DISUSUN OLEH :
NIM: 17622127
KELAS: M1.AKUNTANSI
TANJUNGPINANG
T.A 2019/2020
1. PENGANTAR HUKUM BISNIS
B. Sistematika Hukum
Secara umum, hukum dibagi ke dalam dua kelompok yaitu hukum privat dan
hukum publik. Apabila mempelajari aspek hukum yang mengatur aktivitas bisnis,
maka hukum bisnis berada di kedua wilayah hukum, baik hukum privat maupun
hukum publik. Namun demikian, hukum bisnis banyak berpedoman kepada
ketentuan-ketentuan Hukum Perdata dalam kelompok hukum publik, terutama
dalam aspek perjanjian atau perikatan.
B. Asas Perjanjian
Ada tujuh jenis asas-asas umum hukum perjanjian yang harus diperhatikan
oleh setiap pihak yang terlibat di dalamnya:
1. Asas sistem terbukanya hukum perjanjian—Setiap pihak yang
membuat perjanjian memiliki kebebasan yang seluas-luasnya untuk
membuat berbagai macam bentuk perjanjian sepanjang tidak
bertentangan dengan nilai-nilai sosial dan memiliki itikad baik.
2. Asas konsensualitas—Setiap perjanjian ada sejak adanya
kesepakatan antara para pihak yang membuat perjanjian.
3. Asas personalitas—Tidak seorang pun dapat membuat perjanjian
untuk kepentingan pihak lain.
4. Asas itikad baik—Semua perjanjian haruslah dibuat didasari oleh
suasana batin yang memiliki itikad baik.
5. Asas Pacta sunt Servanda—Semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Siapapun selain para pihak yang membuat perjanjian
dilarang mencampuri isi perjanjian yang telah dibuat.
6. Asas Force majeur—Suatu sebab yang memaksa untuk membayar
ganti rugi akibat tidak terlaksananya perjanjian.
7. Asas Exeptio non adiempleti contractus—Suatu pembelaan untuk
dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi akibat tidak
dipenuhinya perjanjian, dengan alasan pihak lain dalam perjanjian
itu juga melakukan suatu kelalaian.
D. Jenis Arbitrase
Jenis arbitrase dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunteer yaitu arbitrase yang dibentuk
secara khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu.
Apabila sengketa telah diputus, arbitrase akan lenyap dengan sendirinya.
2. Arbitrase institusional, yaitu merupakan lembaga atau badan arbitrase
yang bersifat permanen, yang sengaja didirikan untuk menyelesaikan
sengketa bagi mereka yang ingin menyelesaikan sengketa di luar
pengadilan.
5. PERSEROAN TERBATAS
A. Kepailitan
Kepailitan diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan debitur pailit
yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah
pengawasan Hakim Pengawas. Dasar hukum berlakunya Hukum Kepailitan di
Indonesia terdapat di dalam Undang-undang No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Ada beberapa tujuan hukum kepailitan (bankruptcy law), antara lain:
a. Menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitur di antara
para krediturnya.
b. Mencegah agar para debitur tidak melakukan perbuatan yang dapat
merugikan kepentingan para kreditur.
c. Memberikan perlindungan kepada debitur yang beritikad dari pada
krediturnya, dengan cara memperoleh pembebasan hutang.
Ada beberapa asas yang sejalan dengan yang seharusnya dianut oleh suatu
Undang-undang kepailitan yang baik:
a. Asas keseimbangan. Di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat
mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh
debitur yang tidak jujur dan kreditur yang tidak beritikad baik.
b. Asas kelangsungan usaha. Terdapat ketentuan yang memungkinkan
perusahaan debitur yang prospektif tetap dilangsungkan.
c. Asas keadilan. Ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa
keadilan bagi para pihak yang berkepentingan.
d. Asas integrasi. Sistem hukum formil dan materiilnya merupakan kesatuan
yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.
Permohonan pailit seorang debitur harus memenuhi syarat-syarat:
a. Debitur mempunyai sedikitnya dua hutang dari dua atau lebih kreditur.
b. Debitur tidak melunasi sedikitnya satu hutang kepada salah satu
krediturnya.
c. Utang yang tidak dibayar lunas itu haruslah hutang yang telah jatuh waktu
dan dapat ditagih (due/expired and payable).
Sedangkan pihak-pihak yang berhak mengajukan permohonan pailit, antara
lain:
a. Kreditur. Kreditur dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa
kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta
debitur dan haknya untuk didahulukan.
b. Debitur sendiri. Seorang debitur dapat mengajukan permohonan
pernyataan pailit terhadap dirinya (voluntary petition) apabila memenuhi
syarat-syarat permohonan pailit seorang debitur.
c. Kejaksaan untuk kepentingan umum. Kejaksaan dapat mengajukan
permohonan pailit dengan alasan untuk kepentingan negara dan/atau
masyarakat luas telah dipenuhi.
d. Bank Indonesia. Dalam hal debitur adalah bank, permohonan pernyataan
pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia, didasarkan pada
penilaian kondisi keuangan dan perbankan secara keseluruhan.
e. Badan Pengawas Pasar Modal—LK (BAPEPAM-LK). Dalam hal debitur
adalah perusahaan efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat
diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
Putusan atas Permohonan Pernyataan Pailit dan hal-hal lain yang berkaitan
ditetapkan oleh Pengadilan Niaga, yaitu yang daerah hukumnya meliputi daerah
tempat kedudukan hukum debitur. Upaya hukum yang dapat diajukan terhadap
putusan atas pernyataan permohonan pailit adalah kasasi ke Mahkamah Agung,
paling lambat 8 (delapan) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi
diucapkan, dengan mendaftarkan kepada Panitera Pengadilan yang telah
memutuskan permohonan pernyataan pailit. Putusan pailit mengakibatkan harta
kekayaan debitur sejak putusan itu dikeluarkan oleh hakim, dimasukkan ke dalam
harta pailit. Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat putusan
pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.
Dalam hukum kepailitan berlaku suatu asas hukum perdata, yaitu Actio Pauliana
yaitu hak yang diberikan Undang-undang kepada seorang kreditur untuk
mengajukan permohonan pembatalan segala perbuatan yang tidak diwajibkan
untuk dilakukan debitur terhadap harta kekayaannya yang diketahui oleh debitur
perbuatan tersebut merugikan kreditur, yang dilakukan sebelum putusan p
ernyataan pailit diucapkan.Tugas untuk melakukan pengurusan harta pailit
dilakukan oleh kurator, di mana kurator yang dimaksud adalah Balai Harta
Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk
mengurus dan membereskan harta debitur pailit di bawah pengawasan Hakim
Pengawas.
Dalam melaksanakan tugasnya, kurator:
a. Tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan
pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur, meskipun dalam keadaan di
luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian disyaratkan.
b. Dalam melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka
meningkatkan harta pailit.
Segera setelah kepada kreditur yang telah dicocokkan piutangnya, dibayarkan
dalam jumlah penuh piutang mereka, atau segera setelah daftar pembagian
penutup menjadi pengikat maka berakhirlah kepailitan. Kurator selanjutnya wajib
untuk:
a. Membuat pengumuman berakhirnya kepailitan dalma Berita Negara.
b. Memberikan pertanggungjawaban kepada Hakim Pengawas paling lama
30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya kepailitan.
c. Menyerahkan bukti dokumen kepada debitur dengan tanda bukti
penerimaan yang sah.
c. Merek (Trademark)
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Merek dirumuskan bahwa Merek
adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angka, susunan
warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
pembeda yang digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
Pemilik suatu Merek akan mendapatkan perlindungan hukum sebagai
pemilik hak atas Merek apabila Merek tersebut didaftarkan di Direktorat
Jenderal HKI Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia:
1. Suatu Merek dapat didaftarkan apabila memenuhi syarat adanya
Substantial Distinctiveness (Daya Pembeda) dan Originality.
2. Suatu Merek tidak dapat didaftarkan apabila permohonan diajukan oleh
pemohon yang beritikad tidak baik, Merek mengandung unsur yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, moralitas agama,
kesusilaan, dan ketertiban umum; tidak memiliki daya pembeda; telah
menjadi milik umum; dan merupakan keterangan atau berkaitan dengan
barang atau jasa yang dimohon pendaftarannya.
3. Suatu Merek harus ditolak pendaftarannya apabila mempunyai persamaan
pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek pihak lain sejenis yang
sudah terdaftar dahulu, merek yang sudah terkenal, dan indikasi geografis.
Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10
(sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan pendaftaran dan jangka waktu
perlindungan tersebut dapat diperpanjang.
Adapun sanksi pidana bagi pelanggaran Merek adalah:
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang
sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk
barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang
sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk
barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah).
Ada beberapa prinsip dalam Undang-undang Merek Indonesia:
1. Merek merupakan sebuah tanda yang membedakan sebuah produk barang
atau jasa dengan produk barang atau jasa lain yang sejenis.
2. Perlindungan Merek diberikan dengan pendaftaran.
3. Pihak yang mengajukan permohonan pendaftaran Merek dapat orang
maupun badan hukum.
4. Permohonan merek dapat diperpanjang asalkan permohonan dilakukan dua
belas bulan sebelum jangka waktu berakhir.
5. Undang-undang Merek menganut asas pendaftar pertama.
6. Undang-undang Merek menganut prinsip pemohon Merek yang beritikad
baik.
7. Untuk mempercepat penyelesaian perkara Merek, putusan Pengadilan
Niaga hanya data diajukan kasasi.
8. Undang-undang Merek menyandarkan proses tuntutan pidana berdasarkan
prinsip delik aduan.
DAFTAR PUSTAKA
Arus Akbar Silondae & Andi Fariana Fathoeddin. (2010). Aspek Hukum dalam
Ekonomi dan Bisnis. Jakarta: Mitra Wacana Media.