Penggunaan nutrisi dalam level yang optimal, dikenal dengan dengan istilah Optimal
Daily Allowance (ODA), terbukti dapat mencegah dan menangani stres oksidatif sehingga
membantu pencegahan penyakit kronis. Level optimal ini dapat dicapai bila jumlah dan
komposisi nutrisi yang digunakan tepat. Dalam penanganan penyakit, penggunaan nutrisi
sebagai pengobatan komplementer dapat membantu efektifitas dari pengobatan dan pada saat
yang bersamaan mengatasi efek samping dari pengobatan. Karena itu, nutrisi sangat erat
kaitannya dengan kesehatan yang optimal dan peningkatan kualitas hidup.
Nutrisi tidak sekedar apa yang kita makan tetapi lebih merupakan science yang
meliputi interaksi antara organisme hidup dengan makanan. Interaksi meliputi proses
fisiologi seperti memakan, mencerna, penyerapan, transport, dan penggunaaan makanan
tersebut. Nutrisi meliputi aksi-aksi biological dan interaksi makanan dengan tubuh dan
konsekuensinya untuk kesehatan dan penyakit. Nutrisi juga meliputi factor-faktor
fisiologikal, social, cultural, ekonomik, dan teknologi yang mempengaruhi makanan yang
kita makan. Pentingnya makanan tergantung pada nutrient yang dikandungnya. Nutrient atau
nutrisi meliputi karbohidrat, protein, lipid, mikronutrient, makronutrient, vitamin dan
mineral.
Sebagian besar interaksi zat gizi terjadi di dalam saluran pencernaan. Interaksi itu
dapat menguntungkan atau merugikan. Interaksi antara vitamin C dengan Fe merupakan
contoh yang menguntungkan, karena vitamin C dapat meningkatkan kelarutan Fe, sehingga
Fe lebih mudah diserap tubuh. Peningkatan penyerapan Fe juga dapat dibantu vitamin A dan
vitamin B2. Dalam berbagai penelitian telah diperlihatkan pula, protein hewani dapat
meningkatkan ketersediaan biologis Fe, khususnya Fe dalam bentuk nonheme (jenis Fe yang
banyak terdapat dalam bahan makanan nabati). Penelitian oleh Cook dan Menson (1976),
Hallberg (1980), dan Latifuddin (1998) yang mempelajari pengaruh berbagai jenis protein
terhadap tingkat penyerapan Fe nonheme memperlihatkan, protein dari daging sapi, daging
ayam, ikan, dan telur dapat lebih efektif dalam meningkatkan ketersediaan biologis Fe.
Jika kita mengonsumsi makanan itu bersama dengan daun singkong atau bayam
(sebagai sumber Fe nonheme), misalnya, maka jumlah Fe yang akan diserap dan ditahan
tubuh menjadi lebih besar. Peningkatan penyerapan ini karena adanya Meat, Poultry and Fish
Factors (faktor MPF) yang membuat Fe menjadi lebih larut, sehingga lebih mudah diserap
tubuh. Konsumsi protein yang relatif tinggi dapat meningkatkan Ca dan Zn, meskipun
ekskresi Zn dalam urine menjadi meningkat. Vitamin D juga dapat meningkatkan penyerapan
Ca dengan cara mempercepat laju pembentukan "alat transpor" Ca.
Pada sisi lain, interaksi antara beberapa mineral justru dapat merugikan tubuh. Khusus
untuk mineral, ada dua tipe interaksi yang terjadi, yaitu kompetisi dan koadaptasi. Interaksi
yang bersifat kompetisi ditentukan oleh kemiripan sifat fisik dan kimia mineral itu satu sama
lain. Interaksi ini terjadi pada waktu penyerapan di dalam usus. Beberapa contoh mineral
yang berinteraksi secara kompetisi adalah Fe dengan Zn, Fe dengan Cr, Zn dengan Cu, dsb.
Mekanismenya, satu mineral yang dikonsumsi dalam jumlah berlebihan akan
menggunakan "alat transpor" mineral lain sehingga akan terjadi kekurangan salah satu
mineral itu. Misalnya, transferrin merupakan "alat transpor" bagi Fe. Transferrin ini ternyata
dapat juga digunakan oleh Zn, Ca, dan Cr. Akibatnya, kita bisa kekurangan Fe (anemia).
Koadaptasi merupakan upaya adaptasi yang dilakukan usus dalam menyerap mineral
tertentu. Sifat koadaptasi ini sering memberikan dampak negatif bagi tubuh. Koadaptasi dapat
terjadi dalam dua bentuk. Pertama, bila suplai atau persediaan mineral tubuh rendah, maka
usus akan beradaptasi untuk meningkatkan efisiensi dan transfer suatu mineral. Akan tetapi,
bila penyerapannya tidak spesifik, maka mineral lain yang serupa juga akan ditingkatkan
penyerapannya.
Ada tiga komponen penting penghasil energi yang sangat dibutuhkan bagi setiap
manusia : karbohidrat, lemak, dan protein. Khususnya bagi negara Indonesia sendiri yang
sangat terkenal dengan gizi buruk sampai saat ini. Karbohidrat sebagai zat gizi merupakan
nama kelompok zat-zat organik yang mempunyai struktur molekul yang berbeda-beda, meski
terdapat persamaan-persamaan dari sudut kimia dan fungsinya.
Nama berasal dari kata Yunani protebos, yang artinya “yang pertama” atau “yang
terpenting”. Di dalam sel, protein terdapat sebagai protein struktural maupun sebagai protein
metabolik.Protein struktural merupakan bagian integral dari struktur sel dan tidak dapat
diekstraksi tanpa menyebabkan disentegrasi sel tersebut. Protein metabolik dapat diekstraksi
tanpa merusak dapat diekstraksi tanpa merusak integritas struktur sel itu sendiri. Molekul
protein mengandung unsur-unsur C, H, O, dan unsur-unsur khusus yang terdapat di dalam
protein dan tidak terdapat di dalam molekul karbohidrat dan lemak ialah nitrogen (N).
Bahkan dalam analisa bahan makanandianggap bahwa semua N berasal protein, suatu hal
yang tidak benar. Unsur nitrogen ini di dalam makanan mungkin berasal pula dari ikatan
organik lain yang bukan jenis protein, misalnya urea dan berbagai ikatan amino, yang
terdapat dalam jaringan tumbuhan.
Metabolisme Karbohidrat, Lemak, dan Protein :
2.3.1.1 Karbohidrat
2.3.1.2 Lemak
Di dalam mitokondria jaringan lemak atau di hati, asam lemak dan gliserol
bergabungmembentuk lemak netral (TG) kemudian disimpan sebagai cadangan energi.
Dipecahmenjadi asetil-koenzim-A (Asetil Co-A) yang kemudian masuk ke dalam siklus
Kreb’s diubah menjadi sumber energi (glukoneogenesis). Selain itu, asetil Co-A juga
dapatdigunakan untuk pembentukan kolesterol. Di berbagai jaringan tepatnya di
dalammitokondria dan mikrosoma, asetil Co-A diubah menjadi trigliserida untuk
disimpansebagai lemak jaringan atau dapat juga diubah menjadi protein (asam amino).
2.3.1.3 Protein
Jika jumlah protein terus meningkat → protein sel dipecah jadi asam amino untuk
dijadikan energi atau disimpan dalam bentuk lemak. Pemecahan protein jadi asam
aminoterjadi di hati dengan proses: deaminasi atau transaminase.i Deaminasi: proses
pembuangan gugus amino dari asam amino sedangkan Transaminasi: proses perubahan asam
amino menjadi asam keton
1.Transaminasi: alanin + alfa- ketoglutarat → piruvat + glutamate
NH3 → merupakan racun bagi tubuh, tetapi tidak dapat dibuang oleh ginjal →
harusdiubah dahulu jadi urea (di hati) → agar dapat dibuang oleh ginjal. Interaksi
Protein – Polisakarida
Protein dapat berinteraksi dengan protein lain karena adanya ikatan hidrogen dan
perubahan gugus sulfuhidril dan disulfida. Interaksi molekuler tersebut membentuk suatu
jaringan tiga dimensi yang mengakibatkan tekstur protein menjadi kompak, dengan struktur
tiga dimensi tersebut maka protein dapat memerangkap sejumlah air (Damodaranand Paraf,
1997).
Struktur pangan seperti: keju, daging terbentuk karena interaksi antar molekul protein.
Gel yang terjadi pada produk susu, apabila whey protein susu mengalami denaturasi. Upaya
meningkatkan rendemen keju diperoleh, bila pemanasan mendorong Interaksi casein dengan
protein terlarut dalam susu. Ilmu pangan menjelaskan kepada kita fungsi molekul protein
pada produk berbasis protein seperti: daging, susu dsb, adalah karena protein akan mengalami
peristiwa gelasi selama proses atau protein mengikat air, sehingga terjadi semacam tekstur
dari produk pangan berbasis protein tsb.
Molekul protein sebagai polipeptida, molekul tsb dapat bersifat tertutup (folded)
dalam berbagai bentuk tergantung pada urut-urutan asam amino penyusun protein dari
berbagai jenis protein. Sehingga interaksi protein-protein ditentukan dan dijaga kestabilan
strukturnya oleh interaksi antara berbagai jenis molekul asam-asam amino yang membentuk
polipeptida/protein tsb.
Tipe atau jenis ikatan yang menstabilkan molekul protein- protein antara lain
disebabkan oleh interaksi van der waals, interaksi hidrofobik, interaksi elektrostatik ikatan
hydrogen dan interaksi kinetic dan factor lain yang menjaga interaksi protein-protein tsb.
Ketersedian biologik mineral banyak dipengaruhi oleh bahan –bahan non mineral di
dalam makanan. Asam fitrat dalam serat kacang- kacangan dan serelia serta asam oksalat
dalam bayam mengikat mineral- mineral tertentu sehingga tidak dapat diabsorpsi . Makanan
tinggi serat ( lebih dari 35 gram sehari ) menghambat absorpsi kalsium, zat besi, seng dan
magnesium.
Interaksi ini didasarkan pada adanya sifat hidrofilik protein. Sifat ini timbul oleh
adanya rantai sisi polar di sepanjang rantai peptida, yaitu gugus karboksil dan amino.
Molekul protein mempunyai beberapa gugus yang mengandung atom N atau O yang tidak
berpasangan. Atom N pada rantai peptida bermuatan negatif sehingga mampu menarik atom
H dari air yang bermuatan positif. Molekul air yang telah terikat tersebut dapat berikatan
dengan molekul air yang lain, karena memiliki sebuah atom O dengan elektron yang tidak
berpasangan (Damodaran and Paraf, 1997).
Protein akan mengalami perubahan muatan pada pH diatas dan dibawah titik
isoelektriknya. Pada pH di bawah titik isoelektrik muatan positifnya lebih besar, sedangkan
diatas titik isolektrik muatan negatifnya lebih besar. Perubahan muatan menyebabkan
menurunnya daya tarik menarik antara molekul protein sehingga melekul lebih mudah
terurai. Semakin jauh perbedaannya dari titik isoelektrik maka kelarutan protein semakin
meningkat (Mangino, 1994). Penyerapan air oleh protein berkaitan dengan adanya gugus-
gugus polar rantai samping seperti karbonil, hidroksil, amino, karboksil, dan sulfhidril yang
menyebabkan protein bersifat hidrofilik dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air.
Perbedaan jumlah dan tipe gugus-gugus polar tersebut menyebabkan perbedaan kemampuan
protein dalam menyerap air (Kilara, 1994).
Vitamin C berkaitan dengan sintesis kolagen. Kolagen adalah sejenis protein yang
merupakan salah satu komponen utama dari jaringan ikat, tulang-tulang rawan, dentin,
lapisan endotelium pembuluh darah dan lain-lain. Kekurangan asupan vitamin C dapat
menyebabkan skorbut (scurvy). Dalam kasus-kasus skorbut spontan, biasanya terjadi gigi
mudah tanggal, gingivitis, dan anemia, yang mungkin disebabkan oleh adanya fungsi spesifik
asam askorbat dalam sintesis hemoglobin.
Interaksi ini didasarkan pada adanya sifat hidrofilik protein. Sifat ini timbul oleh
adanya rantai sisi polar di sepanjang rantai peptida, yaitu gugus karboksil dan amino.
Molekul protein mempunyai beberapa gugus yang mengandung atom N atau O yang tidak
berpasangan. Atom N pada rantai peptida bermuatan negatif sehingga mampu menarik atom
H dari air yang bermuatan positif. Molekul air yang telah terikat tersebut dapat berikatan
dengan molekul air yang lain, karena memiliki sebuah atom O dengan elektron yang tidak
berpasangan (Damodaran and Paraf, 1997).
Protein akan mengalami perubahan muatan pada pH diatas dan dibawah titik
isoelektriknya. Pada pH di bawah titik isoelektrik muatan positifnya lebih besar, sedangkan
diatas titik isolektrik muatan negatifnya lebih besar. Perubahan muatan menyebabkan
menurunnya daya tarik menarik antara molekul protein sehingga melekul lebih mudah
terurai. Semakin jauh perbedaannya dari titik isoelektrik maka kelarutan protein semakin
meningkat (Mangino, 1994). Penyerapan air oleh protein berkaitan dengan adanya gugus-
gugus polar rantai samping seperti karbonil, hidroksil, amino, karboksil, dan sulfhidril yang
menyebabkan protein bersifat hidrofilik dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air.
Perbedaan jumlah dan tipe gugus-gugus polar tersebut menyebabkan perbedaan kemampuan
protein dalam menyerap air (Kilara, 1994).
Perbandingan zink dengan kuprum (Zn:Cu) tinggi akan meningkatkan risiko kena
penyakit kardiovaskuler hal ini dikaitkan dengan semakin tinggi kolesterol, hipertensi dan
HDL-kolesterol (hight density lipoprotein) menjadi rendah. Kebutuhan akan zink adalah 15
mg/hari. Kadar kuprum menurun dalam plasma akan menyebabkan hiperkolesterol dan
gangguan fungsi jantung, kebutuhan kuprum dalam sehari 2-3 mg/hari. Kebutuhan krom erat
kaitannya dengan metabolisme karbohidrat, kadar krom tercukupi akan menyebabkan kerja
insulin meningkat dan menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler, total kolesterol menurun
serta meningkatkan HDL-kolesterol. Kebutuhan Cr 50-200 mg/hari. Kebutuhan mangan 2,5
mg/hari, jika kebutuhan mangan tercukupi, juga akan meningkatkan kerja insulin dan
memperbaiki kadar gula dalam darah, serta meningkatkan HDL-kolesterol.
Peranan kalsium untuk menurunkan berat badan dan kolesterol telah terungkap secara
empiris, walaupun sebagai fungsi utama kalsium dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang dan
gigi. Perkembangan pengetahuan ini juga membawa dilema (antagonistik) efek kalsium
terhadap peningkatan risiko aterosklerosis. Konsumsi kalsium yang cukup dalam diet harian
dianjurkan untuk menurunkan berat badan dan menurunkan sintesis lemak dan mencegah
hiperkolesterol. Hasil studi longitudinal pada wanita menunjukkan IMT (indeks massa tubuh)
menurun dengan peningkatan konsumsi kalsium. IMT adalah perbandingan berat badan (kg)
dengan tinggi badan (meter) pangkat dua. Konsumsi kalsium dengan protein (rasio 1:20)
akan menurunkan berat badan 1 kg/tahun. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa
orang yang kegemukan (obesitas) akan dapat menurunkan berat badan dengan tingkat
keberhasilan 60-80 persen jika konsumsi kalsium sesuai anjuran.
Senyawa flavor merupakan senyawa yang dapat memberikan aroma pada pangan. Ciri
utama senyawa flavor adalah bersifat volatil. Suatu senyawa akan bersifat volatil jika
mempunyai berat molekul (BM) kurang dari 294.1. Senyawa flavor berada pada suatu
matriks pangan yang beraneka ragam jenisnya. Jenis matriks pangan akan mempengaruhi
tingkat pelepasan dari senyawa flavor tersebut (flavor release). Hal ini karena senyawa flavor
dapat berinteraksi dengan karbohidrat, protein dan lemak yang umumnya berada pada
pangan. Polaritas senyawa flavor pada umumnya rendah. Hal ini akan mempengaruhi
interaksi antara senyawa flavor dengan karbohidrat, protein dan lemak.Karbohidrat dapat
berupa pati dan gula sederhana. Interaksi dari setiap jenis karbohidrat tersebut dengan
senyawa flavor berbeda-beda.
Trigliserida merupakan senyawa yang tersusun dari 3 asam lemak dan gliserol.
Trigliserida atau lemak mempunyai sifat nonpolar sehingga dapat mengikat senyawa flavor
yang umumnya bersifat nonpolar. Adanya lemak akan menurunkan tingkat pelepasan flavor
(flavour release), sehingga makanan yang mempunyai kadar lemak tinggi umumnya
mempunyai odour threshold yang tinggi dibandingkan makanan dalam sistem aques.
Vitamin C meningkatkan absorpsi besi bila dimakan pada waktu yang bersamaan.
Vitamin D kalsiterol juga akan meningkatkan absorpsi kalsium. Banyak vitamin yang
membutuhkan mineral untuk melakukan peranannya dalam metabolisme. Seperti koenzim
tiamin membutuhkan magnesium untuk berfungsi secara efisien.
Status dan manipulasi terhadap satu atau lebih zat gizimikro dalam tubuh akan
mempengaruhi metabolism zat gizimikro lainnya (Watts, 1997). Zat gizimikro yang mungkin
berinteraksi dengan besi dalam fungsinya pada sintesis hemoglobin cukup banyak antara lain
adalah asam folat, vitamin B12, vitamin A, vitamin C, seng dan tembaga (Ronnenberg,
2000).
Interaksi besi dan folat adalah peranan folat pada metabolism asam nukleat. Pada
defisiensi folat akan menyebabkan gangguan pematangan inti eritrosit yang pada gilirannya
akan menyebabkan gangguan dalam replikasi DNA dan proses pembelahan sel. Keadaan ini
akan mempengaruhi kinerja sel tubuh termasuk sel yang berperan dalam sintesis hemoglobin
(Mc Laren, 2002).
Peranan asam folat dalam proses sintesis nukleo protein merupakan kunci
pembentukan dan produksi butir-butir darah merah normal dalam susunan tulang. Kerja asam
folat tersebut banyak berhubungan dengan kerja dari vitamin B12 (Winarno, 1997). Folat
diperlukan dalam berbagai reaksi biokimia dalam tubuh yang melibatkan pemindahan satu
unit karbon dalam interkonversi asam amino misalnya konversi homosistein menjadi
metionin da serin menjadi glisin atau pada sintesis prekusor DNA purin (Hoffbrand, 2005).
Seng merupakan trace element yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia
selain besi. Interaksi antara seng dan besi telah dibuktikan oleh sejumlah penelitian pada
hewan percobaan dan manusia. Besi menghambat absorpsi Zn manakala keduanya diberikan
dalam bentuk anorganik (Lonnerdal, 1998). Interaksi Zn dengan besi pertama kali terjadi di
usus. Zn berkompetisi dengan besi untuk dapat diserap di usus. Bila Zn lebih banyak
jumlahnya maka Zn akan diserap lebih banyak dibanding Fe. Setelah diserap di usus, besi dan
Zn akan dibawa oleh transferin ke darah, jaringan, hati, dan sebagainya.
Selenium
Ketersediaan selenium yang kurang pada tanah diduga juga mengandung rendah
yodium pada tanah yang sama. Untuk sementara interaksi antara yodium dan selenium dalam
proses penyerapan belum ada. Kalaupun ada interkasi ini sangat kompleks dan terkait dengan
fungsi fungsi selenium dalam selenoprotein. Pada binatang percobaan ditemukan bahwa
kurang selenium meningkatkan kadar T3 di jantung, sehingga dapat menimbulkan
peningkatan denyut jantung dan palpasi. Selenoprotein yang juga terlibat dalam interaksi
metabolisme yodium ialah iodotyronine deiodinase yang berfingsi merubah thyroxine (T4)
menjadi bentuk aktif dari hormon thyroid triiodothyronine (T3) (Satoto, 2001).. Enzym
tersebut merupakan selenium-dependent enzymes selain merupakan katalisator utama dalam
perubahan thyroxin (T4) menjadi triiodotyronine (T3) juga merupakan katalisator yang
merubah dari T3 menjadi T2 untuk mempertahankan level T3. Selain itu, salah satu contoh
dari selenoprotein yang berhunbungan dengan metabolisme yodium adalah glutathione
peroxidase, berfungsi sebagai antioksidan utama dalam tubuh manusia dan binatang (Satoto,
2001). Dengan adanya gambaran diatas, jelas bahwa akibat dari kekurangan selenium asupan
T3 dalam sel tubuh juga menurun.
Thiosianat
Tiosiant dikenal sebagai zat goitrogenik yaitu zat yang dapat menghambat transport
aktif yodium dalam kelenjar tiroid dan yang paling potential dari zat goitrogenik yang lain.
Besi
Besi adalah mineral yang paling banyak dipelajari dan diketahui oleh para ahli gizi
dan kedokteran di dunia. Penemuan terakhir membuktikan bahwa kekurangan besi dapat
menyebabkan terganggunya metabolisme tiroid dalam tubuh manusia.
Interaksi antara yodium dengan mineral and vitamin lain perlu diteliti lebih lanjut,
baik secara laboratorium dengan menggunakan hewan percobaan maupun di lapangan
terhadap manusia. Penelitian yang melihat interaksi secara langsung antara yodium dengan
vitamin A pernah dilakukan namun perlu konfirmasi lebih lanjut. Penelitian oleh van
Stuijvenberg dkk, (1999) misalnya yang mengambil 115 anak di Afrika Selatan usia 6-11
tahun yang diberi biskuit selama 43 minggu sampai lebih dari 12 bulan dibandingkan dengan
control. Biskuit mengandung besi, yodium, and betha carotene sedangkan control adalah
biskuit yang tidak difortifikasi. Pada akhir intervention, terlihat pada tidak ada perbedaan
perubahan dalam pengecilan kelenjar tiroid anak anak secara signifikan, Akan tetapi terjadi
penurunan jumlah anak anak yang mempunyai eksresi yodium yang rendah (100 ug/L) dari
semula berjumlah 97.5% menjadi tinggal 5.4%. Peningkatan eksresi urin tersebut sangat
signifikan (p<0.0001). (van Stuijvenberg dkk, 1999).
Di dalam tiap sel, besi (Fe) bekerja sama dengan rantai protein pengangkut elektron,
yang berperan dalam langkah-langkah akhir metabolisme energi. Protein ini memindahkan
hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil energi ke oksigen sehingga
membentuk air
Peranan asam folat dalam proses sintesis nukleo protein merupakan kunci
pembentukan dan produksi butir-butir darah merah normal dalam susunan tulang. Kerja asam
folat tersebut banyak berhubungan dengan kerja dari vitamin B12 (Winarno, 1997). Folat
diperlukan dalam berbagai reaksi biokimia dalam tubuh yang melibatkan pemindahan satu
unit karbon dalam interkonversi asam amino misalnya konversi homosistein menjadi
metionin da serin menjadi glisin atau pada sintesis prekusor DNA purin (Hoffbrand,Pettit and
Moss, 2005). Asam folat berperan sebagai koenzim dalam transportasi pecahan-pecahan
karbon tunggal dalam metabolisme asam amino dan sintesis asam nukleat. . Asam folat
dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah dan sel darah putih dalam sumsum tulang
dan untuk pendewasaannya. Asam folat berperan sebagai pembawa karbon tunggal dalam
pembenrtukan hem. Vitamin B12 diperlukan untuk mengubah folat menjadi bentuk aktif dan
dalam fungsi normal metabolisme semua sel, terutama sel-selsaluran cerna, sumsum tulang,
dan jaringan saraf (Almatsier, 2001).
Vitamin B12 merupakan suatu koenzim untuk dua reaksi biokimia dalam tubuh, yang
pertama sebagai metil B12, suatu kofaktor untuk metionin sintase, yaitu enzim yang
bertanggung jawab untuk metilasi homosistein menjadi metionin dengan menggunakan metil
tetrahidrofolat (THF) sebagai donor metil. Yang kedua sebagai deoksiadenosil B12 (ado B12)
yang membantu konversi metil malonil koenzim (KoA) menjasi suksinil KoA.Pemeriksaan
homositein dalam plasma dan asam metilmalonat dalam urine atau plasma dapat digunakan
sebagai pemeriksaan untuk mengetahui adanya defisiensi vitamin B12 (Hoffbrand,Pettit and
Moss, 2005).