Anda di halaman 1dari 4

1) Korupsi dan tindak pidana pencucian uang 

merupakan tindak pidana yang berbeda satu sama


lainnya dan memiliki karasteristiknya masing-masing. Berikut ini akan kami jabarkan
penjelasan terkait dengan masing-masing tindak pidana tersebu:

Korupsi, sebagaimana diartikan oleh Henry Campbell Black dalam sebuah kamus hukum


yang berjudul Black’s Law Dictionary, adalah sebagai berikut :

Suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang
tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak-pihak lain, secara salah
menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk
dirinya sendiri atau untuk orang lain bersamaan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak
lain.

Namun, hukum positif di Indonesia mengatutr bahwa yang dimaksud dengan tindak
pidana korupsi adalah tindak pidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
tentang tindak pidana korupsi. Hal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka
1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana korupsi (UU KPK), yang menyebutkan:

Tindak Pidana korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang


Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi.

Jika mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UU KPK di atas, maka ada begitu banyak jenis
tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana korupsi (“UU PTPK”), yang jika dikelompokkan berdasarkan jenisnya,
maka kelompok-kelompok tindak pidana korupsi tersebut sebagai berikut:

1. korupsi yang terkait dengan kerugian keuangan Negara, diatur dalam ketentuan


Pasal 2 dan Pasal 3 UU PTPK;
2. korupsi yang terkait dengan suap-menyuap, diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat
(1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 5 ayat (2), dan Pasal 13 UU PTPK;
3. korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan, diatur dalam ketentuan
Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a, UU PTPK
4. korupsi yang terkait dengan pemerasan, diatur dalam ketentuan Pasal 12 huruf e,
Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 huruf g UU PTPK;
5. korupsi yang terkait dengan perbuatan curang, diatur dalam ketentuan Pasal 7
ayat (1) huruf a, dan Pasal 12 huruf h UU PTPK

Selain dari tindak-tindak pidana tersebut di atas, masih ada tindak pidana lain yang berkaitan
dengan tindak pidana korupsi, yaitu:

1.  Merintangi Proses Pemeriksaan Perkara korupsi, diatur dalam ketentuan Pasal 21 UU


PTPK
2. Tidak Memberi Keterangan atau Memberi Keterangan yang Tidak Benar, diatur
dalam ketentuan Pasal 22 jo. Pasal 28 UU PTPK
3. Bank yang Tidak Memberikan Keterangan Rekening Tersangka, diatur dalam
ketentuan Pasal 22 jo. Pasal 29 UU PTPK
4. Saksi atau Ahli yang Tidak Memberi Keterangan atau Memberi Keterangan Palsu,
diatur dalam ketentuan Pasal 22 jo. Pasal 35 UU PTPK
5. Orang yang Memegang Rahasia Jabatan Tidak Memberikan Keterangan atau
Memberi Keterangan Palsu, diatur dalam ketentuan Pasal 22 jo. Pasal 36 UU PTPK

2) Selanjutnya, kami akan menjelaskan mengenai tindak pidana pencucian uang atau yang lazim
dikenal sebagai money laundering. Tindak pidana pencucian uang (“TPPU”) ini
didefinisikan oleh Sutan Remy Sjahdeini, dalam bukunya berjudul Seluk Beluk Tindak
Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, sebagai berikut:

Rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi
terhadap uang haram yaitu uang yang berasal dari kejahatan dengan maksud untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas
yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana dengan cara terutama
memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system) sehingga uang
tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal.

Namun hukum positif yang berlaku di Indonesia tentang TPPU, tidak mengatur
secara implicit mengenai apa yang dimaksud dengan TPPU, akan tetapi di dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang (“UU 8/2010”), dijabarkan dan diatur jenis-jenis dan bentuk TPPU, yaitu
terdiri dari:

1. TPPU yang berkaitan dengan perbuatan dengan tujuan menyembunyikan asal usul
harta kekayaan, diatur dalam ketentuan Pasal 3 UU 8/2010;
2. TPPU yang berkaitan dengan perbuatan menyembunyikan informasi tentang harta
kekayaan, diatur dalam ketentuan Pasal 4 UU 8/2010;
3. TPPU yang berkaitan dengan perbuatan menerima dan/atau menguasai harta
kekayaan, diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU 8/2010.

Adapun yang dimaksud dengan harta kekayaan sebagaimana disebutkan di dalam


ketentuan-ketentuan di atas adalah harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU No. 8/ 2010, yang selengkapnya berbunyi:

Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana :

1. korupsi
2. penyuapan
3. narkotik
4. psikotropika
5. penyelundupan tenaga kerja
6. di bidang perbankan
7. perdagangan orang
8. perdagangan senjata gelap
9. terorisme;
10. penculika
11. penipuan
12. pemalsuan uang
13. perjudian
14. di bidang perpajakan

Dalam UU 8/2010, selain tindak-tindak pidana sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,


juga diatur mengenai tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang,
yaitu:
1. Pejabat/ pegawai PPATK dan atau penegak hukum dalam rangka melaksanakan tugas
yang diamanatkan UU 8/2010, yang memperoleh dokumen atau keterangan, namun
tidak merahasiakan dokumen atau keterangan yang diperoleh tersebut secara sah,
diatur dalam ketentuan Pasal 11 UU 8/2010
2. Direksi atau pengurus pihak pelapor yang memberitahukan kepada pengguna jasa
tentang transaksi keuangan mencurigakan yang sedang disusun ataupun telah
disampaikan kepada PPATK, diatur dalam ketentuan Pasal 12 ayat (1) UU 8/2010
3. Pejabat/ pegawai PPATK dan atau penegak hukum dan atau lembaga pegawas dan
pengatur yang memberitahukan laporan transaksi mencurigakan kepada pengguna
jasa transaksi keuangan mencurigakan atau pihak lain, diatur dalam ketentuan Pasal
12 ayat (3) UU 8/2010
4. melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan PPATK,
diatur dalam ketentuan Pasal 14 UU 8/2010

Anda mungkin juga menyukai