBP di
hati yang berdampak pada penurunan konsentrasi RBP dalam plasma. Mekanisme kedua
adalah zink ggunaan vitamin tergantung dari beberapa Vitamin A-binding protein disintesis
dalam tubuh. merupakan salah satu komponen dalam enzim zink dependent retinol dehydro-
genase yang berperan dalam perubahan retinol menjadi retinal (retinaldehyde).

Vitamin D membantu tubuh anda untuk menyerap kalsium. Menggunakan supplement


kalsium bersama dengan calcipotriene (Dovonex) mungkin menyebabkan tubuh terlalu
banyak menyerap kalsium. Kadar vitamin D seseorang sangat dipengaruhi oleh kalsium,
phosphor, dan faktor pertumbuhan fibroblast. Kadarnya akan menjadi menurun akibat umpan
balik negative dari paratiroid hormone. Vitamin D aktif berperan dalam meningkatkan
absorsi kalsium di usus melalui interaksi kalsium dengan reseptor vitamin D diusus. Kalsium
dibutuhkan untuk membuat osteoclast menjadi matang yang berperan dalam
mempertahankan kadar calsium dan phosphor dalam sirkulasi darah dan memberi calsium
beserta phosphor untuk mineralisasi pembentukan tulang. Peran lain vitamin D dalam
mencegah kanker usus adalah melalui perannya membuat pasase usus lancer sehingga
menghindari adanya kontak lama antara zat-zat yang diasup tidak sehat dengan usus.

 Interaksi Antar Mineral

Kalsium dan magnesium adakalanya bekerja antagonis akan tetapi kadang-kadang


dapat saling menggantikan. Pemberian kalsium dapat menghilangkan depresi pernafasan
akibat magnesium, tetapi kedua mineral tersebut dapat menghilangkan gejala tetani.

Untuk flourida dan kalsium membentuk suatu perenyawaan yang membantu


menstabilkan mineral dalam tulang dan gigi serta mencegah kerusakan pada gigi. Mineral
lainnya, seperti arsen, krom, kobalt, nikel, silicon dan vanadium, yang mungkin sangat
diperlukan oleh hewan, dan tidak dibutuhkan oleh manusia. Seluruh mineral ini beracun
apabila dikonsumsi dalam jumlah banyak dan beberapa mineral (arsen, nikel dan krom) telah
diidentifikasi sebagai penyebab kanker.

1) Interaksi Zat Besi, Asam Folat dan Seng

Status dan manipulasi terhadap satu atau lebih zat gizimikro dalam tubuh akan
mempengaruhi metabolism zat gizimikro lainnya (Watts, 1997). Zat gizimikro yang mungkin
berinteraksi dengan besi dalam fungsinya pada sintesis hemoglobin cukup banyak antara lain
adalah asam folat, vitamin B12, vitamin A, vitamin C, seng dan tembaga (Ronnenberg,
2000).

Interaksi besi dan folat adalah peranan folat pada metabolism asam nukleat. Pada
defisiensi folat akan menyebabkan gangguan pematangan inti eritrosit yang pada gilirannya
akan menyebabkan gangguan dalam replikasi DNA dan proses pembelahan sel. Keadaan ini
akan mempengaruhi kinerja sel tubuh termasuk sel yang berperan dalam sintesis hemoglobin
(Mc Laren, 2002).

Defisiensi folat akan menyebabkan gangguan metabolism DNA dan bila


berkelanjutan akan menyebabkan kerusakan DNA dan gangguan ekspresi gen (Choi, 2000).
Dari sisi pandang eritopoisis, defisiensi folat akan menyebabkan gangguan pematangan
eritrosit, yang menyebabkan munculnya sel darah merah dengan bentuk dan ukuran yang
abnormal. Kondisi ini disebut anemia megaloblastik. Keadaan ini akan mempengaruhi kinerja
seluruh sel tubuh termasuk sel yang berperan dalam pembentukan hemoglobin. Biasanya
defisiensi folat seiring dengan defisiensi besi. Pada populasi defisiensi besi rendah maka
prevalensi defisiensi folat juga rendah (Monge, 2001).

Peranan asam folat dalam proses sintesis nukleo protein merupakan kunci
pembentukan dan produksi butir-butir darah merah normal dalam susunan tulang. Kerja asam
folat tersebut banyak berhubungan dengan kerja dari vitamin B12 (Winarno, 1997). Folat
diperlukan dalam berbagai reaksi biokimia dalam tubuh yang melibatkan pemindahan satu
unit karbon dalam interkonversi asam amino misalnya konversi homosistein menjadi
metionin da serin menjadi glisin atau pada sintesis prekusor DNA purin (Hoffbrand, 2005).

Asam folat berperan sebagai koenzim dalam transportasi pecahan-pecahan karbon


tunggal dalam metabolisme asam amino dan sintesis asam nukleat. Bentuk koenzim ini
adalah tetrahidrofolat (THF) atau asam tetrahidrofolat (THFA) THFA beperan dalam sintesis
purin-purin guanin dan adenin serta pirimidin timin, yaitu senyawa yang digunakan dalam
pembentukan DNA dan RNA. THFA berperan dalam saling mengubah antara serin dan
glisin, oksidasi glisin, metilasi hemosistein menjadi metionin dengan vitamin B12 sebagai
kofaktor dan metilasi prekusor etanolamin menjadi vitamin kolin. Asam folat dibutuhkan
untuk pembentukan sel darah merah dan sel darah putih dalam sumsum tulang dan untuk
pendewasaannya. Asam folat berperan sebagai pembawa karbon tunggal dalam pembentukan
hem. Vitamin B12 diperlukan untuk mengubah folat menjadi bentuk aktif dan dalam fungsi
normal metabolisme semua sel, terutama sel-sel saluran cerna, sumsum tulang, dan jaringan
saraf (Almatsier, 2008).

Seng merupakan trace element yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia
selain besi. Interaksi antara seng dan besi telah dibuktikan oleh sejumlah penelitian pada
hewan percobaan dan manusia. Besi menghambat absorpsi Zn manakala keduanya diberikan
dalam bentuk anorganik (Lonnerdal, 1998). Interaksi Zn dengan besi pertama kali terjadi di
usus. Zn berkompetisi dengan besi untuk dapat diserap di usus. Bila Zn lebih banyak
jumlahnya maka Zn akan diserap lebih banyak dibanding Fe. Setelah diserap di usus, besi dan
Zn akan dibawa oleh transferin ke darah, jaringan, hati, dan sebagainya.

2) Interaksi Yodium dengan Zat Gizi Lain

 Selenium

Ketersediaan selenium yang kurang pada tanah diduga juga mengandung rendah
yodium pada tanah yang sama. Untuk sementara interaksi antara yodium dan selenium dalam
proses penyerapan belum ada. Kalaupun ada interkasi ini sangat kompleks dan terkait dengan
fungsi fungsi selenium dalam selenoprotein. Pada binatang percobaan ditemukan bahwa
kurang selenium meningkatkan kadar T3 di jantung, sehingga dapat menimbulkan
peningkatan denyut jantung dan palpasi. Selenoprotein yang juga terlibat dalam interaksi
metabolisme yodium ialah iodotyronine deiodinase yang berfingsi merubah thyroxine (T4)
menjadi bentuk aktif dari hormon thyroid triiodothyronine (T3) (Satoto, 2001).. Enzym
tersebut merupakan selenium-dependent enzymes selain merupakan katalisator utama dalam
perubahan thyroxin (T4) menjadi triiodotyronine (T3) juga merupakan katalisator yang
merubah dari T3 menjadi T2 untuk mempertahankan level T3. Selain itu, salah satu contoh
dari selenoprotein yang berhunbungan dengan metabolisme yodium adalah glutathione
peroxidase, berfungsi sebagai antioksidan utama dalam tubuh manusia dan binatang (Satoto,
2001). Dengan adanya gambaran diatas, jelas bahwa akibat dari kekurangan selenium asupan
T3 dalam sel tubuh juga menurun.

 Thiosianat

Tiosiant dikenal sebagai zat goitrogenik yaitu zat yang dapat menghambat transport
aktif yodium dalam kelenjar tiroid dan yang paling potential dari zat goitrogenik yang lain.

 Besi

Besi adalah mineral yang paling banyak dipelajari dan diketahui oleh para ahli gizi
dan kedokteran di dunia. Penemuan terakhir membuktikan bahwa kekurangan besi dapat
menyebabkan terganggunya metabolisme tiroid dalam tubuh manusia.

 Interaksi Mineral dan Vitamin Lain

Interaksi antara yodium dengan mineral and vitamin lain perlu diteliti lebih lanjut,
baik secara laboratorium dengan menggunakan hewan percobaan maupun di lapangan
terhadap manusia. Penelitian yang melihat interaksi secara langsung antara yodium dengan
vitamin A pernah dilakukan namun perlu konfirmasi lebih lanjut. Penelitian oleh van
Stuijvenberg dkk, (1999) misalnya yang mengambil 115 anak di Afrika Selatan usia 6-11
tahun yang diberi biskuit selama 43 minggu sampai lebih dari 12 bulan dibandingkan dengan
control. Biskuit mengandung besi, yodium, and betha carotene sedangkan control adalah
biskuit yang tidak difortifikasi. Pada akhir intervention, terlihat pada tidak ada perbedaan
perubahan dalam pengecilan kelenjar tiroid anak anak secara signifikan, Akan tetapi terjadi
penurunan jumlah anak anak yang mempunyai eksresi yodium yang rendah (100 ug/L) dari
semula berjumlah 97.5% menjadi tinggal 5.4%. Peningkatan eksresi urin tersebut sangat
signifikan (p<0.0001). (van Stuijvenberg dkk, 1999).

Interaksi Fe, Asam Folat dan Vitamin B12

Interaksi beberapa mineral dengan vitamin umumnya menimbulkan efek terhadap


status gizi. Besi dan asam folat dapat meningkatkan metabolisme, demikian juga dengan besi
dengan vitamin B12. Menurut beberapa penelitian diketahui bahwa vitamin C dapat
meningkatkan absorpsi besi dan juga dapat menghambat efek dari fitat dan tanin, namun
vitamin C akan menurunkan jumlah sianokobalamin yang tersedia dalam serum dan
simpanan tubuh (Sandstrom B, 2001, Yetley, Elizabeth A, 2007).

Di dalam tiap sel, besi (Fe) bekerja sama dengan rantai protein pengangkut elektron,
yang berperan dalam langkah-langkah akhir metabolisme energi. Protein ini memindahkan
hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil energi ke oksigen sehingga
membentuk air

Peranan asam folat dalam proses sintesis nukleo protein merupakan kunci
pembentukan dan produksi butir-butir darah merah normal dalam susunan tulang. Kerja asam
folat tersebut banyak berhubungan dengan kerja dari vitamin B12 (Winarno, 1997). Folat
diperlukan dalam berbagai reaksi biokimia dalam tubuh yang melibatkan pemindahan satu
unit karbon dalam interkonversi asam amino misalnya konversi homosistein menjadi
metionin da serin menjadi glisin atau pada sintesis prekusor DNA purin (Hoffbrand,Pettit and
Moss, 2005). Asam folat berperan sebagai koenzim dalam transportasi pecahan-pecahan
karbon tunggal dalam metabolisme asam amino dan sintesis asam nukleat. . Asam folat
dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah dan sel darah putih dalam sumsum tulang
dan untuk pendewasaannya. Asam folat berperan sebagai pembawa karbon tunggal dalam
pembenrtukan hem. Vitamin B12 diperlukan untuk mengubah folat menjadi bentuk aktif dan
dalam fungsi normal metabolisme semua sel, terutama sel-selsaluran cerna, sumsum tulang,
dan jaringan saraf (Almatsier, 2001).

Vitamin B12 merupakan suatu koenzim untuk dua reaksi biokimia dalam tubuh, yang
pertama sebagai metil B12, suatu kofaktor untuk metionin sintase, yaitu enzim yang
bertanggung jawab untuk metilasi homosistein menjadi metionin dengan menggunakan metil
tetrahidrofolat (THF) sebagai donor metil. Yang kedua sebagai deoksiadenosil B12 (ado B12)
yang membantu konversi metil malonil koenzim (KoA) menjasi suksinil KoA.Pemeriksaan
homositein dalam plasma dan asam metilmalonat dalam urine atau plasma dapat digunakan
sebagai pemeriksaan untuk mengetahui adanya defisiensi vitamin B12 (Hoffbrand,Pettit and
Moss, 2005).

Anda mungkin juga menyukai