Anda di halaman 1dari 3

Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (biasa disingkat KPK) adalah

lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna
terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan
bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya.[1] Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.[2] Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu:
kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas.
KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka
dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK.[1]

Tugas dan Fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi


Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:[5]

1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana


korupsi;
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi;
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:[5]

1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;


2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi
yang terkait;
4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

Peranan KPK dalam Memberantas Korupsi di Indonesia


Peran atau peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status).Apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia
menjalankan suatu peranan. Pembedaan antara kedudukan dengan peranan adalah
untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tak dapat dipisah-pisahkan karena yang
satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau
kedudukan tanpa peranan (Soerjono Soekanto. 2010 : 212-213).
Kedudukan KPK dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia adalah sebagai Lembaga
Negara bantu dalam upaya pemberantasan korupsi yang semakin merajalela. KPK bukan
merupakan bagian dari eksekutif/pemerintah, legislative/Dewan rakyat ataupun
yudikatif/peradilan. Menurut Penulis dalam hal ini dimaksudkan agar KPK bebas dari
kepentingan-kepentingan polistis dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Kenyataannya memang KPK dalam menjalankan salah satu tugasnya yaitu melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi telah
menangkap beberapa tokoh/pejabat dari eksekutif, legislative maupun yudikatif.

Contohnya KPK menangkap Andi Malarangeng bekas Menteri Pemuda dan


Olahraga (eksekutif) yang menjadi terdakwa kasus korupsi proyek Hambalang yang
kemudian di vonis empat tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi Jakarta (Tempo. Terbukti Korupsi Andi Divonis 4 Tahun Penjara).
KPK juga menangkap kalangan legislative misalnya Lutfi Hasan yang saat itu selaku
anggota DPR. Mahkamah Agung kemudian menjatuhkan pidana kepada terdakwa lutfi
hasan selama 18 (delapan belas) tahun Denda Rp 1 miliar kalau tidak dibayar dijatuhi
pidana kurungan selama 6 bulan dan Mencabut hak untuk dipilih dalam jabatan publik
(News Liputan 6. MA Perberat Vonis LHI : 18 Tahun Penjara dan Hak Politik dicabut).
KPK juga telah menangkap kalangan yudikatif, yaitu Akil Mochtar (mantan Hakim
Mahkamah Konstitusi) dan beliau telah diputus divonis seumur hidup dalam perkara
dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait pengurusan 10 sengketa
pemilihan kepala daerah (pilkada) di MK dan tindak pidana pencucian uang (Antara News.
Akil Mochtar divonis Seumur Hidup).
KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya kadang kala menimbulkan pro dan
kontra di mata masayarakat. contoh terbaru adalah penetapan tersangka Komjen BG.
Pada saat itu beliau hendak dicalonkan sebagai Kapolri. Hal ini menyebabkan polemik di
tengah masyarakat, akademisi hukum maupun praktisi hukum. Ada yang pro dengan
KPK namun juga ada yang kontra dengan KPK. Hal ini tentunya menimbulkan situasi
yang tidak kondusif di tengah masyarakat. Padahal salah satu fungsi penegakan hukum
ialah menjaga keamanan dan ketertiban di masyarakat.

Para penegak hukum dalam upaya menegakan hukum harus mencermati tentang
konsep Negara hukum. Gagasan negara hukum telah dikemukakan oleh Plato, ketika ia
mengintrodusir konsep Nomoi yang dianggap sebagai cikal-bakal pemikiran tentang
negara hukum. Dalam Nomoi dikemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik
ialah yang didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik (Ridwan HR. 2003 : 2).
Gagasan Plato tentang negara hukum dipertegas ketika didukung oleh muridnya yang
bernama Aristoteles. Dalam pandangan Aristoteles, ide negara hukum dikaitkannya
dengan arti negara yang dalam perumusannya masih terkait kepada “polis”. Menurutnya
yang memerintah dalam negara bukanlah manusia, melainkan pikiran yang adil, dan
kesusilaanlah yang menentukan baik-buruknya suatu hukum. Ide negara hukum menurut
Aristoteles ini sangat erat dengan “keadilan”. Bahkan suatu negara akan dikatakan
sebagai negara hukum apabila keadilan telah tercapai (SF Marbun. 2001 : 1-2). Indonesia
adalah Negara hukum hal itu ditegaskan dalam bunyi pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Negara
hukum yang baik adalah negara dengan hukum yang memiliki nilai keadilan, karena
tanpa keadilan sebagai tujuan ultimumnya, hukum akan terperosok menjadi alat
pembenar kesewenang-wenangan mayoritas atau pihak penguasa terhadap minoritas
atau pihak yang dikuasai. Itulah sebabnya maka fungsi utama dari hukum pada akhirnya
menegakkan keadilan (Budiono Kusumohamidjojo.”Ketertiban Yang Adil”. 1999 :126).
Jadi para aparat penegak hukum dalam upaya menegakan hukum harus memiliki “rasa
keadilan” sehingga Penegakan hukum khususnya dalam hal ini hukum pidana jangan
sampai menjadi alat penindas, namun juga harus memiliki manfaat bagi para semua
pihak.

KPK sebagai salah satu lembaga Negara yang berfungsi khusus untuk memberantas
tindak pidana korupsi soyogyanya dapat lebih melakukan koordinasi dengan lembaga
penegak hukum lainya seperti Polri dan Kejaksaan RI. Salah satu tugas KPK, selain
melakukan upaya “pemberantasan” tindak pidana korupsi juga melakukan tindakan-
tindakan “pencegahan” tindak pidana korupsi. Jadi seharusnya KPK juga melakukan
langkah preventif/ sebelum adanya tindak pidana korupsi dengan cara melakukan
pengawasan dan pembinaan hukum secara lebih maksimal. Pembentuk Undang-Undang
yaitu Presiden RI dan DPR RI harus memperjelas mekanisme koordinasi antara KPK
dengan penegak hukum lainnya.

Anda mungkin juga menyukai