Anda di halaman 1dari 13

UTS PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

1. Apa yang dimaksud dengan KKN ?


2. Apa peran KPK dan posisi KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, sebutkan juga
UUD yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi !
3. Menurut Mahasiswa apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak korupsi?
4. Seberapa penting pendidikan anti korupsi di dunia pendidikan tinggi. Jelaskan !
5. Sebutkan kasus korupsi yang tengah di garap oleh KPK baik itu di tingkat daerah maupun
nasional. Untuk daerah 5 kasus, untuk nasional 5 kasus.

JAWAB
1. Pengetian KKN
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa memberikan pengertian tentang KKN, kolusi dan nepotisme sebagai berikut:

Korupsi adalah sebagai penyelewengan atau penggelapan (uang negara/perusahaan, organisasi) untuk
kepentingan pribadi.

Kolusi adalah sebagai persekongkolan rahasia untuk maksud atau tujuan yang tidak terpuji.

Nepotisme diartikan sebagai kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara


sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat, di lingkungan pemerintah, atau tindakan memilih kerabat atau
sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan.

2. Peran KPK dan posisi KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK diberi
amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan.
KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun. Jadi kedudukan KPK dalam sistem
ketatanegaraan di Indonesia adalah sebagai Lembaga Negara bantu. Dalam artian KPK “bukan”
merupakan bagian dari eksekutif, legilslatif ataupun yudikatif.
KPK berfungsi sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai
stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya
menjadi lebih efektif dan efisien. Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan tujuan
meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

KPK dalam melaksanakan tugasnya memberantasan korupsi, harus berdasarkan pada


asas-asas sebagai berikut :
 “ Kepastian hukum” adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
menjalankan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi
 “ Keterbukaan” adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kinerja Komisi
Pemberantasan Korupsi dalam menjalankan tugas dan fungsinya
 “Akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
kegiatan Komisi Pemberantasan Korupsi harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
 “ Kepentingan umum” adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara
yang aspiratif, akomodatif, dan selektif
 “Prporsionalitas” adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara tugas, wewenang,
tanggung jawab, dan kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki beberapa tugas, tugas-tugas tersebut antara lain :
 Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi
 Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi
 Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
 Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi
 Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Peranan KPK dalam memberantas Korupsi di Indonesia
Peran atau peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status).Apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan
suatu peranan. Pembedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu
pengetahuan.
Keduanya tak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan
sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan (Soerjono
Soekanto. 2010 : 212-213).Kedudukan KPK dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia adalah
sebagai Lembaga Negara bantu dalam upaya pemberantasan korupsi yang semakin merajalela.
KPK bukan merupakan bagian dari eksekutif/pemerintah, legislative/Dewan rakyat ataupun
yudikatif/peradilan. Menurut Penulis dalam hal ini dimaksudkan agar KPK bebas dari
kepentingan-kepentingan polistis dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Kenyataannya memang KPK dalam menjalankan salah satu tugasnya yaitu melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi telah menangkap
beberapa tokoh/pejabat dari eksekutif, legislative maupun yudikatif.
KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya kadang kala menimbulkan pro dan
kontra di mata masayarakat. contoh terbaru adalah penetapan tersangka Komjen BG. Pada saat
itu beliau hendak dicalonkan sebagai Kapolri. Hal ini menyebabkan polemik di tengah
masyarakat, akademisi hukum maupun praktisi hukum. Ada yang pro dengan KPK namun juga
ada yang kontra dengan KPK. Hal ini tentunya menimbulkan situasi yang tidak kondusif di
tengah masyarakat. Padahal salah satu fungsi penegakan hukum ialah menjaga keamanan dan
ketertiban di masyarakat.
Para penegak hukum dalam upaya menegakan hukum harus mencermati tentang
konsep Negara hukum. Gagasan negara hukum telah dikemukakan oleh Plato, ketika ia
mengintrodusir konsep Nomoi yang dianggap sebagai cikal-bakal pemikiran tentang negara
hukum. Dalam Nomoi dikemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik ialah yang
didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik (Ridwan HR. 2003 : 2). Gagasan Plato tentang
negara hukum dipertegas ketika didukung oleh muridnya yang bernama Aristoteles. Dalam
pandangan Aristoteles, ide negara hukum dikaitkannya dengan arti negara yang dalam
perumusannya masih terkait kepada “polis”. Menurutnya yang memerintah dalam negara
bukanlah manusia, melainkan pikiran yang adil, dan kesusilaanlah yang menentukan baik-
buruknya suatu hukum.
Ide negara hukum menurut Aristoteles ini sangat erat dengan “keadilan”.  Bahkan
suatu negara akan dikatakan sebagai negara hukum apabila keadilan telah tercapai (SF Marbun.
2001 : 1-2). Indonesia adalah Negara hukum hal itu ditegaskan dalam bunyi pasal 1 ayat 3 UUD
1945.
Negara hukum yang baik adalah negara dengan hukum yang memiliki nilai keadilan,
karena tanpa keadilan sebagai tujuan ultimumnya, hukum akan terperosok menjadi alat
pembenar kesewenang-wenangan mayoritas atau pihak penguasa terhadap minoritas atau pihak
yang dikuasai. Itulah sebabnya maka fungsi utama dari hukum pada akhirnya menegakkan
keadilan (Budiono Kusumohamidjojo.”Ketertiban Yang Adil”. 1999 :126).Jadi para aparat
penegak hukum dalam upaya menegakan hukum harus memiliki “rasa keadilan” sehingga
Penegakan hukum khususnya dalam hal ini hukum pidana jangan sampai menjadi alat penindas,
namun juga harus memiliki manfaat bagi para semua pihak.
KPK sebagai salah satu lembaga Negara yang berfungsi khusus untuk memberantas
tindak pidana korupsi soyogyanya dapat lebih melakukan koordinasi dengan lembaga penegak
hukum lainya seperti Polri dan Kejaksaan RI. Salah satu tugas KPK, selain melakukan upaya
“pemberantasan” tindak pidana korupsi juga melakukan tindakan-tindakan “pencegahan” tindak
pidana korupsi. Jadi seharusnya KPK juga melakukan langkah preventif/ sebelum adanya tindak
pidana korupsi dengan  cara melakukan pengawasan dan pembinaan hukum secara lebih
maksimal. Pembentuk Undang-Undang yaitu Presiden RI dan DPR RI harus memperjelas
mekanisme koordinasi antara KPK dengan penegak hukum lainnya.

- Undang – Undang Dasar yang berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi


Undang-Undang KPK :
1. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Menjadi Undang-Undang
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Sejumlah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan KPK antara lain :


1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana
2. Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negera yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
3. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
4. Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta
Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
5. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
6. Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tindak Pidana Pencucian Uang
7. Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya
Manusia KPK
8. Undang-Undangn No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
9. Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
No. 63 Tahun 2005 Tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK
10. Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian

Sejumlah Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi antara lain :


 PER-02 Tahun 2019
 PER-03 Tahun 2018
 PER-10 Tahun 2016
 PER-04 Tahun 2015
 PER-01 Tahun 2015
 PER-03 Tahun 2014
 PER-01 Tahun 2014
 PER-08 Tahun 2013
 PER-07 Tahun 2013
 PER-06 Tahun 2012
 PER-02 Tahun 2012

3.-Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Tindak Pidana Korupsi


- Faktor Internal, merupakan faktor pendorong korupsi yang berasal dari dalam diri setiap individu.
Faktor internal dapat diperinci menjadi:

a) Sifat tamak/rakus manusia 

Sifat tamak merupakan sifat yang berasal dari dalam diri setiap individu. Hal itu terjadi ketika
seseorang mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri dan tidak pernah merasa puas terhadap
apa yang telah dimiliki

b) Gaya hidup konsumtif

Pada era-modern ini, terutama kehidupan dikota- kota besar merupakan hal yang sering
mendorong terjadinya gaya hidup konsumtif. Oleh karena itu, apabila Perilaku konsumtif tidak di
imbangi dengan pendapatan yang memadai,maka hal tersebut akan membuka peluang seseorang
untuk melakukan berbagai tindakan demi memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu
adalah dengan korupsi.

c) Moral yang kurang kuat

Seseorang yang mempunyai moral lemah cenderung mudah tergoda untuk melakukan tindakan
korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahan, atau pihak lain yang
memberi kesempatan untuk melakukan korupsi.

- Faktor Eksternal, merupakan faktor pemicu terjadinya tindakan korupsi yang berasal dari luar diri
pelaku. Faktor eksternal dapat dibagi menjadi empat, yaitu:

a) Faktor Politik

Politik merupakan salah satu sarana untuk melakukan korupsi. Hal ini dapat dilihat ketika terjadi
intrabilitas politik atau ketika politisi mempunyai hasrat untuk mempertahankan kekuasaannya.

b) Faktor Hukum
Hukum bisa menjadi faktor terjadinya korupsi dilihat dari dua sisi, disatu sisi dari aspek perundang –
undangan, dan disisi lain dari lemahnya penegak hukum. Hal lain yang menjadikan hukum sebagai sarana
korupsi adalah tidak baiknya substansi hukum, mudah ditemukan aturan – aturan yang diskrimatif dan
tidak adil, rumusan yang tidak jelas dan tegas sehingga menumbulkan multi tafsir, serta terjadinya
kontradiksi dan overlapping dengan aturan lain.

C) Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu dapat dilihat ketika
tingkat pendapat atau gaji yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya, maka seseorang akan mudah
untuk melakukan tindakan korupsi demi terpenuhinya semua kebutuhan.

d) Faktor Organisasi

Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, tidak hanya organisasi yang ada
dalam suatu lembaga, tetapi juga sistem pengorganisasian yang ada didalam lingkungan masyarakat.
Faktor - faktor penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi meliputi:

- Kurang adanya teladan dari pemimpin


- Tidak adanya kultur organisasi yang benar
- Sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai
- Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi
- Lemahnya pengawasan.

4. Pentingnya Pendidikan Anti Korupsi di Dunia Pendidikan Tinggi


Perkembangan teknologi yang semakin melesat di Indonesia tampaknya masih
kurang diimbangi dengan peningkatan moral bagi para penduduknya.Penyediaan teknologi
tinggi yang seharusnya menjadi komponen dalam mensejahterakan warga Indonesia,
nampaknya menjadi ladang baik oknum – oknum tidak bertanggung jawab untuk
memperkaya diri dan golongannya, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Kajian – kajian mengenai bahaya dari korupsi hingga pembuatan media interaktif
yang menayangkan dampak dari tersangka korupsi juga ditempuh untuk kembali meluruskan
moral agar tidak mengikuti jejak pemimpin – pemimpin di Indonesia ke balik jeruji besi
karena tergoda dengan kekuasaan dan harta.Pendidikan anti korupsi digencarkan kembali
pada kurikulum pendidikan nasional, mulai dari tahap sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Jenis – jenis penyampaiannya beragam disesuaikan dengan tingkat pemahaman tiap jenjang
sekolahnya, ada yang dalam bentuk media agar menarik, diskusi bagi mereka yang suka
menyuarakan pendapatnya hingga debat untuk menentukan langkah apa yang seharusnya
dilakukan untuk menekan angka korupsi di Indonesia.
Pendidikan anti korupsi ini diharapkan memiliki output setiap warga negara sadar
betapa bahayanya korupsi bagi kelangsungan perekonomian negara. Mulailah dengan
menghargai setiap proses yang dialami, bukan hanya berdasarkan nilai saja. Karenapada
kenyataannya pendidikan Indonesia masih berorientasi pada hasilm tidak pada proses.Secara
sosial, seluruh keluarga Indonesia diharapkan mampu memberikan edukasi yang tepat
mengenai moral anti korupsi. Dimulai dari hal kecil, setiap orang tua mampu menumbuhkan
rasa kejujuran dan menjaga tanggung jawab yang dilimpahkan kepada mereka.
Korupsi dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh
karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Upaya pemberantasan
korupsi - yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu penindakan dan pencegahan - tidak akan
pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran
serta masyarakat.
Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika mahasiswa - sebagai salah satu bagian
penting dari masyarakat yang merupakan pewaris masa depan - diharapkan dapat terlibat aktif
dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.Keterlibatan mahasiswa dalam upaya
pemberantasan korupsi tentu tidak pada upaya penindakan yang merupakan kewenangan
institusi penegak hukum. Peran aktif mahasiswa diharapkan lebih difokuskan pada upaya
pencegahan korupsi dengan ikut membangun budaya antikorupsi di masyarakat. Mahasiswa
diharapkan dapat berperan sebagai agen perubahan dan motor penggerak gerakan antikorupsi
di masyarakat. Untuk dapat berperan aktif, mahasiswa perlu dibekali dengan pengetahuan
yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya. Yang tidak kalah penting,
untuk dapat berperan aktif mahasiswa harus dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai
antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari.

5. KASUS-KASUS KORUPSI
1. KASUS TINGKAT NASIONAL
 Kotawaringin Timur
KPK resmi menetapkan Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi sebagai tersangka
atas kasus korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambanga (IUP) di daerah itu. Dalam kasus
ini, negara tercatat mengalami kerugian hingga Rp 5,8 triliun dan 711 ribu dolar AS.

Supian yang juga kader PDIP ini diduga menguntungkan diri sendiri dan korporasi
dalam pemberian IUP kepada tiga perusahaan yakni PT. Fajar Mentaya Abadi (PT. FMA),
PT. Billy Indonesia (PT. BI) dan PT. Aries Iron Maining (PT. AIM) pada periode 2010-
2015.

Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menyebut kasus


korupsi Bupati Kotawaringin Timur menjadi salah satu kasus orupsi terbesar yang
ditangani oleh KPK.

"Jadi ini satu kerugian negara paling besar yang kami tahu yang ditangani KPK," kata
Emerson.

2. Kasus BLBI
Kasus korupsi Bantuan Likuiditas Nak Indonesia (BLBI) yang telah bergulir sejak
lebih dari satu dasawarsa ini juga menjadi salah satu kasus  korupsi terbesar  yang pernah
ada di Tanah Air. Hingga kini, kasus yang membelit sejumlah petinggi negara dan
perusahaan besar ini masih juga belum menemui titik terang.
BLBI adalah program pinjaman dari Bank Indonesia kepada sejumlah bank yang
mengalami masalah pembayaran kewajiban saat menghadapi krisis moneter 1998. Bank
yang telah mengembalikan bantuan mendapatkan Surat Keterangan Lunas (SKL), namun
belakangan diketahui SKL itu diberikan sebelum bank tertentu melunasi bantuan.

Menurut keterangan KPK, kerugian negara akibat kasus megakorupsi ini mencapai Rp 3,7
triliun. Penyelesaian kasus besar yang ditargetkan rampung 2018 ini pun kembali molor
hingga 2019.

3. Kasus E-KTP
Kasus pengadaan E-KTP menjadi salah satu kasus korupsi yang paling fenomenal.
Kasus yang menyeret Mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto ini telah
bergulir sejak 2011 dengan total kerugian negara mencapai Rp 2,3 triliun.
Setidaknya ada sekitar 280 saksi yang telah diperiksa KPK atas kasus ini dan hingga kini
ada 8 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Mereka adalah pengusaha Made Oka Masagung, Keponakan Setya Novanto yakni Irvanto
Hendra Pambudi, Mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan
Dirjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto, Mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kemendagri Irman, pengusaha Andi Narogong, Mantan Ketua Umum Golkar Setya
Novanto, Anggota DPR Markus Nari, dan Direktur PT Quadra Solution Anang Sugiana
Sudiharjo.

4. Proyek Hambalang
Kasus proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sarana Olahraga
Nasional (P3SON) di Hambalang juga tercatat menjadi salah satu kasus korupsi besar
yang pernah ada. Nilai kerugiannya mencapai Rp 706 miliar.

Pembangunan proyek Hambalang ini direncanakan dibangun sejak masa Menteri Pemuda
dan Olahraga Andi Malarangeng dengan menghabiskan anggaran sebesar Rp 1,2 triliun.
Proyek yang ditargetkan rampung dalam waktu 3 tahun ini mangkrak hingga akhirnya
aliran dana korupsi terendus KPK.

Aliran dana proyek ini masuk ke kantong beberapa pejabat. Di antaranya Mantan
Menpora Andi Malarangeng, Sekretaris Kemenpora Wafid Muharram, Ketua Umum
Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras Mahfud
Suroso, Anggota DPR Angelina Sondakh.

5. Soeharto
Mantan Presiden Kedua Soeharto disebut-sebut telah melakukan tindak pidana
korupsi terbesar dalam sejarah dunia. Kekayaan negara yang diduga telah dicuri oleh
Soeharto berkisar antara 15 hingga 35 miliar dolar AS atau sekitar Rp 490 triliun.

Lembaga internasional yang memerangi korupsi yakni Transprency International merilis


bahwa Soeharto menjadi salah seorang tokoh paling korup di dunia. Diperkirakan masih
ada banyak sumber pemasukan keluarga Soeharto dari hasil perusahaan swasta dan
kebijakan yang ia buat untuk memperkaya diri.
Peneliti ICW Emerson Yuntho meminta agar pemerintah dapat segera mengusut tuntas
kasus korupsi terbesar ini. Sebab penyelesaian kasus ini merupakan mandate reformasi.

"Agenda reformasi sebagaimana yang dimuat dalam TAP MPR Nomor XI Tahun 1998
yang bicara soal penyelenggaraan negara bebas korupsi. Nah bagi kami, upaya
penuntasan kasus Soeharto ini salah satu bentuk menjalankan amanat Reformasi yang
belum tuntas," kata Emerson.

2. KASUS TINGKAT DAERAH

 10 Kepala Daerah Tersangka Korupsi Dapat Opini WTP dari BPK


 Perludem Ajak Anak Muda Tolak Calon Kepala Daerah Tersangka Korupsi
 Curhat Mendagri soal Kepala Daerah Korupsi hingga Pengangkatan Pj Gubernur Jabar
 Akar Persoalan Korupsi Kepala Daerah Dinilai Bukan karena Gaji Keci
 Kepala dinas nganjuk di ciduk kpk
UJIAN TENGAH SEMESTER

“ PENDIDIKAN ANTI KORUPSI “

NAMA DOSEN : DEBRI A. AMABI , ST,MT

MAHASISWA : DEDY LADO RIWU

NIM : 1706090099

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

JURUSAN ARSITEKTUR
2020

Anda mungkin juga menyukai