Anda di halaman 1dari 10

ANALIS KASUS

Oleh : Kelompok 4

Dosen Pengampu :
David Hardiago, S.H.,M.H.
1 Februardiva Agung Syofyandry (201010034)

DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK 4 : 2 Nadia Natalia M (201010608)

3 Rahman Hafidz Maulana (201010482)

4 Rezky Yourdana (201010428)

5 Rizky Wijaya Harahap (201010073)

6 Rona Putri Ardian (201010377)

7 Sabda Alamsyah Rizal (201010418)

8 Sarifah Rani Supikah (211010168)

9 Stanley Jowito Telaumbanua (201010498)

10 Wardiman Renaldo Siregar (201010458)


LATAR BELAKANG
Korupsi merupakan salah satu jen is kejahatan yang semakin
sulit dijangkau oleh aturan hukum pidana, karena perbuatan
korupsi bermuka majemuk yang memerlukan kemampuan
berpikir aparat pemeriksaan dan penegakan hukum disertai
pola perbuatan yang sedemikian rapi.
Tindak pidana korupsi sudah merupakan tindak pidana luar
biasa (extr a ordinary crime) dan secara internasional telah
diakui sebagai salah satu jenis transnational organized crime4.
Ia ada dan tumbuh seiring laju peradaban manusia. Korupsi
muncul karena laku manusia yang m enyimpang akibat
syahwat materi yang tak pernah terpuaskan. Hal inilah yang
menyebabkan korupsi sulit diberantas. Menurut Abraham
Samad, manusia dan korups i adalah dua senyawa yang sulit
dipisahkan. Berasal dari satu sifat kekal manusia, yaitu
keserakahan
PERTANYAAN PERTAMA
Mengenai pembayaran uang pengganti adalah
merupakan suatu kewajiban untuk
mengembalikankerugian yang diderita oleh korban
akibat perbuatan pelakunya/terpidana.3
Pengaturanpembayaran uang pengganti secara tegas
diatur pada pasal 18 ayat (1) b, ayat (2) dan ayat (3)
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo.Undang-
Undang 20 Tahun 2001. Pidana tambahanpembayaran
uang pengganti pada hakikatnya dapat diterapkan
terhadap pelaku tindak pidanakorupsi baik yang telah
melanggar ketentuan pasal 2 dan pasal 3 maupun
juga yang telahmelanggar ketentuan pasal-pasal
lainnya. Pelaku yang dimaksud disini bisa manusia
atau bisa juga korporasi, mengingat korporasi
menurut undang-undang a quo ditentukan sebagai
subjek hukumtindak pidana korupsi.

Namun dalam kasus tersebut tindakan Satoru bisa


dikatakan korupsi karena meminta dana
danmenjanjkan sesuatu terhadap Gejo.
PERTANYAAN KEDUA

Tipe tindak pidana korupsi di atas, dititikberatkan pada


“secara melawan hukum (wederrechtetijk),
“memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi”, dan “dapat merugikan keuangannegara
atau perekonomian negara”. Dalam ketentuan ini, kata
”dapat “ sebelum frasa “merugikankeuangan atau atau
perekonomian negara” menunjukkan bahwa tindak
pidana korupsi merupakandelik formil, yaitu adanya
tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya
unsur- unsurperbuatan yang sudah dirumuskan bukan
dengan timbulnya akibat. Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999
ditentukan sebagai berikut:
LANJUTAN : Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan
ataukedudukan yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, dipidana
denganpidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) danpaling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Maksud dari kata “menguntungkan” secara etimologi
memiliki arti mendapatkan keuntungan yaitu
pendapatan yang diperoleh lebihbesar dibandigkan
dengan pengeluaran. Berarti yang dimaksudka
“menguntungkan diri sendiriatau orang lain atau
korporasi” adalah sama artinya mendapatkan
keuntungan untuk diri sendiriatau orang lain atau
korporasi. Hal inilah yang menjadi tujuan dilakukannya
korupsi menurutsubstansi Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999.
Maka berdasarkan pemaparan tersebut dapat diketahyi
bahwa tindakan tersebut merupakan tindakankorupsi.
PERTANYAAN KETIGA

Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara


gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasaldalam
UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No.
20 Tahun 2001 tentangPemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi
dirumuskankedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana
korupsi. Pasal- pasal tersebut menerangkan
secaraterperinci mengenai perbuatan yang bisa
dikenakan sanksi pidana karena korupsi.
Ketigapuluhbentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut
pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
LANJUTAN :
Jika kita lihat dari ketiga puluh bentuk/jenis tindak pidana
korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap-menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikas

Maka tindakan Satoru termasuk ke dalam tindakan nomor 5


yaitu perbuatan curang.
KESIMPULAN
Korupsi merupakan salah satu jenis kejahatan yang semakin sulit dijangkau oleh aturan
hukum pidana, karena perbuatan korupsi bermuka majemuk yang memerlukan
kemampuan berpikir aparat pemeriksaan dan penegakan hukum disertai pola perbuatan
yang sedemikian rapi. Oleh karena itu, perubahan dan perkembangan hukum merupakan
salah satu untuk mengantisipasi korupsi tidak menjadi permasalahan.
Mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi dengan menggunakan instrument
hukum pidana, tidak hanya dilakukan dengan menambah pihak-pihak yang terjerat dengan
undang-undang korupsi saja, tetapi terhadap mereka yang dijerat dengan undang-undang
a quo itu juga diberikan sanksi yang maksimal. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 jo . Undang-Undang 20 Tahun 2001, maka ragam atau jenis sanksi pidana yang
dapat dijatuhkan cukup variatif.
Tindak pidana korupsi dengan penyalahgunaankewenangan, kesempatan, sarana jabatan
atau kedudukan, tindak pidana tersebut dimuat dalam rumusan Pasal 3 Undang Undang
Nomor 20 Tahun 2001.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai