JAWAB
1. Pengetian KKN
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa memberikan pengertian tentang KKN, kolusi dan nepotisme sebagai berikut:
Korupsi adalah sebagai penyelewengan atau penggelapan (uang negara/perusahaan, organisasi) untuk
kepentingan pribadi.
Kolusi adalah sebagai persekongkolan rahasia untuk maksud atau tujuan yang tidak terpuji.
Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki beberapa tugas, tugas-tugas tersebut antara lain :
Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi
Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi
Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi
Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Peranan KPK dalam memberantas Korupsi di Indonesia
Peran atau peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status).Apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan
suatu peranan. Pembedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu
pengetahuan.
Keduanya tak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan
sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan (Soerjono
Soekanto. 2010 : 212-213).Kedudukan KPK dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia adalah
sebagai Lembaga Negara bantu dalam upaya pemberantasan korupsi yang semakin merajalela.
KPK bukan merupakan bagian dari eksekutif/pemerintah, legislative/Dewan rakyat ataupun
yudikatif/peradilan. Menurut Penulis dalam hal ini dimaksudkan agar KPK bebas dari
kepentingan-kepentingan polistis dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Kenyataannya memang KPK dalam menjalankan salah satu tugasnya yaitu melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi telah menangkap
beberapa tokoh/pejabat dari eksekutif, legislative maupun yudikatif.
KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya kadang kala menimbulkan pro dan
kontra di mata masayarakat. contoh terbaru adalah penetapan tersangka Komjen BG. Pada saat
itu beliau hendak dicalonkan sebagai Kapolri. Hal ini menyebabkan polemik di tengah
masyarakat, akademisi hukum maupun praktisi hukum. Ada yang pro dengan KPK namun juga
ada yang kontra dengan KPK. Hal ini tentunya menimbulkan situasi yang tidak kondusif di
tengah masyarakat. Padahal salah satu fungsi penegakan hukum ialah menjaga keamanan dan
ketertiban di masyarakat.
Para penegak hukum dalam upaya menegakan hukum harus mencermati tentang
konsep Negara hukum. Gagasan negara hukum telah dikemukakan oleh Plato, ketika ia
mengintrodusir konsep Nomoi yang dianggap sebagai cikal-bakal pemikiran tentang negara
hukum. Dalam Nomoi dikemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik ialah yang
didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik (Ridwan HR. 2003 : 2). Gagasan Plato tentang
negara hukum dipertegas ketika didukung oleh muridnya yang bernama Aristoteles. Dalam
pandangan Aristoteles, ide negara hukum dikaitkannya dengan arti negara yang dalam
perumusannya masih terkait kepada “polis”. Menurutnya yang memerintah dalam negara
bukanlah manusia, melainkan pikiran yang adil, dan kesusilaanlah yang menentukan baik-
buruknya suatu hukum.
Ide negara hukum menurut Aristoteles ini sangat erat dengan “keadilan”. Bahkan
suatu negara akan dikatakan sebagai negara hukum apabila keadilan telah tercapai (SF Marbun.
2001 : 1-2). Indonesia adalah Negara hukum hal itu ditegaskan dalam bunyi pasal 1 ayat 3 UUD
1945.
Negara hukum yang baik adalah negara dengan hukum yang memiliki nilai keadilan,
karena tanpa keadilan sebagai tujuan ultimumnya, hukum akan terperosok menjadi alat
pembenar kesewenang-wenangan mayoritas atau pihak penguasa terhadap minoritas atau pihak
yang dikuasai. Itulah sebabnya maka fungsi utama dari hukum pada akhirnya menegakkan
keadilan (Budiono Kusumohamidjojo.”Ketertiban Yang Adil”. 1999 :126).Jadi para aparat
penegak hukum dalam upaya menegakan hukum harus memiliki “rasa keadilan” sehingga
Penegakan hukum khususnya dalam hal ini hukum pidana jangan sampai menjadi alat penindas,
namun juga harus memiliki manfaat bagi para semua pihak.
KPK sebagai salah satu lembaga Negara yang berfungsi khusus untuk memberantas
tindak pidana korupsi soyogyanya dapat lebih melakukan koordinasi dengan lembaga penegak
hukum lainya seperti Polri dan Kejaksaan RI. Salah satu tugas KPK, selain melakukan upaya
“pemberantasan” tindak pidana korupsi juga melakukan tindakan-tindakan “pencegahan” tindak
pidana korupsi. Jadi seharusnya KPK juga melakukan langkah preventif/ sebelum adanya tindak
pidana korupsi dengan cara melakukan pengawasan dan pembinaan hukum secara lebih
maksimal. Pembentuk Undang-Undang yaitu Presiden RI dan DPR RI harus memperjelas
mekanisme koordinasi antara KPK dengan penegak hukum lainnya.
Sifat tamak merupakan sifat yang berasal dari dalam diri setiap individu. Hal itu terjadi ketika
seseorang mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri dan tidak pernah merasa puas terhadap
apa yang telah dimiliki
Pada era-modern ini, terutama kehidupan dikota- kota besar merupakan hal yang sering
mendorong terjadinya gaya hidup konsumtif. Oleh karena itu, apabila Perilaku konsumtif tidak di
imbangi dengan pendapatan yang memadai,maka hal tersebut akan membuka peluang seseorang
untuk melakukan berbagai tindakan demi memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu
adalah dengan korupsi.
Seseorang yang mempunyai moral lemah cenderung mudah tergoda untuk melakukan tindakan
korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahan, atau pihak lain yang
memberi kesempatan untuk melakukan korupsi.
- Faktor Eksternal, merupakan faktor pemicu terjadinya tindakan korupsi yang berasal dari luar diri
pelaku. Faktor eksternal dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a) Faktor Politik
Politik merupakan salah satu sarana untuk melakukan korupsi. Hal ini dapat dilihat ketika terjadi
intrabilitas politik atau ketika politisi mempunyai hasrat untuk mempertahankan kekuasaannya.
b) Faktor Hukum
Hukum bisa menjadi faktor terjadinya korupsi dilihat dari dua sisi, disatu sisi dari aspek perundang –
undangan, dan disisi lain dari lemahnya penegak hukum. Hal lain yang menjadikan hukum sebagai sarana
korupsi adalah tidak baiknya substansi hukum, mudah ditemukan aturan – aturan yang diskrimatif dan
tidak adil, rumusan yang tidak jelas dan tegas sehingga menumbulkan multi tafsir, serta terjadinya
kontradiksi dan overlapping dengan aturan lain.
C) Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu dapat dilihat ketika
tingkat pendapat atau gaji yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya, maka seseorang akan mudah
untuk melakukan tindakan korupsi demi terpenuhinya semua kebutuhan.
d) Faktor Organisasi
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, tidak hanya organisasi yang ada
dalam suatu lembaga, tetapi juga sistem pengorganisasian yang ada didalam lingkungan masyarakat.
Faktor - faktor penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi meliputi:
5. KASUS-KASUS KORUPSI
1. KASUS TINGKAT NASIONAL
Kotawaringin Timur
KPK resmi menetapkan Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi sebagai tersangka
atas kasus korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambanga (IUP) di daerah itu. Dalam kasus
ini, negara tercatat mengalami kerugian hingga Rp 5,8 triliun dan 711 ribu dolar AS.
Supian yang juga kader PDIP ini diduga menguntungkan diri sendiri dan korporasi
dalam pemberian IUP kepada tiga perusahaan yakni PT. Fajar Mentaya Abadi (PT. FMA),
PT. Billy Indonesia (PT. BI) dan PT. Aries Iron Maining (PT. AIM) pada periode 2010-
2015.
"Jadi ini satu kerugian negara paling besar yang kami tahu yang ditangani KPK," kata
Emerson.
2. Kasus BLBI
Kasus korupsi Bantuan Likuiditas Nak Indonesia (BLBI) yang telah bergulir sejak
lebih dari satu dasawarsa ini juga menjadi salah satu kasus korupsi terbesar yang pernah
ada di Tanah Air. Hingga kini, kasus yang membelit sejumlah petinggi negara dan
perusahaan besar ini masih juga belum menemui titik terang.
BLBI adalah program pinjaman dari Bank Indonesia kepada sejumlah bank yang
mengalami masalah pembayaran kewajiban saat menghadapi krisis moneter 1998. Bank
yang telah mengembalikan bantuan mendapatkan Surat Keterangan Lunas (SKL), namun
belakangan diketahui SKL itu diberikan sebelum bank tertentu melunasi bantuan.
Menurut keterangan KPK, kerugian negara akibat kasus megakorupsi ini mencapai Rp 3,7
triliun. Penyelesaian kasus besar yang ditargetkan rampung 2018 ini pun kembali molor
hingga 2019.
3. Kasus E-KTP
Kasus pengadaan E-KTP menjadi salah satu kasus korupsi yang paling fenomenal.
Kasus yang menyeret Mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto ini telah
bergulir sejak 2011 dengan total kerugian negara mencapai Rp 2,3 triliun.
Setidaknya ada sekitar 280 saksi yang telah diperiksa KPK atas kasus ini dan hingga kini
ada 8 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka adalah pengusaha Made Oka Masagung, Keponakan Setya Novanto yakni Irvanto
Hendra Pambudi, Mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan
Dirjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto, Mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kemendagri Irman, pengusaha Andi Narogong, Mantan Ketua Umum Golkar Setya
Novanto, Anggota DPR Markus Nari, dan Direktur PT Quadra Solution Anang Sugiana
Sudiharjo.
4. Proyek Hambalang
Kasus proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sarana Olahraga
Nasional (P3SON) di Hambalang juga tercatat menjadi salah satu kasus korupsi besar
yang pernah ada. Nilai kerugiannya mencapai Rp 706 miliar.
Pembangunan proyek Hambalang ini direncanakan dibangun sejak masa Menteri Pemuda
dan Olahraga Andi Malarangeng dengan menghabiskan anggaran sebesar Rp 1,2 triliun.
Proyek yang ditargetkan rampung dalam waktu 3 tahun ini mangkrak hingga akhirnya
aliran dana korupsi terendus KPK.
Aliran dana proyek ini masuk ke kantong beberapa pejabat. Di antaranya Mantan
Menpora Andi Malarangeng, Sekretaris Kemenpora Wafid Muharram, Ketua Umum
Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras Mahfud
Suroso, Anggota DPR Angelina Sondakh.
5. Soeharto
Mantan Presiden Kedua Soeharto disebut-sebut telah melakukan tindak pidana
korupsi terbesar dalam sejarah dunia. Kekayaan negara yang diduga telah dicuri oleh
Soeharto berkisar antara 15 hingga 35 miliar dolar AS atau sekitar Rp 490 triliun.
"Agenda reformasi sebagaimana yang dimuat dalam TAP MPR Nomor XI Tahun 1998
yang bicara soal penyelenggaraan negara bebas korupsi. Nah bagi kami, upaya
penuntasan kasus Soeharto ini salah satu bentuk menjalankan amanat Reformasi yang
belum tuntas," kata Emerson.
NIM : 1706090099
JURUSAN ARSITEKTUR
2020