Anda di halaman 1dari 8

A.

Pengertian Komisi Pemberantasan Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi atau dikenal juga dengan istilah KPK merupakan
suatu lembaga independen di Indonesia yang memiliki tujuan untuk meningkatkan dan
melaksanakan upaya dan hasil dari pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sederhannya adalah lembaga yang bertugas memberantas korupsi di Indonesia.
Sebagai lembaga negara yang independen, KPK terbebas dari pengaruh pihak atau kekuasaan
mana pun saat memenuhi tugas dan wewenangnya.
KPK didirikan pada tahun 2002 berdasarkan Undang-undang RI nomor 30 tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Secara bahasa, kata korupsi berasal
dari bahasa Latin corruptio yang memiliki arti busuk, rusak, atau menyogok.
Secara istilah, tindak pidana korupsi merupakan tindakan yang dilakukan oleh pejabat
publik, politisi, pegawai negeri, atau pun pihak lainnya yang menyalahgunakan kepercayaan
atau kekuasaan yang diberikan untuk mendapatkan keuntungan sendiri secara sepihak.
KPK bertanggung jawab terhadap publik atau rakyat Indonesia serta menyampaikan
laporan hasil kerjanya secara terbuka kepada BPK, DPR, dan Presiden RI.
KPK pertama kali didirikan di Indonesia pada tahun 2002 berdasarkan Undang-
undang RI nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lembaga antirasua ini didirikan saat Indonesia dipimpin oleh Presiden Megawati
Soekarnoputri. Pembentukan KPK sendiri pada masa itu dilatari adanya kekotoran di dalam
institusi kepolisian dan kejaksaan. Dengan adanya KPK, para koruptor ini diharapkan bisa
ditangkap.
Ide mengenai dibentuknya lembaga seperti KPK sudah ada sejak masa pemerintahan
Presiden BJ Habibie. Hal ini juga tercantum pada Undang-undang RI nomor 28 tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang bebas dan bersih dari KKN.
Dengan dasar ini, pada masa itu Presiden Habibie membentuk badan seperti Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atau lembaga Ombudsman dan Komisi Pemeriksa
Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Sejak pembentukan KPK, KPKPN dibubarkan
dan dileburkan ke dalam satu lembaga bernama KPK

B. Tujuan KPK
Seperti telah disebutkan sebelumnya, KPK dibentuk dengan tujuan untuk
meningkatkan upaya dan hasil dari pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pemberantasan korupsi ini dilaksanakan dengan melakukan pengawasan, koordinasi,
penuntutan, hingga penyidikan, penyelidikan, dan pemeriksaan dalam sidang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

C. Fungsi dan Tugas KPK


Sebagai lembaga independen di Indonesia, KPK memiliki berbagai fungsi dan tugas
sebagai berikut:
 KPK berfungsi dan bertugas untuk berkoordinasi dengan instansi terkait yang
berwenang untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
 KPK berfungsi dan bertugas untuk melakukan pengawasan atau supervisi terhadap
instansi terkait yang berwenang untuk melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi
 KPK berfungsi dan bertugas untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, hingga
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
 KPK berfungsi dan bertugas untuk melakukan berbagai tindakan untuk pencegahan
tindak pidana korupsi
 KPK berfungsi dan bertugas untuk melakukan monitor terhadap penyelenggaraan
pemerintahan negara Indonesia

D. Wewenang KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia memiliki berbagai wewenang sebagai


berikut:
 KPK dapat mengkoordinasikan segala penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
terhadap tindak pidana korupsi
 KPK dapat menetapkan sistem pelaporan tertentu dalam kegiatan pemberantasan
tindak pidana korupsi
 KPK dapat meminta berbagai informasi mengenai kegiatan pemberantasan tindak
pidana korupsi pada berbagai instansi yang terkait
 KPK dapat melaksanakan kegiatan dengar pendapat atau mengatur pertemuan dengan
instansi yang berwenang untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
 KPK dapat meminta laporan dari instansi terkait tentang pencegahan tindakan korupsi

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya,KPK berpedoman pada asas sebegai


berikut.
1) Kepastian hukum,yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan,kepatutan,dan keadilan dalam setiap kebijakan
menjalankan tugas dan wewenang KPK.
2) Keterbukaan,yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
meperoleh informasi yang benar,jujur,dan tidak diskriminatif tentang kinerja KPK
dalam menjalankan tugas fungsinya.
3) Akuntabilitas,yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
kegiatan KPK harus dapat di pertanggung jawabkan kepada masyarakat atau rakyat
sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku.
4) Kepetingan umum,yakni asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara
yang aspiratif,okomodatif,dan selektif.
5) Proporsionalitas,yakni asas yang mengutamakan keseimbangan antara
tugas,wewenang,tanggung jawab,dan kewajiban KPK.

E. Kewajiban KPK

Sebagai lembaga negara independen yang memiliki tugas, fungsi, dan wewenang tertentu,
KPK juga memiliki berbagai kewajiban yang harus dipenuhi. Berikut adalah beberapa
kewajiban yang dimiliki oleh KPK:
 KPK wajib memberikan perlindungan yang cukup terhadap saksi atau pelapor atau
orang yang memberikan keterangan tentang adanya tindak pidana korupsi
 KPK wajib menjaga keterbukaan dengan memberikan informasi terhadap masyarakat
yang memerlukan atau membantu KPK untuk memperoleh data terkait hasil tuntutan
tindak pidana korupsi yang sedang ditanganinya
 KPK wajib untuk menyusun laporan tahunan dan disampaikan kepada Presiden RI,
DPR, serta BPK
 KPK wajib untuk menegakkan sumpah jabatannya
 KPK wajib untuk menjalankan berbagai tugas, tanggung jawab, serta wewenangnya
berdasarkan asas-asas yang berlaku. Asas-asas ini mencakup asas kepastian hukum
asas keterbukaan, asas akuntabilitas, asas kepentingan umum, serta asas
proporsionalitas.

Selain KPK, Indonesia juga memiliki berbagai lembaga lainnya yang memiliki tujuan
dan bekerjasama dengan KPK untuk memberantas korupsi di Indonesia. Berikut adalah
beberapa lembaga anti korupsi yang ada di Indonesia:

1. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)


KPK merupakan lembaga anti korupsi yang sudah dibahas pada artikel ini. KPK
merupakan lembaga independen di Indonesia yang memiliki tujuan untuk meningkatkan dan
melaksanakan upaya dan hasil dari pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dengan kata lain untuk memberantas korupsi di Indonesia. KPK juga dapat bekerjasama dan
berkoordinasi dengan lembaga lainnya untuk memberantas korupsi di Indonesia.

2. Komite Penyelidikan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN)


KPK2KKN atau Komite Penyelidikan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme merupakan
lembaga yang dibentuk pada tanggal 8 Mei 1998. Lembaga ini dibentuk pada masa
pemerintahan Presiden Soeharto.
KP2KKN memiliki tujuan diantaranya untuk membantu masyarakat untuk bisa
menyelamatkan harta masyarakat dan negara, mendorong hidup yang bersih dari KKN, serta
membantu pihak-pihak terkait untuk penyelidikan KKN.

3. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)


BPKP atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan merupakan lembaga
yang dbentuk untuk mengurus urusan pemerintahan dalam hal pengawasan keuangan negara
atau keuangan daerah serta pembangunan nasional.
BPKP dibentuk dengan dasar Undang-undang RI nomor 192 tahun 2014 tentang Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
BPK atau Badan Pemeriksa Keuangan RI merupakan salah satu lembaga tinggi
negara. Lembaga ini memiliki fungsi dan wewenang untuk memeriksa hal terkait pengelolaan
dan tanggung jawab mengenai keuangan negara.
BPK juga merpuakan lembaga negara yang memiliki sifat bebas dan mandiri. Anggotanya
dipilih langsung oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan dari DPD dan diresmikan
oleh Presiden RI.
5. Indonesian Corruption Watch (ICW)
ICW atau Indonesian Corruption Watch merupakan organisasi non-pemerintah atau
NGO. ICW sendiri memiliki suatu misi untuk bisa mengawasi dan melaporkan tentang aksi
tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia kepada publik.
Kini, ICW juga turut aktif dalam mengumpulkan data-data terkait tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh pejabat tinggi negara.

6. Komisi Ombudsman Republik Indonesia


Ombudsman Republik Indonesia atau sebelumnya disebut juga dengan nama Komisi
Ombudsman Nasional merupakan lembaga negara Indonesia yang berwenang untuk
mengawasi hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan publik.
Pelayanan publik ini mencakup berbagai pelayanan yang diselenggarakan oleh negara dan
pemerintahan juga BUMN, BUMD, atau badan swasta.

7. Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN)


KPKPN atau Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara merupakan
lembaga negara yang dibentuk pada masa reformasi. KPKPN dibentuk berdasarkan
Keputusan Presiden nomor 127 tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemeriksaan
Kekayaan Penyelenggara Negara. Namun, kini fungsi dan tugas KPKPN telah dibubarkan
dan dileburkan menjadi satu dengan KPK.

8. Timtas Tipikor (Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi)


Timtas Tipikor atau Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan tim yang
memiliki tugas untuk memberantas tindak pidana korupsi.
Tim ini telah dibubarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan digantikan
pekerjaannya oleh kejaksaan dan kepolisian. Tim ini telah bertuags selama 2 tahun dengan
memberikan berbagai contoh mengenai koordinasi penanganan kasus korupsi di Indonesia.
Demikian penjelasan mengenai KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi. Semoga
kedepanya lembaga yang punya kepercayaan publik sangat tinggi ini benar-benar bisa
menjalankan tugasnya dengan baik.
A. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (disingkat BPK RI, dulu
disingkat BEPEKA) adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. Anggota BPK
dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden. Anggota BPK sebelum memangku
jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya yang dipandu
oleh Ketua Mahkamah Agung .
Sejarah
Pasal 23 E ayat (1) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab
tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya
ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat Penetapan
Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan Pemeriksa
Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara di kota Magelang.
Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama adalah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya,
Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah
mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan
kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara
masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan
tugas Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW dan
IAR.
Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948 tempat kedudukan Badan
Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia
yang ibu kotanya di Yogyakarta tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal
23 ayat (5) UUD Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat
berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1
Agustus 1949.
Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan
Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk Dewan Pengawas
Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara
RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya
menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas
Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada
masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration (NICA).
Dengan kembalinya bentuk Negara menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS yang berada di Bogor sejak
tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS
1950 dan berkedudukan di Bogor menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS.
Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan
di Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer di Bogor.
Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekret Presiden RI yang menyatakan berlakunya
kembali UUD Tahun 1945. Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan UUD
1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun
1945.
Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi Dewan Pengawas Keuangan
RIS berdasarkan konstitusi RIS Dewan Pengawas Keuangan RI (UUDS 1950), kemudian
kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUD Tahun 1945, namun
landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap menggunakan ICW dan IAR.
Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan Ambeg Parama Arta, dan di
dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 serta resolusi MPRS No. 1/Res/MPRS/1963
telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk menyempurnakan Badan Pemeriksa
Keuangan, sehingga dapat menjadi alat kontrol yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka
pada tanggal 12 Oktober 1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang kemudian
diganti dengan Undang-Undang (PERPU) No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan Gaya Baru.
Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang antara lain
menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan
pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara.
Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan masing-masing sebagai Menteri Koordinator
dan Menteri.
Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI
dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU
yang mendasari tugas BPK RI perlu diubah dan akhirnya baru direalisasikan pada Tahun
1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan dukungan
konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat
kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu
dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali
kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal
keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen
dan profesional.
Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK RI dalam UUD
Tahun 1945 telah diamendemen. Sebelum amendemen BPK RI hanya diatur dalam satu ayat
(pasal 23 ayat 5) kemudian dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi satu
bab tersendiri (Bab VIII A) dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat.
Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang-Undang di
bidang Keuangan Negara, yaitu;
 UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara
 UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
 UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara
 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa
Keuangan

Tugas dan Wewenang BPK Setelah Amandemen UUD 1945


Setelah dilakukannya Amandemen UUD 1945 pada 10 November 2001, kedudukan serta
tugas dan wewenang BPK kian dipertegas. Pasal 23E ayat (1) UUD 1945 menyatakan
bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan
satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
Dari amandemen tersebut, selain statusnya sebagai badan yang bebas dan mandiri, perubahan
lain yang perlu digarisbawahi adalah adanya perubahan tanggung jawab BPK.

Dasar Hukum, Tugas dan Wewenang BPK, serta Fungsi Saat Ini
Sebagaimana dimuat dalam laman BPK, saat ini, ketentuan akan BPK diatur dalam sejumlah
peraturan perundang-undangan. Dasar hukum yang dimaksud, antara lain UU 17/2003
tentang Keuangan Negara; UU 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara; UU 1/2004 tentang Perbendaharaan; dan UU BPK. Selanjutnya,
mari simak uraian tugas dan wewenang BPK saat ini.
Tugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
BPK memiliki sejumlah tugas sebagai tujuan dari pendiriannya. Berdasarkan Pasal 6 UU
BPK tugas yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia,
Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan
lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
2. Melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara.
3. Melakukan pemeriksaan yang mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja,
dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
4. Apabila pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan
undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK
dan dipublikasikan.
5. Melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai
dengan standar pemeriksaan keuangan negara.
Wewenang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Kemudian, dalam menjalankan tugasnya, BPK tentu dibelaki oleh sejumlah kewenangan.
Adapun kewenangan BPK sebagaimana tertuang dalam Pasal 9 ayat (1) UU BPK adalah
sebagai berikut.
1. Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan,
menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan
pemeriksaan.
2. Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit
organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank
Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik
Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
3. Melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di
tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta
pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening
koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan negara.
4. Menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK.
5. Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
6. Menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara.
7. Menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk
dan atas nama BPK.
8. Membina jabatan fungsional pemeriksa.
9. Memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan.
10. Memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern Pemerintah
Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah
Daerah.
Fungsi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Terkait fungsi BPK, Jimly Asshiddiqie (dalam Arum, 2015: 17) menerangkan bahwa fungsi
Badan Pemeriksa Keuangan terdiri atas tiga bidang utama, yakni fungsi operatif, yudikatif,
dan advisory.
1. Fungsi operatif adalah pemeriksaan, pengawasan, dan penyelidikan atas penguasaan,
pengurusan, dan pengelolaan kekayaan atas negara.
2. Fungsi yudikatif adalah kewenangan menuntut perbendaharaan dan tuntutan ganti
rugi terhadap perbendaharaan dan pegawai negeri bukan bendahara yang
perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang menyebabkan
kerugian keuangan dan kekayaan negara.
3. Fungsi advisory adalah memberikan pertimbangan kepada pemerintah mengenai
pengurusan dan pengelolaan keuangan negara.
Hubungan KPK dan BPK
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi
menandatangani kesepakatan bersama, Selasa, 7 Januari 2020. Ketua BPK Agung Firman
Sampurna mengatakan kesepakatan baru ini dihasilkan untuk menggantikan kesepakatan
lama tahun 2006. Kesepakatan ini menyangkut empat aspek. Pertama yaitu tindak lanjut
penegakan hukum terhadap hasil pemeriksaan BPK yang berindikasi kerugian negara dan
unsur pidana kepada KPK.
Menurut Agung, BPK berwenang untuk melakukan pemeriksaan investigatif guna
mengungkap adanya kerugian negara dan unsur pidana. Sedangkan KPK memiliki wewenang
untuk menentukan ada atau tidaknya dugaan tindak pidana korupsi.
Kedua, tindak lanjut terhadap permintaan KPK kepada BPK untuk melakukan penghitungan
kerugian negara. Setelah kesepakatan ini, KPK akan meminta auditor dari BPK untuk ikut
terlibat di dalam KPK dalam menghitung potensi kerugian negara dalam sebuah kasus.
Ketiga yaitu penukaran informasi dan koordinasi. Nantinya, BPK akan melakukan pemaparan
dan pembahasan atas hasil pemeriksaan yang berindikasi kerugian negara dan unsur pidana
dengan KPK. Apabila ada kerugian negara dan unsur pidana, maka BPK menyerahkan hasil
pemeriksaan kepada KPK.
Keempat yaitu pencegahan tindak pidana korupsi. Kerja sama ini dilakukan antara lain
dengan sosialisasi serta pendidikan dan pelatihan.

Anda mungkin juga menyukai