Anda di halaman 1dari 16

Makalah

TINDAK PIDANA KORUPSI

Guna menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi

Disusun oleh kelompok: 5


Anggota :

• Hayatun Khairunnisa
• Helna Fadilah
• Mauliza
• Siti bunaiyal fati’ah
• Rizka Handayani

Mata Kuliah : Pendidikan Budaya Anti Korupsi

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES ACEH
JURUSAN KEBIDANAN BANDA ACEH
PRODI D-III KEBIDANAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena dengan rahmat dan
hidayah-nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul : Tindak Pidana Korupsi
ini dengan baik meskipun masih banyak kekurangan. Kami juga berterimakasih kepada
dosen yang telah memberikan tugas ini dan telah membimbing kami. Kami berharap
makalah ini dapat berguna bagi siapapun yang membaca.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam segi
penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu kami membuka selebar-
lebarnya bagi pembaca yang ingin memberikan kritik dan sarannya kepada saya sehingga
saya dapat memperbaiki makalah ini dikemudian hari.semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan mohon maaf apabila terdapat kata kata yang kurang berkenan.

Aceh Besar, 16 November 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. 1


KATA PENGANTAR …………………………………………………………... 2
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. 3

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………….. 4


A. Latar Belakang ……………………………………………………..…….. 4
B. Rumusan Masalah …………………………………………………..……. 5
C. Tujuan ……………………………………………………………………. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………….. 6


A. dasar hukum pemberantasan korupsi di Indonesia ……………………..
B. 30 delik tindak pidana korupsi dan pengelompokannya ……………….
C. contoh kasus tindak pidana korupsinya …………………….…………..
D. pidana lain yang terkait dengan proses pemeriksaan perkara korupsi ….
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………
A. Kesimpulan …………………………………………………………….
B. Saran ……………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang merajalela di tanah air selama ini tidak
saja merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara, tetapi juga telah
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat,
menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tipikor tidak lagi dapat digolongkan
sebagai kejahatan biasa, tetapi telah menjadi kejahatan luar biasa. Metode konvensional
yang selama ini digunakan terbukti tidak bisa menyelesaikan persoalan korupsi yang
ada di masyarakat, maka penanganannya pun juga harus menggunakan cara-cara luar
biasa.
Mengingat bahwa salah satu unsur Tipikor di dalam Pasal 2 dan Pasal 3
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) adalah adanya unsur kerugian
keuangan negara, unsur tersebut memberi konsekuensi bahwa pemberantasan Tipikor
tidak hanya bertujuan untuk membuat jera para Koruptor melalui penjatuhan pidana
penjara yang berat, melainkan juga memulihkan keuangan negara akibat korupsi
sebagaimana ditegaskan dalam konsideran dan penjelasan umum UU Tipikor.
Kegagalan pengembalian aset hasil korupsi dapat mengurangi ̳makna‘ penghukuman
terhadap para koruptor.
Pada dasarnya pengembalian aset adalah sistem penegakan hukum yang
dilakukan oleh negara korban Tipikor untuk mencabut, merampas, menghilangkan hak
atas aset hasil Tipikor dari pelaku Tipikor melalui rangkaian proses dan mekanisme
baik secara pidana dan perdata. Aset hasil Tipikor baik yang ada di dalam maupun di
Luar Negeri dilacak, dibekukan, dirampas, disita, diserahkan dan dikembalikan kepada
negara yang diakibatkan oleh Tipikor dan untuk mencegah pelaku Tipikor
menggunakan aset hasil Tipikor sebagai alat atau sarana tindak pidana lainnya dan
memberikan efek jera bagi pelaku/calon pelaku.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dasar hukum pemberantasan korupsi di Indonesia?
2. Bagaimana 30 delik tindak pidana korupsi dan pengelompokannya?
3. Bagaimana contoh kasus tindak pidana korupsi nya?
4. Bagaimana pidana lain yang terkait dengan proses pemeriksaan perkara korupsi?

4
C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana dasar hukum pemberantasan korupsi di Indonesia
2. Mengetahui bagaimana 30 delik tindak pidana korupsi dan pengelompokannya
3. Mengetahui bagaimana contoh kasus tindak pidana korupsinya
4. Mengetahui bagaimana pidana lain yang terkait dengan proses pemeriksaan perkara
korupsi

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar hukum pemberantasan korupsi di Indonesia
Indonesia memiliki dasar-dasar hukum pemberantasan tindak pidana korupsi
yang menjadi pedoman dan landasan dalam pencegahan dan penindakan. Salah satunya
menjadi dasar pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK untuk menjadi
penggawa pemberantasan korupsi di tanah air.
Dasar-dasar hukum ini adalah bukti keseriusan pemerintah Indonesia dalam
memberantas korupsi. Dalam perjalanannya, berbagai perubahan undang-undang
dilakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi terkini penindakan kasus korupsi.
Menyadari tidak bisa bekerja sendirian, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah juga
mengajak peran serta masyarakat untuk mendeteksi dan melaporkan tindak pidana
korupsi.
Berikut adalah dasar-dasar hukum pemberantasan tindak pidana korupsi di
Indonesia.
1. UU No. 3 tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-undang ini dikeluarkan di masa Orde Baru pada kepemimpinan
Presiden Soeharto. UU No. 3 tahun 1971 mengatur pidana penjara maksimum seumur
hidup serta denda maksimal Rp 30 juta bagi semua delik yang dikategorikan korupsi.
Walau UU telah menjabarkan dengan jelas tentang definisi korupsi, yaitu
perbuatan merugikan keuangan negara dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain, namun kenyataannya korupsi, kolusi, dan nepotisme masih marak terjadi di
masa itu. Sehingga pada pemerintahan-pemerintahan berikutnya, undang-undang
antikorupsi bermunculan dengan berbagai macam perbaikan di sana-sini.
UU No. 3 tahun 1971 ini dinyatakan tidak berlaku lagi setelah digantikan oleh Undang-
undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

2. Ketetapan MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih


dan Bebas KKN
Usai rezim Orde Baru tumbang diganti masa Reformasi, muncul Tap MPR
Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
Sejalan dengan TAP MPR tersebut, pemerintah Presiden Abdurrahman Wahid
membentuk badan-badan negara untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi,
antara lain: Tim Gabungan Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi, Komisi

6
Ombudsman Nasional, Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara dan beberapa
lainnya.
Dalam TAP MPR itu ditekankan soal tuntutan hati nurani rakyat agar reformasi
pembangunan dapat berhasil, salah satunya dengan menjalankan fungsi dan tugas
penyelenggara negara dengan baik dan penuh tanggung jawab, tanpa korupsi. TAP
MPR itu juga memerintahkan pemeriksaan harta kekayaan penyelenggara negara,
untuk menciptakan kepercayaan publik.

3. UU no 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas


KKN
Undang-undang ini dibentuk di era Presiden BJ Habibie pada tahun 1999
sebagai komitmen pemberantasan korupsi pasca tergulingnya rezim Orde Baru. Dalam
UU no 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN
ini dijelaskan definisi soal korupsi, kolusi dan nepotisme, yang kesemuanya adalah
tindakan tercela bagi penyelenggara negara.
Dalam UU juga diatur pembentukan Komisi Pemeriksa, lembaga independen
yang bertugas memeriksa kekayaan penyelenggara negara dan mantan penyelenggara
negara untuk mencegah praktik korupsi. Bersamaan pula ketika itu dibentuk Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Ombudsman.

4. UU Nomor 20 Tahun 2001 jo UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi
Undang-undang di atas telah menjadi landasan hukum pemberantasan tindak
pidana korupsi di tanah air. UU ini menjelaskan bahwa korupsi adalah tindakan
melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau yang
berakibat merugikan negara atau perekonomian negara
Definisi korupsi dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU ini. Berdasarkan
pasal-pasal tersebut, korupsi dipetakan ke dalam 30 bentuk, yang dikelompokkan lagi
menjadi 7 jenis, yaitu penggelapan dalam jabatan, pemerasan, gratifikasi, suap
menyuap, benturan kepentingan dalam pengadaan, perbuatan curang, dan kerugian
keuangan negara.

7
5. Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Melalui peraturan ini, pemerintah ingin mengajak masyarakat turut membantu
pemberantasan tindak pidana korupsi. Peran serta masyarakat yang diatur dalam
peraturan ini adalah mencari, memperoleh, memberikan data atau informasi tentang
tindak pidana korupsi. Masyarakat juga didorong untuk menyampaikan saran dan
pendapat untuk mencegah dan memberantas korupsi.
Hak-hak masyarakat tersebut dilindungi dan ditindaklanjuti dalam penyelidikan
perkara oleh penegak hukum. Atas peran sertanya, masyarakat juga akan mendapatkan
penghargaan dari pemerintah yang juga diatur dalam PP ini.

6. UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi


Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi menjadi pencetus lahirnya KPK di masa Kepresidenan Megawati
Soekarno Putri. Ketika itu, Kejaksaan dan Kepolisian dianggap tidak efektif
memberantas tindak pidana korupsi sehingga dianggap pelu adanya lembaga khusus
untuk melakukannya.
Sesuai amanat UU tersebut, KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya
guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh
kekuasaan manapun.
UU ini kemudian disempurnakan dengan revisi UU KPK pada 2019 dgn terbitnya
Undang-Undang No 19 Tahun 2019. Dalam UU 2019 diatur soal peningkatan sinergitas
antara KPK, kepolisian dan kejaksaan untuk penanganan perkara tindak pidana korupsi.

7. UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang


Pencucian uang menjadi salah satu cara koruptor menyembunyikan atau
menghilangkan bukti tindak pidana korupsi. Dalam UU ini diatur soal penanganan
perkara dan pelaporan pencucian uang dan transaksi keuangan yang mencurigakan
sebagai salah satu bentuk upaya pemberantasan korupsi.

8
Dalam UU ini juga pertama kali diperkenalkan lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengkoordinasikan pelaksanaan upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.

8. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional


Pencegahan Korupsi (Stranas PK)
Perpres ini merupakan pengganti dari Perpres No 55 Tahun 2012 tentang
Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun
2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 yang dianggap sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan kebutuhan pencegahan korupsi.
Stranas PK yang tercantum dalam Perpres ini adalah arah kebijakan nasional
yang memuat fokus dan sasaran pencegahan korupsi yang digunakan sebagai acuan
kementerian, lembaga, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya dalam
melaksanakan aksi pencegahan korupsi di Indonesia. Sementara itu, Aksi Pencegahan
Korupsi (Aksi PK) adalah penjabaran fokus dan sasaran Stranas PK dalam bentuk
program dan kegiatan.
Ada tiga fokus dalam Stranas PK, yaitu Perizinan dan Tata Niaga, Keuangan Negara,
dan Penegakan Hukum dan Demokrasi Birokrasi.

9. Peraturan Presiden No.102/2020 tentang tentang Pelaksanaan Supervisi


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Diterbitkan Presiden Joko Widodo, Perpres ini mengatur supervisi KPK
terhadap instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi,
yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia.
Perpres ini juga mengatur wewenang KPK untuk mengambil alih perkara tindak
pidana korupsi yang sedang ditangani oleh Polri dan Kejaksaan. Perpres ini disebut
sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat kinerja KPK dalam pemberantasan
korupsi.

9
10. Permenristekdikti Nomor 33 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penyelenggaraan
Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di Perguruan Tinggi
Pemberantasan korupsi bukan sekadar penindakan, namun juga pendidikan dan
pencegahan. Oleh karena itu Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
mengeluarkan peraturan untuk menyelenggarakan pendidikan antikorupsi (PAK) di
perguruan tinggi.
Melalui Permenristekdikti Nomor 33 Tahun 2019 tentang Kewajiban
Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di Perguruan Tinggi, perguruan
tinggi negeri dan swasta harus menyelenggarakan mata kuliah pendidikan antikorupsi
di setiap jenjang, baik diploma maupun sarjana. Selain dalam bentuk mata kuliah, PAK
juga bisa diwujudkan dalam bentuk kegiatan Kemahasiswaan atau pengkajian, seperti
kokurikuler, ekstrakurikuler, atau di unit kemahasiswaan. Adapun untuk Kegiatan
Pengkajian, bisa dalam bentuk Pusat Kajian dan Pusat Studi
Kegiatan pengajaran PAK ini harus dilaporkan secara berkala ke Kementerian melalui
Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan.

B. 30 delik tindak pidana korupsi dan pengelompokannya


Dikutip dari buku Kapita Selekta dan Beban Biaya Sosial Korupsi, definisi
korupsi telah gamblang dijelaskan di dalam 13 pasal Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut,
tindak pidana korupsi dirumuskan ke dalam 30 jenis yang kemudian dikelompokkan
lagi menjadi tujuh tindak pidana korupsi.
Ke-30 jenis korupsi ini sangat beragam, mulai dari korupsi kecil atau petty
corruption sampai korupsi kelas kakap atau grand corruption. Berikut adalah daftar 30
jenis tindak pidana korupsi tersebut:
1. Menyuap pegawai negeri;
2. Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya;
3. Pegawai negeri menerima suap;
4. Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya;
5. Menyuap hakim;
6. Menyuap advokat;
7. Hakim dan advokat menerima suap;
8. Hakim menerima suap;
9. Advokat menerima suap;

10
10. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan;
11. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi;
12. Pegawai negeri merusakan bukti;
13. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti;
14. Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti;
15. Pegawai negeri memeras;
16. Pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain;
17. Pemborong membuat curang;
18. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang;
19. Rekanan TNI/Polri berbuat curang;
20. Pengawas rekanan TNI/Polri berbuat curang;
21. Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang;
22. Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain;
23. Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya;
24. Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak melaporkan ke KPK;
25. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi;
26. Tersangka tidak memberikan keterangan mengenai kekayaan;
27. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka;
28. Saksi atau ahli yang tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan
palsu;
29. Seseorang yang memegang rahasia jabatan, namun tidak memberikan
keterangan atau memberikan keterangan palsu;
30. Saksi yang membuka identitas pelapor.
C. Contoh kasus tindak pidana korupsinya
1. Korupsi Uang Negara
Jenis-jenis korupsi yang pertama adalah korupsi uang negara. Jenis perbuatan yang
merugikan negara ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu mencari keuntungan dengan
cara melawan hukum dan merugikan negara serta menyalahgunakan jabatan untuk
mencari keuntungan dan merugikan negara.
Syaratnya harus ada keuangan negara yang masih diberikan. Biasanya dalam bentuk
tender, pemberian barang, atau pembayaran pajak sekian yang dibayar sekian. Di sektor
industri alam kehutanan atau pertambangan, korupsi bisa berupa policy tax agar mereka
menyetorkan sekali pajak.

11
2. Korupsi Suap Menyuap
Jenis-jenis korupsi berikutnya adalah korupsi suap menyuap yang merupakan tindakan
pemberian uang atau menerima uang atau hadiah yang dilakukan oleh pejabat
pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajibannya sebagaimana perbedaan hukum formil dan materiil.
Contoh dari kasus korupsi suap-menyuap seperti menyuap pegawai negeri yang karena
jabatannya bisa menguntungkan orang yang memberikan suap, menyuap hakim,
pengacara, atau advokat. Korupsi jenis ini telah diatur dalam UU PTPK.

3. Korupsi Tindakan Pemerasan


Tindakan pemerasan merupakan tindakan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau
penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara
melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya dengan memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

4. Korupsi Penggelapan Jabatan


Penggelapan dalam jabatan termasuk juga ke dalam kategori yang sering dimaksud
sebagai penyalahgunaan jabatan, yakni tindakan seorang pejabat pemerintah dengan
kekuasaan yang dimilikinya melakukan penggelapan laporan keuangan,
menghilangkan barang bukti atau membiarkan orang lain menghancurkan barang bukti
yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri dengan jalan merugikan negara.

5. Korupsi Gratifikasi
Jenis-jenis korupsi berikutnya adalah korupsi gratifikasi yang merupakan tindakan
pemberian hadiah yang diterima oleh pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara dan
tidak dilaporkan kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi.
Gratifikasi dapat berupa uang, barang, diskon, pinjaman tanpa bunga, tiket pesawat,
liburan, biaya pengobatan, serta fasilitas-fasilitas lainnya. Jenis korupsi ini diatur dalam
Pasal 12B UU PTPK dan Pasal 12C UU PTPK.

6. Korupsi Benturan Kepentingan dalam Pengadaan

12
Pengadaan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menghadirkan barang atau jasa
yang dibutuhkan oleh suatu instansi atau perusahaan. Orang atau badan yang ditunjuk
untuk pengadaan barang atau jasa ini dipilih setelah melalui proses seleksi yang disebut
dengan tender.
Pada dasarnya, proses tender harus berjalan dengan bersih dan jujur. Instansi
atau kontraktor yang rapornya paling bagus dan penawaran biayanya paling kompetitif,
maka instansi atau kontraktor tersebut yang akan ditunjuk dan menjaga, pihak yang
menyeleksi tidak boleh ikut sebagai peserta.
Jika ada instansi yang bertindak sebagai penyeleksi sekaligus sebagai peserta tender
maka itu dapat dikategorikan sebagai korupsi. Hal ini telah diatur dalam Pasal 12 huruf
i UU PTPK.
D. Pidana lain yang terkait dengan proses pemeriksaan perkara korupsi
Jenis Tindak Pidana lain terkait Korupsi
Ada beberapa kejahatan lain yang termasuk dalam keterlibatan tindak pidana korupsi,
Kejahatan tersebut berupa mengatur jenis tindak pidana lain yang terkait dengan proses
pemeriksaan perkara korupsi, seperti merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi,
saksi yang membuka identitas pelapor, tersangka yang tidak memberikan keterangan
mengenai kekayaannya, dan lain sebagainya.
- Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
- Tersangka tidak memberikan keterangan mengenai kekayaannya
- Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
- Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu
- Orang yang memegan rahasia jabatan tidak memberi keterangan atau memberi
keterangan palsu
- Saksi yang membuka identitas pelapor

Selain 30 perilaku di atas yang termasuk tindak pidana korupsi yang sering
terjadi dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah
- Mark up harga
- SPPD fiktif
- Pengurangan fisik bangunan
- Pelanggaran prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa
- Pelanggaran lainnya yang merugikan pemerintah daerah

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tindak pidana korupsi di Indonesia semakin banyak terjadi dan memberikan
dampak bagi rakyat. Rakyat harus menanggung akibat dari tindak pidana korupsi.
Pemiskinan koruptor dianggap sebagai terobosan baru dalam menindak kasus
tindak pidana korupsi. Konsep pemiskinan koruptor dapat dijalankan dengan
perampasan aset hasil tindak pidana korupsi dan penggantian kerugian yang
ditimbulkan akibat tindak pidana korupsi. Konsep pemiskinan koruptor ini dinilai
mampu memberikan efek jera sekaligus sebagai bentuk mengurangi tindak pidana
korupsi.
2. Pemiskinan koruptor di Indonesia belum dilaksanakan secara tegas. Para
penegak hukum yang dalam penelitian ini yaitu jaksa dan hakim tidak menjalankan
sanksi pidana pemiskinan koruptor dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Jaksa dalam menjatuhkan tuntutan pidana berpegang teguh pada undang-undang
begitu juga dengan hakim tipikor dalam menjatuhkan vonis berpegang teguh pada
undang-undang. Pelaksanaan sanksi pidana pemiskinan koruptor hanya dengan
perampasan aset hasil tindak pidana korupsi yang besarnya disesuaikan dengan
kerugian keuangan negara. Hal tersebut tidak dapat dikatakan memiskinkan
koruptor karena hanya aset yang berasal dari tindak pidana korupsi saja yang
dirampas dan belum tentu si koruptor akan menjadi miskin. Pemiskinan koruptor
dilakukan dengan perampasan seluruh benda-benda yang merupakan hasil dari
tindak pidana korupsi dan/atau dengan pembayaran uang pengganti yang
jumlahnya sesuai dengan kerugian keuangan negara yang diambil dan yang timbul
dari tindak pidana korupsi. Pemiskinan koruptor belum menjadi suatu terobosan
hukum bagi penegak hukum di Indonesia dalam memberantas tindak pidana
korupsi.
B. Saran
Pemiskinan koruptor memang mendapat sambutan positif dari banyak
kalangan. Namun perlu dipertimbangkan lagi mengenai pelaksanaannya.
Saran yang dapat penulis tuliskan yaitu :

14
1. Perlu adanya rekonseptualisasi mengenai konsep pemiskinan koruptor.
Rekonseptualisasi dengan memberikan arahan yang jelas bagi penegak
hukum mengenai konsep pemiskinan koruptor, sehingga pelaksanaan
pemiskinan koruptor dapat dijalankan sebagai suatu terobosan hukum yang
memberikan efek jera dalam tindak pidana korupsi.

2. Perlu adanya suatu gerakan yang mendorong pelaksanaan pemiskinan koruptor.


Contohnya seperti pendidikan, pemahaman, penjelasan, integritas dari
para penegak hukum agar para penegak hukum di Indonesia melaksanakan
sanksi pidana pemiskinan koruptor dalam upaya pembera ntasan tindak pidana
korupsi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Alatas,S.H. , 1987. Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi, LP3ES, Jakarta.


Andi Hamzah, 2004. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional, 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Buku Kapita Selekta dan Beban Biaya Sosial Korupsi
Buku Pendidikan anti korupsiperguruan tinggi 2017

16

Anda mungkin juga menyukai