Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ARSITEKTUR LINGKUNGAN

PERMASALAHAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PERTAMBANGAN

DOSEN

RIFAT Y.Y MAROMON, ST.,M.Si


NIP 197501012008121005

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 5

1. SOVIA C. SO’O WEA (1706090001)


2. YOHANES LUWU (1706090006)
3. CINTIA F. D LUDJI PAU (1706090010)
4. GERALD FIKTOR RAME (1706090013)
5. NADIA C. LEO (1706090016)

JURUSAN ARSITEKTUR

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas penyertaan dan
bimbingan-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai Masalah Lingkungan pada
Kawasan Pertambangan.
Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu memberi materi dan bahasan hingga tersusunnya makalah. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat positif bagi kita semua.
Penyusun memohon maaf bila terdapat kekurangan dalam penulisan ini, untuk itu kritik dan
saran sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalah di waktu mendatang.

Kupang, Juni 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pertambangan merupakan suatu industri yang mengolah sumber daya alam dengan
memproses bahan tambang untuk menghasilkan berbagai produk akhir yang dibutuhkan
manusia. Pengertian pertambangan sendiri yaitu sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.

Negara Indonesia menjadi salah satu negara pemilik pertambangan terbesar di dunia.
Menurut Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009, Usaha pertambangan dikelompokkan atas
pertambangan mineral, dan pertambangan batubara. Pertambangan mineral digolongkan atas
pertambangan mineral radioaktif, pertambangan mineral logam, pertambangan mineral bukan
logam dan pertambangan batuan.

Emas adalah salah satu logam yang tergolong logam mulia karena sifatnya yang tahan
korosi (berkarat) dan beroksidasi. Emas juga merupakan logam berharga karena memiliki nilai
komoditas dan nilai dagang yang relatif tinggi. Dalam sejarah peradaban manusia, emas
digunakan sebagai salah satu mata uang atau alat tukar. Oleh karena itu, emas merupakan salah
satu jenis bahan tambang utama di dunia. Meskipun dewasa ini banyak negara di dunia yang
tidak lagi menggunakan emas dalam sistem keuangannya, emas masih memiliki nilai dagang
yang tinggi karena masih banyak digunakan untuk berbagai macam perhiasan dan juga
beberapa industri lainnya.

Di provinsi Papua dekat dengan Puncak Jaya gunung Jayawijaya, terdapat sebuah area
penambangan yang bernama Tambang Grasberg. Tambang ini merupakan tambang emas
terbesar di dunia. Tambang Grasberg dikelola oleh PT Freeport Indonesia yang 90.64%
sahamnya dimiliki oleh perusahaan Freeport-McMoRan yang berbasis di Amerika Serikat,
sedangkat sisa 9.36% sahamnya dimiliki oleh pemerintah Indonesia. Selain memiliki
keuntungan bagi negara, penambangan emas juga memiliki dampak negatif, salah satunya yaitu
dampak bagi lingkungan sekitar dan bagi masyarakat. Untuk itu, makalah ini dibuat untuk
membahas lebih lanjut mengenai permasalahan lingkungan yang terdapat pada kawasan
pertambangan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Menjelaskan masalah lingkungan yang terjadi di lingkungan pertambangan
2. Menyebutkan dampak permasalahan lingkungan pertambangan terhadap lingkungan dan
masyarakat sekitar
3. Membandingkan 2 permasalahan lingkungan pada kawasan pertambangan
4. Menjelaskan cara menanggulangi permasalahan lingkungan di kawasan pertambangan

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui permasalahan lingkungan di kawasan pertambangan
2. Mengetahui dampak permasalahan lingkungan di kawasan pertambangan terhadap
lingkungan dan masyarakat sekitar
3. Mampu membandingkan 2 permasalahan lingkungan di kawasan pertambangan
4. Mengetahui cara menanggulangi permasalahan lingkungan di kawasan pertambangan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Contoh Masalah Lingkungan di Kawasan Pertambangan


Pencemaran lingkungan sebagai akibat pengelolaan pertambangan umumnya disebabkan oleh
faktor kimia, faktor fisik, faktor biologis. Pencemaran lingkungan ini biasanya lebih daripada
diluar pertambangan. Keadaan tanah, air dan udara setempat di tambang mempunyai pengarhu
yang timbal balik dengan lingkunganya. Sebagai contoh misalnya pencemaran lingkungan oleh
gas karbonmonoksida (CO) sangat dipengaruhi oleh keanekaragaman udara, pencemaran oleh
tekanan panas tergantung keadaan suhu, kelembaban dan aliran udara setempat.

Suatu pertambangan yang lokasinya jauh dari masyarakat atau daerah industri bila dilihat dari
sudut pencemaran lingkungan lebih menguntungkan daripada bila berada dekat dengan
permukiman masyarakat umum atau daerah industri. Selain itu jenis suatu tambang juga
menentukan jenis dan bahaya yang bisa timbul pada lingkungan. Akibat pencemaran
pertambangan batu bara akan berbeda dengan pencemaran pertambangan mangan atau
pertambangan gas dan minyak bumi. Keracunan mangan akibat menghirup debu mangan akan
menimbulkan gejala sukar tidur, nyeri dan kejang – kejang otot, ada gerakan tubuh diluar
kesadaran, kadang-kadang ada gangguan bicara dan impotensi.

Melihat ruang lingkup pembangunan pertambangan yang sangat luas, yaitu mulai dari
pemetaan, eksplorasi, eksploitasi sumber energi dan mineral serta penelitian deposit bahan
galian, pengolahan hasil tambang dan mungkin sampai penggunaan bahan tambang yang
mengakibatkan gangguan pad lingkungan, maka perlua adanya perhatian dan pengendalian
terhadap bahaya pencemaran lingkungan dan perubahan keseimbangan ekosistem, agar sektor
yang sangat vital untuk pembangunan ini dapat dipertahankan kelestariannya.

Dalam pertambangan dan pengolahan minyak bumi misalnya mulai eksplorasi, eksploitasi,
produksi, pemurnian, pengolahan, pengangkutan, serta kemudian menjualnyatidak lepas dari
bahaya seperti bahaya kebakaran, pengotoran terhadap lingkungan oleh bahan-bahan minyak
yang mengakibatkan kerusakan flora dan fauna, pencemaran akibat penggunaan bahan-bahan
kimia dan keluarnya gas-gas/ uap-uap ke udara pada proses pemurnian dan pengolahan.
Kerusakan lingkungan di pertambangan yaitu :
1) Pembukaan lahan secara luas
Dalam masalah ini biasanya investor membuka lahan besar-besaran, ini menimbulkan
pembabatan hutan di area tersebut.
2) Menipisnya SDA yang tidak bisa diperbarui.
Hasil petambangan merupakan Sumber Daya yang Tidak Dapat diperbarui lagi. Ini
menjadi kendala untuk masa-masa yang akan datang.
3) Masyarakat dipinggir area pertambangan menjadi tidak nyaman.
Biasanya pertambangan membutuhkan alat-alat besar yang dapat memecahkan telinga.
Dan biasanya kendaraan berlalu-lalang melewati jalanan warga, dan terkadang warga
menjadi tidak nyaman.
4) Pembuangan limbah pertambangan yang tidak sesuai tempatnya.
Kebanyakan pertambangan banyak membuang limbah tidak sesuai tempatnya.
Biasanya mereka membuangnya di kali, sungai, ataupun laut. Limbah tersebut tak
jarang dari sedikit tempat pertambangan belum difilter. Hal ini mengakibatkan
rusaknya lingkungan perairan.
5) Pencemaran udara atau polusi udara.
Di saat pertambangan memerlukan api untuk meleburkan bahan mentah, biasanya
penambang tidak memperhatikan asap yang di buang ke udara. Hal ini mengakibatkan
rusaknya lapisan ozon.

2.2 Dampak Permasalahan Lingkungan Pertambangan Terhadap Lingkungan dan


Masyarakat Sekitar
Berikut dampak-dampak negatif yang mungkin timbul akibat adanya aktivitas penambangan
emas;

a) Dampak terhadap lingkungan


Tanah
Tidak hanya air yang tercemar, tanah juga mengalami pencemaran akibat
pertambangan, yaitu terdapatnya lubang-lubang besar yang tidak mungkin ditutup
kembali yang menyebabkan terjadinya kubangan air dengan kandungan asam yang
sangat tinggi. Air kubangan tersebut mengadung zat kimia seperti Fe, Mn, SO4, Hg dan
Pb. Fe dan Mn dalam jumlah banyak bersifat racun bagi tanaman yang mengakibatkan
tanaman tidak dapat berkembang dengan baik. SO4 berpengaruh pada tingkat
kesuburan tanah dan PH tanah, akibat pencemaran tanah tersebut maka tumbuhan yang
ada diatasnya akan mati.
- Meningkatnya Ancaman Tanah Longsor
Dari hasil observasi di lokasi penambangan emas secara tradisional di lapangan
ditemukan bahwa aktivitas penambangan berpotensi meningkatkan ancaman tanah
longsor. Dilihat dari teknik penambangan, dimana penambang menggali bukit tidak
secara berjenjang (trap-trap), namun asal menggali saja dan nampak bukaan
penggalian yang tidak teratur dan membentuk dinding yang lurus dan
menggantung (hanging wall)yang sangat rentan runtuh (longsor) dan dapat
mengancam keselamatan jiwa para penambang.
- Hilangnya Vegetasi Penutup Tanah
Penambang (pendulang) yang menggali tanah atau material tidak melakukan upaya
reklamasi atau reboisasi di areal penggalian, tapi membiarkan begitu saja areal
penggalian dan pindah ke areal yang baru. Tampak di lapangan bahwa penambang
membiarkan lokasi penggalian begitu saja dan terlihat gersang. Bahkan penggalian
yang terlalu dalam membetuk kolam-kolam pada permukaan tanah yang
kedalamannya mencapai 3-5 meter
Erosi tanah
Areal bekas penggalian yang dibiarkan begitu saja berpotensi mengalami erosi
dipercepat karena tidak adanya vegetasi penutup tanah. Kali kecil yang berada di
dekat lokasi penambangan juga terlihat mengalami erosi pada tebing sisi kanan dan
kirinya. Selain itu telah terjadi pelebaran pada dinding tebing sungai, akibat
diperlebar dan diperdalam guna melakukan aktivitas pendulangan dengan
memanfaatkan aliran kali untuk mencuci tanah.
Air
Penambangan secara langsung menyebabkan pencemaran air, yaitu dari limbah
tersebut dalam hal memisahkan batubara dengan sulfur. Limbah pencucian tersebut
mencemari air sungai sehingga warna air sungai menjadi keruh, asam, dan
menyebabkan pendangkalan sungai akibat endapan pencucian batubara tersebut.
Limbah pencucian batubara setelah diteliti mengandung zat-zat yang sangat berbahaya
bagi kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah tersebut mengandung belerang
(b), merkuri (Hg), asam slarida (HCn), mangan (Mn), asam sulfat (H2SO4), dan timbal
(Pb). Hg dan Pb merupakan logam berat yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada
manusia seperti kanker kulit.
- Sedimentasi dan Menurunnya Kualitas Air
Aktivitas penambangan emas secara tradisional yang memanfatkan aliran kali
membuat air menjadi keruh dan kekeruhan ini nampak terlihat di saluran primer
yakni kali Anafre. Pembuangan tanah sisa hasil pendulangan turut meningkatkan
jumlah transport sedimen.
Hutan
Penambangan dapat menghancurkan sumber-sumber kehidupan rakyat karena lahan
pertanian yaitu hutan dan lahan-lahan sudah dibebaskan oleh perusahaan. Hal ini
disebabkan adanya perluasan tambang sehingga mempersempit lahan usaha
masyarakat, akibat perluasan ini juga bisa menyebabkan terjadinya banjir karena hutan
di wilayah hulu yang semestinya menjadi daerah resapan aitr telah dibabat habis. Hal
ini diperparah oleh buruknya tata drainase dan rusaknya kawan hilir seperti hutan rawa.
Laut
Pencemaran air laut akibat penambangan terjadi pada saat aktivitas bongkar muat dan
tongkang angkut batubara. Selain itu, pencemaran juga dapat mengganggu kehidupan
hutan mangrove dan biota yang ada di sekitar laut tersebut.

b) Dampak terhadap manusia


Dampak pencemaran Pencemaran akibat penambangan batubara terhadap manusia,
munculnya berbagai penyakit antara lain :
1. Limbah pencucian zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya
dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit.
Kaarena Limbah tersebut mengandung belerang ( b), Merkuri (Hg), Asam Slarida
(Hcn), Mangan (Mn), Asam sulfat (H2sO4), di samping itu debu menyebabkan
polusi udara di sepanjang jalan yang dijadikan aktivitas pengangkutan. Hal ini
menimbulkan merebaknya penyakit infeksi saluran pernafasan, yang dapat memberi
efek jangka panjang berupa kanker paru-paru, darah atau lambung. Bahkan disinyalir
dapat menyebabkan kelahiran bayi cacat.
2. Kerusakan lingkungan dan masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh proses
penambangan dan penggunaannya.produk buangannya, berupa abu ringan, abu berat,
dan kerak sisa pembakaran, mengandung berbagai logam berat : seperti arsenik,
timbal, merkuri, nikel, vanadium, berilium, kadmium, barium, cromium, tembaga,
molibdenum, seng, selenium, dan radium, yang sangat berbahaya jika dibuang di
lingkungan.
3. Dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah, baik itu air, tanah, udara, dan
hutan. Penambangan emas secara langsung menyebabkan pencemaran air, yaitu dari
limbah pencucian. Limbah pencucian tersebut mencemari air sungai sehingga warna
air sungai menjadi keruh, asam, dan menyebabkan pendangkalan sungai akibat
endapan pencucian emas tersebut. Limbah pencucian emas setelah diteliti
mengandung zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya
dikonsumsi. Limbah tersebut mengandung belerang ( b), Merkuri (Hg), Asam Slarida
(Hcn), Mangan (Mn), Asam sulfat (H2sO4), dan Pb. Hg dan Pb merupakan logam
berat yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit.

2.3 Membandingkan 2 permasalahan lingkungan pada kawasan pertambangan


 PT Freeport Indonesia
Freeport McMoRan Copper and Gold pada awalnya merupakan sebuah perusahaan kecil
yang berasal dari Amerika Serikat yang memiliki nama Freeport Sulphur. Freeport
McMoRan didirikan pada tahun 1981 melalui merger antara Freeport Sulphur, yang
mendirikan PT Freeport Indonesia dan McMoRan Oil and Gas Company. Perusahaan
minyak ini didirikan oleh Jim Bob Moffet yang menjadi CEO Feeport McMoRan. Sejak
menemukan deposit emas terbesar dan tembaga terbesar nomor tiga di dunia yang terletak di
Papua Barat, perusahaan ini berubah menjadi penambang emas raksasa skala dunia. Total
asset yang dimiliki oleh Freeport hingga akhir tahun 2005 mencapai 3.3 miliar US dollar.
Penandatanganan Kontrak Karya (KK) I pertambangan antara pemerintah Indonesia dengan
Freeport pada 1967, menjadi landasan bagi perusahaan ini mulai melakukan aktivitas
pertambangan. Tak hanya itu, KK I ini juga menjadi dasar penyusunan UU Pertambangan
No.11 Tahun 1967 yang disahkan pada Desember 1967 atau delapan bulan berselang setelah
penandatanganan KK I. Pada Maret 1973, Freeport memulai pertambangan terbuka di
Etsberg, kawasan yang selesai ditambang pada tahun 1980-an dan menyisakan lubang
sedalam 360 meter.
Pada tahun 1988, Freeport mulai mengeruk cadangan raksasa lainnya, Grasberg, yang masih
berlangsung hingga saat ini. Dari eksploitasi kedua wilayah ini, sekitar 7.3 juta ton tembaga
dan 724.7 juta ton emas telah dikeruk. Pada Juli 2005, lubang tambang Grasberg telah
mencapai diameter 2.4 kilometer pada daerah seluas 499 hektar dengan kedalaman 800 m2.
Aktivitas Freeport yang berlangsung dalam kurun waktu lama ini telah menimbulkan
berbagai masalah, terutama dalam hal penerimaan negara yang tidak optimal, peran negara/
BUMN dan BUMD untuk ikut mengelola tambang yang sangat minim dan dampak
lingkungan yang sangat signifikan, berupa rusaknya bentang alam pegunungan Grasberg
dan Ertsberg. Kerusakan lingkungan telah mengubah bentang alam seluas 166 km2 di daerah
aliran sungai Ajkwa.
Freeport selalu mengklaim berkomitmen terhadap pengelolaan lingkungan hidup yang kuat.
Meskipun telah memiliki pengakuan ISO 14001 dan mengklaim memiliki program
komprehensif dalam memantau air asam tambang, Freeport terbukti tidak memiliki
pertanggungjawaban lingkungan. Perusahaan ini beroperasi tanpa transparansi dan tidak
memenuhi peraturan lingkungan yang ada. Terlepas dari keharusan untuk menyediakan
akses publik terhadap informasi terkait lingkungan, Freeport belum pernah mengumumkan
dokumen-dokumen pentingnya, termasuk Studi Penilaian Resiko Lingkungan
(Environmental Risk Assessment). Freeport juga tidak pernah mengumumkan laporan audit
eksternal independen tiga tahunan sejak 1999, seperti yang disyaratkan Amdal. Dengan
demikian perusahaan melanggar persyaratan izin lingkungan.
Dampak yang dihasilkan secara kasat mata akibat limbah Freeport tidak kalah menakjubkan.
Produksi tailing yang mencapai 220 ribu ton per hari dalam waktu 10 tahun terakhir
menghasilkan kerusakan wilayah produktif berupa hutan, sungai, dan lahan basah (wetland)
seluas 120 ribu hektar, Freeport masih akan beroperasi hingga tahun 2041. Jika tingkat
produksinya tetap, maka akan mencapai 225.000 hingga 300.000 ton bijih per hari. Selain
itu, Freeport juga tidak mampu mengolah limbahnya baik limbah batuan (Waste Rock),
tailing hingga air asam tambang (Acid Mine Drainage).
- Limbah Batuan (Waste Rock)
Hingga tahun 2005, setidaknya sekitar 2.5 milyar ton limbah batuan Freeport dibuang
ke alam. Hal ini mengakibatkan turunnya daya dukung lingkungan sekitar
pertambangan, terbukti longsor berulang kali terjadi dikawasan tersebut. Bahkan salah
satu anggota Panja DPR RI untuk kasus Freeport menemukan fakta bahwa kecelakaan
longsor akibat limbah batuan terjadi rutin setiap tiga tahunan. Batuan limbah ini telah
menimbun danau Wanagon. Sejumlah danau berwarna merah muda, merah dan jingga
dikawasan hulu telah hilang, padang rumput Cartstenz juga didominasi oleh gundukan
limbah batuan lainnya yang pada tahun 2014 diperkirakan akan mencapai ketinggian
270 meter dan menutupi daerah seluas 1.35 km2. Erosi limbah batuan telah mencemari
perairan di gunung dan gundukan limbah batuan yang tidak stabil telah menyebakan
sejumlah kecelakaan.
- Tailing
Ada dua hal yang membuat tailing Freeport sangat berbahaya. Pertama, karena
jumlahnya yang sangat massif dan dibuang begitu saja ke lingkungan. Kedua,
kandungan bahan beracun dan berbahaya yang terdapat dalam tailing. Freeport
mengklaim bahwa tailingnya tidak beracun karena hanya menggunakan proses
pemisahan logam emas dan tembaga secara fisik. Freeport menyebutnya sebagai proses
pengapungan (floatasi), tanpa menggunakan sianida dan merkuri. Hal yang sama juga
dipakai oleh Newmont untuk tambang emasnya di Batu Hijau Sumbawa, NTB.
Faktanya, laporan Freeport menyebutkan mereka menggunakan sejumlah bahan kimia
dalam proses pemisahan logam yang bahkan resiko peracunannya tidak banyak
diketahui, bahkan oleh Freeport sendiri. Disamping itu, didalam tailing Freeport masih
terdapat kandungan tembaga yang masih tinggi dan sangat beracun bagi
kehidupanaquatic. Uji tingkat racun (toxicity) dan potensi peresapan biologis
(bioavailability) oleh Freeport di daerah yang terkena dampak operasi tambang
membuktikan bahwa sebagian besar tembaga terlarut dalam air sungai terserap oleh
tubuh makhluk hidup dan ditemukan kandungannya pada tingkat beracun. Tembaga
terlarut pada kisaran konsentrasi yang ditemukan di sungai Ajkwa bagian bawah
mencapai tingkat racun kronis bagi 30% hingga 75% organism air tawar. Tak hanya
berbahaya karena kandungan logam beratnya, jumlah tailing Freeport yang sangat
masif juga memiliki bahaya yang sama. Hingga tahun 2005 tidak kurang dari 1 milyar
ton tailing beracun dibuang Freeport ke sungai Aghawagon-Otomona-Ajkwa. Padahal
cara pembuangan tailing kesungai atau riverine tailing disposalseperti ini telah dilarang
disebagian besar negara di dunia, termasuk Indonesia.
- Air Asam Tambang (Acid Mine Drainage)
Batuan tambang Freeport mengandung logam sulfide (metal sulfides). Dimana ketika
digali, dihancurkan dan terkena udara dan air akan menjadi tidak stabil sehingga
menghasilkan masalah lingkungan serius. Masalah ini dikenal sebagai air asam
tambang (Acid Mine Drainage). Yang berbahaya karena memiliki tingkat keasaman
sangat tinggi (pH rendah). Limbah batuan tambang Grasberg yang terakumulasi
berpotensi membentuk asam. Limbah batuan ini dibuang ke lingkungan sekitar
Grasberg dan menghasilkan AMD dengan tingkat keasaman tinggi hingga rata-rata
pH=3. Kandungan tembaga pada batuan rata-rata 4.500 gram per ton dan eksperimen
menunjukkan bahwa sekitar 80% tembaga ini akan tebuang (leach) dalam beberapa
tahun. Bukti menunjukkan pencemaran AMD dengan tingkat kandungan tembaga
sekitar 800 miligram per liter telah meresap ke air tanah di pegunungan. Resiko
pencemaran AMD juga terjadi di dataran rendah di daerah penumpukan tailing. Hal ini
terjadi karena Freeport menetapkan rasio yang sangat rendah dalam penetralan asam
(kapur) dibanding potensi maksimum keasaman hanya (1.3 : 1), bahkan lebih rendah
dibanding praktek terbaik industri tambang yang ada. Partikel sulfida yang
menghasilkan asam cenderung mengendap terpisah dari partikel kapur yang lebih
ringan yang bertugas menetralisir asam.
- Pelanggaran Hukum Lingkungan
Sebagian besar kehidupan air tawar sepanjang daerah aliran sungai yang dimasuki
tailing telah hancur akibat pencemaran dan perusakan habitat. Freeport telah melanggar
PP No.82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran
air. Dalam pasal 11 disebutkan bahwa pencemaran air adalah memasukkan atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh
kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

.
2.4 Cara Menanggulangi Permasalahan Lingkungan Di Kawasan Pertambangan
1. Pencegahan pencemaran adalah tindakan mencegah masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia agar kualitasnya tidak turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dalam
bentuk;
- Remediasi, yaitu kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada
dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site).
Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan
lebih mudah, terdiri atas pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi. Pembersihan
off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang
aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar.
Caranya, tanah tersebut disimpan di bak/tangki yang kedap, kemudian zat pembersih
dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya, zat pencemar dipompakan keluar dari
bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah.
- Bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau
mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun
(karbon dioksida dan air).
- Penggunaan alat (retort-amalgam) dalam pemijaran emas perlu dilakukan agar dapat
mengurangi pencemaran Hg.
- Perlu adanya kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan atau kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam
menyusun kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan. Sebelum
dilaksanakannya, kegiatan penambangan sudah dapat diperkirakan dahulu dampaknya
terhadap lingkungan. Kajian ini harus dilaksanakan, diawasi dan dipantau dengan baik
dan terus-menerus implementasinya, bukan sekedar formalitas kebutuhan administrasi.
- Penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya Hg dan B3 lainnya perlu dilakukan.
Bagi tenaga kesehatan perlu ada pelatihan surveilans risiko kesehatan masyarakat
akibat pencemaran B3 di wilayah penambangan.
2. Upaya Pengelolaan Lingkungan
- Perlu dilakukan penggalian tanah secara berjenjang (trap-trap)
- Perlu dibangun check-dam untuk mencegah pelumpuran pada saluran pengairan umum
(drainase) maupun saluran induk, yakni kali Anafre.
- Kali kecil yang digunakan airnya oleh pendulang untuk memisahkan emas dengan
tanah harus dipasang bronjong kawat, guna memperlambat erosi pada tebing sungai.
- Perlu dilakukan upaya reklamasi, seperti melakukan reboisasi di areal bekas
penggalian.
- Setelah melakukan penggalian jangan meninggalkan lubang penggalian begitu saja,
sebaiknya lubang penggalian ditimbun terlebih dahulu sebelum pindah ke tempat lain
3. Program pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup, meliputi kegiatan;
- Pemantauan kualitas lingkungan
- Koordinasi penertiban kegiatan pertambangan tan izin (PETI).
- Pengelolaan B3 dan limbah B3
4. Program perlindungan dan konservasi sumber daya alam,
meliputi kegiatan;
- Konservasi sumberdaya air dan pengendalian kerusakan sumber-sumber air.
- Peningkatan peran serta masyarakat dalam perlindungan dan konservasi sumber daya
alam.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Aktivitas pertambangan yang tidak dikelola dengan baik mengakibatkan berbagai kerusakan
lingkungan seperti kerusakan tanah,air,hutan, dan laut, selain itu juga memiliki dampak
terhadap manusia seperti masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh proses penambangan dan
penggunaannya. Adapun pencegahan pencemaran dapat dilakukan dalam bentuk;
Pertama, remediasi, yaitu kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada
dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site).
Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih
mudah, terdiri atas pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi. Pembersihan off-site
meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah
itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar.
Kedua, bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi
zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
Ketiga, penggunaan alat (retort-amalgam) dalam pemijaran emas perlu dilakukan agar dapat
mengurangi pencemaran Hg.
Keempat, perlu adanya kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan atau kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam menyusun
kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan. Sebelum dilaksanakan, kegiatan
penambangan sudah dapat diperkirakan dahulu dampaknya terhadap lingkungan. Kajian ini
harus dilaksanakan, diawasi dan dipantau dengan baik dan terus-menerus implementasinya,
bukan sekedar formalitas kebutuhan administrasi.
Kelima, penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya Hg dan B3 lainnya perlu dilakukan.
Bagi tenaga kesehatan perlu ada pelatihan surveilans risiko kesehatan masyarakat akibat
pencemaran B3 di wilayah penambangan.

3.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan penambangan kita juga perlu memperhatikan pengelolaan
lingkungan agar tidak berdampak buruk. Dengan demikian tidak hanya keuntungan finansial
saja yang kita dapatkan tetap kesehatan kita juga tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Pertambangan

http://kitacerdas.com/jenis-jenis-barang-tambang-di-indonesia/

http://rusniar26.blogspot.com/2015/06/kerusakan-lingkungan-akibat-kegiatan.html

http://simlingkungan.minerba.esdm.go.id/forumasgm/?p=798

https://www.researchgate.net/publication/316173136_UPAYA_DINAS_LINGKUNGAN_HIDUP_D
ALAM_PENGENDALIAN_PENCEMARAN_DAN_KERUSAKAN_LINGKUNGAN_AKIBAT_P
ERTAMBANGAN_EMAS_TANPA_IZIN_DI_KABUPATEN_SUMBAWA

http://apitmoti.blogspot.com/p/pertambangan-freeport-dan-kerusakan.html

https://kilasmaluku.fajar.co.id/topik/pt-gbu/

Anda mungkin juga menyukai