Anda di halaman 1dari 6

Apakah Perbedaan Korupsi, Pencucian Uang dan Penggelapan?

kompas.com
Sebenarnya apa perbedaan korupsi dan pencucian uang? Apakah seorang sekretaris yang
menggunakan uang perusahaan swasta juga disebut sebagai korupsi? Kemudian apa hal itu
merupakan jenis dari penggelapan? Mohon penjelasannya. Terima kasih.
Intisari-Online.com Pertanyaan:
Sebenarnya apa perbedaan korupsi dan pencucian uang? Apakah seorang sekretaris yang
menggunakan uang perusahaan swasta juga disebut sebagai korupsi? Kemudian apa hal itu
merupakan jenis dari penggelapan? Mohon penjelasannya. Terima kasih.

Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan Anda. Anda menyebutkan 3 (tiga) tindak pidana, yakni, tindak
pidana korupsi, pencucian uang dan penggelapan. Tindak pidana korupsi dan tindak pidana
pencucian uang bukanlah jenis dari penggelapan karena baik tindak pidana korupsi maupun
tindak pidana pencucian uang maupun tindak pidana penggelapan merupakan tindak pidana
yang berbeda satu sama lainnya dan memiliki karasteristiknya masing-masing. Berikut ini
akan kami jabarkan penjelasan terkait dengan masing-masing tindak pidana tersebut.
Korupsi, sebagaimana diartikan oleh Henry Campbell Black dalam sebuah kamus hukum
yang berjudul Blacks Law Dictionary, adalah sebagai berikut (terjemahan bebas):
Suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang
tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak-pihak lain, secara salah
menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk
dirinya sendiri atau untuk orang lain bersamaan dengan kewajibannya dan hak-hak dari
pihak lain
Namun, hukum positif di Indonesia mengatutr bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana
korupsi adalah tindak pidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang
tindak pidana korupsi. Hal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), yang menyebutkan:

Tindak Pidana Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Jika mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UU KPK di atas, maka ada begitu banyak jenis
tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK), yang jika dikelompokkan berdasarkan jenisnya,
maka kelompok-kelompok tindak pidana korupsi tersebut sebagai berikut:
1. Korupsi yang terkait dengan kerugian keuangan Negara, diatur dalam ketentuan
Pasal 2 dan Pasal 3 UU PTPK;
2. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap, diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat
(1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 6
ayat (1) huruf b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal
12 huruf c, Pasal 12 huruf d dan Pasal 13 UU PTPK;
3. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan, diatur dalam ketentuan
Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b dan Pasal 10 huruf c 3 UU PTPK;
4. Korupsi yang terkait dengan pemerasan, diatur dalam ketentuan Pasal 12 huruf e,
Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 huruf g UU PTPK;
5. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang, diatur dalam ketentuan Pasal 7
ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 7 ayat (1)
huruf d, Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 12 huruf h UU PTPK;
6. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan, diatur
dalam ketentuan Pasal 12 huruf i UU PTPK;
7. Korupsi yang terkait dengan gratifikasi, diatur dalam ketentuan Pasal 12B jo. Pasal
12C UU PTPK;
Selain dari tindak-tindak pidana tersebut di atas, masih ada tindak pidana lain yang berkaitan
dengan tindak pidana korupsi, yaitu:
1. 1.
Merintangi Proses Pemeriksaan Perkara Korupsi, diatur dalam ketentuan
Pasal 21 UU PTPK;
2. 2. Tidak Memberi Keterangan atau Memberi Keterangan yang Tidak Benar,
diatur dalam ketentuan Pasal 22 jo. Pasal 28 UU PTPK;
3. 3.
Bank yang Tidak Memberikan Keterangan Rekening Tersangka, diatur
dalam ketentuan Pasal 22 jo. Pasal 29 UU PTPK;
4. 4.
Saksi atau Ahli yang Tidak Memberi Keterangan atau Memberi
Keterangan Palsu, diatur dalam ketentuan Pasal 22 jo. Pasal 35 UU PTPK;

5. 5.
Orang yang Memegang Rahasia Jabatan Tidak Memberikan Keterangan
atau Memberi Keterangan Palsu, diatur dalam ketentuan Pasal 22 jo. Pasal 36 UU
PTPK;
6. 6.
Saksi yang Membuka Identitas Pelapor, diatur dalam ketentuan Pasal 24 jo.
Pasal 31 UU PTPK;
Karasteristik tindak pidana korupsi di atas, mensyaratkan bahwa
pelakunya/tersangkanya/terdakwanya haruslah aparat penegak hukum atau penyelenggara
Negara atau orang lain/korporasi yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara Negara.
Selanjutnya, kami akan menjelaskan mengenai tindak pidana pencucian uang atau yang lazim
dikenal sebagai money laundering. Tindak pidana pencucian uang (TPPU) ini didefinisikan
oleh Sutan Remy Sjahdeini, dalam bukunya berjudul Seluk Beluk Tindak Pidana
Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, sebagai berikut:
Rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi
terhadap uang haram yaitu uang yang berasal dari kejahatan dengan maksud untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas
yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana dengan cara terutama
memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system) sehingga uang
tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal
Namun hukum positif yang berlaku di Indonesia tentang TPPU, tidak mengatur secara
implicit mengenai apa yang dimaksud dengan TPPU, akan tetapi di dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang (UU 8/2010), dijabarkan dan diatur jenis-jenis dan bentuk TPPU, yaitu
terdiri dari:
1. 1. TPPU yang berkaitan dengan perbuatan dengan tujuan menyembunyikan
asal usul harta kekayaan, diatur dalam ketentuan Pasal 3 UU 8/2010;
2. 2. TPPU yang berkaitan dengan perbuatan menyembunyikan informasi
tentang harta kekayaan, diatur dalam ketentuan Pasal 4 UU 8/2010;
3. 3. TPPU yang berkaitan dengan perbuatan menerima dan/atau menguasai
harta kekayaan, diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU 8/2010.
Adapun yang dimaksud dengan harta kekayaan sebagaimana disebutkan di dalam ketentuanketentuan di atas adalah harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat
(1) UU No. 8/ 2010, yang selengkapnya berbunyi:
Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana:

1. korupsi;

2. penyuapan;
3. narkotik;
4. psikotropika;
5. penyelundupan tenaga kerja;
6. penyelundupan migran;
7. di bidang perbankan;
8. di bidang pasar modal;
9. di bidang perasuransian;
10. kepabeanan;
11. cukai;
12. perdagangan orang;
13. perdagangan senjata gelap;
14. terorisme;
15. penculikan;
16. pencurian;
17. penggelapan;
18. penipuan;
19. pemalsuan uang;
20. perjudian;
21. prostitusi;
22. di bidang perpajakan;
23. di bidang kehutanan;
24. di bidang lingkungan hidup;
25. di bidang kelautan dan perikanan; atau
26. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih

Dalam UU 8/2010, selain tindak-tindak pidana sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,


juga diatur mengenai tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang,
yaitu:
1. 1.
Pejabat/ pegawai PPATK dan atau penegak hukum dalam rangka
melaksanakan tugas yang diamanatkan UU 8/2010, yang memperoleh dokumen
atau keterangan, namun tidak merahasiakan dokumen atau keterangan yang
diperoleh tersebut secara sah, diatur dalam ketentuan Pasal 11 UU 8/2010;
2. 2.
Direksi atau pengurus pihak pelapor yang memberitahukan kepada
pengguna jasa tentang transaksi keuangan mencurigakan yang sedang disusun
ataupun telah disampaikan kepada PPATK, diatur dalam ketentuan Pasal 12 ayat
(1) UU 8/2010;
3. 3.
Pejabat/ pegawai PPATK dan atau penegak hukum dan atau lembaga
pegawas dan pengatur yang memberitahukan laporan transaksi mencurigakan
kepada pengguna jasa transaksi keuangan mencurigakan atau pihak lain, diatur
dalam ketentuan Pasal 12 ayat (3) UU 8/2010;
4. 4.
melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan
PPATK, diatur dalam ketentuan Pasal 14 UU 8/2010;
5. 5.
Pejabat atau pegawai PPATK melanggar kewajiban, diatur dalam ketentuan
Pasal 15 UU 8/2010;

Pasal 15

1. 6.
Pejabat/ pegawai PPATK yang Tidak Merahasiakan pihak pelapor dan
pelapor, diatur dalam ketentuan Pasal 16 UU 8/2010;
Kemudian, yang terakhir, kami akan membahas mengenai penggelapan, sebagaimana diatur
dalam Pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang selengkapnya
berbunyi sebagai berikut:
Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang
seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi berada dalam kekuasaannya
bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama
empat tahun
Berdasarkan ketentuan di atas, maka seseorang dapat dikatakan melakukan tindak pidana
penggelapan apabila sesuatu barang atau uang yang ada di bawah kekuasaannya, diperoleh
bukan karena kejahatan, namun menjadikan barang tersebut menjadi kepunyaannya atau
seolah-olah kepunyaannya.
Menjawab pertanyaan anda yang terakhir, dimana anda menanyakan apakah seorang
sekretaris yang menggunakan uang perusahaan swasta dinyatakan korupsi atau tidak.
Jawabannya adalah tidak, karena sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya, tindak
pidana korupsi melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang

ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau
penyelenggara negara. Namun, bagi seorang sekretaris yang menggunakan uang perusahaan
swasta, ketentuan yang yang lebih tepat untuk perbuatan tersebut adalah tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374 KUHP, yang mengatur tentang Penggelapan dalam
Jabatan, yang selengkapnya berbunyi demikian:
Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang menguasai barang itu karena jabatannya
atau karena pekerjaannya atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun
Sangat jelas dinyatakan bahwa tindak pidana dalam Pasal 374 KUHP adalah tindak pidana
penggelapan yang dilakukan oleh orang yang menguasai barang itu karena pekerjaannya atau
mendapat upah untuk itu. Hal ini sesuai dengan pertanyaan Anda, terkait dengan uang
perusahaan swasta yang berada dibawah kekuasaan sekretaris yang memang menerima upah
untuk menjadi sekretaris dan bertanggung jawab terhadap uang yang ada di bawah
kekuasaannya.
Demikian penjelasan kami, semoga memberikan manfaat dan pemahaman bagi Anda.
(LBH Mawar Saron)

Dasar Hukum:
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Perberantasan Tindak Pidana Korupsi;
2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi;
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang; dan
4. Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Referensi:
1. Henry Campbell Black, Blacks Law Dictionary, (London: West Publisher, 9th Edition,
2009);
2. Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan
Terorisme, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007), hal. 5.

Anda mungkin juga menyukai