Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

DAMPAK MASIF KORUPSI TERHADAP EKONOMI

BAB I
BAB II KATA PENGANTAR
BAB III DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Masalah
BAB II PEMBAHASAN

1.4. Pengertian Ekonomi


Definisi paling sederhana dari korupsi adalah penyalahgunaan
kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Kata korupsi biasa
diterapkan pada situasi ketidakjujuran secara umum termasuk perilaku para
pejabat di sektor publik, dimana para politisi dan pelayan mesyarakat
memperkaya diri sendiri secara tidak tepat dan melawan hukum atau
semacamnyam dengan penyalahgunaan kekuasaan yang dipercayakan pada
mereka.

Berdasar pandangan hukum, dikatakan korupsi bila memenuhi unsur-


unsur perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenagan,kesempatan
atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, dan unsur
terakhiradalah merugikan keuangan negara atauperekonomian negara. Suatu
perbuatan dikatakan korupsi diantaranya adalah bila memberi atau menerima
hadiah atau janji atau penyuapan, penggelapan dalam jabatan, pemerasan
dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan dan menerima gratifikasi bagi
pegawai negeri penyelenggara negara.

Secara umum korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk


kepentinganpribadi. Titik ujung dari korupsi adalah kleptokrasi (pemerintahan
oleh para pencuri). Korupsi terjadi di semua negara, terlepas dari tingkatan
sosial dan Pembangunanekonominya. Umumnya, korupsi paling mungkin
terjadi ketika sektor publik dan sektor swasta bertemu dan khususnya dimana
pejabat public memiliki tanggung jawab langsung atas ketetapan-ketetapan
tentang pelayanan publik atau penerapanregulasi khusus. (Nawatmi, 2013)

Dalam konteks kriminologi atau ilmu tentang kejahatan ada sembilan


tipe korupsi yaitu :

1. Political bribery adalah termasuk kekuasaan dibidang legislatif sebagai


badan pembentuk Undang-Undang. Secara politis badan tersebut
dikendalikan oleh suatu kepentingan karena dana yang dikeluarkan pada
masa pemilihan umum sering berkaitan dengan aktivitas perusahaan
tertentu. Para pengusaha berharap anggota yang duduk di parlemen dapat
membuat aturan yang menguntungkan mereka.
2. Political kickbacks, yaitu kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan sistem
kontrak pekerjaan borongan antara pejabat pelaksana dan pengusaha yang
memberi peluang untuk mendatangkan banyak uang bagi pihak-pihak
yang bersangkutan.
3. Election fraud adalah korupsi yang berkaitan langsung dengan
kecurangan pemilihan umum.
4. Corrupt campaign practice adalah praktek kampanye dengan
menggunakan fasilitas Negara maupun uang Negara oleh calon yang
sedang memegang kekuasaan Negara.
5. Discretionary corruption yaitu korupsi yang dilakukan karena ada
kebebasan dalam menentukan kebijakan.
6. Illegal corruption ialah korupsi yang dilakukan dengan mengacaukan
bahasa hukum atau interpretasi hukum. Tipe korupsi ini rentan dilakukan
oleh aparat penegak hukum, baik itu polisi, jaksa, pengacara, maupun
hakim.
7. Ideological corruption ialah perpaduan antara discretionary corruption
dan illegal corruption yang dilakukan untuk tujuan kelompok.
8. Mercenary corruption yaitu menyalahgunakan kekuasaan semata-mata
untuk kepentingan pribadi.

Dalam konteks hukum pidana, tidak semua tipe korupsi yang kita
kenal tersebut dikualifikasikan sebagai perbuatan pidana. Oleh Karena itu,
perbuatan apa saja yang dinyatakan sebagai korupsi, kita harus merujuk pada
Undang-Undang pemberantasan korupsi.

Menurut Shed Husein Alatas, ciri-ciri korupsi antara lain sebagai berikut:

1. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.


2. Korupsi pada umumnya dilakukan secara rahasia, kecuali korupsi itu telah
merajalela dan begitu dalam sehingga individu yang berkuasa dan mereka
yang berada dalam lingkungannya tidak tergoda untuk menyembunyikan
perbuatannya.
3. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
4. Kewajiban dan keuntungan yang dimaksud tidak selalu berupa uang.
5. Mereka yang mempraktikan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk
menyelubungi perbuatannya dengan berlindung di balik pembenaran
hukum.
6. Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas dan
mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
7. Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan oleh
badan publik atau umum (masyarakat).
8. Setiap tindakan korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.

Unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam


UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 adalah:

1. Pelaku (subjek), sesuai dengan Pasal 2 ayat (1). Unsur ini dapat
dihubungkan dengan Pasal 20 ayat (1) sampai (7), yaitu:
2. Dalam hal tindak pidana korupsi oleh atau atas suatu korporasi, maka
tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan
atau pengurusnya.
3. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana
tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja
maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi
tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
4. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka
korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.
5. Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
dapat diwakili orang lain.
6. Hakim dapat memerintah supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di
pengadilan dan dapat pula memerintah supaya pengurus tersebut dibawa
ke sidang pengadilan.
7. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan
untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan
kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus
berkantor.
8. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana
denda dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu pertiga).
9. Melawan hukum baik formil maupun materil.
10. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi.
11. Dapat merugikan keuangan atau perekonomian Negara.
12. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Sebab-sebab terjadinya korupsi diantaranya adalah:

1. Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri di banding dengan


kebutuhan seharihari yang semakin lama semakin meningkat,
2. Ketidakberesan manajemen,
3. Modernisasi
4. Emosi mental,
5. Gabungan beberapa faktor.

Sedangkan menurut S. H. Alatas korupsi terjadi disebabkan oleh faktor


faktor berikut:

1. Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang


mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang
menjinakkan korupsi,
2. Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika,
3. Kolonialisme,
4. Kurangnya pendidikan,
5. Kemiskinan,
6. Tiadanya hukuman yang keras,
7. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi
8. Struktur pemerintahan,
9. Perubahan radikal, dan
10. Keadaan Masyarakat

1.5. Dampak Buruk Korupsi terhadap Perekonomian Negara


Korupsi telah menjadi momok menakutkan bagi pembangunan sebuah
negara. Betapa tidak, di tengah upaya meningkatkan perekonomian dan
menciptakan kesejahteraan, korupsi malah menjadi faktor perusak di banyak
lini. Dampak korupsi terhadap perekonomian tidak bisa dianggap enteng.

Setidaknya ada lima dampak buruk korupsi terhadap perekonomian


negara seperti yang dipaparkan para ahli. Jika korupsi tak bisa ditanggulangi,
bukan tidak mungkin perekonomian negara bisa jalan di tempat atau bahkan
terpuruk. Dalam hal ini, yang menjadi korban adalah rakyat.

Berikut adalah lima dampak buruk korupsi terhadap perekonomian negara:

1. Korupsi Memperlambat Pertumbuhan ekonomi

Data Indeks Persepsi Korupsi oleh Transparency International


menunjukkan bahwa negara-negara maju memiliki tingkat korupsi yang
rendah. Sementara di negara-negara berkembang, tingkat korupsinya sangat
tinggi. Data itu menunjukkan korupsi berkorelasi dengan rendahnya tingkat
pertumbuhan ekonomi, PDB per kapita, kesenjangan ekonomi, hingga tingkat
pertumbuhan sumber daya manusia.

Di negara ekonomi rendah dan berkembang, korupsi marak terjadi di


sektor perizinan hingga pengadaan barang dan jasa. Para pengusaha di negara-
negara ini menggunakan uang dan koneksinya untuk menyuap agar
memuluskan perizinan, memanipulasi kebijakan, serta mekanisme pasar.

Walau demikian, ada sebagian pihak menyetujui kondisi ini dengan


dalih korupsi adalah "pelumas roda perekonomian" atau teori "grease the
wheel". Mereka berargumen, suap pada perizinan membuat usaha-usaha lebih
mudah berkembang dan cepat dalam produksi. Kondisi ini banyak terjadi di
negara dengan sistem kelembagaan yang tidak baik dan pengurusan izin yang
berbelit-belit.

Transparency International dalam sebuah jurnalnya menulis, dalam


jangka pendek korupsi pada perizinan memang dapat memangkas ongkos
perusahaan, namun dalam jangka panjang dampaknya sangat merusak. Di
antara kerusakannya adalah berkurangnya pendapatan negara di sektor pajak
dan perizinan, merongrong legitimasi institusi negara, merendahkan
penegakan hukum, memunculkan ketidakpercayaan investor, hingga
memunculkan monopoli dan oligopoli yang tidak sehat bagi persaingan usaha.

Dalam situasi ini, hanya perusahaan berduit yang akan berkembang


karena mampu menyuap aparat. Akibatnya, harga barang diatur oleh segelintir
orang dan tidak adanya pemerataan perekonomian. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa korupsi bukanlah pelumas perekonomian tetapi "sand the
wheel" atau penghambat roda perekonomian.

2. Korupsi Menurunkan Tingkat Investasi

Mengutip buku (Korupsi, 2016) "Modul Integritas Bisnis - Dampak


Sosial Korupsi", berbagai penelitian menunjukkan bahwa korupsi mampu
menurunkan tingkat investasi sebuah negara, terutama foreign direct
investment (FDI) atau investasi langsung dari luar negeri.

Kondisi ini terjadi ketika investor asing cenderung berinvestasi di


negara-negara dengan tingkat korupsi rendah. Mereka beranggapan, investasi
di negara korup akan menyebabkan biaya transaksi yang tinggi akibat pungli
dan suap. Akibatnya, keuntungan mereka di negara tersebut tidak akan
maksimal.

Investor yang masuk ke negara itu juga cenderung investor yang


korup. Investor jenis ini biasanya menghasilkan produk yang tidak berkualitas
namun dapat terus beroperasi karena bersedia memberi suap. Paolo Mauro
dalam jurnalnya pada 1995 menunjukkan bukti empiris bahwa korupsi
menurunkan rasio investasi terhadap PDB, serta membuat anjlok tingkat
investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Padahal investasi asing penting bagi sebuah negara. IMF menganggap


FDI adalah jenis investasi yang tahan terhadap krisis. Selain memberikan
pemasukan dari sektor pajak, investasi asing memberikan keuntungan lainnya,
di antaranya membuka banyak lapangan pekerjaan dan meningkatkan kualitas
SDM, adanya transfer teknologi ke sebuah negara, hingga memicu persaingan
usaha yang sehat di pasar dalam negeri.

3. Korupsi Menurunkan Kualitas Sarana dan Prasarana

Penetapan anggaran yang dimanipulasi untuk kepentingan sendiri dan


golongan dapat menyebabkan rendahnya kualitas sarana dan prasana sebuah
negara. Hal ini terjadi karena korupsi oleh penyelenggara negara telah
menyebabkan misalokasi sumber daya.

Dalam kaitannya dengan perekonomian, misalokasi ini menyebabkan


pembagian anggaran yang tidak tepat guna. Anggaran pembangunan
infrastruktur bagi majunya perekonomian akhirnya tidak mendapatkan porsi
yang sesuai. Belum lagi jika ditambah anggaran infrastruktur itu dikorupsi.
Sudah anggarannya kurang, disunat pula oleh para oknum. Akibatnya
infrastruktur yang dibangun akan berkualitas rendah.

Rendahnya kualitas infrastruktur dapat mengganggu akses masyarakat


menuju pusat perekonomian dan pusat pertumbuhan. Hal ini akan berdampak
negatif bagi pertumbuhan ekonomi sebuah wilayah.

Tidak hanya itu, infrastruktur berkualitas rendah juga berpotensi


mengorbankan keselamatan masyarakat. Bayangkan, jika pembangunan
jembatan dilakukan dengan material bermutu rendah dan tidak sesuai
kualifikasi, tinggal menunggu waktu hingga bencana terjadi.

4. Korupsi Menciptakan Ketimpangan Pendapatan


Berbagai penelitian menunjukkan tingkat korupsi berdampak pada
ketimpangan pendapatan yang diukur berdasarkan Gini rasio. Hal ini terjadi
karena orang kaya memiliki pengaruh dan kesempatan untuk melakukan suap
dibanding orang miskin.

Suap mereka lakukan untuk mempertahankan status dan meningkatkan


kekayaan diri dan perusahaan. Sementara orang miskin akan semakin melarat
karena diperas oleh penyelenggara negara korup di berbagai lini kehidupan,
bahkan untuk pelayanan publik yang seharusnya murah atau bahkan gratis.

Orang-orang kaya di negara sarat korupsi juga menggunakan pengaruhnya


untuk memenangkan tender pada berbagai proyek pemerintahan. Akibatnya tidak
tercipta pemerataan pendapatan masyarakat dari proyek-proyek tersebut, selain
menyebabkan kualitas infrastruktur yang buruk.

Peneliti Jong-Sung You dan Sanjeev Khagram (2015) dalam jurnalnya


menyatakan ketimpangan juga terjadi akibat pemungutan pajak yang tidak adil.
Ini terjadi karena orang kaya menggunakan pengaruh politiknya untuk
meringankan atau mengubah kebijakan pajak bagi mereka. Orang kaya dengan
bebas melakukan hal tersebut karena banyaknya oknum korup di parlemen dan
ketidakberdayaan masyarakat miskin untuk menyeret koruptor ke hadapan
hukum.

5. Korupsi Menciptakan Kemiskinan

Berbagai dampak korupsi terhadap ekonomi di atas pada akhirnya


bermuara pada satu hal: kemiskinan. Korupsi sendiri memang tidak secara
langsung menciptakan kemiskinan. Tapi seperti yang dijabarkan di atas, korupsi
telah melemahkan perekonomian, menutup lapangan pekerjaan, hingga
ketimpangan pendapatan yang akhirnya menciptakan kemiskinan.

Korupsi menutup kesempatan untuk masyarakat miskin untuk


memperbaiki kehidupannya. Mereka kebanyakan tidak memiliki pengaruh dan
uang untuk memanipulasi kebijakan atau mengambil keuntungan dari karut
marutnya perizinan dan layanan publik di sebuah negara. Akhirnya, kekayaan
hanya dimiliki segelintir orang yang punya uang dan kuasa.

Penyelenggara negara atau anggota parlemen korup yang seharusnya


menyejahterakan rakyat malah menggunakan kekuasaan untuk memperkaya diri
sendiri. Akibatnya, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin ambruk.

Ironisnya, korupsi juga merupakan hasil dari kemiskinan. Rasuah justru banyak
terjadi di negara-negara miskin dan berkembang, seperti tercatat pada Indeks
Persepsi Korupsi atau IPK. Di negara-negara ini, upah pegawai negeri dan aparat
penegak hukum sangat rendah sehingga memaksa mereka menerima suap. Proses
demokrasi di negara-negara miskin juga lemah, kerap diwarnai dengan money
politic. Akhirnya, orang-orang yang duduk di pemerintahan adalah politisi korup
yang menggunakan kuasa untuk kepentingan pribadi.

Fakta ini akhirnya memunculkan istilah "kemiskinan mengundang korupsi, dan


korupsi memperparah kemiskinan", sebuah lingkaran setan. Berbagai upaya
dilakukan pemerintah, seperti di Indonesia, untuk mengatasi masalah ini, salah
satunya dengan pendidikan antikorupsi.

Dengan pendidikan antikorupsi, pemerintah Indonesia melalui KPK ingin


membuka kesadaran masyarakat bahwa korupsi adalah perbuatan yang tidak
hanya terlarang, tetapi juga merugikan diri sendiri serta orang lain. KPK telah
menjadikan pendidikan sebagai salah strategi pemberantasan korupsi, selain
langkah penindakan melalui penegakan hukum dan pencegahan melalui perbaikan
sistem. Strategi KPK ini dikenal sebagai Trisula Pemberantasan Korupsi.
1.6. Upaya mencegah korupsi

Upaya pencegahan preventif dan represif agar tindak korupsi tidak lagi terjadi
adalah meminimalisasi faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi
dan mempercepat proses penindakan terhadap pelaku tindak korupsi. Strategi
Preventif Upaya preventif adalah usaha pencegahan korupsi yang diarahkan untuk
meminimalisasi penyebab dan peluang seseorang melakukan tindak korupsi.
Upaya preventif dapat dilakukan dengan: Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat
atau DPR. Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya.
Membangun kode etik di sektor publik. Membangun kode etik di sektor partai
politik, organisasi profesi, dan asosiasi bisnis. Meneliti lebih jauh sebab-sebab
perbuatan korupsi secara berkelanjutan. Penyempurnaan manajemen sumber daya
manusia atau SDM dan peningkatan kesejahteraan pegawai negeri. Mewajibkan
pembuatan perencanaan strategis dan laporan akuntabilitas kinerja bagi instansi
pemerintah. Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen.
Penyempurnaan manajemen barang kekayaan milik negara atau BKMN.
Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Kampanye untuk
menciptakan nilai atau value secara nasional. Strategi Detektif Upaya detektif
adalah usaha yang diarahkan untuk mendeteksi terjadinya kasus-kasus korupsi
dengan cepat, tepat, dan biaya murah. Sehingga dapat segera ditindaklanjuti.
Berikut upaya detektif pencegahan korupsi: Perbaikan sistem dan tindak lanjut
atas pengaduan dari masyarakat. Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi
keuangan tertentu. Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi
publik. Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di
kancah internasional. Peningkatan kemampuan Aparat Pengawasan Fungsional
Pemerintah ata APFP dalam mendeteksi tindak pidana korupsi. Baca juga:
Kejagung Akan Lakukan Penyidikan Dugaan Korupsi Fasilitas Ekspor Minyak
Goreng Bulan Depan Strategi Represif Upaya represif adalah usaha yang
diarahkan agar setiap perbuatan korupsi yang telah diidentifikasi dapat diproses
dengan cepat, tepat, dan dengan biaya murah. Sehingga para pelakunya dapat
segera diberikan sanksi sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Upaya
represif dalam mencegah tindak pidana korupsi adalah: Penguatan kapasitas badan
atau komisi anti korupsi. Penyelidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman
koruptor besar dengan efek jera. Penentuan jenis-jenis atau kelompok korupsi
yang diprioritaskan untuk diberantas. Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik.
Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem
peradilan pidana secara terus menerus. Pemberlakuan sistem pemantauan proses
penanganan tindak korupsi secara terpadu. Publikasi kasus-kasus tindak pidana
korupsi beserta analisisnya. Pengaturan kembali hubungan dan standar kerja
antara tugas penyidik tindak pidana korupsi dengan penyidik umum, penyidik
pegawai negeri sipil atau PPNS, dan penuntut umum.

Anda mungkin juga menyukai