Anda di halaman 1dari 13

Penegakan Hukum

Dalam Negara Hukum Indonesia yang Demokratis


Oleh: Widayati
Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang
Email: widayati@unissula.ac.id.

Abstrak - Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya semua warga negara dan
penyelenggara harus tunduk pada aturan hukum yang berlaku. Tetapi kenyataannya,
aturan hukum seringkali dilanggar, bahkan oleh aparat penegak hukum dan
pembentuk hukum itu sendiri. Penegakan hukum di Indonesia masih tajam ke bawah
tetapi tumpul ke atas. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan terhadap penegakan
hukum. Perbaikan penegakan hukum dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem
hukum yang meliputi substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Selain
itu, dengan konsep negara hukum yang demokratis, penegakan hukum tidak hanya
terpaku pada aturan hukum tertulis. Apabila aturan hukum tertulis tidak memberikan
keadilan, maka aturan hukum tertulis dapat disimpangi. Penegakan hukum juga
didukung oleh lahirnya teori hukum progresif dan teori hukum integratif.
Pendahuluan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 1
ayat (3) menyatakan bahwa “negara Indonesia adalah negara hukum”, artinya setiap
warga negara maupun penyelenggara negara harus tunduk pada aturan hukum yang
berlaku. Dalam konsep negara hukum di dunia, dikenal adanya konsep rechtstaat
dan konseprule of law. Negara hukum Indonesia berdasarkan Pasal 28I ayat (5)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan negara
hukum yang demokratis, artinya negara hukum Indonesia memadukan antara konsep
rechtstaat dan konsep rule of law.
Negara Indonesia sebagai sebuah negara hukum, seharusnya hukum ditegakkan.
Berbagai aturan hukum dibuat, untuk ditaati dan diimplementasikan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Akan tetapi pada kenyataannya,
aturan hukum tersebut seringkali dilanggar, bahkan oleh aparat penegak hukum
dan pembentuk hukum itu sendiri. Kita dapat menyaksikan berapa banyak aparat
penegak hukum (polisi, hakim, jaksa, advokad)dalam menangani perkara melakukan
perbuatan tercela seperti penyuapan, transaksi perkara, calo perkara, jual beli putusan,
makelar kasus, dan sebagainya. Begitu juga dengan anggota DPR sebagai pembentuk
hukum ada beberapa yang terjerat kasus korupsi ataupun melakukan pelanggaran
hukum yang lain.
Dalam pandangan dunia internasional, negara Indonesia angka korupsinya
sangat besar,sehingga negara Indonesia ditempatkan sebagai salah satu negara yang

Transendensi Hukum: | 511


Prospek dan Implementasi
paling korup di dunia. Korupsi di Indonesia yang sudah sangat luar biasa dampaknya
dirasakan secara nyata oleh masyarakat Indonesia. Meskipun tindak pidana korupsi
merupakan kejahatan yang luar biasa, akan tetapi penegakan hukum terhadap kasus
korupsi dirasakan masih sangat lemah. Lemahnya penegakan hukum bukan hanya
terhadap tindak pidana korupsi,tetapi juga seluruh penegakan hukum di Indonesia
sudah merupakan korupsi itu sendiri, bahkan proses penegakan hukumpun dapat
diperdagangkan. (Moh. Mahfud MD, 2010: 176-177)
Adanya aparat penegak hukum dan pembentuk hukum yang melakukan
pelanggaran hukum mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat
kepada aparat penegak hukum dan pembentuk hukum itu sendiri. Salah satu
implikasinya adalah terjadinya tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat dalam
menghadapi suatu tindak pidana.
Ketika Indonesia memasuki Era Reformasi tahun 1998, salah satu agenda
reformasi adalah melakukan penegakan hukum melalui pemberantasan terhadap
tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme. Akan tetapi, setelah memasuki tahun
ke-20 semenjak reformasi digulirkan, agenda penegakan hukum yang diharapkan
terwujud pada kenyataannya masih jauh panggang dari api. Tindak pidana korupsi
justru semakin menjadi. Jumlah uang negara yang dikorupsi semakin banyak, pelaku
tindak pidana korupsi juga semakin banyak dan meluas ke segala elemen masyarakat,
serta modus korupsinya juga semakin bervariasi.
Hukum yang pada mulanya diharapkan menjadi tiang penyangga dan alat
untuk membangun kehidupan yang memberikan rasa keadilan dan kepastian di
dalam kehidupan masyarakat, masih dirasakan tumpul dalam meneyelesaikan kasus-
kasus hukum yang terjadi, termasuk kasus korupsi. Pada kenyataannya sampai saat
ini, pembangunan hukum negara kita terjebak pada ironi, yaitu pertama, Indonesia
diketahui secara internasional merupakan salah satu negara paling korup di dunia,
tetapi kenyataannya jarang koruptor yang dapat dijerat dengan hukum. Kedua, secara
konstitusional Indonesia telah menetapkan sebagai negara hukum, tetapi dalam
kenyataannya hukum tidak dapat ditegakkan dengan baik atau tidak pernah supreme
sebagaimana yang diharapkan. Peran hukum dalam reformasi saat ini masih sangat
lemah dan tidak menunjukkan kinerjanya yang efektif. (Moh. Mahfud MD, 2010:
178) Oleh karena itu, kita harus melakukan pembenahan terhadap sistem hukum
kita, terutama pembenahan pada aspek penegakan hukumnya.
Pembahasan
Negara Hukum
Semua negara di dunia menyatakan diri sebagai negara hukum. Dalam sebuah
negara hukum dibuat peraturan untuk mencegah kekuasaan absolut demi pengakuan
dan perlindungan hak asasi manusia. Hukum yang berlaku di negara-negara di
dunia berbeda-beda, karena sebagaimana dikatakan Cicero bahwa ubi societas ibi ius,

512 | Hukum Ransendental


Pengembangan dan Penegakan Hukum di Indonesia
dimana ada masyarakat disitulah ada hukum. Artinya setiap masyarakat mempunyai
hukumnya sendiri yang berbeda dengan hukum yang berlaku pada masyarakat lain,
karena kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan politik masing-masing masyarakat
berbeda.
Unsur-unsur negara hukum mempunyai hubungan erat dengan sejarah dan
perkembangan masyarakat dari suatu bangsa. Sejarah dan perkembangan masyarakat
setiap negara tidaklah sama, oleh karena itu unsur-unsur negara hukumnyapun
berbeda. Ada negara yang berusaha untuk menerapkan hukum Tuhan yang bersumber
pada wahyu, terutama negara-negara Islam, tetapi ada pula negara-negara yang
menerapkan hukum yang dibuat oleh manusia, yaitu yang dibentuk oleh lembaga-
lembaga negara yang diberikan kewenangan untuk membuat hukum.(Azhary, 1995:
1)
Ide negara hukum merupakan gagasan tentang suatu bentuk negara ideal
yang diinginkan oleh manusia untuk diwujudkan dalam kenyataan. Latar belakang
timbulnya pemikiran negara hukum merupakan reaksi terhadap kesewenang-
wenangan di masa lampau. Oleh karena itu, unsur-unsur negara hukum mempunyai
hubungan erat dengan sejarah dan perkembangan masyarakat dari suatu bangsa.
(Ni’matul Huda, 2005: 1) Semakin maju taraf perkembangan suatu masyarakat
(bangsa), akan semakin kompleks ide negara hukumnya.
Ide negara hukum sesungguhnya telah lama dikembangkan oleh para filsuf
sejak zaman Yunani Kuno. (Jimly Asshiddiqie, 2006: 147) Negara hukum yang
dikembangkan pada zaman Yunani Kuno dikenal dengan negara hukum klasik.
Cita negara hukum untuk pertama sekali dikemukakan oleh Plato dan kemudian
pemikiran tersebut dipertegas oleh Aristoteles.(Azhary, 1995: 19)
Gagasan negara ideal Plato sebagaimana dalam bukunya the Republic, bahwa
penguasa yang memerintah seharusnya memiliki moralitas yang baik, terpuji, dan
memiliki kebajikan dan segala macam ilmu pengetahuan, terutama ilmu pemerintahan.
Unsur penguasaan ilmu pemerintahan sangat penting bagi Plato, sebab jika para
penguasa menguasai ilmu pemerintahan, mereka akan dapat memimpin negara
dengan baik agar dapat mencapai kesejahteraan umum atau kesejahteraan bersama.
(Hotma P. Sibuea, 2010: 13)
Menurut Plato, kekuasaan harus dipegang oleh seorang filosof (the philosopher
king), karena filosof merupakan orang yang arif bijaksana, yang menghargai kesusilaan,
dan berpengetahuan tinggi. Filosoflah yang paling mengetahui mengenai apa yang
baik bagi semua orang, dan apa yang buruk yang harus dihindari. Karena itu kepada
filosoflah seharusnya pimpinan negara dipercayakan, tanpa khawatir bahwa seorang
filosof akan menyalahgunakan kekuasaan yang diserahkan kepadanya. Akan tetapi
cita negara ideal Plato tidak pernah bisa dilaksanakan, karena hampir tidak mungkin
mencari manusia yang sempurna, bebas dari hawa nafsu dan kepentingan pribadi.
(Azhary, 1995: 19) Dalam bukunya “the Statesman” dan “the Law”, Plato menyatakan

Hukum Ransendental | 513


Pengembangan dan Penegakan Hukum di Indonesia
bahwa yang dapat diwujudkan adalah pemerintahan yang mampu mencegah
kemerosotan kekuasaan seseorang, yaitu pemerintahan oleh hukum.
Ide negara hukum Plato diteruslkan oleh Aristoteles yang berpendapat, bahwa
pengertian negara hukum itu timbul dari polis yang mempunyai wilayah negara
kecil, seperti kota dengan jumlah penduduk sedikit. Dalam polis segala urusan negara
dilakukan secara musyawarah, dimana seluruh warga negaranya ikut serta dalam
urusan penyelenggaraan negara.( Moh. Kusnardi, Harmaily Ibrahim, 1983: 153)
Selain Plato dan Aristoteles, gagasan tentang negara hukum juga dikemukakan oleh
John Locke, Montesquieu, dan Rosseau.
Negara Hukum Rechtstaat
Paham rechtstaat berkembang di negara-negara Eropa Kontinental abad ke-18,
yang dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804). Konsep rechtstaatsejak semula
didasarkan pada filsafat liberal yang individualistik, oleh karena ciri individualistik
sangat menonjol dalam pemikiran hukum menurut konsep Eropa Kontinental ini.
Gagasan negara hukum dimaksudkan untuk mencegah pemerintahan yang
sewenang-wenang dan menindas rakyat. Kemunculan ide negara hukum pada zaman
modern dilatarbelakangi oleh situasi dan kondisi di Eropa Barat yang mirip dengan
situasi dan kondisi zaman Yunani Kuno, yaitu terjadinya kesewenang-wenangan
penguasa karena kekuasaannya yang absolut. Kemunculan kembali gagasan negara
hukum merupakan reaksi yang bertujuan untuk menentang kekuasaan yang absolut.
( Moh. Kusnardi, Harmaily Ibrahim, 1983: 22)
Sistem hukum dalam negara hukun rechtstaats adalah sistem hukum sipil (civil
law system). Di Eropa, pada awalnya sistem hukum sipil mengalami suatu proses
transisi dari sistem hukum yang tidak teratur, kacau, tumpang tindih, dan sulit untuk
diterapkan. Hukum sipil merupakan suatu tradisi hukum yang berasal dari Hukum
Roma yang terkodifikasi dalam Corpus Juris Civilis Justinian dan tersebar ke seluruh
benua Eropa dan seluruh dunia. (Ade Maman Suherman, 2004: 11)
Sistem hukum sipil yang berkembang di negara-negara Eropa Kontinental
merupakan mazhab yang menganggap bahwa undang-undang merupakan satu-
satunya sumber hukum (dianut aliran legisme). Diasumsikan bahwa hukum itu
identik dengan undang-undang, sehingga tidak ada hukum yang lain di luar undang-
undang. Sebagai konsekuensi aliran atau mazhab ini adalah dalam praktek peradilan,
hakim bersifat pasif dan hanya berkewajiban untuk menerapkan undang-undang saja.
(Ahmad Muliadi, 2013: 52). Oleh karena itu, ciri dari dari rechtstaat dengan civil law
systemnya adalah:
a. Sumber hukum utama adalah hukum tertulis (undang-undang)
b. Pembentuk hukum adalah pembentuk undang-undang
c. Hakim adalah corongnya undang-undang, artinya hakim dalam memutus
perkara hanya berpedoman pada hukum tertulis saja

514 | Hukum Ransendental


Pengembangan dan Penegakan Hukum di Indonesia
Negara Hukum Rule of Law
Konsep rule of law berkembang di negara-negara Anglo Saxon. Dalam tradisi
Anglo Saxon konsep negara hukum dikembangkan dengan sebutan “The Rule of
Law” yang dipelopori oleh Albert Venn Dicey. Selain itu, konsep negara hukum juga
terkait dengan istilah nomokrasi (nomocratie) yang berarti bahwa penentu dalam
penyelenggaraan kekuasaan negara adalah hukum.A.V. Dicey salah seorang pemikir
Inggris dalam karyanya “Introduction to the Study of the Law of the Constitution” yang
diterbitkan pertama kali tahun 1885 (Azhary, 1995: 39) mengemukakan tiga unsur
utama pemerintahan yang kekuasaannya di bawah hukum (the rule of law) yaitu:
(Dahlan Thaib, 1999: 24)
a. Supremacy of Law, artinya bahwa yang mempunyai kekuasaan tertinggi di dalam
negara adalah hukum (kedaulatan hukum). Hak kebebasan seorang warga benar-
benar terjamin oleh hukum, artinya tidak seorangpun boleh dipenjarakan atau
ditahan tanpa adanya dasar hukum atau hukum yang dilanggarnya.
b. Equality Before the Law, artinya persamaan dalam kedudukan hukum bagi semua
warga negara, baik selaku pribadi maupun dalam kualifikasinya sebagai pejabat
negara, tunduk pada hukum yang sama dan diadili di pengadilan biasa yang
sama. Jadi setiap warga negara sama kedudukannya di hadapan hukum; dan
apabila ia melanggar hukum baik selaku pribadi maupun selaku pejabat negara,
akan diadili dengan hukum yang sama dan oleh pengadilan yang sama.
c. Constitution based on individual rights, artinya Konstitusi itu tidak merupakan sumber
dari hak-hak asasi manusia, dan jika hak-hak asasi manusia itu diletakkan dalam
Konstitusi hanya sebagai penegasan bahwa hak asasi manusia itu harus dilindungi.
Sistem hukum dalam negara hukun rule of law adalah common law system. Sistem
hukum Anglo Saxon atau Common Law adalah suatu sistem hukum yang didasarkan
pada jurisprudensi, yaitu putusan-putusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi
dasar putusan hakim-hakim berikutnya.
Sistem hukum Anglo Saxon berpendapat bahwa undang-undang tidak cukup
mampu mengikuti perkembangan masyarakat, sehingga hakim diberi kebebasan
untuk menciptakan hukum sendiri sesuai dengan keyakinannya (judge made law),
bebas untuk melakukan interpretasi bahkan hakim bebas untuk menyimpangi
undang-undang (dianut aliran freie Rechtlehre)/ Oleh karena itu, ciri dari rule of law
dengan common law systemnya adalah:
a. sumber hukum utama adalah putusan hakim
b. Pembentuk hukum adalah hakim (judge made law)
c. Hukum berkembang berdasarkan putusan-putusan hakim
Negara Hukum Indonesia
UUD 1945 sebelum perubahan di dalam Pembukaan maupun Batang Tubuhnya
tidak ditemukan kata-kata “negara hukum”. Indonesia dapat dikatakan sebagai negara

Hukum Ransendental | 515


Pengembangan dan Penegakan Hukum di Indonesia
hukum dapat dilihat dalam Penjelasan UUD 1945 yang menyatakan bahwa “ negara
Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka
(Machtsstaat).”
Pernyataan bahwa Indonesia negara hukum dinyatakan secara tegas dalam
UUD 1945 setelah perubahan, yaitu di dalam Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan
bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum Indonesia menurut
ketentuan Pasal 28I ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 adalah negara hukum yang demokratis (democratische rechtstaat), artinya
negara hukum Indonesia menggabungkan prinsip-prinsip rechtstaat dan rule of law.
Apabila kita membaca Undang-Undang Dasar 1945, baik Pembukaan maupun pasal-
pasalnya, maka akan ditemukan unsur-unsur negara hukum menurut konsep Eropa
Kontinental (rechtstaat) dan juga unsur-unsur negara hukum menurut konsep Anglo
Saxon (rule of law). (Azhary, 1996: 83) Sebelum UUD 1945 mengalami perubahan,
ketentuan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yang demokratis sudah
diatur di dalam Konstitusi RIS 1949 (Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS 1949 berbunyi:
“Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum
yang demokrasi dan berbentuk federal.”) dan UUDS 1950 (Pasal 1 ayat (1) UUDS
1950 berbunyi: “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah sustu negara
hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan.”). Sebagaimana dalam UUD 1945
setelah perubahan, dalam Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 tidak ada pula
penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan negara hukum yang demokratis.
Penegakan Hukum
Penegakan hukum dalam arti sempit merupakan kegiatan penindakan terhadap
setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan,
melalui proses peradilan pidana yang melibatkan peran aparat kepolisian, kejaksaan,
advokad atau pengacara, dan juga badan-badan peradilan. (Jimly Asshiddiqie, 2006:
386)
Penegakan hukum (law enforcement) dalam arti luas merupakan kegiatan untuk
melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap
setiap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh subjek hukum, baik melalui prosedur
peradilan ataupun melalui prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian sengketa
lainnya (alternative desputes or conflicts resolution). Dalam pengertian yang lebih luas,
kegiatan penegakan hukum mencakup pula segala aktifitas yang dimaksudkan agar
hukum sebagai perangkat kaidah normatif yang mengatur dan mengikat para subjek
hukum dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara benar-benar
ditaati dan sungguh-sungguh dilaksanakan sebagaimana mestinya. (Jimly Asshiddiqie,
2006: 385-386)
Penegakan hukum dalam suatu negara dipengaruhi oleh banyak faktor,
diantaranya adalah sistem hukum itu sendiri. Sistem hukum menurut Friedman
merupakan suatu sistem yang meliputi subsistem substansi hukum, struktur hukum,

516 | Hukum Ransendental


Pengembangan dan Penegakan Hukum di Indonesia
dan budaya hukum. Substansi hukum adalahaturan norma, dan pola perilaku
manusia yang berada dalam sistem itu. Substansi hukum tidak hanya sebatas pada
persoalan hukum tertulis law books saja, tetapi juga termasuk living law atau hukum
yang berlaku dan hidup dalam masyarakat.
Struktur hukum atau legal structure yang merupakan institusionalisasi ke dalam
entitas-entitas hukum, seperti struktur pengadilan tingkat pertama, pengadilan
tingkat banding, dan pengadilan tingkat kasasai, jumlah hakim serta integrated justice
system. Friedman menegaskan bahwa hukum memiliki elemen pertama dari sistem
hukum adalah struktur hukum, tatanan kelembagaan, dan kinerja lembaga. Budaya
hukum atau legal culture adalah sikap-sikap dan nilai-nilai yang berhubungan dengan
hukum. (Ade Maman Suherman, 2004: 11-12)Ketiga subsistem hukum tersebut
sangat berpengaruh terhadap penegakan hukum.
Penegakan hukum di Indonesia saat sekarang ini dirasakan oleh masyarakat tidak
atau belum menunjukkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Aparat penegak hukum
masih pilih tebang dalam melakukan penegakan hukum. Hukum masih dirasakan
tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Asas persamaan dihadapan hukum belum
terimplementasi dengan baik. Artinya, dalam melakukan penegakan hukum, aparat
penegak hukum masih membedakan, siapa yang melakukan perbuatan melawan
hukum. Mereka akan mendapatkan perlakuan yang berbeda dalam penanganan
perkaranya. Mereka yang mempunyai kekuasaan akan berbeda perlakuannya
dengan masyarakat biasa ketika sama-sama melakukan pelanggaran hukum, Untuk
memperbaiki penegakan hukum di Indonesia agar berkeadilan, semua subsistem
hukum (substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum) harus diperbaiki.
Memperbaiki penegakan hukum harus memperbaiki semua elemen dalam subsistem
hukum.
Perbaikan penegakan hukum dapat dimulai dari substansi hukum.Substansi
hukum di Indonesia banyak dipengaruhi oleh kepentingan politik, bahkan juga oleh
kepentingan dunia usaha. Sejarah Indonesia menunjukan bahwa buruknya substansi
hukum di Indonesia disebabkan oleh sistem politik yang tidak demokratis. Itulah
sebabnya, langkah penting yang ditempuh adalah mengubah struktur politik menuju
ke arah yang lebih demokratis, dengan alasan bahwa tidak mungkin ditegakkan
hukum di dalam sistem politik yang tidak demokratis.
Studi-studi tentang hubungan hukum dan politik menunjukkan bahwa sistem
politik yang demokratislah yang dapat melahirkan hukum responsif dan mendorong
tegaknya supremasi hukum. Sedangkan sistem politik yang nondemokratis hanya akan
melahirkan hukum-hukum yang ortodoks baik dalam pembuatannya maupun dalam
penegakannya.( Moh. Mahfud MD, 2010: 178). Hukum responsif dari Philippe
Nonet dan Philip Selznick menempatkan hukum sebagai sarana respons terhadap
ketentuan-ketentuan sosial dan aspirasi publik. Sesuai dengan sifatnya yang terbuka,
tipe hukum responsif mengedepankan akomodasi untuk menerima perubahan-

Hukum Ransendental | 517


Pengembangan dan Penegakan Hukum di Indonesia
perubahan sosial demi mencapai keadilan dan emansipasi politik.(Bernard L Tanya
dkk, 2010: 205-206)
Perkembangan hukum berikutnya tidak hanya dipengaruhi oleh kepentingan
politik, tetapi dipengaruhi pula oleh kepentingan dunia usaha. Hal ini dapat dilihat
dalam kenyataannya yang berkembang saat sekarang ini, mereka yang menguasai
ekonomi dapat membeli hukum. Bahkan perbuatan melawan hukum, terutama kasus
korupsi saat sekarang ini tidak dimulai dari birokrasi pemerintahan, tetapi justru
bermula dari korporasi. Oleh karena itu, pembentukan hukum harus terhindar dari
kepentingan politik dan kepentingan dunia usaha. Pembentukan hukum harus benar-
benar untuk menyalurkan aspirasi masyarakat, memberikan perlindungan hukum
dan keadilan bagi masyarakat, bukan untuk kepentingan politik kelompok tertentu,
apalagi kepentingan ekonomi atau kepentingan dunia usaha. Pembaharuan substansi
hukum yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, perlindungan hukum dan
keadilan bagi masyarakat diharapkan dapat meningkatkan penegakan hukum.
Subtansi hukum yang responsif dapat dicapai dengan adanya keterlibatan atau
partisipasi masyarakat. Meskipun demokrasi di Indonesia dijalankan dengan sistem
perwakilan, akan tetapi kita tidak dapat menyandarkan sepenuhnya pada wakil rakyat
dalam pembentukan hukum. Masyarakat, terutama masyarakat yang terdampak
langsung akibat dibentuknya sebuah aturan hukum harus diberikan kesempatan
untuk menyampaikan aspirasinya. Hukum yang dibentuk dengan adanya partisipasi
masyarakat akan dapat berlaku efektif baik secara sosiologis maupun secara filosofis.
Hukum itu akan dapat diterima dan akan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat
sesuai dengan tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian hukum, dan kesejahteraan.
Perbaikan atau peningkatan kualitas penegakan hukum tidak hanya memperbaiki
substansi hukum saja, tetapi juga memperbaiki struktur hukumnya. Permasalahan
yang esensial kaitannya dengan penegakan hukum di Indonesia bukan hanya semata-
mata terhadap produk hukum atau substansi hukumnya yang tidak responsif saja,
akan tetapi juga berasal dari faktor aparat penegak hukumnya.
Untuk meletakkan pondasi penegakan hukum, maka pilar yang utama adalah
penegak hukum yang mampu menjalankan tugasnya dengan jujur, adil, dan mempunyai
integritas yang tinggi. Aparat penegak hukum dalam memahami dan menjalankan
aturan harus berlandaskan pada prinsip nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat. Artinya aparat penegak hukum bukan
hanya menjadi corongnya Undang-undang, akan tetapi dapat mengimplementasikan
hukum sesuai dengan rasa kemanusiaan dan keadilan.
Aktor-aktor utama yang peranannya sangat menonjol dalam proses penegakan
hukum adalah polisi, jaksa, advokad atau pengacara, dan juga hakim. Para penegak
hukum tersebut dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai orang pribadi dan sebagai
institusi. Para penegak hukum sebagai orang atau unsur manusia dengan kualitas,
kualifikasi, dan kultur kerjanya masing-masing. Dalam pengertian ini persoalan

518 | Hukum Ransendental


Pengembangan dan Penegakan Hukum di Indonesia
penegakan hukum sangat tergantung pada aktor, pelaku, pejabat atau aparat penegak
hukum itu sendiri. Penegak hukum dapat pula dilihat sebagai suatu institusi, badan,
atau organisasi dengan kualitas birokrasinya sendiri-sendiri. Dalam hal ini kita
melihat penegakan hukum dari sudut kelembagaan yang pada kenyatannya belum
terinstitusionalisasikan secara rasional dan impersonal. Akan tetapi, kedua sisi
penegak hukum tersebut perlu dipahami secara komprehensif dengan melihat pula
keterkaitannya satu sama lain serta keterkaitannya dengan berbagai faktor dan elemen
yang terkait dengan hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang rasional. (Jimly
Asshiddiqie, 2006: 386)
Penegak hukum dalam menyelesaikan suatu perkara juga tidak dapat dilepaskan
dari pengaruh sistem nilai yang dianutnya. Oleh karena itu, penegak hukum harus
dapat menghindarkan diri dari kepentingan pribadi dan hawa nafsunya, serta
mempunyai kepekaan moral dan hati nurani dalam menyelesaikan suatu perkara.
Sejarah perjalanan bangsa Indonesia mencatat bahwa upaya penegakan hukum
telah dihambat oleh mereka yang terindikasi melakukan perbuatan melanggar hukum
dengan mencerabut moral dan rasa keadilan dari hukum itu sendiri. Hukum telah
kehilangan nilai moral dan rasa keadilan yang seharusnya menjadi ruh dari hukum. Ruh
dari hukum yang berupa moral dan keadilan telah berbelok ke arah formal prosedural.
Banyak kasus hukum yang terjadi tanpa penegakan hukum yang berkeadilan karena
secara formal prosedural kasus hukumnya belum terbukti. Mereka yang melakukan
pelanggaran moral dan etika merasa bahwa secara formal prosedural tidak ada
persoalan.(Moh Mahfud MD, 2010: 182)Oleh kaena itu, hukum yang dibentuk
selain harus menampung aspirasi masyarakat juga harus memperhatikan moral, etika,
dan keadilan sehingga formalitas hukum merupakan wadah dari nilai-nilai moral,
etika, dan keadilan. Hukum yang demikian itu yang dapat diimplementasikan oleh
aparat penegak hukum dalam menyelesaikan suatu perkara.
Faktor struktur hukum ini mempunyai peran yang sangat penting, karena orang
sering berpikiran bahwa meskipun substansi hukumnya tidak sempurna, akan tetapi
apabila struktur hukum atau aparat penegak hukum jujur, adil, dan mempunyai
integritas yang tinggi, maka hukum yang berperikemanusiaan dan berkeadilan tetap
dapat ditegakkan. Tuntutan terhadap integritas aparat penegak hukum inilah yang
kemudian melahirkan teori hukum progresif oleh Prof Satjipto Rahardjo dan teori
hukum integratif oleh Prof. Romli Atmasasmita.
Teori hukum progresif mengajarkan bahwa hukum itu harus membahagiakan
manusiadan bangsanya,  berawal dari suatu  realita bahwa selama ini hukum hanya
dipahami sebatas rumusan  undang-undang. Pemikiran hukum progresif muncul
karena ketidakpuasan dan keprihatinan terhadap kinerja dan kualitas penegakan
hukum yang ada dalam masyarakat. Menurut Bernard L. Tanya, hukum progresif
adalah hukum yang  pro keadilan dan  pro rakyat. Artinya, dalam berhukum, para
pelaku hukum dituntut untuk mengedepankan kejujuran, empati, kepedulian kepada

Hukum Ransendental | 519


Pengembangan dan Penegakan Hukum di Indonesia
rakyat, dan ketulusan dalam penegakan hukum. (Bernard L. Tanya dkk, 2010: 212)
Hukum progresif mengoreksi kelemahan sistem hukum modern yang sarat dengan
birokrasi dengan tujuan agar aparat penegak hukum melihat peraturan tidak hanya
yang tertulis saja, tetapi harus mempunyai semangat untuk menegakkan keadilan.
Teori hukum integratif inti pemikirannya adalah merupakan perpaduan pemikiran
Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif dalam konteks Indonesia
yang terinspirasi oleh konsep hukum Hart. Teori hukum integratif membentuk suatu
bangunan piramida sistem hukum yang berbeda secara mendasar dari pandangan
teori chaotic dan disorder tentang hukum. Teori hukum ini memandang bahwa di
dalam bangunan piramida sistem hukum terbentuk relasi interaksionis dan hirarkis
antara sistem nilai, sistem norma, dan sistem perilaku dalam satu kesatuan sistem
sosial. (Romli Atmasasmita, 2012: 111)
Berdasarkan teori hukum progresif dan teori hukum integratif tersebut,
diharapkan aparat penegak hukum di Indonesia dalam menyelesaikan suatu perkara
tidak hanya berpedoman pada aturan hukum tertulis saja. Jika penerapan aturan
hukum tertulis tidak dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum, maka aturan
hukum tertulis tersebut dapat disimpangi atau ditinggalkan. Aparat penegak hukum
harus dapat menemukan hukumnya sendiri sesuai dengan hati nurani agar tercipta
rasa keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat pencari keadilan.
Selain substansi hukum dan struktur hukum, penegakan hukum juga berkaitan
dengan kultur atau budaya hukum masyarakat. Budaya hukum masyarakat harus dibangun
paralel dengan peningkatan mutu substansi hukum dan profesionalitas aparat penegak
hukum. Pembangunan budaya hukum masyarakat dapat dilakukan dengan peningkatan
kesadaran hukum, karena kemajuan suatu bangsa juga dapat dilihat dari tingkat kesadaran
hukum dan kepatuhan atau ketaatan masyarakat terhadap hukum.
Kesadaram hukum merupakan suatu kesadaran yang ada dalam kehidupan
manusia untuk selalu patuh dan taat pada hukum. Kesadaran hukum juga
menyangkut kesadaran tentang apa yang seharusnya dilakukan atau yang seharusnya
tidak dilakukan dalam kehidupan mermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, peran aparat penegak hukum (polisi,
jaksa, advokad, dan hakim) dalam menyelesaikan perkara harus tegas dan tidak
pilih tebang. Peran aparat penegak hukum dalam menyelesiakan perkara sangat
penting dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.
Selain itu, masyarakat juga akan sungkan apabila dalam menghadapi suatu perkara
menyelesaikannya dengan cara menyimpang dari aturan hukum (misalnya menyuap
aparat penegak hukum, atau main hakim sendiri).
Penegakan hukum di Indonesia selain berkaitan dengan substansi, struktur, dan
budaya hukum, juga berkaitan dengan konsep negara hukum kita yang merupakan
negara hukum yang demokratis. Paradigmanya tidak hanya berorientasi pada konsep
rechtstaat saja tetapi juga berorientasi pada rule of law. Dengan paradigma ini, setiap

520 | Hukum Ransendental


Pengembangan dan Penegakan Hukum di Indonesia
penegakan hukum akan mampu melepaskan diri dari jebakan-jebakan formalitas-
prosedural serta mendorong para penegak hukum untuk kreatif dan berani menggali
nilai-nilai keadilan serta menegakkan etika dan moral dalam setiap penyelesian kasus
hukum. Perubahan paradigma ini harus diartikan pula sebagai upaya mengembalikan
rasa keadilan dan moral sebagai ruh hukum yang akan dibangun untuk masa depan
negara hukum Indonesia. (Moh Mahfud MD, 2010: 186) Dengan perubahan
paradigma tersebut berarti penegakan hukum tidak hanya berpatokan pada aturan
hukum tertulis, tetapi juga memperhatikan aturan hukum tidak tertulis, dengan
berpedoman pada nilai moral, nilai etika, dan juga nilai-nilai agama. Sebagaimana
dikatakan oleh Prof Satjipto Rahardjo, agar negara hukum kita menggunakan
paradigma ganda, artinya negara hukum kita tidak hanya menggunakan “paradigma
peraturan”, tetapi juga “paradigma moral.” (Satjipto Rahardjo, 2006: 103)
Untuk dapat menggunakan paradigma peraturan dan paradigma moral, menurut
Moh Mahfud MD, penegakan hukum juga memerlukan aparat penegak hukum yang
bersih dan berani. Bersih artinya bermoral, mempunyai track record atau rekan jejak
yang tidak pernah korup, dan tidak mempunyai masalah dengan hukum. Berani
artinya mempunyai nyali untuk bertindak terhadap siapapun untuk mendobrak
kejumudan birokrasi. Bersih dan berani merupakan prasyarat komulatif, karena jika
hanya bersih tetapi tidak berani akan selalu gamang atau ragu-ragu. Begitu pula jika
hanya berani saja tetapi tidak bersih justru akan menjadi pemutih untuk penghilangan
jejak kasus, pencipta korupsi, kolusi, dan nepotisme baru, atau dapat saja tiba-tiba
kehilangan keberanian karena dihantui oleh ketidakbersihannya. Selain bersih dan
berani, keterampilan merupakan syarat lain dalam penegakan hukum. (Moh Mahfud
MD, 2007: 81)
Pada akhirnya penegakan hukum secara komprehensif memerlukan substansi
hukum yang bebas dari kepentingan politik dan kepentingan ekonomi, struktur hukum
dalam mengimplementasikan hukum harus berperikemanusiaan dan berkeadilan, dan
budaya hukum harus dibangun melalui peningkatan kesadaran hukum masyarakat.
Aparat penegak hukum dalam menyelesiakan perkara tidak hanya berpedoman pada
aturan hukum tertulis, tetapi juga harus memperhatikan aspek moral dan keadilan.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Penegakan hukum dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah
faktor sistem hukum. Subsistem hukum yang terdiri dari substansi hukum,
struktur hukum, dan budaya hukum sangat mempengaruhi penegakan hukum.
Oleh karena itu, peningkatan kualitas penegakan hukum dilakukan dengan
memperbaiki ketiga subsistem tersebut.
Substansi hukum dalam pembentukannya harus terhindar dari kepentingan
politik dan juga kepentingan ekonomi. Pembentukan hukum dilakukan untuk

Hukum Ransendental | 521


Pengembangan dan Penegakan Hukum di Indonesia
menyalurkan aspirasi masyarakat, memberikan perlindungan hukum dan
keadilan bagi masyarakat. Pembaharuan substansi hukum yang berorientasi pada
kepentingan masyarakat, perlindungan hukum dan keadilan bagi masyarakat
diharapkan dapat meningkatkan kualitas penegakan hukum.
Struktur hukum atau aparat penegak hukum mempunyai peran yang sangat
penting, karena orang sering berpikiran bahwa meskipun substansi hukumnya
tidak sempurna, akan tetapi apabila struktur hukumnya mempunyai integritas
yang tinggi, maka hukum yang berperikemanusiaan dan berkeadilan tetap dapat
ditegakkan.
Budaya hukum kaitannya dengan penegakan hukum harus dibangun, salah
satunya dengan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Peran aparat penegak
hukum sangat penting dslsm meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, dan
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.
2. Berdasarkan teori hukum progresif dan teori hukum integratif, diharapkan aparat
penegak hukum dalam menyelesaikan perkara tidak hanya berpedoman pada
hukum tertulis. Jika penerapan hukum tertulis tidak dapat memberikan keadilan
dan kepastian hukum, maka hukum tertulis tersebut dapat disimpangi atau
ditinggalkan. Aparat penegak hukum harus dapat menemukan hukum sesuai
dengan hati nuraninya, agar tercipta rasa keadilan dan kepastian hukum bagi
masyarakat pencari keadilan.
3. Dalam negara hukum Indonesia yang demokratis, penegakan hukum tidak hanya
berorientasi pada konsep rechtstaat, tetapi juga berorientasi pada rule of law.
Dengan paradigma ini, setiap penegakan hukum akan mampu melepaskan diri
dari formalitas-prosedural serta mendorong para penegak hukum untuk kreatif
dan berani menggali nilai-nilai keadilan serta menegakkan etika dan moral dalam
setiap penyelesian kasus hukum. Perubahan paradigma ini harus diartikan pula
sebagai upaya mengembalikan rasa keadilan dan moral sebagai ruh hukum yang
akan dibangun untuk masa depan negara hukum Indonesia yang demokratis.
Daftar Pustaka
Ade Maman Suherman, 2004, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, Civil Law,
Common Law, Hukum Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Ahmad Muliadi, 2013, Politik Hukum, Akademia Permata, Padang
Azhary, 1995, Negara Hukum Indonesia, Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-
unsurnya, UI-Press, Jakarta
Bernard L. Tanya, 2010, Trori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan
Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta
Dahlan Thaib, 1999, Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan Konstitusi, Liberty,
Yogyakarta
Hotma P. Sibuea, 2010, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, dan Asas-asas
Umum Pemerintahan yang Baik, Erlangga, Jakarta

522 | Hukum Ransendental


Pengembangan dan Penegakan Hukum di Indonesia
Jimly Asshiddiqie, 2006, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta
_______________, 2006, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Serpihan
Pemikiran Hukum, Media dan HAM, Konstitusi Press dan PT Syaamil Cipta
Media, Jakarta
Moh. Kusnardi, Harmaily Ibrahim, 1983, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,
Pusat Studi Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV
“Sinar Bakti”, Jakarta
Moh Mahfud MD, 2007, Hukum Tak Kunjung Tegak, Citra Aditya Bakti, Bandung
Moh. Mahfud MD, 2010, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen
Konstitusi, Rajawali Pers, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Ni’matul Huda, 2005, Negara Hukum, Demokrasi dan Judicial Review, UII Press,
Yogyakarta
Romli Atmasasmita, 2012, Teori Hukum Integratif, Genta Publishing, Yogyakarta
Satjipto Rahardjo, 2006, Membedah Hukum Progresif, Penerbit Buku Kompas,
Jakarta
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Hukum Ransendental | 523


Pengembangan dan Penegakan Hukum di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai