Anda di halaman 1dari 8

Makalah

Pendidikan Anti Korupsi

Tentang:

Tindak Pidana Korupsi dan Bentuk Perbuatan Korupsi Yang


Dilarang Dalam Peraturan Perundang-undangan
Disusun Oleh
Kelompok 2 (Dua):
 Muhammad Arya Prasetya
 Muhammad Ihsan Ramadhan

Dosen Pembimbing:
Kholilullah, S. Pd.I, M. Pd

Program Studi : MANAJEMEN BISNIS SYARIAH


STAI AN-NADWAH Tahun 2021/2022
Jln.Kapt. pierre Tendean, Prov, Jambi. Kab. Tanjung Jabung Barat

i
Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala


rahmat-nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai
dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.

Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat


menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak


kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengetahuan dan
pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Jambi,Tanjab Barat, 11 November 2021

ii
Daftar Isi

 Judul.....................................................i
 Kata Pengantar.....................................ii
 Daftar Isi...............................................ii
 Bab I Pendahuluan
 Latar Belakang Masalah...................1
 Rumusan Masalah............................1
 Tujuan Pembahasan.........................1
 Bab II Pembahasan
 Bentuk Tindak Pidana Korupsi..........2
 Bentuk perbuatan Korupsi yang
Dilarang dalam Peraturan................2
 Bab III Penutup
 Kesimpulan......................................6
 Referensi..........................................6

iii
BAB I
Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah


Tindak pidana korupsi bukanlah tindak pidana baru di dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Istilah tindak pidana korupsi itu sendiri telah
digunakan sejak diberlakukannya Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa
Perang Pusat Nomor Prt/ Peperpu/013/1950. Namun perbuatan korupsi yang
diatur di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia pada hakikatnya telah
dikenal dan diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Hal ini
terbukti dengan diadopsinya beberapa ketentuan hukum pidana dalam KUHP
menjadi delik korupsi sebagaimana kasus pelanggaran hak warga negara.

Tindak pidana korupsi bukan merupakan barang baru di Indonesia. Sejak


jaman kerajaan-kerajaan terdahulu, korupsi telah terjadi meski tidak secara khusus
menggunakan istilah korupsi. Setelah jaman kemerdekaan, ketika Indonesia mulai
membangun dan mengisi kemerdekaan, korupsi terus mengganas sehingga
mengganggu jalannya pembangunan nasional. Sejarah pemberantasan korupsi
yang cukup panjang di Indonesia menunjukkan bahwa pemberantasan tindak
pidana korupsi memang membutuhkan penanganan yang ekstra keras dan
membutuhkan kemauan politik yang sangat besar dan serius dari pemerintah yang
berkuasa.

Politik pemberantasan korupsi itu sendiri tercermin dari peraturan


perundang-undangan yang dilahirkan pada periode pemerintahan tertentu.
Lahirnya undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai pemberantasan
tindak pidana korupsi sesungguhnya tidaklah cukup untuk menunjukkan keseriusan
atau komitmen pemerintah sebgaimana dalam jenis jenis cyber crime.

2. Rumusan Masalah
1. Apa itu Tindak Pidanana Korupsi?
2. Apa saja bentuk perbuatan korupsi yang dilarang dalam peraturan perundang-
undangan?

3. Tujuan pembahasan
1. Kita dapat mengetahui tentang tindak pidana korupsi.
2. Kita dapat mengetahui apa saja bentuk perbuatan korupsi yang dilarang dalam
peraturan perundang-undangan.

iv
Bab II
Pembahasan
A.Tindak pidana Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi dalam buku Memahami untuk Membasmi:
Buku Panduan untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi (hal. 15), definisi korupsi
secara gamblang telah dijelaskan di dalam Undang-Undang pasal 13 Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”) sebagaimana yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(“UU 20/2001”).
Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan dalam tiga puluh
bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Ketiga puluh bentuk tersebut kemudian dapat
disederhanakan ke dalam tujuh kelompok besar.
B. Bentuk perbuatan korupsi yang dilarang dalam peraturan Perundang-Undangan
1. Kerugian Keuangan Negara
Unsur dapat merugikan keuangan negara seharusnya diartikan merugikan
negara dalam arti langsung maupun tidak langsung. Artinya, suatu tindakan otomatis
dapat dianggap merugikan keuangan negara apabila tindakan tersebut berpotensi
menimbulkan kerugian negara Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor jo. Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 mengatur bahwa:
"Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)".
Kata “dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan atau perekonomian negara”
menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formal. Adanya tindak
pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah
dirumuskan, bukan dengan timbulnya akibat.[1]Penjelasan pasal 2 ayat (1) UU Tipikor
jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006.

2. Suap-menyuap
Contoh perbuatan suap dalam UU Tipikor dan perubahannya di antaranya diatur dalam Pasal 5
UU 20/2001, yang berbunyi:

v
1.Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

A. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara


negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara
tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan
dengan kewajibannya; atau
B. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau
berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan
atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

2.Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang
sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
3. Penggelapan dalam Jabatan
penggelapan dalam jabatan diatur dalam Pasal 8 UU 20/2001 yang berbunyi:
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama
15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta
rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu,
dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena
jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau
digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
Menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 258),
penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian.
4. Pemerasan
Pemerasan dalam UU Tipikor berbentuk tindakan:[2]Pasal 12 huruf e, g, dan h
UU 20/2001
1. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya
memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
2. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta
atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada
dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; atau
3. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah
menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya
bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
5. Perbuatan Curang

vi
Perbuatan curang dalam UU Tipikor dan perubahannya di antaranya
berbentuk:[3]Pasal 7 ayat (1) UU 20/2001
1.pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan
bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang
dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan
perang;
2.setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan,
sengaja membiarkan perbuatan curang di atas;
3.setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia
dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau
4.setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional
Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan
perbuatan curang di atas.
6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
Benturan kepentingan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah adalah situasi di mana
seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara, baik langsung maupun tidak langsung,
dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat
dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.[4]Pasal 12 huruf i UU 20/2001.
7. Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan:[5]Pasal 12B ayat (1) UU 20/2001
Yang nilainya Rp10 juta atau lebih, pembuktiannya bahwa gratifikasi tersebut
bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi. Yang nilainya kurang dari
Rp10 juta, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dibuktikan oleh penuntut
umum.
Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
gratifikasi adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
empat tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta
dan paling banyak Rp1 miliar.[6]Pasal 12B ayat (2) UU 20/2001.
Namun, ketentuan ini tidak berlaku apabila penerima melaporkan gratifikasi
yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, paling lambat 30 hari sejak
tanggal gratifikasi tersebut diterima.[7]Pasal 12C ayat (1) dan (2) UU 20/2001.

vii
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan

Dari makalah diatas kita dapat mengetahui Tindak pidana korupsi di dindonesia adalah tindak
pidanan melawan hukum yang diatur dalam perundang-undang republik Indonesia Nomor 30
Tahun 2002 Tentang komisi pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002, menyebutkan:
“Tindak Pidana Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”.
Bentuk perbuatan korupsi yang dilarang dalam perturan perundang undangan dapat
disederhanakan dalam kelompok besar, yaitu:
1. Kerugian uang negara
2. Suap menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi

B. Refernsi
1.Komisi Pemberantasan Korupsi. Memahami untuk Membasmi: Buku Panduan untuk
Memahami Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi. 2006;
2.R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-komentarnya
Lengkap Pasal demi Pasal. Bogor: Politeia. 1994.
3.Diskominfo. 2021. "Definisi Gratifikasi dan dasar
hukumnya",https://www.kendarikota.go.id/berita/definisi-gratifikasi-dan-dasar-hukumnya/
#:~:text=Pasal%2012%20UU%20No.%2020,diketahui%20atau%20patut%20diduga%20hadiah,
diakses pada 19 November 2021 pukul 11.25.

viii

Anda mungkin juga menyukai