lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna
terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan
bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya.[1] Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.[2] Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu:
kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas.
KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka
dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK.[1]
Para penegak hukum dalam upaya menegakan hukum harus mencermati tentang
konsep Negara hukum. Gagasan negara hukum telah dikemukakan oleh Plato, ketika ia
mengintrodusir konsep Nomoi yang dianggap sebagai cikal-bakal pemikiran tentang
negara hukum. Dalam Nomoi dikemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik
ialah yang didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik (Ridwan HR. 2003 : 2).
Gagasan Plato tentang negara hukum dipertegas ketika didukung oleh muridnya yang
bernama Aristoteles. Dalam pandangan Aristoteles, ide negara hukum dikaitkannya
dengan arti negara yang dalam perumusannya masih terkait kepada “polis”. Menurutnya
yang memerintah dalam negara bukanlah manusia, melainkan pikiran yang adil, dan
kesusilaanlah yang menentukan baik-buruknya suatu hukum. Ide negara hukum menurut
Aristoteles ini sangat erat dengan “keadilan”. Bahkan suatu negara akan dikatakan
sebagai negara hukum apabila keadilan telah tercapai (SF Marbun. 2001 : 1-2). Indonesia
adalah Negara hukum hal itu ditegaskan dalam bunyi pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Negara
hukum yang baik adalah negara dengan hukum yang memiliki nilai keadilan, karena
tanpa keadilan sebagai tujuan ultimumnya, hukum akan terperosok menjadi alat
pembenar kesewenang-wenangan mayoritas atau pihak penguasa terhadap minoritas
atau pihak yang dikuasai. Itulah sebabnya maka fungsi utama dari hukum pada akhirnya
menegakkan keadilan (Budiono Kusumohamidjojo.”Ketertiban Yang Adil”. 1999 :126).
Jadi para aparat penegak hukum dalam upaya menegakan hukum harus memiliki “rasa
keadilan” sehingga Penegakan hukum khususnya dalam hal ini hukum pidana jangan
sampai menjadi alat penindas, namun juga harus memiliki manfaat bagi para semua
pihak.
KPK sebagai salah satu lembaga Negara yang berfungsi khusus untuk memberantas
tindak pidana korupsi soyogyanya dapat lebih melakukan koordinasi dengan lembaga
penegak hukum lainya seperti Polri dan Kejaksaan RI. Salah satu tugas KPK, selain
melakukan upaya “pemberantasan” tindak pidana korupsi juga melakukan tindakan-
tindakan “pencegahan” tindak pidana korupsi. Jadi seharusnya KPK juga melakukan
langkah preventif/ sebelum adanya tindak pidana korupsi dengan cara melakukan
pengawasan dan pembinaan hukum secara lebih maksimal. Pembentuk Undang-Undang
yaitu Presiden RI dan DPR RI harus memperjelas mekanisme koordinasi antara KPK
dengan penegak hukum lainnya.