Anda di halaman 1dari 12

PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI

PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

Makalah Ini Disusun Sebagai Tugas Wajib Mata Kuliah

Pengantar Ilmu Hukum

DOSEN PEMBIMBING :

Dr. H.Efendi Ibnususilo,S.H., M.H.

Disusun Oleh :

Cut Jihan Esha Priana : 231010472

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Subhanahua Ta’ala atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Penegakan Hukum Tindak Pidana
Korupsi Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)”.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. H.Efendi Ibnususilo,S.H., M.H.
sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, petunjuk dan Motivasi
sehingga selesainya makalah ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh
pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini.

Penulis Menyadari makalah ini jauh kesan sempurna, penulis sangat mengharapkan
agar makalah ini bermanfaat b agi kita semua baik untuk saat ini maupun yang akan
mendatang.

Pekanbaru, Desember 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Pembelajaran.................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Tindak Pidana Korupsi..................................................................................3
B. Efektifitas KPK Dalam Mendeteksi Dan Menindak Pidana Korupsi............3
C. Hambatan Utama Yang Dihadapi KPK Dalam Menjalankan Tugas..............5
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN....................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suatu kenyataan hidup bahwa manusia itu tidak sendiri. Manusia hidup
berdampingan, bahkan berkelompok-kelompok dan sering mengadakan hubungan antar
sesamanya. Hubungan itu terjadi berkenaan dengan kebutuhan hidupnya yang tidak mungkin
selalu dapat dipenuhi sendiri. Kebutuhan hidup manusia bermacam-macam. Pemenuhan
kebutuhan hidup tergantung dari hasil yang diperoleh melalui usaha yang dilakukan. Setiap
saat manusia ingin memenuhi kebutuhannnya dengan baik. Jika dalam saat yang bersamaan
ada dua manusia yang ingin memenuhi kebutuhan yang sama dengan hanya satu objek
kebutuhan, sedangkan keduanya tidak mau mengalah, maka bentrokan dapat terjadi. Suatu
bentrokkan akan terjadi juga jika dalam suatu hubungan, antara satu manusia dengan manusia
lain ada yang tidak memenuhi kewajibannya.
Hal-hal semacam itu sebenarnya merupakan akibat dari tingkah laku manusia yang
ingin bebas. Suatu kebebasan dalam bertingkah laku tidak selamanya akan menghasilkan
sesuatu yang baik. Apalagi kalau kebebasan tingkah laku seseorang tidak dapat diterima oleh
kelompok sosialnya. Oleh karena itu, untuk menciptakan keteraturan dalam suatu kelompok
sosial, baik dalam situasi kebersamaan maupun dalam situasi sosial diperlukan ketentuan-
ketentuan. Ketentuan itu untuk membatasi kebebasan tingkah laku itu. Ketentuan-ketentuan
yang diperlukan adalah ketentuan yang timbul dari dalam pergaulan hidup atas dasar
kesadaran dan biasanya dinamakan hukum. Jadi, hukum adalah ketentuan-ketentuan yang
timbul dari pergaulan hidup manusia. Hal ini timbul berdasarkan rasa kesadaran manusia itu
sendiri, sebagai gejala-gejala sosial. Gejala-gejala sosial itu merupakan hasil pengukuran,
baik dari tingkah laku manusia dalam pergaulan hidupnya.
Peraturan hukum yang berlaku dalam suatu kelompok sosial ketentuannya tidak
terpisah-pisah dan tidak tersebar bebas, melainkan ada satu kesatuan yang masing-masing
berlaku sendiri. Setiap satu kesatuan yang merupakan keseluruhan aturan terdiri dari bagian-
bagian. Satu sama lain yang berkaitan disusun secara teratur dengan tatanan tertentu
merupakan suatu sistem yang disebut sistem hukum. Indonesia merupakan negara hukum
yang menganut sistem hukum tertentu untuk memelihara tata tertib demi keadilan bernegara.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Tindak Pidana Korupsi ?
2. Bagaimana Efektifitas KPK dalam mendeteksi dan menindak tindak pidana
korupsi ?
3. Apa Hambatan Utama Yang Dihadapi KPK Dalam Menjalankan Tugas Penegakan
Hukumnya Terkait Korupsi ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Apa Yang Dimaksud Tindak Pidana Korupsi
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Efektifitas KPK dalam mendeteksi dan menindak
tindak pidana korupsi
3. Untuk Mengetahui Apa Saja Hambatan Utama Yang Dihadapi KPK Dalam
Menjalankan Tugas Penegakan Hukumnya Terkait Korupsi

2
BAB II

PRMBAHASAN

A. Tindak Pidana Korupsi


Pengertian korupsi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, korupsi adalah
penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk
kepentingan pribadi dan orang lain. Menurut Black Law Dictionary, korupsi adalah
perbuatan yang dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan beberapa
keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenaran-kebenaran lainnya.
Menurut Mohtar Mas'oed, korupsi adalah transaksi di mana satu pihak
memberikan sesuatu yang berharga untuk memperoleh imbalan berupa pengaruh atas
keputusan keputusan pemerintah.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas, kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa korupsi itu meliputi beberapa hal, yaitu :
1. Pencurian/penggelapan uang
2. Penyalahgunaan wewenang, dan
3. Ketidakadilan
Pada mulanya pemahaman korupsi mulai berkembang di barat (permulaan
abad ke-19, yaitu setelah adanya revolusi Perancis, Inggris, dan Amerika) ketika
prinsip pemisahan antara keuangan umum/negara dan keuangan pribadi mulai
diterapkan. Penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi khususnya dalam
soal keuangan dianggap sebagai korupsi.

B. Efektifitas KPK dalam mendeteksi dan menindak tindak pidana korupsi

Usaha untuk memberantas korupsi sudah menjadi masalah global bukan lagi
nasional atau regional. Ada usaha terutama desakan rakyat agar korupsi diberantas
habis sehingga jika perlu digunakan hukum darurat, seperti pidana yang berat, sistem
pembalikan beban pembuktian, pembebasan, penanganan korupsi dari instansi
pemerintah kepada suatu badan independen yang terjamin kredibilitasnya dan
integritasnya. Upaya untuk dapat melaksanakan pemberantasan korupsi secara efektif
dan efisien salah satunya adalah melalui penerapan Sistem Pembalikan Beban
Pembuktian dan pembentukan suatu badan atau lembaga khusus yang independen

3
dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi yang disebut Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Di Indonesia lembaga Khusus pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi telah dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 30 tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) adalah lembaga Negara
yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas
dari pengaruh kekuasaan manapun. KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya
guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dalam praktek pemberantasan korupsi di Indonesia, KPK mempunyai


kewenangan pengambilalihan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang
dilakukan oleh Kepolisian dan kejaksaan dengan alasan sebagai berikut : 1. Laporan
masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindak lanjuti oleh lembaga
peradilan diluar KPK. 2. Penanganan tindak pidana korupsi berlarutlarut atau tertunda
tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. 3. Penanganan tindak pidana
korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi sesungguhnya. 4.
Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi 5. Ada hambatan
penanganan tindak pidana korupsi karena intervensi dari eksekutif, legislatif atau
yudikatif. 6. Keadaan lain yang menuntut pertimbangan Kepolisian atau Kejaksaan,
membuat penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan dengan b aik dan dapat
di pertanggung jawabkan.

Selain itu KPK juga mempunyai kewenangan “Luar Biasa” sebagai lembaga
super body dalam pemberantasan korupsi. Kewenangan ini sebenarnya merupakan
upaya dan strategi negara dalam mendukung secara total upaya KPK dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia. Kewenangan tersebut adalah sebagai berikut :

1) Melakukan penyadapan dan mereka pembicaraan.


2) Memerintahkan seseorang pergi keluar negeri
3) Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan
keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa.
4) Memerintahkan kepada bank atau lemabaga keuangan lainnya untuk memblokir
rekening yang diduga hasil dari korupsi milik terdakwa atau tersangka atau pihak lain
yang terkait.
5) Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan
sementara tersangka dari jabatannya.

4
6) Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada yang
terkait.
7) Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan
perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang
dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti
awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang
diperiksa.
8) Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk
melakukan pencarian, penangkapan dan penyitaan barang bukti di luar negeri.
9) Meminta bantuan Kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan dalam perkara tindak pidana
korupsi yang sedang ditangani.

C. Hambatan Utama Yang Dihadapi KPK Dalam Menjalankan Tugas Penegakan


Hukumnya Terkait Korupsi

Kendala-kendala eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai state auxiliary


body dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia, yaitu:

a) Keterbatasan Kelembagaan Keterbatasan kelembagaan KPK dikarenakan sempitnya


ruang gerak KPK di dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Undang-
undang No 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dalam melakukan kegiatannya. KPK mendapatkan pengawasan dari Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan. Hal ini membuktikan bahwa
peran KPK masih dibatasi oleh ketiga lembaga tersebut. Di lain pihak kenyataan
demikian akan menimbulkan suatu masalah apabila yang menjadi sasaran dari
pemberantasan tindak pidana korupsi oleh KPK adalah salah satu dari lembaga-
lembaga tersebut. Karena itulah, demi mendukung optimalisasi kinerja dan
produktifitas KPK maka tidak saja dibutuhkan pembenahan secara internal dalam
tubuh KPK namun juga perluasan ruang gerak KPK dalam peraturan perundang-
undangan.
b) Sumber Daya Manusia

Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai sebuah lembaga negara baru yang


memiliki kewenangan khusus diharapkan dapat mengoptimalkan pemberantasan

5
korupsi yang terjadi di Indonesia. KPK memiliki beberapa kewenangan anatara lain
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Bahkan dinyatakan dalam undang-undang
KPK bahwa penyidikan dilakukan tanpa memerlukan izin khusus. Dalam rangka
supervisi, KPK berwenang mengambil alih penyidikan dan penuntutan yang
dilakukan kepolisian dan kejaksaan terhadap perkara-perkara korupsi yang melibatkan
aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya
dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan aparat penegak hukum atau
penyelenggara negara (Indriyanto Seno, 2009: 176-177).

Melihat tugas Komisi Pemberantasan Korupsi yang berat maka KPK harus
melakukan pembenahan manajemen sumber daya manusia (SDM). Jika ada
kekosongan staf dalam struktur organisasi KPK maka akan berdampak buruk bagi
kinerja KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi perlu menemukan cara untuk
memperkuat manajemen sumber daya manusia. Kurangnya sumber daya manusia
akan mengganggu koordinasi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
menangani kasus. Selain itu kurangnya sumber daya manusia di KPK menyebabkan
penanganan kasus korupsi menjadi tidak efektif dan efisien. Sumber daya manusia
yang baik merupakan supporting systembagi pemberantasan korupsi yang dilakukan
KPK.Komisi Pemberantasan Korupsi perlu menemukan cara untuk memperkuat
manajemen sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang diperlukan KPK tidak
hanya dalam hal kuantitasnya melainkan pada kualitas SDM tersebut. Komisi
Pemberantasan Korupsi memerlukan sumber daya manusia yang profesional dengan
track record yang baik serta memiliki spesifikasi keahlian.

c) Anggaran

Keberhasilan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi sangat tergantung pada


penganggaran yang besar kepada KPK. Adanya sistem anggaran berbasis kinerja
merupakan bentuk fakta integritas untuk menfasilitasi tuntutan masyarakat terhadap
peningkatan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi. Anggaran diperlukan untuk
mendukung penerapan sistem hukum pidana dan sistem peradilan pidana dalam
penegakan hukum tindak pidana korupsi (IGM.Nurdjana, 2003: 214-215).

Tambahan anggaran bagi KPK juga merupakan dukungan pemerintah agar


kinerja KPK lebih baik dalam menjalankan kewajibannya. Di samping itu tambahan
anggaran bagi KPK merupakan bentuk penguatan bagi eksistensi KPK. Jika anggaran

6
yang diberikan kepada KPK masih dalam batas kewajarannya maka tidak ada
salahnya. Untuk memberantas kejahatan korupsi yang terus-menerus memiskinkan
rakyat KPK membutuhkan dukungan anggaran. Keterbatasan Anggaran dapat
melemahkan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi. Anggaran yang dibutuhkan oleh
Komisi Pemberantasan korupsi tidak hanya dalam hal operasional namun juga dalam
fasilitas.

d) Keterbatasan Dukungan Politik

Kinerja KPK selama ini dalam pemberantasan korupsi akan lebih maksimal apabila
mendapat dukungan politik dari negara. Sebaliknya, apabila dalam melakukan
pemberantasan korupsi KPK tidak mendapat dukungan politik maka mustahil KPK
dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Terciptanya stabilitas politik dengan baik
sangat menunjang KPK memberantas korupsi.

e) Kultur Hukum

Pentingnya peranan kultur hukum, karena kultur hukum mempengaruhi bekerjanya


hukum. Kultur hukum menurut Lawrence Meir Friedman adalah sikap manusia
terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya.
Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan
bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan (http//.analisis-
kulturhukum.20Lawrence.html).

Kultur hukum yang menjadi kendala bagi eksistensi KPK khususnya kultur
kelembagaan dimana antar lembaga penegak hukum terjadi rivalitas dalam
pemberantasan korupsi. Upaya penegakan hukum untuk memberantas korupsi
seharusnya tidak dipandang sebagai persaingan antara lembaga penegak hukum.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
 Ada beberapa definisi hukum yang telah di paparkan oleh beberapa ahli
hukum
 Pengertian penegakan hukum bisa ditijau dari subjeknya dan objeknya
 Fungsi dari penegakan hukum adalah sebagai alat pengatur tata tertib
hubungan masyarakat, sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir
batin dan sebagai penggerak pembangunan
 Dalam penegakan hukum di suatu negeri diperlukannya aparatur penegak
hukum yan dapat mencerminkan perasaan atau nilai-nilai keadilan yang hidup
dalam masyarakatnya
 Kesadaran hukum dalam masyarakat merupakan rangkaian proses yang terjadi
setahap demi tahap, semakin lemah tingkat kesadaran masyarakat, semakin
lemah pula kepatuhan hukumnya sebaliknya semakin kuat kesadaran
hukumnya semakin kuat pula faktor kepatuhan hukum
 Hukum memiliki peran di dalam masyarakat seprti dengan keluarga, di dalam
pekerjaan, di dalam menjalankan profesi, hubungan dengan hak, dalam
perkembangan masyarakat
 Hukum di Indonesia belumlah berjalan dengan baik karena hukum yang
diterapkan masih memandang bulu

8
DAFTAR PUSTAKA

Soeroso. 2009. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika

Djamali, Abdoel. 2006. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada

Ibrahim, Harmaily dan Moh Kusnadi. 1988. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta:
Sinar Bakti

Komisi Pemberantasan Korupsi Republiki Indonesia. Agustus 2006, Memahami


Untuk Membasmi : Buku Panduan Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta,
KPK.

Anda mungkin juga menyukai