Anda di halaman 1dari 19

Penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai Lembaga Negara

Penunjang dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia: Studi Perbandingan


Uruguay dan Hong Kong

A. Latar Belakang

Korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merugikan negara dan


berdampak besar terhadap berbagai aspek negara terutama pada masyarakat,
dikarenakan korupsi mengakibatkan kerugian proses demokrasi serta hak-
hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat di suatu negara. Atas alasan-
alasan tersebut, korupsi dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra
ordinary crime). Saat ini, kejahatan korupsi menjadi persoalan yang sangat
besar dan serius, bukan hanya menjadi permasalahan bagi Indonesia saja,
melainkan juga dialami oleh negara-negara lain baik negara berkembang
maupun negara maju. Hal ini menandakan bahwa korupsi menjadi ancaman
bersama yang harus dihadapi oleh setiap negara melalui penegakan hukum
tindak pidana korupsi.

Dalam perjalanannya, korupsi terus berkembang dan meluas terjadi


di mana-mana. Di Indonesia, korupsi telah secara sistematis terjadi hingga
meluas tak hanya pada lembaga pemerintahan, tetapi juga pada lembaga non
pemerintahan. Faktor-faktor mulai dari penegak hukum, penyelenggara
pemerintahan, landasan hukum yang memuat banyak kelemahan-
kelemahan baik pada tataran substansi maupun implementasinya, serta
masyarakat kesemuanya bertanggung jawab untuk memberantas korupsi.
Dalam konteks nasional, Indonesia telah memiliki lembaga yang menangani
permasalahan khusus pada bidang korupsi, yakni Komisi Pemberantasan
Korupsi (selanjutnya disebut KPK).

Komisi Pemberantasan Korupsi Indonesia merupakan lembaga


negara penunjang yang dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan daya
guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Berdirinya KPK atas dasar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Secara historis, KPK lahir
sebagai lembaga penegak hukum khususnya dalam pemberantasan tindak
pidana korupsi dengan fungsi institusionalnya untuk melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.1 Berdasarkan konsideran
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, hakikat dari dibentuknya KPK
adalah sebagai lembaga negara penunjang yang independen, maksud dari
independen berarti terbebas dari afiliasi, intervensi, dan campur tangan
pihak manapun. Meskipun secara normatif telah secara eksplisit dalam
Pasal 3 Undang-Undang tersebut menerangkan bahwa KPK independen
dalam melaksanakan tugasnya, namun jika berefleksi dari upaya-upaya
pelemahan KPK secara institusional maupun sistem kepegawaiannya, maka
KPK seolah terlunturkan sifat independennya serta mengalami banyak
hambatan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.2

Selama hampir 19 tahun (2003-2021) KPK berdiri, lembaga ini


melewati banyak rintangan dalam menegakkan hukum dan memberantas
korupsi. Pada tahun 2011 terdapat dorongan wacana pembubaran lembaga
antirasuah ini yang dihasilkan dari rapat konsultasi DPR, Polri, Kejaksaan,
dan KPK.3 Menurut Emerson Yuntho, peneliti ICW, upaya pelemahan
lembaga KPK juga melalui penolakan pengajuan anggaran KPK oleh DPR,
intimidasi terhadap penyidik, penuntut, serta pejabat KPK, hingga konflik
proses seleksi pimpinan KPK (TWK).4 Perlahan upaya pelemahan
dilakukan secara sistematis, sampai pada tahun 2019 terjadi rencana untuk
melakukan revisi Undang-Undang KPK, yang saat ini telah disahkan

1
Putusan MK No. 36/PUU-XV/2017, h. 108-109
2
Pasal 3 UU No. 30 Tahun 2002
3
Tempo.co, “8 Upaya Pelemahan KPK Oleh DPR Menurut Catatan ICW”, Nasional Tempo.
https://nasional.tempo.co/read/885616/8-upaya-pelemahan-kpk-oleh-dpr-menurut-catatan-
icw/full&view=ok diakses pada 29 Januari 2022.
4
Laurensius Arliman, ‘KODIFIKASI RUU KUHP Oleh : Laurensius Arliman S 1 Abstract Corruption as
a Form of Criminal Act of Extraordinary Extremely Detrimental to the People , the Idea to Weaken
the Corruption Eradication Commission ( KPK ), One of Them by Entering the Rules of C’, Jurnal
Pendidikan, 2014, h. 5.
menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. Mengingat
pemberantasan korupsi merupakan agenda prioritas pemerintah untuk
diwujudkan serta korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa, maka
sangat perlu upaya penguatan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi
sebagai lembaga negara penunjang dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Berbicara mengenai KPK, tak dapat dipisahkan dari konsep lembaga


negara penunjang dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Kompleksitas
kegiatan kenegaraan modern, membuat lembaga yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi negara juga semakin banyak dan beragam. Lembaga
yang telah dibentuk oleh konstitusi seringkali tak lagi mampu mengemban
tugas-tugas tertentu yang idealnya membutuhkan independensi dan
profesionalitas.5 Untuk itulah dibutuhkan alat perlengkapan atau organ
(lembaga) baru yang biasa disebut sebagai lembaga negara penunjang atau
(state auxiliaries organ) yang independen. Munculnya lembaga negara
independen atau komisi-komisi negara ini dilandasi oleh faktor
ketidakpercayaan terhadap institusi penegak hukum di Indonesia yakni
Kejaksaan dan Kepolisian, hal ini pada umumnya disebut sebagai public
distrust.6 Adanya public distrust ini menjadikan perlunya dibentuk lembaga
penunjang yang independen dalam memberantas korupsi.

Jimly Asshiddiqie mengidentifikasi lembaga negara dalam rangka


reformasi konstitusi, salah satunya dengan mewujudkan lembaga-lembaga
negara penunjang yang independen, tidak terkooptasi oleh kekuasaan
eksekutif maupun legislatif. Upaya penguatan pada lembaga negara
penunjang ini adalah sebagai langkah demokratisasi terhadap lembaga

5
Hendra Nurtjahjo, ‘Lembaga, Badan, dan Komisi Negara Independen (State Auxiliary Agencies)
di Indonesia: Tinjauan Hukum Tata Negara’, Jurnal Hukum dan Pembangunan, No. 3, 2005, h.
278.
6
Ni’matul Huda, Sengketa Kewenangan lembaga Negara Dalam Teori dan Praktik di Mahkamah
Konstitusi, FH UII Press, Yogyakarta, 2016, h. 74.
negara dalam menjalankan tugasnya.7 Adapun organ perlengkapan negara
yang berupa lembaga penunjang ini lahir karena:

1. Kompleksitas tugas dan fungsi kenegaraan yang


membutuhkan independensi;
2. Terdapatnya upaya penguatan atau empowerment terhadap
tugas lembaga negara yang telah ada dengan cara
membentuk lembaga baru yang lebih khusus dan spesifik;8

Berpijak pada hal tersebutlah, marwah KPK sebagai lembaga negara


penunjang yang independen harus dilakukan upaya penguatan untuk
menjaga eksistensinya dan menjauhkan dari tindakan-tindakan pelemahan.
Teori tentang alat perlengkapan negara dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia ini sejatinya memberi dasar bagi pilihan pengaturan lebih lanjut
terhadap lembaga-lembaga negara penunjang di bidang pemberantasan
tindak pidana korupsi. Khususnya bagi Indonesia yang tengah berjuang
melawan dan memberantas kejahatan korupsi terutama melalui penguatan
struktur kelembagaan KPK.

Dalam upaya penguatan kelembagaan KPK, penulisan ini dilakukan


dengan menggunakan studi perbandingan atau comparative study dengan
cara membandingkan komisi atau lembaga pemberantas korupsi di negara
lain untuk kemudian dihasilkan formulasi lembaga pemberantas korupsi
sebagai lembaga penunjang yang paling baik dan ideal yang dapat menjadi
rujukan untuk KPK Indonesia. Dalam tulisan ini, penulis menggunakan
negara Uruguay dan Hong Kong sebagai negara pembanding. Adapun di
negara Hong Kong, komisi pemberantasan korupsi yang akan dikaji adalah
Independent Commisstion Againt Corruption (ICAC), sementara untuk
negara Uruguay adalah Junta de Transparencia y Etica Public (JUTEP).

B. Isu Hukum

7
Hendra Nurtjahjo, Op. Cit., h. 279.
8
Ibid., h. 280.
1. Kedudukan lembaga pemberantas korupsi sebagai lembaga
penunjang di negara Uruguay, Hong Kong dan Indonesia.
2. Upaya penguatan kelembagaan komisi pemberantas korupsi sebagai
lembaga penunjang yang independen pada JUTEP Uruguay, ICAC
Hong Kong dan KPK Indonesia.
C. Alasan Penggunaan Perbandingan
Adapun alasan-alasan mengapa penulis menggunakan ICAC Hong
Kong dan JUTEP Uruguay dalam melakukan studi komparatif dengan KPK
Indonesia sebagai lembaga penunjang di bidang pemberantasan korupsi,
diuraikan sebagai berikut:
a. Uruguay
Sistem pemerintahan Uruguay memiliki persamaan dengan
Indonesia. Pertama, Uruguay merupakan negara dengan sistem
Presidensial dan sistem negara republik. Hal ini menjadi penting
sebab bagaimana model kekuasaan eksekutif di suatu negara
mempengaruhi pula bagaimana pemerintah menempatkan suatu
lembaga negara penunjang, apakah langsung dibawah Presiden
sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, ataukah justru dipisahkan
dari campur tangan Presiden. Jika di Indonesia, saat ini KPK berada
dibawah cabang kekuasaan eksekutif yang dipegang oleh Presiden,
sehingga memberikan perspektif perbandingan yang menarik ketika
membandingkan dengan negara yang sama-sama menggunakan
sistem presidensial. Kedua, bentuk negara Uruguay sama dengan
Indonesia, yakni berbentuk negara kesatuan. Bentuk negara juga
mempengaruhi bagaimana suatu negara mengatur kedudukan
komisi pemberantas korupsi di negaranya, apakah menjadi terpusat
dalam lingkup nasional atau memiliki cabang-cabang komisi yang
ditempatkan di negara bagian (jika merupakan negara federal).
Ketiga, sistem hukum yang dianut Uruguay adalah Civil Law seperti
di Indonesia. Sistem hukum berkaitan dengan bagaimana landasan
hukum yang menjadi dasar didirikannya suatu lembaga penunjang,
berkaitan pula seperti apakah lembaga tersebut dilegitimasi di suatu
negara, serta bagaimana upaya penegakan dan pemberantasan
korupsinya. Selain sama-sama menganut Civil Law, Uruguay juga
memiliki konstitusi yang tidak dapat mudah dirubah kecuali melalui
proses hukum yang berlaku, ini sama dengan di Indonesia. Keempat,
berkaitan dengan keadaan faktual dari Uruguay yang merupakan
negara dengan indeks korupsi sebesar 71 dari 100, serta mengalami
peningkatan dari tahun 2018 menuju tahun 2019. Uruguay sendiri
menduduki peringkat ke-18 di dunia yang terbersih dari korupsi dan
menjadi negara dengan tingkat korupsi paling rendah di Amerika
Selatan. Keadaan faktual ini menjadi penting, sebab untuk
mengetahui seperti apa pengaturan dan implementasi dalam upaya
pemberantasan korupsi di Uruguay terutama melalui lembaga
penunjang di bidang pemberantasan korupsinya yakni JUTEP.

b. Hong Kong

Hong Kong memiliki persamaan zonasi dengan Indonesia,


yakni sama-sama di Benua Asia, sehingga negara Hong Kong dan
Indonesia memiliki latar belakang dan keadaan faktual yang hampir
mirip. Pertama, Hong Kong memiliki sejarah krisis kejahatan
korupsi yang merajalela, bahkan pada tahun 1960-an Hong Kong
menjadi salah satu negara terkorup. Kondisi tersebut sejatinya mirip
dengan kondisi Indonesia saat ini yang menempati peringkat 96 dari
180 negara. Dari persamaan sejarah krisis korupsi ini diharapkan
dapat menjadi tolak ukur pembentukan lembaga pemberantas
korupsi yang se-ideal mungkin. Kedua, alasan penulis memilih
Hong Kong adalah karena Hong Kong menjadi negara yang
terbersih dari korupsi dengan menduduki peringkat 12 dari 180
negara dengan skor 76, sehingga Hong Kong menjadi negara kedua
setelah Singapura yang menjadi negara terbersih dari korupsi di
wilayah Asia. Oleh sebab itu, dengan melihat perspektif
perbandingan melalui sisi prestasi dan pencapaian Hong Kong
dalam memberantas korupsi, diharapkan Indonesia juga dapat
mengevaluasi untuk dapat meningkatkan posisinya menuju negara
terbersih dari korupsi. Ketiga, melandaskan pada teori independensi
pada lembaga penunjang dalam sistem ketatanegaraan, maka Hong
Kong menjadi pilihan yang tepat sebab ICAC Hong Kong tidak
berada dibawah Presiden, berbeda dengan Indonesia yang saat ini
menempatkan KPK dibawah Presiden. ICAC di Hong Kong benar-
benar independen dan hanya bertanggung jawab kepada Gubernur.
Dengan ini, dapat menjadi refleksi bagi penempatan struktur
kelembagaan KPK, yang dulunya juga sama seperti Hong Kong
yakni KPK sebagai lembaga penunjang yang independen tidak
berada dibawah Presiden.
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-


Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017

Buku

Huda, Ni’matul, Sengketa Kewenangan lembaga Negara Dalam Teori dan Praktik
di Mahkamah Konstitusi, FH UII Press, Yogyakarta, 2016.

Artikel Jurnal

Arliman, Laurensius, ‘KODIFIKASI RUU KUHP Oleh : Laurensius Arliman S 1


Abstract Corruption as a Form of Criminal Act of Extraordinary Extremely
Detrimental to the People , the Idea to Weaken the Corruption Eradication
Commission ( KPK ), One of Them by Entering the Rules of C’, Jurnal
Pendidikan, 2014.

Nurtjahjo, Hendra ‘Lembaga, Badan, dan Komisi Negara Independen (State


Auxiliary Agencies) di Indonesia: Tinjauan Hukum Tata Negara’, Jurnal
Hukum dan Pembangunan, No. 3, 2005.

Internet

Tempo.co, “8 Upaya Pelemahan KPK Oleh DPR Menurut Catatan ICW”, Nasional
Tempo. https://nasional.tempo.co/read/885616/8-upaya-pelemahan-kpk-
oleh-dpr-menurut-catatan-icw/full&view=ok diakses pada 29 Januari 2022
Revisi Turnitin_Ridho Budaya
by Turnitin Check

Submission date: 25-Apr-2022 09:57PM (UTC-0700)


Submission ID: 1819779010
File name: i_Turnitin_Ridho_Budaya_Septarianto_031911133088_Autosaved.docx (13.82K)
Word count: 1406
Character count: 9500
9

13

12

14

2
1

19

4
4
3

20

10

16

1
21

1
11

17

18
15
Revisi Turnitin_Ridho Budaya
ORIGINALITY REPORT

24 %
SIMILARITY INDEX
24%
INTERNET SOURCES
11%
PUBLICATIONS
10%
STUDENT PAPERS

PRIMARY SOURCES

1
Submitted to Universitas Islam Indonesia
Student Paper 5%
2
jurnal.uns.ac.id
Internet Source 3%
3
etheses.uin-malang.ac.id
Internet Source 3%
4
journal.uir.ac.id
Internet Source 3%
5
repository.uinbanten.ac.id
Internet Source 1%
6
Submitted to Padjadjaran University
Student Paper 1%
7
Ulang Mangun Sosiawan. "Peran Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam
1%
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi",
Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 2019
Publication

8
ejournal.unikama.ac.id
Internet Source 1%
9
ijmmu.com
Internet Source 1%
10
docobook.com
Internet Source 1%
11
dspace.uii.ac.id
Internet Source 1%
12
journal.untar.ac.id
Internet Source 1%
13
www.coursehero.com
Internet Source 1%
14
pusatkrisis.kemkes.go.id
Internet Source 1%
15
sitimaryamnia.blogspot.com
Internet Source 1%
16
asrikina.blogspot.com
Internet Source <1 %
17
koneuntukmu.blogspot.com
Internet Source <1 %
18
www.suara.com.hk
Internet Source <1 %
19
Paman Nurlette. "Komisi Pemberantasan
Korupsi Menjadi Objek Hak Angket Dewan
<1 %
Perwakilan Rakyat (Analisis Yuridis Terhadap
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
36/PUU-XV/2017 Dan Undang-Undang MD3)",
SASI, 2020
Publication

20
moam.info
Internet Source <1 %
21
www.saplaw.top
Internet Source <1 %

Exclude quotes Off Exclude matches Off


Exclude bibliography Off

Anda mungkin juga menyukai