Anda di halaman 1dari 24

TUGAS

HUKUM ACARA PIDANA KHUSUS

KELOMPOK 10
Nama Anggota Kelompok :
1. Ruth Grace Napitupulu (11000118120001)
2. Tania Rosmelia Husni (11000118120031)
3. Imelda Amelia Sinabang (11000118120054)
4. Erwina Kasih Cristhaulina S (11000118120170)
5. Alqoni'atuz Zakiyatur Ramadhani (11000118130319)
6. Nabila Jihan Syifa (11000118140366)
PENGERTIAN KORUPSI
 Menurut Fockema Andrea kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio atau corruptus (Webster
Student Dictionary: 1960). Selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula dari kata asal
corrumpere, suatu kata Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti
Inggris, yaitu corruption, corrupt; Prancis, yaitu corruption; dan Belanda, yaitu corruptie (korruptie). Dari
bahasa Belanda inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia, yaitu “korupsi”

 Dalam Ensiklopedia Indonesia disebut korupsi adalah gejala di mana para pejabat, badan-badan negara
menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya.

 Secara hukum, pengertian korupsi adalah “tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.”
PENGERTIAN KORUPSI

 Menurut organisasi transparansi internasional yang dimaksud dengan korupsi adalah sebagai berikut :
“Perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang tidak wajar dan tidak legal memperkaya
diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang
dipercaya kepada mereka.”

 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) sama sekali tidak tercantum secara jelas mengenai
pengertian korupsi itu sendiri. Namun dapat disimpulkan dari undang-undang tersebut dalam Pasal 2, bahwa
tindak pidana korupsi adalah perbuatan yang secara melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.
UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA
KORUPSI
Dalam membahas unsur-unsur tindak pidana korupsi maka tidak
terlepas dari unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU
PTPK.

Pasal 2 UU PTPK menyatakan sebagai berikut :


“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

Berdasarkan bunyi pasal diatas, maka unsur-unsur tindak pidana


korupsi sebagai berikut :
1. Setiap orang;
2. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
3. Dengan cara melawan hukum;
4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Pada Pasal 2 ayat (2) ditambahkan unsur ‘’dilakukan dalam
keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan’’. Yang
dimaksud dengan keadaan tertentu ialah keadaan yang
dapat dijadikan alasan pemberatan bagi pelaku tindak
pidana korupsi.
UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA
KORUPSI
Pasal 3 UU PTPK menyatakan sebagai berikut :
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit
Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyah rupiah).”

Berdasarkan bunyi pasal diatas, maka unsur-unsur tindak pidana


korupsi sebagai berikut :
1. Setiap orang;
2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi;
3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan;
4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara
JENIS-JENIS TINDAK
PIDANA KORUPSI

Menurut buku KPK, korupsi dirumuskan

ke dalam 30 (tiga puluh) bentuk/jenis

tindak pidana korupsi. Ketiga puluh

bentuk/jenis tindak pidana korupsi

tersebut kemudian dikelompokkan

menjadi 7 (tujuh) macam, yaitu sebagai

berikut :
1. PERBUATAN MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA
Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU NO. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, yaitu tentang perbuatan melawan hukum untuk memperkaya
diri sendiri, orang lain atau korporasi dan dapat merugikan keuangan Negara.
Pasal 2
(1) “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan”.
1. PERBUATAN MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA

Pasal 3 UU PTPK tentang menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri


sendiri, orang lain atau korporasi dan dapat merugikan keuangan negara.
Pasal 3
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling
sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”
2. SUAP-MENYUAP
Tindak Pidana Koruspi “suap menyuap” diatur dalam UU
No. 31 Tahun 1999 jo UU NO. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi : antara lain :
Pasal 5 ayat (1) huruf a : Menyuap Pegawai Negeri
Pasal 5 ayat (1) huruf b : Menyuap Pegawai Negeri
Pasal 13 : Memberi hadiah kepada Pegawai Negeri
karena jabatannya
Pasal 5 ayat (2) : Pegawai Negeri menerima suap
Pasal 12 huruf a dan b : Pegawai Negeri menerima suap
2. SUAP-MENYUAP
 Pasal 11 : Pegawai Negeri Menerima Hadiah yang
Berhubungan dengan Jabatannya
 Pasal 6 ayat (1) huruf a : Menyuap Hakim
 Pasal 6 ayat (1) huruf b : Menyuap Advokat
 Pasal 6 ayat 2 : Hakim dan Advokat menerima suap
 Pasal 12 huruf c : Hakim menerima suap
 Pasal 12 huruf d : Advokat menerima suap
3. PENGGELAPAN DALAM
JABATAN
Pasal-pasal yang mengatur penggelapan dalam jabatan dalam
UU No. 30 Tahun 1999 jo UU NO. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi antara lain :
Pasal 8 : Pegawai Negeri Menggelapkan Uangatau

Membiarkan Penggelapan
Pasal 9 : Pegawai Negeri Memalsukan Buku untuk
Pemeriksaan Administrasi
Pasal 10 huruf a : Pegawai Negeri Merusakkan Bukti
Pasal 10 huruf b : Pegawai Negeri Membiarkanoranglain
Merusakkan Bukti

Pasal 10 huruf c : Pegawai Negeri Membantuoranglain


Merusakkan Bukti
4. PEMERASAN
Korupsi yang terkait dengan perbuatan pemerasan, diatur
dalam UU No. 30 Tahun 1999 jo UU NO. 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi antara
lain :
 Pasal 12 huruf e dan g : Pegawai Negeri memeras
 Pasal 12 f : Pegawai Negeri Memeras Pegawai Negeri
yang lain
 Pasal
5. PERBUATAN CURANG
Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang, diatur dalam
UU No. 30 Tahun 1999 jo UU NO. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi antara lain:
•pasal 7 ayat (1) huruf a : Pemborong Berbuat Curang
•Pasal 7 ayat (1) huruf b : Pengawas Proyek Membiarkan
Perbuatan Curang
•Pasal 7 ayat (1) huruf c : Rekanan Tni/Polri Berbuat Curang
5. PERBUATAN CURANG
•Pasal 7 ayat (1) huruf d : Pengawas Rekanan TNI/Polri
Berbuat Curang
•Pasal 7 ayat (2) : Penerima Barang Tni/Polrimembiarkan
Perbuatan Curang
• Pasal 12 huruf h : Pegawai Negeri Menyerobot Tanah
Negara sehingga Merugikan Orang Lain
6. GRATIFIKASI

Korupsi yang terkait dengan gratifikasi terdapat dalam


Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 jo UU NO. 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu
Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang
menerima gratifikasi dan tidak melapor kepada KPK
dalam jangka waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi.
Penjelasan Pasal 12 B

Dalam penjelasan atas pasal 12B tersebut disebutkan Dari unsur tersebut maka perbuatan yang dapat

yang dimaksud gratifikasi adalah pemberian dalam arti digolongkan sebagai gratifikasi adalah perbuatan

luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat menerima pemberian tersebut dilakukan oleh pegawai

(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, negeri atau penyelenggara negara dan pemberian

fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma- tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan atau

cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang dengan maksud agar pegawai negeri tersebut

diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang melakukan suatu perbuatan yang berlawanan dengan

dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau kewajiban dan tugasnya sebagai pegawai negeri atau

tanpa sarana elektronik.. penyelenggara negara.


SANKSI PIDANA
1. PIDANA POKOK

a. Pasal 2
Sanksi pidananya adalah kumulatif yaitu pidana pokok (penjara) dan pidana denda
 Pidana Penjara
- Mkasimum : pidana seumur hidup atau paling lama 20 tahun
- Minimum : pidana penjara paling singkat 4 tahun
 Denda
- Mkasimum : Rp. 1.000.000.0000 (satu milyar rupiah)
- Minimum : Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah)
 Pemberatan (Pasal 2 ayat (2))
Pidana mati dapat dijatuhkan apabila tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan
dalam keadaan tertentu
SANKSI PIDANA
2. PIDANA TAMBAHAN

a. Perampasan barang
1) Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak
bergerak yang digunakan atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana
dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula harga dari barang yang menggantikan barang – barang tersebut
(Pasal 18 ayat (1) huruf a)
2) Putusan Pengadilan mengenai perampasan barang – barang bukan kepunyaan terdakwa jika dijatuhkan, apabila hak
– hak pihak ke tiga yang beritikad baik akan dirugikan
b. Pembayaran uang pengganti
1) Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak – banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari
tindak pidana korupsi (Pasal 18 ayat (1) huruf b) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU NO. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh
kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa akan dilelang untuk menutupi uang pengganti
tersebut (Pasal 18 ayat (2)) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU NO. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencakupi untuk membayar uang pengganti, maka
dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai
dengan ketentuan dalam undang – undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan
pengadilan (Pasal 18 ayat (3)) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU NO. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
SANKSI PIDANA
3. SANKSI PIDANA TERHADAP KORPORASI

a. Korporasi sebagai subjek hukum pidana


Pasal 20 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001
b. Sanksi Pidana
Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda, dengan ketentuan maksimum pidana
ditambah 1/3 (sepertiga)
c. Asas pertanggung jawaban pidana korporasi
Korporasi adalah subjek hukum pidana dan karenanya dapat dipertanggungjawabkan adalah sebagai pengecualian
terhadap asas kesalahan yang disebut “strict liability” (pertanggungjawaban yang ketat) dan “vicarious liability”
(pertanggungjawaban perwakilan)
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN DAN
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
a. Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan
dari perkara lain guna penyelesaiannya. (Pasal 25 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001)
b. Penyidikan , penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan
berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang – undang ini. (Pasal 26 UU
No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001)

Tujuan pokok suatu tindakan penyidikan adalah untuk menemukan kebenaran dan menegakkan keadilan, bukan mencari
– cari kesalahan seseorang
ALAT BUKTI

Proses penyidikan sebagaiana diuraikan, adalah dalam rangka mengumpulkan alat bukti guna
mengungkapkan fakta – fakta perbuatan

Sistem pembuktian terbalik murni diterapkan (menurut Pasal 12 B ayat (1) huruf a ) terhadap tindak pidana
gratifikasi dan (menurut Pasal 38 B) terhadap harta benda terdakwa “yang belum didakwakan”, tetapi juga
diduga berasal dari salah satu tindak pidana korupsi Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 15, Pasal 16
dan Pasal 5 sampai dengan Pasal 12. UU No. 31 Tahun 1999 jo UU no. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai