Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

MATA KULIAH PENDIDIKAN KARAKTER

OLEH
NAMA : SINARTO SAPUTRA PAWANG, S.IP
NPM : 185.10.1238
JURUSAN : MANAJEMEN PEMBANGUNAN DAERAH

PROGRAM PASCA SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI (STIA) BINA BANUA
BANJARMASIN
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji pada Tuhan yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah Pendidikan
Karakter “PENANGANAN KASUS KORUPSI DI INDONESIA”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen
Pendidikan Karakter kami, Bapak Prof. Dr. H. Rizali Hadi, MM yang telah membimbing
dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Penulis,
Pendahuluan

A. Latar Belakang

Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk memerangi korupsi untuk waktu yang
lama. Hampir 20 tahun lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberlakukan Undang-
Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Indonesia juga meratifikasi Konvensi PBB
Melawan Korupsi (UNCAC). Namun, dalam praktiknya, lembaga penegak hukum masih
belum secara efektif menerapkan undang-undang antikorupsi. 

Faktanya masih banyak terjadi kasus-kasus Korupsi yang terjadi, tidak hanya pada
tingkatan pemerintah pada level Pemerintahan Pusat, bahkan sekarang sudah
mewabah hingga pemerintahan pada unit terkecil pemerintahan desa.

B. Rumusan Masalah
Dari permasalahan terdapat tiga Rumusan Masalah yaitu:

1. Apakah Indonesia memiliki hukum yang memadai untuk memerangi korupsi?


2. Apakah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki wewenang dan sumber
daya yang dibutuhkan untuk melakukan tugasnya?
3. Apakah publik telah mengetahui proses penanganan kasus korupsi sesuai
hukum yang berlaku?
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KORUPSI

1. Nurdjana (1990)

Pengertian Korupsi Menurut Nurdjana, korupsi berasal dari bahasa Yunani yaitu “corruptio”
yang berarti perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral,
menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama materiil, mental dan hukum.

2. Syeh Hussein Alatas

Pengertian Korupsi Menurut Syeh Hussein Alatas adalah subordinasi kepentingan umu
dibawah kepentingan pribadi yang mencakup pelanggaran norma, tugas dan kesejahteraan
umum, yang diakukan dengan kerahasiaan, penghianatan, penipuan dan kemasabodohan
dengan akibat yang diderita oleh rakyat

3. UU No.31 Tahun 1999

Pengertian Korupsi Menurut UU No.31 Tahun 1999 adalah setiap orang yang dengan
sengaja dengan melawan hukum untuk melakukan perbuatan dengan tujuan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan
negara atau perekonomian negara.

4. UU No. 20 Tahun 2001

Pengertian Korupsi Menurut UU No. 20 Tahun 2001 adalah tindakan melawan hukum
dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korupsi yang berakibat
merugikan negara atau perekonomian Negara

Sehingga dapat kita artikan korupsi merupakan perilaku yang menyimpang dari aturan etis
formal yang menyangkut tindakan seseorang dalam posisi otoritas publik yang disebabkan
oleh motif pertimbangan pribadi, seperti kekayaan, kekuasaan dan status
2. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT 

1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara
Pidana
2. Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negera yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
3. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
4. Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
5. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
6. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
7. Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tindak Pidana Pencucian Uang
8. Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber
Daya Manusia KPK
9. Undang-Undangn No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
10. Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah No. 63 Tahun 2005 Tentang Sistem Manajemen Sumber Daya
Manusia KPK
11. Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
C. KEWENANGAN DAN SUMBERDAYA KPK

Kedudukan KPK sebagai salah satu lembaga negara bantu adalah independen dan
bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, hal ini dimaksudkan agar dalam
memberantas korupsi KPK tidak mendapatkan intervensi dari pihak manapun.
Terbentuknya KPK juga merupakan jawaban atas tidak efektifnya kinerja lembaga
penegak hukum selama ini dalam memberantas korupsi, yang terkesan berlarut-larut
dalam penanganannya bahkan terindikasi ada unsur korupsi dalam penanganan
kasusnya. Kewenangan penuntutan yang ada pada KPK sudah tepat karena lembaga
ini bergerak secara independen tanpa intervensi kekuasaan manapun.

Dari latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam karya tulis ini yaitu
bagaimana kewenangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penyidikan dan
penuntutan tindak pidana korupsi serta bagaimana peranan dari Komisi Pemberantasan
Korupsi dalam penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi. Oleh karena ruang
lingkup penelitian ini ialah pada disiplin Ilmu Hukum, maka penelitian ini merupakan
bagian dari Penelitian Hukum kepustakaan yakni dengan “cara meneliti bahan pustaka
atau yang dinamakan Penelitian Hukum Normatif”.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam Pasal 11 Undang-Undang KPK bahwa


kewenangan KPK melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dibatasi pada
tindak pidana korupsi yang: Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara,
dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh
aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; Mendapat perhatian yang
meresahkan masyarakat, dan/atau; Menyangkut kerugian negara paling sedikit rp
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). KPK memiliki kewenangan tambahan yaitu dapat
mengambil alih perkara korupsi walaupun sedang ditangani oleh Kepolisian atau
Kejaksaan (Pasal 8 ayat (2) UU KPK); Akan tetapi, pengambil alihan perkara korupsi
tersebut harus dengan alasan yang diatur dalam Pasal 9 Undang - Undang KPK.
Sedangkan peranan dari pada KPK jelas terlihat pada pasal 39 ayat 1, 2, dan 3. Yaitu;
Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi dilakukan berdasarkan
hukum acara pidana yang berlaku dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang -
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-Undang ini; Penyelidik, penyidik, dan penuntut umum
yang menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi, diberhentikan sementara
dari instansi kepolisian dan kejaksaan selama menjadi pegawai pada Komisi
Pemberantasan Korupsi; Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan perintah dan bertindak untuk dan
atas nama Komisi Pemberantasan Korupsi. Dari hasil penelitian dapat ditarik
kesimpulan bahwa kewenangan KPK melakukan penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan dibatasi pada tindak pidana korupsi yang sudah diatur dalam Pasal 11
Undang-undang KPJK. Peranan dari Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penyidikan
dan penuntutan tindak pidana korupsi sangat besar.

D. CONTOH KASUS KORUPSI DAN PENANGANAN DI INDONESIA

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 6
tahun penjara terhadap terdakwa kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji di
Kementerian Agama tahun 2011-2013 serta penyalahgunaan Dana Operasional
Menteri (DOM) Suryadharma Ali. Selain hukuman badan, mantan Menteri Agama ini
juga dikenakan hukuman denda Rp 300 juta subsidair 3 bulan kurungan.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Suryadharma Ali terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar Ketua Majelis
Hakim Aswijon di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (11/1/2016).

Hakim menilai, pelanggaran yang dilakukan mantan Ketua Umum PPP ini di antaranya
penunjukan Petugas Penyelenggara lbadah Haji (PPIH), penggunaan sisa kuota haji
nasional, proses pendaftaran haji, penyediaan perumahan haji, pengelolaan Biaya
Penyelenggaraan lbadah Haji (BPlH) dan pengelolaan DOM tahun 2011-2013.

Dari perbuatannya tersebut, Suryadharma terbukti mendapat keuntungan mencapai Rp


1.821.698.840. Hal inilah yang membuat hakim menjatuhkan hukuman tambahan
berupa membayar uang pengganti sebesar nilai keuntungannya tadi.
"Jika dia tidak dapat membayarnya, maka harta bendanya akan disita senilai dengan
yang dibebankan. Apabila tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka diganti
pidana kurungan selama 2 tahun," kata hakim.

Vonis Lebih Ringan

Vonis Suryadharma Ali ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa KPK yang menginginkan
mantan Ketua Umum PPP itu divonis 11 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider
6 bulan kurungan.

Selain itu, jaksa juga menuntut agar pria yang akrab disapa SDA itu membayar ganti
rugi atas kerugian negara sebesar Rp 2,325 miliar. Serta dicabut hak politiknya selama
5 tahun terhitung sejak yang bersangkutan selesai menjalani masa hukuman. Namun
hakim juga tidak mengabulkan tuntutan jaksa yang terkait pencabutan hak politiknya.
Menurut hakim, pidana yang dijatuhkan pada Suryadharma Ali telah pantas.

"Menurut majelis hakim, tidak perlu lagi dikenakan lagi (pencabutan hak untuk
menduduki jabatan publik)," pungkas Hakim. Menanggapi putusan ini, baik pihak
Suryadharma Ali maupun Jaksa KPK tidak langsung menyatakan banding atau
menerima. Mereka sama-sama meminta waktu kepada hakim untuk berpikir.

"Majelis hakim yang saya muliakan. Setelah saya simak secara seksama pertimbangan
hukum yang disampaikan sampai dengan putusan yang telah ditetapkan, izinkan saya
berpendapat apa yang disampaikan sama sekali tidak mempertimbangkan fatka-fakta
yang terjadi dalam pengadilan yang kita selenggarakan atas nama Tuhan, berikan saya
kesempatan untuk pikir-pikir bersama penasihat hukum saya untuk pikir langkah kita ke
depan," kata SDA menanggapi.

Sumber berita : (https://www.liputan6.com/news/read/2409525/terbukti-korupsi-haji-


suryadharma-ali-divonis-6-tahun-penjara)

Faktanya masih banyak terjadi kasus-kasus Korupsi yang terjadi, tidak hanya pada
tingkatan pemerintah pada level Pemerintahan Pusat, bahkan sekarang sudah
mewabah hingga pemerintahan pada unit terkecil pemerintahan desa.
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

korupsi merupakan perilaku yang menyimpang dari aturan etis formal yang menyangkut
tindakan seseorang dalam posisi otoritas publik yang disebabkan oleh motif
pertimbangan pribadi, seperti kekayaan, kekuasaan dan status

Kedudukan KPK sebagai salah satu lembaga negara bantu adalah independen dan
bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, Kewenangan penuntutan yang ada pada
KPK sudah tepat karena lembaga ini bergerak secara independen tanpa intervensi
kekuasaan manapun

Komponen Aparat KPK adalah Penyelidik, penyidik, dan penuntut umum yang menjadi
pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi, diberhentikan sementara dari instansi
kepolisian dan kejaksaan selama menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan
Korupsi; Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan berdasarkan perintah dan bertindak untuk dan atas nama Komisi
Pemberantasan Korupsi.

Contoh kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji di Kementerian Agama tahun


2011-2013 serta penyalahgunaan Dana Operasional Menteri (DOM) Suryadharma Ali.
Selain hukuman badan, mantan Menteri Agama ini juga dikenakan hukuman denda Rp
300 juta subsidair 3 bulan kurungan.

B. SARAN

Saran lebih ditujukan penulis kepada pembaca. Saran diperoleh dari Penanganan
Kasus Korupsi di Indonesia, untuk ditindaklanjuti, maupun diterapkan untuk
menghindarkan diri dan lebih waspada terhadap korups, apalagi terlibat didalamnya.
agar pembaca mampu menerapkan atau menggunakan hasil dari tulisan yang telah
dilakukan dalam aplikasinya secara langsung di masyarakat baik secara teoritis
maupun praktis.

Anda mungkin juga menyukai