Anda di halaman 1dari 8

RESUME MAKALAH

Nama : Sely Lolita


NIM : 4022021072
Prodi : Ekonomi Syariah
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam

IDENTITAS MAKALAH
Judul Tindak Pidana Korupsi dalam Perundang-Undangan di
Indonesia
Penulis Sely Lolita
Jenis Makalah Pendidikan Anti Korupsi
Tahun 2022
Jumlah Halaman 17 (cover, 2 hlm romawi dan 14 hlm angka)

RINGKASAN ISI
Dewasa ini Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) telah merajalela di tanah air.
Hal ini tidak saja merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara, tetapi
juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi
masyarakat, menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tipikor tidak lagi dapat
digolongkan sebagai kejahatan biasa, tetapi telah menjadi kejahatan luar biasa.
Metode konvensional yang selama ini digunakan terbukti tidak bisa menyelesaikan
persoalan korupsi yang ada di masyarakat, maka penanganannya pun juga harus
menggunakan cara-cara luar biasa. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menggunakan
istilah hasil tindak pidana untuk mendeskripsikan aset yang diperoleh dari tindak
pidana maupun aset yang terkait dengan tindak pidana, meskipun istilah yang lebih
tepat adalah aset tindak pidana. Pengembalian aset yang diperoleh dari tindak
pidana korupsi menurut Purwaning juga dilandaskan atas prinsip-prinsip keadilan
sosial sehingga institusi negara dan institusi hukum mendapat tugas dan tanggung
jawab menjamin terwujudnya kesejahteraan bagi setiap individu atau masyarakat.
Atas dasar itu, dalam konteks tindak pidana korupsi yang menghilangkan
kemampuan negara untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya maka negara
wajib menuntut pemulihan atas kekayaan yang diambilsecara melawan hak. Hasil
dan instrumen darisuatu tindak pidana harus dirampas dan digunakan untuk korban
(negara atau subjek hukum). Kedua, pencegahan pelanggaran hukum dengan cara
menghilangkan keuntungan ekonomi dari kejahatan dan mencegah perilaku jahat.

PEMBAHASAN
A. Tindak Pidana Korupsi
Pada bagian pertama ini mula-mula penulis menjelaskan tentang definisi
korupsi. Penulis mengatakan bahwa Korupsi berasal dari Bahasa latin corruption
atau corruptus yang kemudian muncul dalam banyak Bahasa lainnya. Di Indonesia,
kita menyebut KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Korupsi selama ini mengacu
kepada berbagai tindakan gelap dan tidak sah (illicit or illegal activities) untuk
mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok. Definisi ini kemudian
berkembang sehingga pengertian korupsi menekankan pada penyalahgunaan
kekuasaan atau kedudukan publik untuk keuntungan pribadi.1
Philip mengidentifikasi tiga pengertian luas yang paling seringdigunakan dalam
berbagai pembahasan tentang korupsi:
• Korupsi yang berpusat pada kantor publik (public Office centered
corruption).
• Korupsi yang berpusat pada dampaknya terhadap kepentingan umum
(public interest-centered).
• Korupsi yang berpusat pada pasar (market-centered) yang berdasarkan
analisa korupsi menggunakan teori pilihan publik dan sosial, dan
pendekatan ekonomi dalam kerangka analisa politik.
Korupsi terjadi apabila memenuhi tiga kriteria yang merupakan syarat bahwa
seseorang bisa dijerat dengan undang-undang korupsi, ketiga syarat tersebut
adalah:

1
Azyumardi Azra, Korupsi Dalam Perspektif Good Governance, (Jurnal Kriminologi
IndonesiaVol. 2, no. 1 2002). Hlm. 31
• Melawan hukum
• Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi
• Merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
Dengan kriteria tersebut maka orang yang dapat dijerat dengan undang-
undang korupsi,bukan hanya pejabat Negara saja melainkan pihak swasta yang
ikut terlibat dan badan usaha/korporasi pun dapat dijerat dengan ketentuan UU
Tipikor.2

B. Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi


Di bagian ini lebih dijelaskan tentang lingkup pengertian asset hasil tindak
pidana korupsi yang juga pengertian tersebut telah diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUHPer) pasal 499 yang dinamakan kebendaan, yaitu
tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik. Kebendaan
menurut bentuknya, dibedakan menjadi benda bertubuh dan tak bertubuh.
Sedangkan menurut sifatnya, benda dibedakan menjadi benda bergerak yaitu yang
dihabiskan dan tidak dapat dihabiskan, serta benda tidak bergerak. Hal ini sesuai
dengan pengertian harta kekayaan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8
tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang, yaitu Harta kekayaan adalah semua benda bergerak atau benda tidak
bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang diperoleh baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Lebih jauh dari itu, harta kekayaan yang dapat dirampas tidak hanya
terbatas pada sesuatuyang diperoleh atau suatu bentuk keuntungan yang diperoleh
dari suatu tindak pidana. Harta kekayaan yang digunakan untuk membiayai atau
sebagai alat, sarana, atau prasarana, bahkan setiap harta kekayaan yang terkait
dengan tindak pidana atau seluruh harta kekayaan milik pelaku tindak pidana juga
dapat dirampas, sesuai dengan jenis tindak pidana yang terkait dengan harta
kekayaan tersebut.

2
Eddy Mulyadi Soepardi, Peran BPKP Dalam Penanganan Kasus Berindikasi Korupsi
PengadaanBarang Dan Jasa Konsultasi Instansi Pemerintah,‖ Seminar Nasional Permasalahan
Hukum PadaPelaksanaan Kontrak Jasa Konsultansi dan Pencegahan Korupsi Di Lingkungan
Instansi Pemerintah (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan INKINDO, 2010).
hlm. 5
Dengan demikian, pelaku tindak pidana atau setiap orang yang terlibat atau
yang ingin melibatkan diri dalam suatu kejahatanatau organisasi kejahatan akan
menyadari bahwa selain kemungkinan keuntungan yang akan mereka peroleh,
ternyata mereka juga berhadapan dengan besarnya risiko kehilangan harta
kekayaan mereka.3
Adapun pencegahan korupsi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang menggunakan istilah hasil tindak pidana‖ untuk mendeskripsikan aset yang
diperoleh dari tindak pidana maupun aset yang terkait dengan tindak pidana,
meskipunistilah yang lebih tepat adalah aset tindak pidana‖. Penggunaan istilah
hasil tindak pidana sebenarnya terkesan membatasi ruang lingkup dari aset yang
terkait dengan tindak pidana, karena sebenarnya asset yang terkait dengan tindak
pidana itu mempunyai makna yang lebih luas dari sekedar hasil tindak pidana.

C. Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi


Dalam bagian ini penulis mengambil kutipan dari M. Yanuar Purwaning.
Dalam jurnal tersebut tertulis bahwa “Pengembalian aset yang diperoleh dari
tindak pidana korupsi menurut Purwaning juga dilandaskan atas prinsip-prinsip
keadilan sosial sehingga institusi negara dan institusi hukum mendapat tugas dan
tanggung jawab menjamin terwujudnya kesejahteraan bagi setiap individu-
individu atau masyarakat”. Atas dasar itu, dalam konteks tindak pidana korupsi
yang menghilangkan kemampuan negara untuk menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya maka negara wajib menuntut pemulihan atas kekayaan yang diambil
secara melawan hak.4
Selain itu, Pengembalian aset juga merupakan sistem penegakan hukum
yang dilakukan oleh negara korban (victim state) tindak pidana korupsi untuk
mencabut, merampas, menghilangkan hak atas aset hasil tindak pidana korupsi
dari pelaku tindak pidana korupsi melalui rangkaian proses dan mekanisme.

3
Arge Arif Suprabowo, Perampasan Dan Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana
Korupsi DalamSistem Hukum Indonesia Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak
Korupsi (Universitas Pasundan, 2016). Hlm.6
4
Purwaning. M. Yanuar, Pengembalian Aset Korupsi Berdasarkan Konvensi PBB anti
korupsi 2003dalam Sistem Hukum Indonesia, Bandung: Alumni, 2007 Hlm.107
Baik secara pidana maupun perdata, aset yang berada di dalam maupun
disimpan di luar negeri, yang dilacak, dibekukan, dirampas, disita, dan
dikembalikan kepada negara korban hasil tindak pidana korupsi, sehingga dapat
mengembalikan kerugian keuangan akibat tindak pidana korupsi. Juga termasuk
untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan/ atau calon pelaku tindak pidana
korupsi.
Peraturan Jaksa Agung Nomor: PER013/A/JA/06/2014 menggunakan
nomenklatur istilah Pemulihan Aset yang berarti yaitu proses yang meliputi
penelusuran, pengamanan, pemeliharaan, perampasan, pengembalian, dan
pelepasan aset tindak pidana atau barang milik Negara yang dikuasai pihak lain
kepada korban atau yang berhak pada setiap tahap penegakan hukum.

D. Teori Tindak Pidana Korupsi di Indonesia


Ada 2 teori yang ditulis oleh penulis tentang tindak pidana korupsi di Indonesia,
yakni:
1) Teori Kebijakan Hukum Pidana
Tidaklah sah dan bertentangan dengan esensi negara hukum, bilamana
terdapat suatu kejahatan yang tidak ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan pengaturannya (khususnya pemidanaannya) tetapi dilakukan
penghukuman terhadapnya.5 Pada asasnya, menjatuhkan pidana secara
sewenangwenang atau berlebihan merupakan suatu kekejian terhadap hak
asasi manusia. dan sangat bertentangan dengan nilai negara hukum.
Ditentukan dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yaitu tiada suatu perbuatan boleh
dihukum, melainkan atas kekuatan pidana dalam undang-undang yang ada
terdahulu daripada perbuatan itu. Olehnya diperlukan terlebih dahulu
penetapan proses kriminalisasi yang mengandung pertimbangan politik
hukum berupa kebijakan hukum pidana.6

5
Dwidja Priyatno, Kebijakan Legislasi Tentang Sistem Pertanggung Jawaban Pidana
KorporasiIndonesia (Bandung: CV Utomo, 2004). Hlm 142
6
Bagir Manan dan Susi Harijanti, Dwi, Memahami Konstitusi: Makna Dan Aktualisasi
(Jakarta:Rajawali Pers, 2014). Hlm.164-165
A. Mulder berpendapat bahwa politik hukum pidana (strafrechtpolitiek)
adalah garis kebijakan untuk menentukan yaitu:
• Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah
atau diperbaharui;
• Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana; dan
• Bagaimana cara penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan
pidanaharus dilaksanakan.
2) Teori Asset Recovery
Perspektif kebijakan kriminal menegaskan bahwa dalam hal
penanggulangan kejahatan, sangat penting untuk mempertimbangkan hal
utama terkait perbaikan dampak dari kejahatan serta bentuk pencegahan
yang efektif dan ekonomis. Termasuk dalam hal penanggulangan Tipikor,
pertimbangan kebijakan berkaitan pemulihan dampak kejahatan berupa
pengembalian kerugian Negara harus diakselerasikan dalam proses
kriminalisasi. Merupakan tugas dan Tanggung jawab negara untuk
mewujudkan keadilan sosial dipandang dari sudut teori keadilan sosial,
memberikan justifikasi moral bagi negara untuk melakukan upaya-upaya
pengembalian aset hasil Tipikor.7
Terdapat dua jenis perampasan aset dalam kaitannya dengan upaya
pengembalian aset yang berasal dari tindak pidana, yaitu perampasan aset
dengan mekanisme hukum perdata (inrem) dan perampasan aset secara
pidana yang mendasar dalam hal prosedur dan penerapannya dalam
melakukan perampasan aset yang merupakan hasil dari suatu tindak pidana.
Kedua jenis perampasan aset tersebut mempunyai dua tujuan yang sama,
pertama: mereka yang melakukan pelanggaran hukum tidak diperbolehkan
untuk mendapatkan keuntungan dari pelanggaran hukum yang ia lakukan.
Hasil dan instrumen darisuatu tindak pidana harusdirampas dan digunakan
untuk korban (negara atau subjek hukum). Kedua, pencegahan pelanggaran
hukum dengan cara menghilangkan keuntungan ekonomi dari kejahatan dan
mencegah perilaku jahat.

7
Arief, Korupsi dan Upaya Penegakan Hukum (Kapita Selekta). Hlm. 101
KESIMPULAN
Korupsi selama ini mengacu kepada berbagai tindakan gelap dan tidak sah
(illicit or illegal activities) untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok.
Aset hasil kejahatan biasanya diartikan sebagai setiap harta kekayaan, baik
yang berwujud atau tidak berwujud, baik benda bergerak maupun tidak bergerak,
yang merupakan hasil tindak pidana, atau diperoleh dari hasil tindak pidana, atau
sebagai bentuk keuntungan dari suatu tindak pidana.
Pengembalian aset yang diperoleh dari tindak pidana korupsi dilandaskan
atas prinsip-prinsip keadilan sosial sehingga institusi negara dan institusi hukum
mendapat tugas dan tanggung jawab menjamin terwujudnya kesejahteraan bagi
setiap individu-individu atau masyarakat. Atas dasar itu, dalam konteks tindak
pidana korupsi yang menghilangkan kemampuan negarauntuk menjalankan tugas
dan tanggung jawabnya maka negara wajib menuntutpemulihan atas kekayaan
yang diambil secara melawan hak.

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN


Kelebihan Makalah:
• Dalam makalah ini rumusan masalah dijelaskan secara rinci dan runtun
mengenai tindak pidana korupsi sehingga pembahasanya sesuai dan sinkron
dengan rumusan yang telah dibuat
• Pembahasan pada makalah ini dibuat secara singkat dan padat
• Penulisan makalah sudah di tahap bagus karena tercantum catatan kaki
(footenote) sehingga memudahkan pembaca untuk melihat kutipan yang
jelas yang dituliskan oleh penulis
Kekurangan Makalah:

• Beberapa sub dalam makalah ini hanya dijelaskan secara garis besar saja.
Contohnya pada bagian empat tentang teori tindak pidana korupsi
• Kurang dijelaskan secara rinci tentang penanganan dan pemberantasan
korupsi. Termasuk Tindakan yang harus diberikan secara detail. Padahal hal
ini sangat berpengaruh dalam upaya pemberantasan korupsi.
REFERENSI
Anwar, Yesmil, and Adang. Pembaharuan Hukum Pidana (Reformasi Hukum Di
Indonesia). Jakarta: Grasindo, 2008.

Arief, Basrief. Korupsi Dan Upaya Penegakan Hukum (Kapita Selekta).

Jakarta: Adika Remaja Indonesia, 2006.

Azra, Azyumardi. Korupsi Dalam Perspektif Good Governance. Jurnal


Kriminologi Indonesia Vol. 2, no. 1 (2002).Yanuar, Purwaning M.
Pengembalian Aset Korupsi Berdasarkan Konvensi PBB Anti Korupsi
2003 Dalam Sistem Hukum Indonesia. Bandung: Alumni, 2007.

Hamdan, M. Politik Hukum Pidana. Jakarta: Rajawali Pers, 1997.

Isra, Saldi. Aset Recovery Tindak Pidana Korupsi Melalui Kerjasama


Internasional. Lokakarya tentang Kerjasama Internasional dalam
Pemberantasan Korupsi. Semarang, 2008. Mahkamah Agung No.
1454K/Pid.Sus/2011 Dengan Terdakwa Bahasuim Assifie).‖ Universitas
Indonesia, 2012.

Manan, Bagir, and Susi Harijanti, Dwi. Memahami Konstitusi: Makna Dan
Aktualisasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Priyatno, Dwidja. Kebijakan Legislasi Tentang System Pertanggung Jawaban


Pidana Korporasi Indonesia. Bandung: CV Utomo, 2004.

Reksodiputro, Mardjono. Masukan Terhadap RUU Tentang Perampasan Aset.

Sosialisasi RUU. Jakarta, 2009.

Soepardi, Eddy Mulyadi. ―Peran BPKP Dalam Penanganan Kasus Berindikasi


Korupsi Pengadaan Barang Dan Jasa Konsultasi Instansi Pemerintah.‖
Seminar Nasional Permasalahan Hukum Pada Pelaksanaan Kontrak Jasa
Konsultansi Dan Pencegahan Korupsi Di Lingkungan InstansiPemerintah.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia denganINKINDO, 2010.

Suprabowo, Arge Arif. ―Perampasan Dan Pengembalian Aset Hasil Tindak


Pidana Korupsi Dalam Sistem Hukum Indonesia Sebagai Upaya
Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Korupsi.‖ Universitas Pasundan,
2016.

Yanuar, Purwaning M. Pengembalian Aset Korupsi Berdasarkan Konvensi PBB


Anti Korupsi 2003 Dalam Sistem Hukum Indonesia. Bandung: Alumni,
2007.

Anda mungkin juga menyukai