Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Menganalisis Dasar Hukum Pemberantasan Korupsi


Dosen Pengampu : Mirham Imamsyah,S.H, M.H

Disusun oleh:

1. April yana yuliani (2022070128


2. Afriani astuti (2022070130)
3. Nur alisa (2022070151)
4. Ainun (2022070148)
5. Rahmat ayatullah ( 2022070118)
6. Mifta januarti ( 2022070142)

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN ( STKIP ) TAMAN SISWA BIMA TAHU
N AJARAN 2024/2025

ATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan h
idayah-nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang "Menganalisis Dasar Hukum
Pemberantasan Korupsi”. Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pih
ak yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak
akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

i
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari pen
yusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami denga
n rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makala
h ini.
Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga i
nspirasi untuk pembaca.

Rabu, 20 Maret 2024

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1
A. Latar Belaakang............................................................................................. 1
B. Rumus Masalah............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................3
A. Pengertian Tindakan Pidana Korupsi.............................................................3
B. Dasar-Dasar Hukum Pemberantasan Pidana Korupsi Di Indonesia..............3
C. Priodesasi Pemberantasan Korupsi Diindonesia...........................................6
BAB III PENUTUP.................................................................................................9
A. Kesimpulan dan Saran...................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tindak Pidana Korupa (Tipikor) yang merajalela di tanah air selama ini tidak saja mer
ugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara, tetapi juga telah merupakan pelang
garan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, menghambat pertumbuhan dan
kelangsungan pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. T
ipikor tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa, tetapi telah menjadi kejahata
n luar biasa. Metode konvensional yang selama ini digunakan terbukti tidak bisa menyele
saikan persoalan korupsi yang ada di masyarakat, maka penanganannya pun juga harus
menggunakan cara-cara luar biasa.
Mengingat bahwa salah satu unsur Tipikor di dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Unda
ng No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tin
dak Pidana Korupsi (UU Tipikor) adalah adanya unsur kerugian keuangan negara, unsur t
ersebut memberi konsekuensi bahwa pemberantasan Tipikor tidak hanya bertujuan untu
k membuat jera para Koruptor melalui penjatuhan pidana penjara yang berat, melainkan
juga memulihkan keuangan negara akibat korupsi sebagaimana ditegaskan dalam konsid
eran dan penjelasan umum UU Tipikor. Kegagalan pengembalian aset hasil korupsi dapat
mengurangi 'makna penghukuman terhadap para koruptor.
Pada dasarnya pengembalian aset adalah sistem penegakan hukum yang dilakukan ol
eh negara korban Tipikor untuk mencabut, merampas, menghilangkan hak atas aset hasil
Tipikor dari pelaku Tipikor melalui rangkaian proses dan mekanisme baik secara pidana d
an perdata. Aset hasil Tipikor baik yang ada di dalam maupun di Luar Negeri dilacak, dibe
kukan, dirampas, disita, diserahkan dan dikembalikan kepada negara yang diakibatkan ol
eh Tipikor dan untuk mencegah pelaku Tipikor menggunakan aset hasil Tipikor sebagai al
at atau sarana tindak pidana lainnya dan memberikan efek jera bagi pelaku/calon pelaku.
UU Tipikor mengatur mekanisme atau prosedur yang dapat diterapkan dapat berupa
pengembalian aset melalui jalur pidana, dan pengembalian aset melalui jalur perdata. Di
samping UU Tipikor, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Ratifikasi Konvensi An
ti Korupsi (UNCAC) 2003 yang mengatur juga bahwa pengembalian aset dapat dilakukan
melalui jalur pidana (aset recovery secara tidak langsung melalui criminal recovery) dan j
alur perdata (asert recovery secara langsung melalui civil recovery). Secara teknis, UNCA
C mengatur pengembalian aset pelaku tindak pidana korupsi dapat melalui pengembalia
n secara langsung dari proses pengadilan yang dilandaskan kepada sistem "negotiation pl
ea" atau "plea bargaining system" dan melalui pengembalian secara tidak langsung yaitu
dengan proses penyitaan berdasarkan keputusan pengadilan."
B. Rumus Masalah
1. Bagaimana dasar hukum pemberantasan korupsi

1
2. Jelaskan pengertian korupsi

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi


Menurut Undang Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi terdapat pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3. Pasal 2 ayat
(1) menentukan bahwa "setiap orang yang secara melawan hukum melakuka
n perbuatan memperkaya diri sendiri. Atau orang lain atau suatu korporasi ya
ng dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara, dipidana p
enjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,0
0 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah)". Dan dalam pasal 3 menyatakan "setiap orang yang dengan tujuan m
enguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahguna
kan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan a
tau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian N
egara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara pal
ing singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau den
da paling sedikit Rp. 50,000,000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)". Munculnya KPK yang berfungsi melak
ukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi merupa
kan respon atas kurang efektifnya penanganan tindak pidana korupsi oleh apa
rat Kepolisian dan Kejaksaan. Pembentukan KPK sebagai lembaga independen
yang memang mempunyai kewenangan khusus dalam upaya pemberantasan
korupsi didasari akan kebutuhan adanya lembaga pemberantas korupsi yang
bebas dari pengaruh kekuasaan manapun

B. Dasar-Dasar Hukum Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia.


1. UU No. 3 tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

2
Undang-undang ini dikeluarkan di masa Orde Baru pada kepem
impinan Presiden Soeharto. UU No. 3 tahun 1971 mengatur pidana pe
njara maksimum seumur hidup serta denda maksimal Rp 30 juta bagi
semua delik yang dikategorikan korupsi. Walau UU telah menjabarkan
dengan jelas tentang definisi korupsi, yaitu perbuatan merugikan keua
ngan negara dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lai
n, namun kenyataannya korupsi, kolusi, dan nepotisme masih marak t
erjadi di masa itu. Sehingga pada pemerintahan-pemerintahan berikut
nya, undang-undang antikorupsi bermunculan dengan berbagai maca
m perbaikan di sana-sini. UU No. 3 tahun 1971 ini dinyatakan tidak ber
laku lagi setelah digantikan oleh Undang-undang Nomor 31 Tahun 199
9 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2. Ketetapan MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang


Bersih dan Bebas KKN
Usai rezim Orde Baru tumbang diganti masa Reformasi, munc
ul Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas KKN. Sejalan dengan TAP MPR tersebut, pemerintah
Presiden Abdurrahman Wahid membentuk badan-badan negara untuk
mendukung upaya pemberantasan korupsi, antara lain: Tim Gabungan
Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Ombudsman Nasional,
Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara dan beberapa lainnya. Dal
am TAP MPR itu ditekankan soal tuntutan hati nurani rakyat agar refor
masi pembangunan dapat berhasil, salah satunya dengan menjalanka
n fungsi dan tugas penyelenggara negara dengan baik dan penuh tang
gung jawab, tanpa korupsi. TAP MPR itu juga memerintahkan pemerik
saan harta kekayaan penyelenggara negara, untuk menciptakan keperc
ayaan publik.

3. UU no 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da


n Bebas KKN
Undang-undang di atas telah menjadi landasan hukum pembe
rantasan tindak pidana korupsi di tanah air. UU ini menjelaskan bahwa
korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkay
a diri sendiri, orang lain, atau yang berakibat merugikan negara atau p
erekonomian negara.

4. UU Nomor 20 Tahun 2001 jo UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi
Undang-undang di atas telah menjadi landasan hukum pember
antasan tindak pidana korupsi di tanah air. UU ini menjelaskan bahwa
korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkay
a diri sendiri, orang lain, atau yang berakibat merugikan negara atau p
erekonomian negara. Definisi korupsi dijelaskan dalam 13 buah pasal
dalam UU ini. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dipetakan ke
dalam 30 bentuk, yang dikelompokkan lagi menjadi 7 jenis, yaitu peng

3
gelapan dalam jabatan, pemerasan, gratifikasi, suap menyuap, bentur
an kepentingan dalam pengadaan, perbuatan curang, dan kerugian ke
uangan negara.

5. Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksana


an Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Penceg
ahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Melalui peraturan ini, pemerintah ingin mengajak masyarakat t
urut membantu pemberantasan tindak pidana korupsi. Peran serta ma
syarakat yang diatur dalam peraturan ini adalah mencari, memperoleh
memberikan data atau informasi tentang tindak pidana korupsi. Masy
arakat juga didorong untuk menyampaikan saran dan pendapat untuk
mencegah dan memberantas korupsi.

Hak-hak masyarakat tersebut dilindungi dan ditindaklanjuti dal


am penyelidikan perkara oleh penegak hukum. Atas peran sertanya,
masyarakat juga akan mendapatkan penghargaan dari pemerintah yan
g juga diatur dalam PP ini.

6. UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana K


orupsi
Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberant
asan Tindak Pidana Korupsi menjadi pencetus lahirnya KPK di masa Ke
presidenan Megawati Soekarno Putri. Ketika itu, Kejaksaan dan Kepoli
sian dianggap tidak efektif memberantas tindak pidana korupsi sehing
ga dianggap pelu adanya lembaga khusus untuk melakukannya. Sesuai
amanat UU tersebut, KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya
guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana kor
upsi. KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bersifat indepe
nden dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. UU ini kemudian
disempurnakan dengan revisi UU KPK pada 2019 dgn terbitnya Undan
g-Undang No 19 Tahun 2019. Dalam UU 2019 diatur soal peningkatan
sinergitas antara KPK, kepolisian dan kejaksaan untuk penanganan per
kara tindak pidana korupsi.

7. UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang


Pencucian uang menjadi salah satu cara koruptor menyembun
yikan atau menghilangkan bukti tindak pidana korupsi. Dalam UU ini di
atur soal penanganan perkara dan pelaporan pencucian uang dan tran
saksi keuangan yang mencurigakan sebagai salah satu bentuk upaya p
emberantasan korupsi. Dalam UU ini juga pertama kali diperkenalkan l
embaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yan
g mengkoordinasikan pelaksanaan upaya pencegahan dan pemberant
asan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.

4
8. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pe
ncegahan Korupsi (Stranas PK)
Perpres ini merupakan pengganti dari Perpres No 55 Tahun 20
12 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2
014 yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebu
tuhan pencegahan korupsi. Stranas PK yang tercantum dalam Perpres i
ni adalah arah kebijakan nasional yang memuat fokus dan sasaran pen
cegahan korupsi yang digunakan sebagai acuan kementerian, lembaga,
pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya dalam melaks
anakan aksi pencegahan korupsi di Indonesia. Sementara itu, Aksi Pen
cegahan Korupsi (Aksi PK) adalah penjabaran fokus dan sasaran Strana
s PK dalam bentuk program dan kegiatan.
Ada tiga fokus dalam Stranas PK, yaitu Perizinan dan Tata Niaga, Keuan
gan Negara, dan Penegakan Hukum dan Demokrasi Birokrasi.

9. Peraturan Presiden No.102/2020 tentang tentang Pelaksanaan Supervi


si Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Diterbitkan Presiden Joko Widodo, Perpres ini mengatur super
visi KPK terhadap instansi yang berwenang melaksanakan pemberanta
san tindak pidana korupsi, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia
dan Kejaksaan Republik Indonesia. Perpres ini juga mengatur wewena
ng KPK untuk mengambil alih perkara tindak pidana korupsi yang seda
ng ditangani oleh Polri dan Kejaksaan. Perpres ini disebut sebagai bagi
an dari upaya untuk memperkuat kinerja KPK dalam pemberantasan k
orupsi.

10. Permenristekdikti Nomor 33 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penyeleng


garaan Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di Perguruan Tinggi
Pemberantasan korupsi bukan sekadar penindakan, namun jug
a pendidikan dan pencegahan. Oleh karena itu Menteri Riset, Teknolo
gi dan Pendidikan Tinggi mengeluarkan peraturan untuk menyelengga
rakan pendidikan antikorupsi (PAK) di perguruan tinggi. Melalui Perme
nristekdikti Nomor 33 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penyelenggaraa
n Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di Perguruan Tinggi, perguruan tinggi
negeri dan swasta harus menyelenggarakan mata kuliah pendidikan an
tikorupsi di setiap jenjang, baik diploma maupun sarjana. Selain dalam
bentuk mata kuliah, PAK juga bisa diwujudkan dalam bentuk kegiatan
Kemahasiswaan atau pengkajian, seperti kokurikuler, ekstrakurikuler, a
tau di unit kemahasiswaan. Adapun untuk Kegiatan Pengkajian, bisa d
alam bentuk Pusat Kajian dan Pusat Studi kegiatan pengajaran PAK ini
harus dilaporkan secara berkala ke kementerian melalui Direktur Jend
eral Pembelajaran dan kemahasiswaan.

Kebijakan politik hukum yang paling tampak adalah muncul ny


a dorongan untuk melakukan perubahan di bidang pemberantasan tin
dak pidana korupsi. Perubahan yang dimaksud di sini adalah upaya pe

5
mberantasan korupsi sudah menjadi bagian dari kebijakan politik huku
m di Indonesia sejak fase awal kemerdekaan. Namun disebabkan huku
m yang diberlakukan adalah KUHPidana warisan Hindia Belanda, maka
pemberantasan tindak pidana korupsi dengan menerapkan syari’at nya
ris tidak pernah terjadi. Dengan demikian penulis merumuskan bahwa
dalam konteks hubungan agama dan negara, instrumen hukum yang d
ibuat dan disisipi dengan normanorma hukum Islam hanya dalam pera
turan perundang-undangan perdata dan politik saja, serta tidak diberl
akukan dalam hukum pidana.

C. Periodesasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia


Pelaksanaan reformasi birokrasi saat ini masih dirasakan masih belum
berjalan sesuai dengan tuntutan reformasi. Hal tersebut erat kaitannya denga
n tingginya kompleksitas permasalahan dalam upaya mencari solusi perbaika
n. Masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang, masih banyaknya prak
tek kolusi, korupsi, dan nepotisme, serta masih lemahnya pengawasan terhad
ap kinerja aparatur negara merupakan cerminan dari kondisi birokrasi yang m
asih jauh dari harapan. Lebih dari itu, berbagai upaya melakukan reformasi bir
okrasi telah dilakukan melalui kegiatan yang rasional dan realistis juga dirasak
an kurang memadai dan masih memerlukan berbagai penyempurnaan. Sudah
barang tentu, hal tersebut memerlukan berbagai upaya perbaikan untuk men
goptimalkan manajemen dan kinerja birokrasi dalam upaya mengatasi banyak
nya permasalahan yang dihadapi.

Oleh karena itu, dibutuhkan berbagai usaha yang lebih komprehensif


dan terintegrasi untuk mendorong peningkatan kinerja birokrasi aparatur neg
ara. Tuntutan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa
(clean and good governance) merupakan amanah dari reformasi dan tuntutan
seluruh rakyat Indonesia. Dari sisi internal, berbagai faktor seperti demokrasi,
desentralisasi dan internal birokrasi itu sendiri, masih berdampak pada tingka
t kompleksitas permasalahan dalam upaya mencari solusi beberapa tahun ke
depan. Sedangkan dari sisi eksternal, faktor era globalisasi dan revolusi sistem
teknologi informasi juga akan berpengaruh terhadap pencarian alternatif-alte
rnatif kebijakan dalam bidang aparatur negara.Bila melihat kenyataan dewasa
ini, lembaga pemerintahan tampaknya belum sepenuhnya mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat luas terutama mewujudkan sistem pemerintahan yang
clean and good government. Padahal tantangan yang dihadapi oleh lembaga
pemerintah di masa yang akan datang justru diharapkan lebih responsif terha
dap kepentingan rakyat banyak, bukan semata-mata hanya retorika belaka pa
da saat-saat adanya kepentingan politis, akan tetapi terwujud secara nyata dal
am pelaksanaan pemerintahan sehari-hari. Hal tersebut mengandung penger
tian bahwa tuntutan perbaikan manajemen kinerja birokrasi dan aparatur pe
merintahan bukan hanya mengganti pimpinan pemerintahan, akan tetapi dap

6
at diikuti dengan perbaikan sistem dan peningkatan kemampuan aparatur pe
merintahan itu sendiri.
Demikian halnya dengan pemberantasan tindak pidana korupsi menja
di agenda terbesar setiap pemimpin di Indonesia. Karena korupsi dampaknya
lebih besar dalam berbagai bidang kehidupan dan kepentingan, seperti meny
angkut hak asasi, ideologi negara, perekonomian, keuangan negara, moral ba
ngsa dan sebagainya, akhirnya dapat mengancam stabilitas dan keamanan ma
syarakat, pembangunan sosial ekonomi, politik serta dapat merusak nilai-nilai
demokrasi dan moralitas. Ancaman ini patut diwaspadai dan diawasi dengan s
eperangkat aturan yang kokoh dan tegas untuk mengikat koruptor demi rasa k
eadilan, bukan menyalahkan atau mengubah Undang-undang yang ada daripa
da menghukum koruptor seberatberatnya. Perundang-Undangan yang berken
aan dengan etika5kehidupan berbangsa, penyelenggaraan negara yang bersih
dan bebas KKN, reformasi birokrasi, penerapan prinsip-prinsip good governan
cedan clean government, jiwa korps dan kode etik PNS, perlu dicermati denga
n seksama dalam upaya menciptakan tata Pemerintahan yang baik, bersih, da
n berwibawa.

Terkait dengan etika penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas k


orupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta upaya menciptakan tata Pemerintah
an yang baik, bersih, dan berwibawa, beberapa langkah untuk pemberantasa
n korupsi di negara Republik Indonesia telah dilakukan Pemerintah. Hal ini da
pat diperhatikan melalui beberapa aturan, seperti Ketetapan Peraturan6, Und
ang-undang,7Peraturan Pemerintah,8 Peraturan Presiden,9 Keputusan Presid
en,10dan Instruksi Presiden.

KESIMPULAN

7
Berdasarkan analisis dari hasil penelitian dan pembahasan diatas, dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa gagasan mengenai pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pe
rwakilan di daerah merupakan tindak lanjut dari pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, gagasan ini dinilai sudah sangat penting
untuk dilaksanakan menimbang efektifitas kinerja dari Kepolisian dan Kejaksaan di daerah m
elalui banyaknya aduan dari masyarakat yang menumpuk mengenai dugaan adanya tindak pi
dana korupsi di daerah dan jumlah penyidikan kasus dugaan tindak korupsi vang berbanding
jauh lebih banyak dengan jumlah penuntutan yang sudah dilakukan.
SARAN
1. Pemberantasan dan pencegahan korupsi haruslah di lakukan dari atau “stop political
wil” secara konsisten dari para penyelengara negara.
2. Pemberantasan pidana korupsi harus tetap berpegang pada undang-undang korupsi
yang telah berlaku dengan mengedepankan pertangung jawaban pidana terlebidahul
u kemudian pertangung jawaban secara perdata.
3. Peraturan perundang-undangan pemberantasan korupsi yang jelas dengan sangsi yan
g dapat menimbulkan kejeraan secara proses peradilan yang tepat dan trasparan.

Daftar Pustaka
Antikorupsi, P. E. (2022). Kenali Dasar Hukum Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indon
esia. Tersedia pada: https://aclc. kpk. go. id/aksi-informasi/Eksplorasi/20220510-kena
li-dasar-hukum-pemberantasan-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia.
Saragih, Yasmirah Mandasari, Teguh Prasetyo, and Jawade Hafidz. "Analisis Yuridis Kewenan
gan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai Penuntut Pelaku Tindak Pidana Kor
upsi." UNIFIKASI: Jurnal Ilmu Hukum 5.1 (2018): 33-44.
WAHYU, Yuyu. Perkembangan Penegakan Hukum Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di I
ndonesia. ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan, 2014, 8.1: 107-126.
Sitohang, Hisar. "Analisis Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dengan Penyalahgunaan J
abatan Dalam Bentuk Penyuapan Aktif." (2020).

8
9

Anda mungkin juga menyukai