Anda di halaman 1dari 32

RESUME BUKU ASPEK HUKUM DALAM BISNIS DAN EKONOMI

DOSEN: AGUSTINUS SIHOMBING, S.H., M.H., M.A., M.Th.

DISUSUN OLEH :

NAMA: MARSELLINA FITRIANI

NIM: 17622127

KELAS: M1.AKUNTANSI

MATA KULIAH: ASPEK HUKUM DALAM BISNIS

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PEMBANGUNAN

TANJUNGPINANG

T.A 2019/2020
1. PENGANTAR HUKUM BISNIS

A. Pengertian Ilmu Hukum, Hukum, dan Hukum Bisnis


Ilmu hukum adalah sebuah ilmu pengetahuan yang objeknya adalah hukum.
Sedangkan hukum itu sendiri merupakan kumpulan kaidah atau norma tingkah
laku yang dibuat oleh badan yang berwenang, berisi perintah dan larangan,
bersifat memaksa dan terdapat sanksi yang tegas, serta berlaku untuk wilayah
tertentu saja. Hukum bisnis (business law) adalah keseluruhan hukum positif yang
mengatur hak dan kewajiban yang timbul dari berbagai perikatan dalam aktivitas
bisnis.

B. Sistematika Hukum
Secara umum, hukum dibagi ke dalam dua kelompok yaitu hukum privat dan
hukum publik. Apabila mempelajari aspek hukum yang mengatur aktivitas bisnis,
maka hukum bisnis berada di kedua wilayah hukum, baik hukum privat maupun
hukum publik. Namun demikian, hukum bisnis banyak berpedoman kepada
ketentuan-ketentuan Hukum Perdata dalam kelompok hukum publik, terutama
dalam aspek perjanjian atau perikatan.

C. Subyek dan Obyek Hukum


Subyek hukum menurut Abdul R. Saliman dalam Silondae (2010: 4-5) adalah
sesuatu yang bertindak sebagai pendukung hak dan kewajiban, dan yang dapat
menjadi subyek hukum antara lain:
1. Manusia atau orang pribadi (naturlijke persoon)
Subyek hukum orang berkaitan dengan persoalan kedewasaan
seseorang. Sejak berlakunya Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang
perkawinan, maka batasan kedewasaan seseorang adalah 18 tahun,
namun jika telah menikah sebelum usia 18 tahun, maka dianggap telah
dewasa.
2. Badan hukum (rechts persoon)
Badan hukum dianggap sebagai subyek hukum dan boleh melakukan
perbuatan hukum sesuai dengan Undang-undang tentang badan hukum
tersebut. Apabila ditinjau dari segi sifatnya, badan hukum terbagi
menjadi: 1. Badan hukum publik, memiliki ruang lingkup wewenang
dan tanggung jawab untuk kepentingan masyarakat luas. Contohnya
Bank Indonesia dan Perum Pegadaian, 2. Badan hukum privat,
memiliki lingkup wewenang dan tata cara pendirian khusus, serta untuk
kepentingan pihak tertentu. Contohnya Perseroan Terbatas dalam
berbagai aktivitas bisnis.
Sedangkan yang menjadi obyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat di hak-i
oleh subyek hukum, di mana obyek hukum dapat berupa benda dan/atau hak, serta
dapat dikuasai atau dimiliki atau mempunyai hubungan hukum dengan subyek
hukum.
2. HUKUM PERIKATAN DAN PERJANJIAN

A. Perikatan dan Perjanjian


Perikatan dan perjanjian merupakan dua hal yang berbeda. Secara umum,
perbedaan yang dimaksud dapat dilihat dari sumber lahirnya sebuah perikatan.
Perjanjian yang dibuat menerbitkan suatu perikatan antara orang yang membuat
perjanjian. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan
yang mengandung janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.Perikatan
merupakan sesuatu yang sifatnya abstrak sedangkan perjanjian mengandung
pengertian yang konkret. Hal ini karena kita tidak dapat melihat dengan panca
indera suatu perikatan, sedangkan perjanjian dapat dilihat atau dibaca suatu
bentuk perjanjian ataupun didengar perkataan yang berupa janji.

B. Asas Perjanjian
Ada tujuh jenis asas-asas umum hukum perjanjian yang harus diperhatikan
oleh setiap pihak yang terlibat di dalamnya:
1. Asas sistem terbukanya hukum perjanjian—Setiap pihak yang
membuat perjanjian memiliki kebebasan yang seluas-luasnya untuk
membuat berbagai macam bentuk perjanjian sepanjang tidak
bertentangan dengan nilai-nilai sosial dan memiliki itikad baik.
2. Asas konsensualitas—Setiap perjanjian ada sejak adanya
kesepakatan antara para pihak yang membuat perjanjian.
3. Asas personalitas—Tidak seorang pun dapat membuat perjanjian
untuk kepentingan pihak lain.
4. Asas itikad baik—Semua perjanjian haruslah dibuat didasari oleh
suasana batin yang memiliki itikad baik.
5. Asas Pacta sunt Servanda—Semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Siapapun selain para pihak yang membuat perjanjian
dilarang mencampuri isi perjanjian yang telah dibuat.
6. Asas Force majeur—Suatu sebab yang memaksa untuk membayar
ganti rugi akibat tidak terlaksananya perjanjian.
7. Asas Exeptio non adiempleti contractus—Suatu pembelaan untuk
dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi akibat tidak
dipenuhinya perjanjian, dengan alasan pihak lain dalam perjanjian
itu juga melakukan suatu kelalaian.

C. Syarat Sahnya Perjanjian serta Batal dan Pembatalan Perjanjian


Agar suatu perjanjian sah, maka diperlukan syarat sebagai berikut:
a. Syarat subyektif, terdiri dari adanya kesepakatan dan kecakapan para pihak
yang membuat perjanjian.
b. Syarat obyektif, terdiri dari adanya obyek yang jelas dan adanya sebab
yang dibenarkan oleh hukum.
Kesepakatan yang merupakan salah satu syarat subyektif dianggap tidak ada
apabila perjanjian tersebut mengandung unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan.
Sedangkan apabila perjanjian tidak memuat syarat obyektif, maka perjanjian
tersebut batal demi hukum, artinya sejak perjanjian tersebut dibuat sudah
dianggap tidak pernah ada tanpa proses pembatalan terlebih dahulu.

D. Prestasi dan Wan Prestasi


Suatu hubungan hukum yang lahir karena perjanjian melibatkan minimal dua
pihak. Dalam hal ini, debitur wajib melakukan suatu prestasi, yang dikenal
sebagai objek dari perikatan. Wan prestasi adalah suatu kondisi di mana seseorang
tidak memenuhi, terlambat memenuhi, atau memenuhi kewajibannya tetapi tidak
sebagaimana yang diperjanjikan. Apabila seorang debitur melakukan wan
prestasi, maka ada empat cara yang dapat dipilih oleh kreditur, yaitu:
a. Meminta pelaksanaan perjanjian walaupun sudah terlambat.
b. Meminta ganti kerugian saja.
c. Meminta perjanjian tetap dilaksanakan disertai permintaan ganti rugi.
d. Meminta kepada hakim untuk membatalkan perjanjian disertai tuntutan
ganti rugi.
E. Risiko dan Keadaan Memaksa (Overmatch)
Yang dimaksud risiko dalam hukum perjanjian adalah kewajiban untuk
memikul kerugian yang merupakan akibat dari peristiwa di luar kesalahan salah
satu pihak. Di dalam prakteknya dapat dikatakan, apabila terjadi kerugian, maka
beban kerugian berada pada pihak sebagaimana isi perjanjian dibuat antara
kreditur dan debitur. Sedangkan Overmacht atau keadaan memaksa yaitu suatu
keadaan di luar kekuasaan pihak debitur, yang tidak diketahui pada waktu
perjanjian dibuat, yang menjadi dasar hukum untuk memaafkan kesalahan pihak
debitur. Apabila terbukti adanya keadaan overmacht, maka pihak debitur akan
bebas dari kewajiban menanggung risiko. Keadaan yang termasuk overmacht
antara lain kebakaran, bencana alam, huru hara atau kondisi pribadi seperti jatuh
miskin, sakit, dan keadaan yang membahayakan jiwa.
3. ASPEK HUKUM LEASING

A. Aspek Hukum Leasing


Leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk
penyediaan barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka
waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih
(optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang
bersangkutan atau memperpanjang waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah
disepakati bersama. Tidak ada peraturan yang secara khusus mengatur tentang
leasing. Namun, peraturan mengenai leasing yang dapat dijadikan pedoman
adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 dan berbagai
peraturan lainnya sepanjang substansinya belum diatur dalam SK tersebut. Di
dalam kegiatan sewa guna usaha terdapat empat pihak, yaitu: Lessor, Lessee,
Asuransi dan Supplier.
Secara mendasar kegiatan leasing dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Finance leasing, merupakan bentuk sewa guna usaha yang kontraknya
memiliki jangka waktu cukup panjang, dengan kontrak yang tidak dapat
dibatalkan secara sepihak. Biaya pemeliharaan dan kerusakan ditanggung
oleh lessee, dan pada akhir kontrak lessee diberikan hak opsi untuk
membeli aset-aset yang disewanya dengan harga yang telah ditetapkan
atau memperpanjang kontrak.
2. Operating lease, merupakan suatu bentuk leasing yang jangka waktu
kontraknya relatif singkat, dan setiap saat dapat dibatalkan oleh lessee
dengan pemberitahuan terlebih dahulu kepada lessor. Biaya pemeliharaan
dan kerusakan ditanggung oleh lessor dan pada akhir kontrak lessee tidak
diberikan hak opsi.

B. Aspek Hukum Waralaba


Waralaba adalah suatu istilah yang dipergunakan sebagai pengganti kata
franchise. Dalam Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2007, waralaba adalah
perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau
menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha
yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang
ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan
barang dan atau jasa. Di dalam perjanjian waralaba, terdapat dua pihak yang
merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian yang dibuat. Pihak tersebut
adalah pemberi waralaba atau franchisor dan penerima waralaba atau franchisee.
Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi waralaba
dengan penerima waralaba. Di dalam perjanjian waralaba selalu harus disebutkan
masa perjanjian yaitu minimal 5 (lima) tahun, dan setiap penerima waralaba, baik
penerima waralaba utama atau penerima waralaba lanjutan wajib mendaftarkan
perjanjian waralabanya beserta keterangan tertulis kepada Departemen
Perindustrian dan Perdagangan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung
mulai tanggal berlakunya perjanjian waralaba.

C. Aspek Hukum Asuransi


Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, di mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti. Perjanjian asuransi akan dituangkan di dalam surat
perjanjian yang disebut polis. Asuransi semula diatur di dalam Kitab Undang-
undang Hukum Dagang (KUHD), namun dalam perkembangannya dikeluarkanlah
Undang-undang Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian dan Peraturan
Pemerintah Nomor 73 tahun 1992 tentang penyelenggaraan usaha perasuransian.
Dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 1992, menyebutkan bentuk-bentuk usaha
penunjang usaha asuransi, seperti:
1. Usaha pialang asuransi, yang memberikan jasa keperantaraan dalam
penutupan asuransi dan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak
untuk kepentingan tertanggung.
2. Usaha pialang reasuransi, yang memberikan jasa keperantaraan dalam
penempatan asuransi dan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan
bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
3. Usaha penilai kerugian asuransi, yang memberikan jasa penilaian terhadap
kerugian pada obyek asuransi yang dipertanggungkan.
4. Usaha konsultan aktuaria, yang memberikan jasa konsultasi aktuaria.
5. Usaha agen asuransi, yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka
pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama tertanggung.

D. Aspek Hukum Perbankan


Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya. Hukum perbankan adalah hukum positif yang bersumber dari ketentuan
tertulis dan tidak tertulis yang mengatur segala sesuatu yang menyangkut
ketatalaksanaan kelembagaan bank.
Aktivitas bank meliputi tiga bidang, yaitu:
1. Menghimpun dana dari masyarakat, dalam bentuk simpanan giro,
deposito, dan simpanan tabungan, kecuali bagi Bank Perkreditan Rakyat
tidak boleh melakukan aktivitas menghimpun dana dalam bentuk giro.
2. Menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit investasi, modal
kerja, dan kredit lainnya.
3. Memberikan jasa bank, seperti transfer, inkaso, kliring, safe deposit box,
letter of credit, menerima setoran pembayaran pajak, dan sebagainya.
Selain asas demokrasi ekonomi, beberapa asas-asas dalam perbankan antara lain:
a. Asas kepercayaan (fiduciary principle), yaitu asas yang menyatakan usaha
bank dilandasi hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabah.
b. Asas kerahasiaan (confidential principle), yaitu asas yang mengharuskan
bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan
nasabah menurut kelaziman dunia perbankan.
c. Asas kehati-hatian (prudential principle), yaitu asas yang menyatakan
bahwa bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan
fungsi dan kegiatan usahanya.
Jenis-jenis bank dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Berdasarkan fungsinya, bank terdiri dari Bank Sentral, Bank Umum, dan
Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
b. Berdasarkan jenis usaha, bank terdiri dari Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR).
c. Berdasarkan kepemilikannya, bank terdiri dari Bank Umum Milik Negara,
Bank Swasta, Bank Campuran, dan Bank Milik Pemerintah Daerah.
d. Berdasarkan bentuk hukumnya, bank dapat berbentuk Perseroan Terbatas,
Koperasi, dan Perusahaan Daerah.
Penggabungan adalah upaya yang biasa dilakukan oleh bank untuk memelihara
tingkat kesehatan bank, atau bahkan lebih bertujuan untuk menguasai pasar.
Beberapa jenis penggabungan yang biasa dilakukan, yaitu:
a. Merger, adalah penggabungan dua bank atau lebih dengan cara
mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank
lainnya tanpa melikuidasi terlebih dahulu.
b. Konsolidasi, adalah penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara
mendirikan bank baru dan membubarkan bank-bank tersebut.
c. Akuisisi, adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank yang berakibat
pada beralihnya pengendalian terhadap bank.
Kerahasiaan bank tidak berlaku bagi nasabah dalam kasus berikut:
a. Untuk kepentingan perpajakan terkait keuangan nasabahnya.
b. Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada BUPN
(Badan Urusan Piutang Negara).
c. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana.
d. Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank.
e. Untuk kepentingan pihak lain yang ditunjuk oleh nasabah untuk
kepentingan penyelesaian kewarisan.
Kredit merupakan pinjaman yang diberikan oleh bank kepada nasabah sebagai
pinjaman, dan dengan demikian berarti dana tersebut harus dikembalikan kepada
bank sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Di sini jelas adanya hubungan
kontraktual antara bank dengan nasabah. Dalam memberikan kredit, bank perlu
memperhatikan dan melakukan penilaian terhadap 5C, antara lain character,
capacity, capital, collateral dan condition of economy. Hapusnya perikatan dalam
perjanjian kredit dapat disebabkan oleh sepuluh hal, atara lain pembayaran,
penawaran pembayaran tunai diikuti penyimpanan atau penitipan, pembaharuan
hutang (novasi), penjumlahan hutang (kompensasi), pencampuran hutang,
pembebasan hutang, musnahnya barang yang terutang, pembatalan, berlakunya
syarat batal, dan lewat waktu.

E. Aspek Hukum Penjaminan dan Pengikatannya


Kredit tanpa jaminan sangat membahayakan posisi bank, mengingat apabila
nasabah mengalami suatu kemacetan, maka akan sulit bagi bank untuk menutupi
kerugian terhadap kredit yang disalurkan. Oleh karena itu, agar kredit sebaiknya
diberikan dengan adanya jaminan. Agar jaminan tersebut secured, maka harus
diadakan perjanjian pengikatan. Secara garis besar, lembaga jaminan yang ada di
Indonesia dapat dikenali menurut:
1. Cara terjadinya, yaitu yang lahir karena Undang-undang dan perjanjian.
2. Sifatnya, yaitu yang termasuk jaminan umum jaminan khusus maupun
yang bersifat kebendaan perorangan.
3. Obyeknya, yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak.
4. Kewenangan menguasai benda jaminan, terdiri dari yang menguasai
bendanya, dan yang menguasai benda jaminannya.
Ada tiga jenis pengikatan dalam perihal jaminan, antara lain:
1. Fiducia. Fiducia adalah pengalihan hak kepada kepemilikan suatu benda
atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak
kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Perjanjiannya bersifat accessoir, yang akan dihapus jika perjanjian
pokoknya yaitu peminjaman uang hapus atau dilunasi.
2. Hak tanggungan atas tanah. Hak tanggungan merupakan hak jaminan di
mana obyeknya adalah tanah beserta benda-benda yang ada di atasnya atau
tidak untuk pelunasan hutang tertentu, bersifat accesoir, memberikan
kedudukan didahulukan atau diutamakan untuk kreditor tertentu dan
pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian
Hak Tanggungan oleh PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Gadai. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang atas suatu benda
bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang yang berhutang, dan
yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil
pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan. Saat ini gadai sudah
sedemikian berkembang, yaitu dengan berkembangnya lembaga keuangan
pegadaian, yang merupakan lembaga keuangan yang menerima gadai
dengan jaminan dalam bentuk benda bergerak.
4. PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS MELALUI ARBITRASE DAN
ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

A. Sengketa Bisnis dan Cara Penyelesaian Sengketa Bisnis


Sengketa bisnis merupakan sengketa yang timbul di antara pihak-pihak yang
terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan.
Cara penyelesaian sengketa bisnis, dapat dipandang dari dua sudut, antara lain:
1. Dari sudut pandang pembuat keputusan:
a. Adjudikatif—Mekanisme penyelesaian yang ditandai di mana kewenangan
pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak ketiga dalam sengketa di
antara para pihak.
b. Konsensual (kompromi)—Cara penyelesaian sengketa secara kooperatif
untuk mencapai penyelesaian bersifat win-win solution.
c. Quasi adjudikatif—Merupakan kombinasi antara unsur konsensual dan
adjudikatif.
2. Dari sudut prosesnya:
a. Litigasi (ordinary court/court settlement)—Merupakan mekanisme
penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan dengan menggunakan
pendekatan hukum (law approach).
b. Non litigasi (extra ordinary court/ out of court settlement)—Merupakan
mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan tidak
menggunakan pendekatan hukum formal.

B. Lembaga Penyelesaian Sengketa Bisnis


Lembaga penyelesaian sengketa bisnis di Indonesia antara lain Pengadilan
Umum, Pengadilan Niaga, Arbitrase, serta penyelesaian sengketa alternatif
melalui mekanisme negosiasi, mediasi, konsiliasi, konsultasi, dan penilaian ahli.
Terdapat persamaan karakteristik antara Pengadilan Umum (litigasi) dan
Pengadilan Niaga, antara lain:
1. Prosesnya sangat formal.
2. Keputusan dibuat pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (majelis hakim).
3. Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan.
4. Sifat keputusan memaksa dan mengikat (coercive and binding).
5. Orientasi pada fakta hukum (fact orientation).
6. Proses persidangan bersifat terbuka

C. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa


Arbitrase berasal dari kata arbiter yang berarti wasit, sehingga menurut
Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa
perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa.
Beberapa prinsip di dalam arbitrase antara lain:
a. Penyelesaian sengketa dilakukan di luar pengadilan.
b. Keinginan untuk menyelesaikan sengketa harus didasarkan atas
kesepakatan tertulis yang dibuat pihak yang bersengketa.
c. Sengketa yang dapat diselesaikan hanyalah sengketa dalam bidang
perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
d. Para pihak yang bersengketa mempunyai hak dan kesempatan yang sama
dalam mengemukakan pendapat masing-masing.
e. Arbiter atau majelis arbitrase mengambil putusan berdasarkan ketentuan
hukum, atau berdasarkan keadilan dan kepatutan.
f. Putusan diucapkan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
pemeriksaan ditutup.
g. Putusan arbitrase bersifat final and binding artinya final dan mempunyai
kekuatan hukum tetap serta mengikat.
h. Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara
sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan
Negeri atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa.
Ada dua bentuk klausula arbitrase, antara lain:
1. Pactum de compromittendo, yang maksudnya adalah adanya kesepakatan
bagi para pihak yang membuat perjanjian untuk di kemudian hari apabila
terjadi sengketa akan diselesaikan melalui arbitrase.
2. Acta compromise adalah adanya kesepakatan bagi kedua pihak yang
bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya melalui arbitrase, namun
kesepakatan muncul setelah terjadinya sengketa.

D. Jenis Arbitrase
Jenis arbitrase dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunteer yaitu arbitrase yang dibentuk
secara khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu.
Apabila sengketa telah diputus, arbitrase akan lenyap dengan sendirinya.
2. Arbitrase institusional, yaitu merupakan lembaga atau badan arbitrase
yang bersifat permanen, yang sengaja didirikan untuk menyelesaikan
sengketa bagi mereka yang ingin menyelesaikan sengketa di luar
pengadilan.
5. PERSEROAN TERBATAS

A. Pengertian dan Bentuk Hukum


Menurut Undang-undang No. 40 tahun 2007, yang dimaksud Perseroan
Terbatas (PT) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Dalam pasal 1 ayat 1
Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ditegaskan bahwa
bentuk hukum PT adalah badan hukum. Sebagai suatu badan hukum, maka
tanggung jawab pemilik atau pemegang saham adalah terbatas, maksudnya
pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham
yang dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya.

B. Pendirian Perseroan Terbatas


Adapun prosedur pendirian Perseroan Terbatas antara lain:
1. Pembuatan akte pendirian oleh notaris. Para pendiri menghadap notaris
untuk membuat akte otentik pendirian suatu Perseroan Terbatas.
2. Pengesahan oleh Menteri di bidang Hukum dan HAM. Akte pendirian
diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk mendapat pengesahan
dari pemerintah paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak ditandatangani
akta pendirian.
3. Pendaftaran Perseroan, diselenggarakan oleh Menteri Hukum dan HAM,
yang memuat data-data tentang Perseroan.
4. Pengumuman di dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia,
paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterbitkannya Keputusan
Menteri mengenai pengesahan sebagai badan hukum.

C. Modal dan Saham


Modal dasar Perseroan Terbatas terdiri atas seluruh nilai nominal saham,
dengan modal paling sedikit adalah Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam
bentuk lainnya. Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain,
penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan
sesuai dengan harga pasar oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan.
Penambahan modal Perseroan dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS (Rapat
Umum Pemegang Saham). Keputusan RUPS untuk penambahan modal dasar
adalah adalah sah apabila dilakukan dengan memperhatikan persyaratan kuorum
dan jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran dasar sesuai dengan ketentuan
dalam Undang-undang PT.
Saham dalam Perseroan Terbatas memberikan hak kepada pemiliknya antara lain:
a. Hak untuk dicatat dalam daftar pemegang saham.
b. Hak untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS.
c. Hak untuk menerima dividen yang dibagikan.
d. Hak untuk menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.

D. Organ Perseroan Terbatas


Organ Perseroan Terbatas terdiri dari:
a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), adalah organ Perseroan yang
mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan
Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang atau
anggaran dasar, di mana wewenang tersebut antara lain:
 Mengangkat dan memberhentikan anggota Direksi dan Komisaris.
 Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan, serta
pemisahan.
 Menyetujui pengajuan permohonan pailit.
 Menyetujui perpanjangan jangka waktu berdirinya Perseroan.
 Mengubah anggaran dasar.
 Membubarkan Perseroan.
b. Dewan Komisaris, adalah organ Perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar
serta memberi nasihat kepada Direksi. Pengawasan dan pemberian nasihat
dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan. Dalam menjalankan tugas pengawasan, Dewan
Komisaris dapat membentuk komite, yang anggotanya seorang atau lebih
adalah anggota Dewan Komisaris.
c. Direksi, adalah organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di
dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

E. Tugas, Kewenangan, dan Tanggung Jawab Direksi


Direksi jika dilihat dari tugas dan wewenangnya, maka direksi mempunyai
fungsi ganda, yaitu fungsi kepengurusan dan fungsi perwakilan. Prinsip Fiduciary
Duties, yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan
kepadanya oleh Perseroan. Ada tiga unsur penting dalam prinsip Fiduciary
Duties:
a. Duty of skills and care, adalah prinsip yang merujuk kepada kemampuan
serta kehati-hatian tindakan direksi.
b. Duty of loyalty, adalah prinsip yang merujuk kepada itikad baik dari
direksi untuk bertindak hanya demi kepentingan dan tujuan Perseroan.
c. Corporate opportunity, adalah prinsip untuk tidak mengambil keuntungan
pribadi atas suatu kesempatan yang sebenarnya menjadi peluang bagi
perusahaan.
Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian
Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan
tugasnya. Namun, direksi yang dipersalahkan melanggar prinsip kehati-hatian,
loyalitas, dan untuk kepentingan Perseroan dapat mengajukan pembelaan menurut
Business Judgment Principle (keputusan bisnis yang tulus dan dibuat berdasarkan
itikad baik).

F. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan


Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk
berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan
kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri,
komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.

G. Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pemisahan


Penggabungan (merger) adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu
Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah
ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan
diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan
selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir
karena hukum. Beberapa alasan dan tujuan dilakukan penggabungan antara lain
memperluas pangsa pasar, menghemat biaya distribusi, diversifikasi
(penganekaragaman jenis usaha), mengurangi biaya Research and Development
(R&D), pertimbangan finansial, dan pertimbangan sumber daya manusia.
Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih
untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena
hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan
status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
Pengambilalihan (akuisisi) adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan
hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut. Sedangkan
pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk
memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan
beralih karena hukum kepada dua Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan
pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada satu Perseroan atau lebih.

H. Pemeriksaan Terhadap Perseroan


Pemeriksaan terhadap Perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan data atau keterangan dalamhal terdapat dugaan bahwa:
a. Perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan
pemegang saham atau pihak ketiga.
b. Anggota Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan melanggar
hukum yang merugikan Perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis beserta
alasannya ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan Perseroan.

I. Pembubaran, Likuidasi, dan Berakhirnya Badan Hukum Perseroan


Pembubaran Perseroan terjadi ketika:
a. Berdasarkan keputusan RUPS.
b. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar
telah berakhir.
c. Berdasarkan penetapan pengadilan.
d. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
e. Karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam
keadaan insolvensi.
f. Karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan
melakukan likuidasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban likuidator dalam melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan
dalam proses likuidasi meliputi pelaksanaan:
a. Pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang Perseroan.
b. Pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita Negara mengenai rencana
pembagian kekayaan hasil likuidasi.
c. Pembayaran kepada para kreditur.
d. Pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham.
e. Tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan
kekayaan.
6. KEPAILITAN DAN PENYUSUN KEWAJIBAN PEMBAYARAN
UTANG (KPPU)

A. Kepailitan
Kepailitan diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan debitur pailit
yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah
pengawasan Hakim Pengawas. Dasar hukum berlakunya Hukum Kepailitan di
Indonesia terdapat di dalam Undang-undang No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Ada beberapa tujuan hukum kepailitan (bankruptcy law), antara lain:
a. Menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitur di antara
para krediturnya.
b. Mencegah agar para debitur tidak melakukan perbuatan yang dapat
merugikan kepentingan para kreditur.
c. Memberikan perlindungan kepada debitur yang beritikad dari pada
krediturnya, dengan cara memperoleh pembebasan hutang.
Ada beberapa asas yang sejalan dengan yang seharusnya dianut oleh suatu
Undang-undang kepailitan yang baik:
a. Asas keseimbangan. Di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat
mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh
debitur yang tidak jujur dan kreditur yang tidak beritikad baik.
b. Asas kelangsungan usaha. Terdapat ketentuan yang memungkinkan
perusahaan debitur yang prospektif tetap dilangsungkan.
c. Asas keadilan. Ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa
keadilan bagi para pihak yang berkepentingan.
d. Asas integrasi. Sistem hukum formil dan materiilnya merupakan kesatuan
yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.
Permohonan pailit seorang debitur harus memenuhi syarat-syarat:
a. Debitur mempunyai sedikitnya dua hutang dari dua atau lebih kreditur.
b. Debitur tidak melunasi sedikitnya satu hutang kepada salah satu
krediturnya.
c. Utang yang tidak dibayar lunas itu haruslah hutang yang telah jatuh waktu
dan dapat ditagih (due/expired and payable).
Sedangkan pihak-pihak yang berhak mengajukan permohonan pailit, antara
lain:
a. Kreditur. Kreditur dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa
kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta
debitur dan haknya untuk didahulukan.
b. Debitur sendiri. Seorang debitur dapat mengajukan permohonan
pernyataan pailit terhadap dirinya (voluntary petition) apabila memenuhi
syarat-syarat permohonan pailit seorang debitur.
c. Kejaksaan untuk kepentingan umum. Kejaksaan dapat mengajukan
permohonan pailit dengan alasan untuk kepentingan negara dan/atau
masyarakat luas telah dipenuhi.
d. Bank Indonesia. Dalam hal debitur adalah bank, permohonan pernyataan
pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia, didasarkan pada
penilaian kondisi keuangan dan perbankan secara keseluruhan.
e. Badan Pengawas Pasar Modal—LK (BAPEPAM-LK). Dalam hal debitur
adalah perusahaan efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat
diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
Putusan atas Permohonan Pernyataan Pailit dan hal-hal lain yang berkaitan
ditetapkan oleh Pengadilan Niaga, yaitu yang daerah hukumnya meliputi daerah
tempat kedudukan hukum debitur. Upaya hukum yang dapat diajukan terhadap
putusan atas pernyataan permohonan pailit adalah kasasi ke Mahkamah Agung,
paling lambat 8 (delapan) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi
diucapkan, dengan mendaftarkan kepada Panitera Pengadilan yang telah
memutuskan permohonan pernyataan pailit. Putusan pailit mengakibatkan harta
kekayaan debitur sejak putusan itu dikeluarkan oleh hakim, dimasukkan ke dalam
harta pailit. Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat putusan
pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.
Dalam hukum kepailitan berlaku suatu asas hukum perdata, yaitu Actio Pauliana
yaitu hak yang diberikan Undang-undang kepada seorang kreditur untuk
mengajukan permohonan pembatalan segala perbuatan yang tidak diwajibkan
untuk dilakukan debitur terhadap harta kekayaannya yang diketahui oleh debitur
perbuatan tersebut merugikan kreditur, yang dilakukan sebelum putusan p
ernyataan pailit diucapkan.Tugas untuk melakukan pengurusan harta pailit
dilakukan oleh kurator, di mana kurator yang dimaksud adalah Balai Harta
Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk
mengurus dan membereskan harta debitur pailit di bawah pengawasan Hakim
Pengawas.
Dalam melaksanakan tugasnya, kurator:
a. Tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan
pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur, meskipun dalam keadaan di
luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian disyaratkan.
b. Dalam melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka
meningkatkan harta pailit.
Segera setelah kepada kreditur yang telah dicocokkan piutangnya, dibayarkan
dalam jumlah penuh piutang mereka, atau segera setelah daftar pembagian
penutup menjadi pengikat maka berakhirlah kepailitan. Kurator selanjutnya wajib
untuk:
a. Membuat pengumuman berakhirnya kepailitan dalma Berita Negara.
b. Memberikan pertanggungjawaban kepada Hakim Pengawas paling lama
30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya kepailitan.
c. Menyerahkan bukti dokumen kepada debitur dengan tanda bukti
penerimaan yang sah.

B. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (KPPU)


Ada dua cara yang disediakan Undang-undang Kepailitan dan PKPU agar
debitur terhindar dari ancaman harta kekayaannya:
a. Mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Suspension of
Payment and Surseance van Betalingen). Tujuan PKPU adalah untuk
mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran
sebagian atau seluruh utang kepada kreditur. Pengajuan PKPU dapat
dilakukan sebelum atau pada waktu pengajuan permohonan pailit.
b. Mengadakan perdamaian antara debitur dengan para krediturnya setelah
debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan. Apabila perdamaian tercapai,
maka kepailitan debitur yang telah diputuskan oleh pengadilan berakhir.
Pihak-pihak yang berhak mengajukan PKPU antara lain:
a. Debitur. Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat
melanjutkan membayar hutang-hutangnya yang sudah jatuh waktu dan
dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang,
dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi
tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utangnya kepada kreditur.
b. Kreditur. Kreditur yang memperkirakan bahwa debiturnya tidak dapat
melanjutkan membayar hutangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dapat memohon agar kepada debitur diberi Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, untuk memungkinkan debitur mengajukan rencana
perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh
utangnya kepada kreditur.
Apabila Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah disetujui, penundaan
tersebut dan perpanjangannya tidak boleh melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh)
hari setelah putusan PKPU sementara diucapkan. Selama Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang berlangsung, terhadap debitur tidak dapat diajukan
permohonan pailit. Debitur tidak dapat dipaksa membayar utang dan semua
tindakan eksekusi yang telah mulai untuk memperoleh pelunasan hutang, harus
ditangguhkan.
7. HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

A. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual


Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right) menurut Abdrew
Steward adalah sekumpulan hak yang diberikan oleh hukum untuk melindungi
investasi ekonomi dan usaha-usaha kreatif. Adapun Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) selalu mengandung tiga unsur:
a. Mengandung hak eksklusif yang diberikan oleh hukum.
b. Hal tersebut berkaitan dengan usaha manusia yang didasarkan pada
kemampuan intelektual.
c. Kemampuan intelektual tersebut memiliki nilai ekonomi.

B. Cabang-cabang Hak Kekayaan Intelektual


Hak kekayaan intelektual yang dianut di Indonesia mengenal tujuh cabang,
yaitu:
a. Hak Cipta (Copyright)
Pengaturan Hak Cipta di Indonesia diatur dalam Undang-undang No.19
tahun 2002 tentang Hak Cipta. Adapun yang dimaksud Hak Cipta adalah
hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan yang berlaku.
Dalam pasal 12 ayat 1 Undang-undang Hak Cipta, disebutkan berbagai
ciptaan yang dilindungi mencakup:
1. Buku, program komputer, pamflet, layout karya tulis yang diterbitkan.
2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan yang sejenis dengan itu.
3. Alat peraga yang dibuat untuk pendidikan dan ilmu pengetahuan.
4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
5. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomin.
6. Seni rupa dalam segala bentuk, seperti seni lukis, kaligrafi, seni pahat, seni
patung, kolase dan seni terapan.
7. Arsitektur dan peta.
8. Fotografi dan sinematografi.
9. Terjemahan, tafsir saduran, dan karya lain hasil pengalihwujudan.
Terdapat juga pembatasan atas hak cipta, di mana tidak ada hak cipta atas hasil
rapat terbuka lembaga-lembaga negara, peraturan perundang-undangan, pidato
kenegaraan atau pejabat pemerintah, serta keputusan arbitrase atau keputusan
badan sejenis lainnya.
Beberapa perbuatan yang tidak dapat dituntut melanggar hak cipta:
1. Mengumumkan dan/atau memperbanyak lambang negara dan lagu
kebangsaan menurut sifatnya yang asli.
2. Mengumumkan dan/atau memperbanyak segala sesuatu yang diumumkan
dan/atau diperbanyak oleh pemerintah, kecuali apabila Hak Cipta itu
dinyatakan dilindungi.
3. Pengambilan berita aktual baik sebagian atau seluruhnya dari kantor berita
atau sumber sejenis lainnya dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan
secara lengkap.
Tidak dianggap pelanggaran Hak Cipta dengan syarat bahwa sumbernya harus
disebutkan atau diumumkan adalah:
1. Penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, laporan atau kritik dengan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari penciptanya.
2. Pengambilan ciptaan pihak lain guna keperluan pembelaan di dalam atau
di luar pengadilan.
3. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian guna
keperluan pertunjukkan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran
dengan tidak merugikan kepentingan wajar dari penciptanya.
4. Perbanyakan suatu ciptaan selain program konputer secara terbatas, hanya
untuk keperluan aktivitasnya.
5. Perubahan yang dilakukan atas pertimbangan pelaksanaan teknis atas
karya arsitektur.
6. Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer yang dilakukan
hanya untuk digunakan sendiri.
Dalam hal adanya ciptaan yang tidak dikenal penciptanya, maka berlaku:
1. Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah,
dan benda budaya nasional lainnya.
2. Negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang
menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad,
lagu, kerajinan tangan, koreografi, kaligrafi, dan karya lainnya.
Untuk hak cipta atas ciptaan seperti buku dan karya tulis, segala bentuk seni rupa,
lagu atau musik, ceramah dan pidato, serta terjemahan dan saduran berlaku selama
hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah
pencipta meninggal dunia. Sedangkan, hak cipta atas ciptaan program komputer,
sinematografi, fotografi dan pengalihwujudan berlaku selama 50 (lima puluh)
tahun sejak pertama kali diumumkan. Adapun Sanksi pidana bagi pelanggaran hak
cipta:
1. Barang siapa memperbanyak atau mengumumkan suatu ciptaan tanpa izin
pencipta atau pemegang hak ciptanya dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp 1.000.000 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000 (lima miliar
rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
Hak Cipta atau Hak Terkait dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta
rupiah).
3. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan
untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyakRp
500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Ada 7 prinsip utama di dalam Undang-undang Hak Cipta:
1. Hak Cipta melindungi perwujudan ide, bukan ide itu sendiri.
2. Hak Cipta tidak memerlukan pendaftaran untuk mendapatkan
perlindungan hukum.
3. Hak Cipta bersifat original dan pribadi.
4. Ada pemisahan antara kepemilikan fisik dengan hak yang terkandung
dalam suatu benda.
5. Jangka waktu perlindungan Hak Cipta bersifat terbatas.
6. Pasal-pasal pidana dalam Undang-undang Hak Cipta bersifat delik biasa.
7. Perlindungan Hak Cipta berlaku terhadap warga negara asing yang terlibat
dalam perjanjian yang sama.

b. Hak Paten (Patent)


Dasar hukum berlakunya hukum Paten di Indonesia terletak pada Undang-
undang No.14 tahun 2001 tentang Paten. Yang dimaksud Paten adalah hak
eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya
di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain
untuk melaksanakannya.
Paten tidak diberikan untuk invensi tentang:
1. Proses atau produk yang penggunaan dan pelaksanaannya bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan, moralitas agama, ketertiban umum
atau kesusilaan.
2. Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan/atau pembedahan yang
diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan.
3. Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika.
4. Semua makhluk hidup, kecuali jasad renik dan proses biologis yang
esensial untuk tanaman dan hewan.
5. Suatu invensi atau penemuan dapat diberi Paten apabila invensi tersebut
mengandung unsur novalty (kebaruan), inventive steps (langkah-langkah
inventif), dan industrial applicable (dapat diterapkan dalam industri).
Setiap invensi berupa produk atau alat yang baru dan mempunyai nilai
kegunaan praktis disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, atau komponennya
dapat memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk Paten Sederhana.
Paten diberikan jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak
tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang.
Sedangkan paten sederhana diberikan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun
terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat
diperpanjang.
Adapun sanksi pidana bagi pelanggaran hak paten:
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang
Paten dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang
Paten Sederhana dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 250.000.000 (dua ratus lima puluh
juta rupiah).
Secara garis besar, ada beberapa prinsip dalam Undang-undang Paten:
1. Paten hanya terkait invensi di bidang teknologi yang berisikan pemecahan
masalah.
2. Perlindungan hukum terhadap invensi di bidang teknologi ini didasarkan
atas permohonan.
3. Pendaftaran Paten bersifat teritorial.
4. Sistem pendaftaran Paten yang dianut Undang-undang Paten adalah sistem
pendaftar pertama.
5. Paten dapat dialihkan kepemilikannya melalui berbagai cara seperti
pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang
dibenarkan peraturan perundang-undangan.
6. Pengadilan Niaga mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan perkara
pelanggaran Paten di bidang perdata.
7. Tindak pidana dalam Undang-undang Paten adalah delik aduan.

c. Merek (Trademark)
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Merek dirumuskan bahwa Merek
adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angka, susunan
warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
pembeda yang digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
Pemilik suatu Merek akan mendapatkan perlindungan hukum sebagai
pemilik hak atas Merek apabila Merek tersebut didaftarkan di Direktorat
Jenderal HKI Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia:
1. Suatu Merek dapat didaftarkan apabila memenuhi syarat adanya
Substantial Distinctiveness (Daya Pembeda) dan Originality.
2. Suatu Merek tidak dapat didaftarkan apabila permohonan diajukan oleh
pemohon yang beritikad tidak baik, Merek mengandung unsur yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, moralitas agama,
kesusilaan, dan ketertiban umum; tidak memiliki daya pembeda; telah
menjadi milik umum; dan merupakan keterangan atau berkaitan dengan
barang atau jasa yang dimohon pendaftarannya.
3. Suatu Merek harus ditolak pendaftarannya apabila mempunyai persamaan
pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek pihak lain sejenis yang
sudah terdaftar dahulu, merek yang sudah terkenal, dan indikasi geografis.
Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10
(sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan pendaftaran dan jangka waktu
perlindungan tersebut dapat diperpanjang.
Adapun sanksi pidana bagi pelanggaran Merek adalah:
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang
sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk
barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang
sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk
barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah).
Ada beberapa prinsip dalam Undang-undang Merek Indonesia:
1. Merek merupakan sebuah tanda yang membedakan sebuah produk barang
atau jasa dengan produk barang atau jasa lain yang sejenis.
2. Perlindungan Merek diberikan dengan pendaftaran.
3. Pihak yang mengajukan permohonan pendaftaran Merek dapat orang
maupun badan hukum.
4. Permohonan merek dapat diperpanjang asalkan permohonan dilakukan dua
belas bulan sebelum jangka waktu berakhir.
5. Undang-undang Merek menganut asas pendaftar pertama.
6. Undang-undang Merek menganut prinsip pemohon Merek yang beritikad
baik.
7. Untuk mempercepat penyelesaian perkara Merek, putusan Pengadilan
Niaga hanya data diajukan kasasi.
8. Undang-undang Merek menyandarkan proses tuntutan pidana berdasarkan
prinsip delik aduan.
DAFTAR PUSTAKA
Arus Akbar Silondae & Andi Fariana Fathoeddin. (2010). Aspek Hukum dalam
Ekonomi dan Bisnis. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Anda mungkin juga menyukai