Jual beli jabatan merupakan salah satu dari banyaknya bentuk, jenis, dan rupa tindak pidana korupsi.
Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 5 dan Undang-Undang 20
tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi 6, korupsi memiliki banyak cabang, yaitu
kerugian negara, penggelapan jabatan, perbuatan curang, pemerasan, gratifikasi, suap-menyuap,
benturan kepentingan dalam pengadaan, dan tindak pidana lain yang berhubungan dengan korupsi.
Dalam konteks ini, jual beli jabatan di pemerintah daerah dimaknai sebagai bentuk korupsi
KPK menetapkan tersangka orang yang diduga sebagai pihak pemberi dan sebagai pihak
penerima. Para pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau
Pasal 13 Undang- Undang (Undang-Undang) No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi3 (Undang-Undang Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Sedangkan para pihak
penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor
jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP
Dasar hukum Kejaksaan dalam menangani tindak pidana korupsi (tipikor) adalah Pasal 284 ayat
(2) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) jo. Pasal 17 Peraturan
Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,
dan wewenang Kepolisian dalam penyidikan tipikor didasarkan pada Pasal 1 angka 1 dan Pasal 6
ayat (1) KUHAP serta Pasal 26 Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU
Tipikor)
Tinjauan Hukum Terhadap Kasus Jual Beli Jabatan Di Lingkup Pemerintah Daerah
Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, tindak pidana korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.13
Tindak pidana korupsi yang dimaksud adalah setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 2 ayat (1)) atau setiap orang yang
dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 3), Suap,
sogokan, uang pelicin merupakan tindakan yang bisa dianggap sebagai tindak korupsi jika
memenuhi unsur-unsur yang disebutkan dalam pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 tahun 1999 jo.
UU No. 20 tahun 2001, yaitu, 1. Setiap orang; 2. Memberikan sesuatu atau menjanjikan sesuatu;
3. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara; 4. Dengan maksud supaya berbuat atau
tidak berbuat sesuai dalam jabatannya sehingga bertentangan dengan kewajibannya. Diancam
hukuman penjara maksimal 5tahun atau denda maksimal Rp. 250.000.000
Adapun mengenai pengertian tindak pidana korupsi menurut undang undang nomor 20 tahun 2001,
yaitu sebagai berikut :
1. Setiap orang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, diatur
dalam Pasal 2 ayat (1)
2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan, atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dalam pasal 3 3.
Setiap orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat
kekuasaan dan wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah
atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, diatur dalam Pasal 13 4. Setiap
orang yang melakukan percobaan, pembantuan , atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak
pidana korupsi, diatur dalam pasal Pasal 15
Norma agama
Apabila seorang pegawai yakin bahwa Allah SWT Maha melihat,Maha mendengar, Maha
mengetahui, Maha memberi rezki, maka dia tidak akan mencuri, menipu, melakukan korupsi dan
menzolimi rakyat serta tidak akan melakukan perilaku jahat lainnya.Jika seorang pegawai tidak ada
rasa takut kepada azab Allah SWT, tidak yakin dengan janji-janji Allah SWT bahwa di akhirat nanti
setiap amal akan dihisab, setiap orang akan ditanya untuk apa umur dihabiskan, kemana masa muda
digunakan, dari mana harta diperoleh dan kemana dibelanjakan serta adakah ilmu sudah di amalkan
atau belum. Jangan heran apabila di kantor ditemukan berbagai jenis tindakan kejahatan. Rasanya
mustahil seorang pegawai akan meminta uang lebih dalam proses pengurusan akte kelahiran, SIM,
paspor, KTP dan urusan lainnya apabila dalam hatinya terdapat keyakinan bahwa Allah SWT sedang
melihat, mendengar dan mengetahui semua perbuatannya
Norma hukum
Norma hukum adalah aturan atau standar perilaku yang diatur oleh sistem hukum suatu negara.
Dalam konteks kasus korupsi, norma hukum memiliki peran penting karena menentukan apa yang
dianggap ilegal dan melanggar hukum. Hukum anti-korupsi menetapkan norma-norma yang
melarang tindakan korupsi, seperti penerimaan suap atau penyalahgunaan kekuasaan.
Ketika norma-norma ini dilanggar dalam kasus korupsi, individu atau pejabat yang terlibat dapat
dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Norma-norma ini menciptakan dasar untuk
penyelidikan, penuntutan, dan penegakan hukum terhadap pelaku korupsi. Oleh karena itu,
hubungan antara norma hukum dan kasus korupsi sangat erat, di mana norma hukum menjadi dasar
untuk menegakkan keadilan dan menghukum pelaku tindakan korupsi.
Norma kesusilaan
Merusak investasi
Korupsi dapat merusak iklim investasi karena menimbulkan ketidakpastian dan tidak adanya jaminan atas
pengembalian modal. Hal ini dapat menyebabkan investor enggan memasukkan modal ke dalam suatu
negara atau bisnis.
Meningkatkan kemiskinan
Dapat meningkatkan kemiskinan, karena anggaran yang seharusnya digunakan untuk program-program
sosial dan pengentasan kemiskinan digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Hal ini
dapat memperparah kesenjangan sosial dan meningkatkan tingkat kemiskinan di masyarakat.
Dengan demikian, korupsi memiliki dampak yang merusak di bidang hukum, yang mempengaruhi
efektivitas sistem peradilan, penegakan hukum, kualitas kehidupan sosial, perekonomian, dan pelayanan
publik. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di bidang hukum sangat penting
dilakukan untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat dan membangun sistem hukum yang efektif.
KESIMPULAN
Hukum dan peraturan dalam masyarakat sangat penting untuk menjaga ketertiban dan keadilan.
Pelanggaran hukum seperti suap, korupsi, dan penyuapan sangat merugikan bagi masyarakat dan negara.
Oleh karena itu, hukuman yang berat harus diberikan untuk mencegah terjadinya pelanggaran semacam
itu. Selain itu, dalam masyarakat juga dibutuhkan sikap disiplin, amanah, dan kerjasama agar kehidupan
dapat berjalan dengan baik dan harmonis. Semua orang perlu mematuhi aturan dan hukum yang berlaku
agar tercipta masyarakat yang adil dan makmur.
Dalam konteks ini, jual beli jabatan di pemerintah daerah dimaknai sebagai bentuk korupsi.
Penyebab utama terjadinya praktek jual beli jabatan tinggi karena proses seleksi yang sifatnya
tertutup (non-meritokrasi) dan juga kuatnya intervensi politik dalam manajemen ASN, misalnya
dalam pengisian jabatan cenderung melihat keaktifan pegawai dalam keterlibatan dalam Pilkada,
hubungan-hubungan pertemanan, kekeluargaan, dan hubungan politik yang berlaku adalah
praktek rasa suka dan tidak suka (Like and Dislike) dalam pengangkatan dan pemberhentian dari
Jabatan Pimpinan Tinggi.
Dengan masih maraknya praktek jual beli jabatan dan jual beli berbagai fasilitas pelayanan public
di lingkungan pemerintahan, menunjukkan reformasi birokrasi masih setengah hati, belum
sepenuhnya terealisir. Goal berupa good & clean governance belum sepenuhnya tercapai. Karena
diperlukan perubahan mindset penyelenggara Negara untuk lebih mengedepankan kepentingan
public daripada kepentingan pribadi.