Anda di halaman 1dari 15

Nama: Nabilah

Kelas: 12 Otkp

1. KEPOLISIAN

Tugas, fungsi & kewenangan polri

Peran dan Fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kepolisian dinegara manapun selalu berada
dalam sebuah dilema kepentingan kekuasaan yang selalu menjadi garda terdepan perbedaan pendapat
antara kekuasaan dengan masyarakatnya. Sistem Kepolisian Negara sangat dipengaruhi oleh Sistem
Politik serta kontrol sosial yang diterapkan. Berdasarkan Penetapan No. 11/SD Kepolisian beralih status
menjadi Jawatan tersendiri dibawah langsung Perdana Menteri. Ketetapan Pemerintah tersebut
menjadikan kedudukan Polisi setingkat dengan Departemen dan kedudukan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Kapolri) setingkat dengan Menteri. Dengan Ketetapan itu, Pemerintah
mengharapkan Kepolisian dapat berkembang lebih baik dan merintis hubungan vertikal sampai
ketingkat dataran kecil seperti di wilayah kecamatan-kecamatan. Kedudukan kepolisian dalam sebuah
Negara selalu menjadi kepentingan banyak pihak untuk duduk dan berada di bawah kekuasan. Pada
masa pemerintahan Orde Baru Kepolisian RI dibenamkan dalam sebuah satuan Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ABRI) yang bergerak dalam pengaruh budaya militer. Militeristik begitu mengikat
karena masa lebih dari 30 tahun kepolisian di balut dengan budaya militer tersebut. Tahun 1998 untuk
upaya masyarakat bgitu kuat membangun sebuah pemerintahan yang bersih dan memiliki keberpihakan
pada kepentingan masyarakat. Maka selanjutnya Tap MPR No.VI/2000 dikeluarkan dan menyatakan
bahwa salah satu tuntutan Reformasi dan tantangan masa depan adalah dilakukannya demokratisasi,
maka diperlukan reposisi dan restrukturisasi ABRI. Bahwa akibat dari penggabungan terjadi kerancuan
dan tumpang tindih peran dan fungsi TNI sebagai kekuatan pertahanan dan Polri sebagai kekuatan
Kamtibmas. Maka Polri adalah alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan. Oleh karena itu
Polri kembali dibawah Presiden setelah 32 tahun dibawah Menhankam/Panglima ABRI, Berdasarkan
Undang-Undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa
(1) Polri merupakan alat Negara yang berperan dalam pemeliharaan kamtibmas, gakkum, serta
memberikan perlindungan,pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya Kamdagri. Karena dalam Bab II Tap MPR No. VII/2000 menyebutkan bahwa: (1) Polri
merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara Kamtibmas,, menegakkan hukum,
memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. (2) Dalam menjalankan perannya, Polri
wajib memiliki keahlian dan ketrampilan secara professional. Artinya Polri bukan suatu lembaga / badan
non departemen tapi di bawah Presiden dan Presiden sebagai Kepala Negara bukan Kepala
Pemerintahan.
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kepolisian, perlu ditata dahulu rumusan tugas pokok, wewenang
Kepolisian RI dalam Undang-undang No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Peran dan Fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia

A. Fungsi Kepolisian

Pasal 2 :” Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan
masyarakat”. Sedangkan Pasal 3: “(1) Pengemban fungsi Kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang dibantu oleh : a. kepolisian khusus, b. pegawai negri sipil dan/atau c. bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa. (2) Pengemban fungsi Kepolisian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
a,b, dan c, melaksanakan fungsi Kepolisian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar hukum masing-masing.

B. Tugas pokok Kepolisian

Pasal 13: Tugas Pokok Kepolisian Negara Rrepublik Indonesia dalam UU No.2 tahun 20002 adalah
sebagai berikut:

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat

b. Menegakkan hukum

c. Memberikan perlindungan,pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. “, penjabaran tugas


Kepolisian di jelaskan lagi apada Pasal 14 UU Kepolisian RI.

C. Kewenangan Kepolisian

Pada Pasal 15 dan 16 UU Kepolisian RI adalah perincian mengenai tugas dan wewenang Kepolisian RI,
sedangkan Pasal 18 berisi tentang diskresi Kepolisian yang berdasarkan pada Kode Etik Kepolisian.
Sesuai dengan rumusan fungsi, tugas pokok, tugas dan weweang Polri sebagaimana diatur dalam UU No.
2 tahun 2002, maka dapat dikatakan fungsi utama kepolisian meliputi :

- Tugas Pembinaan masyarakat (Pre-emtif)

Segala usaha dan kegiatan pembinaan masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum dan peraturan perundang-undangan. Tugas Polri dalam bidang ini adalah Community
Policing, dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat secara sosial dan hubungan mutualisme,
maka akan tercapai tujuan dari community policing tersebut. Namun, konsep dari Community Policing
itu sendiri saat ini sudah bias dengan pelaksanaannya di Polres-polres. Sebenarnya seperti yang
disebutkan diatas, dalam perbandingan sistem kepolisian negara, selain itu harus dilihat dari
administrasi pemerintahannya, sistem kepolisian juga terkait dengan karakter sosial masyarakatnya.
Konsep Community Policing sudah sesuai dengan karakter dan budaya Indonesia (Jawa) dengan
melakukan sistem keamanan lingkungan (siskamling) dalam komunitas-komunitas desa dan kampung,
secara bergantian masyarakat merasa bertanggung jawab atas keamanan wilayahnya masing-masing.
Hal ini juga ditunjang oleh Kegiatan babinkamtibmas yang setiap saat harus selalu mengawasi daerahnya
untuk melaksanakan kegiata-kegiatan khusus.

- Tugas di bidang Preventif

Segala usaha dan kegiatan di bidang kepolisian preventif untuk memelihara keamanan dan masyarakat,
memelihara keselematan orang, dan barang termasuk memberikan perlindungan dan pertolongan,
khususnya mencegah terjadinya pelanggaran hukum. Dalam melaksanakan tugas ini diperlukan
kemampuan profesional tekhnik tersendiri seperti patroli, penjagaan penjagaan dan pengaturan.

- Tugas di bidang Represif

Di bidang represif terdapat 2 (dua) jenis Peran dan Fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu
represif justisiil dan non justisiil. UU No. 2 tahun 2002 memberi peran Polri untuk melakukan tindakan-
tindakan represif non Justisiil terkait dengan Pasal 18 ayat 1(1) , yaitu berwenang ”diskresi kepolisian”
yang umumnya menyangkut kasus ringan.

KUHAP memberi peran Polri dalam melaksanakan tugas represif justisil dengan menggunakan azas
legalitas bersama unsur Sistem Peradilan Pidana lainnya. Tugas ini memuat substansi tentang cara
penyidikan dan penyelidikan sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
lainnya. Bila terjadi tindak pidana, penyidikan kegiatan berupa:

1. Mencari dan menemukan suatu peristiwa Yang dianggap sebagai tindak pidana;

2. Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan;

3. Mencari serta mengumpulkan bukti;

4. Membuat terang tindak pidana yang terjadi;

5. Menemukan tersangka pelaku tindak pidana.

2. KEJAKSAAN
Kejaksaan Republik Indonesia termasuk dalam salah satu lembaga yang memiliki kekuasaan kehakiman.
Dalam menjalankan tugasnya, kejaksaan harus bebas dari pengaruh pihak mana pun.Berdasarkan Pasal
2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, kejaksaan
merupakan lembaga pemerintahan yang menjalankan kekuasaan di bidang penuntutan dan
kewenangan lainnya sesuai dengan undang-undang.Kejaksaan Republik Indonesia dibagi menjadi tiga.
Pembagian ini tercantum dalam Pasal 3 dan 4 UU Nomor 16 Tahun 2004. Berikut pembagiannya:

- Kejaksaan Agung

Berkedudukan di ibu kota negara Indonesia dan daerah kekuasaan hukumnya meliputi wilayah
kekuasaan negara.

- Kejaksaan Tinggi

Berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah kekuasaan hukumnya meliputi wilayah provinsi tersebut.

- Kejaksaan Negeri

Berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota dan daerah kekuasaan hukumnya meliputi wilayah
kabupaten tersebut.

A. Peran Kejaksaan Republik Indonesia

kejaksaan memegang peranan penting dalam penegakan hukum di Indonesia, karena posisinya sebagai
lembaga penegakan hukum dan keadilan.Peran kejaksaan di antaranya menegakkan supremasi hukum,
perlindungan kepentingan umum atau masyarakat, penegakan hak asasi manusia serta pemberantasan
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme atau KKN.Secara khusus, Kejaksaan Republik Indonesia merupakan
lembaga yang menjalankan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Kejaksaan juga berperan sebagai
satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana atau executive ambteenar.Kejaksaan Republik Indonesia
juga bisa berperan dalam ranah hukum perdata dan tata usaha negara. Artinya kejaksaan bisa mewakili
pemerintah dalam ranah perkara perdata serta tata usaha negara, sebagai Jaksa Pengacara Negara.
Untuk tugas dan wewenang, semuanya disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku.

B. Tugas dan wewenang Kejaksaan Republik Indonesia

Kejaksaan Republik Indonesia memiliki beberapa tugas, yaitu melakukan pra penuntutan, pemeriksaan
tambahan, penuntutan, pelaksanaan terhadap hakim serta putusan pengadilan.Tugas lain dari kejaksaan
ialah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan lepas bersyarat dan tindakan hukum
lainnya dalam perkara tindak pidana umum, berdasarkan peraturan perundang-undangan serta
kebijaksanaan Jaksa Agung.

Berdasarkan Pasal 30 UU Nomor 16 Tahun 2004, kejaksaan Republik Indonesia memiliki tugas dan
wewenang di bidang pidana, perdata dan tata usaha negara serta ketertiban dan ketenteraman umum.

A. Tugas dan wewenang tersebut di antaranya:

- Bidang pidana

Kejaksaan republik indonesia memiliki tugas dan wewenang untuk:

* Melakukan penuntutan

* Melaksanakan penetapan hakim serta putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap

* Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan
dan keputusan lepas bersyarat

* Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang

* Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum
dilimpahkan ke pengadilan, dalam pelaksanaannya membutuhkan koordinasi dengan penyidik.

- Bidang perdata dan tata usaha negara

Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan
atas nama negara atau pemerintah.

- Bidang ketertiban dan ketentraman umum

Kejaksaan Republik Indonesia memiliki tugas dan wewenang untuk :

* Meningkatkan kesadaran hukum masyarakat

* Mengamakan kebijakan penegakan hukum

* Mengawasi peredaran barang cetakan

* Mengawasi aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat serta negara

* Mencegah penyalahgunaan dan atau penodaan agama

* Meneliti dan mengembangkan hukum serta statistik kriminal.

B. Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia


Dalam buku Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum (2005) oleh Marwan Effendy,
Kejaksaan Republik Indonesia memiliki tujuh fungsi, yakni:

1. Merumuskan kebijakan teknik serta kegiatan yustisial pidana umum berupa pemberian bimbingan
dan pembinaan dalam bidang tugasnya.

2. melaksanakan dan mengendalikan kegiatan pra penuntutan, pemeriksaan tambahan, penututan


tindak pidana terhadap keamanan negara serta ketertiban umum, tindak pidana terhadap orang dan
harta benda serta tindak pidana umum yang diatur di dalam dan di luar KUHP (Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana).

3. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan, pengawasan terhadap pelaksanaan


keputusan lepas bersyarat serta tindakan hukum lainnya dalam perkara tindak pidana umum dan
administrasinya.

4. Membina kerja sama, melaksanakan, mengoordinasikan serta memberi bimbingan dan petunjuk
teknis dalam penanganan perkara tindak pidana umum dengan instansi terkait berdasarkan perundang-
undangan yang berlaku dan kebijakan Jaksa Agung.

5. Memberi sarana, konsepsi mengenai pendapat dan atau pertimbangan hukum Jaksa Agung tentang
perkara tindak pidana umum serta masalah hukum lainnya dalam ranah kebijakan penegakan hukum.

6. Membina serta meningkatkan keterampilan dan integritas aparat tindak pidana umum di lingkungan
kejaksaan.

7. Mengamankan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan di bidang tindak pidana umum
berdasarkan perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan Jaksa Agung.

3. KEHAKIMAN

A. Kekuasaan kehakiman di indonesia

Dalam pergaulan masyarakat, selalu ada peluang terjadinya sengketa atau perselisihan antar warga yang
harus diselesaikan secara tertib dan adil. Oleh karenanya, dibentuklah institusi atau lembaga yang
disebut pengadilan.Setiap proses pengadilan selalu dipimpin oleh seorang hakim yang berwenang
memutuskan perkara di pengadilan. Kewenangan hakim dalam memberi keputusan disebut kekuasaan
kehakiman. Kekuasaan kehakiman diartikan sebagai kewenangan menetapkan nilai hukum dari tindakan
masyarakat berdasarkan kaidah hukum dan menyematkan akibat hukum terhadap tindakan tersebut.
Kebebasan hakim dari intervensi pihak manapun dalam memutus perkara dikenal dengan ungkapan
"Kekuasaan kehakiman yang merdeka". Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan dalam pasal 24 ayat 1 UUD 1945.

B. Sejarah Kekuasaan Kehakiman di Indonesia

Sejarah kekuasaan kehakiman di Indonesia terbag ke dalam lima periode, yaitu:

- Periode Undang-Undang Dasar 1945 (1945 - 1949)

- Periode Konstitusi Republik Indonesia Serikat atau RIS (1949 - 1950)

- Periode Undang-Undang Dasar Sementara atau UUDS (1950 - 1959)

- Periode Undang-Undang Dasar setelah dekrit presiden (1959 - 2002)

- Periode Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (2002 - sekarang)

Masuknya periode amandemen ditandai dengan perubahan besar terhadap UUD 1945 sebanyak empat
kali oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR. Maka perubahan juga dialami oleh peraturan
pelaksana di bawah UUD 1945. undang yang mengatur kekuasaan kehakiman adalah Undang-Undang
atau UU nomor 4 tahun 2004 yang kini sudah diubah menjadi UU nomor 48 tahun 2009 tentang pokok-
pokok kekuasan kehakiman. Terdapat juga UU nomor 5 tahun 2004 tentang mahkamah agung.Kedua
peraturan perundang-undangan tersebut muncul karena perubahan mendasar dalam kekuasaan
kehakiman dan pergeseran kekuasaan dalam amandemen ketiga UUD 1945.Tercantum dalam pasal 24
ayat 1 yang menyatakan kemerdekaan kekuasaan hakim dan pasal 24 ayat 2 yang berbunyi,

"Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah mahkamah agung dan peradilan yang berada di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan sebuah mahkamah konstitusi".

C. Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia

Pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia adalah mahkamah agung atau MA dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dan oleh mahkamah konstitusi atau MK.Selaras dengan MA dan MK, terdapat
lembaga negara independen yang masuk dalam kekuasaan peradilan atau yudikatif yang berwenang
mengusulkan calon hakim agung yaitu komisi yudisial atau KY.Mahkamah agung berwenang mengadili di
tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh peradilan yang berada di
bawahnya, menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU, dan kewenangan lain
yang diberikan undang-undang.Badan peradilan seperti disebutkan dalam pasal 24 ayat 2 UUD 1945
yang berada di bawah mahkamah agung adalah:

- Peradilan Umum: Berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata.
Peradilan Umum adalah pelaksana kekuasaan kehakiman bagi warga negara atau bukan yang mencari
keadilan di Indonesia.

- Peradilan Agama: Berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara antara
orang-orang beragama Islam. Perkara perdata yang dihadapi yaitu nikah, talak, dan rujuk.

- Peradilan Militer: Berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana militer.
Dikhususkan bagi anggota militer yang melakukan pelanggaran di bidang pidana.

- Peradilan Tata Usaha Negara: Berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan
sengketa tata usaha negara. Peradilan ini melindungi dari tindakan sewenang-wenang pejabat atau
aparat pemerintah.

Pelaksana kekuasaan kehakiman lain adalah mahkamah konstitusi. Mahkamah Konsitusi berwenang
menguji UU terhadap UUD.Dalam kewenangannya, mahkamah konstitusi berhak memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus perselisihan tentang
hasil pemilu, membubarkan partai politik, dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai
dugaan pelanggaran oleh presiden atau wakil presiden.

Indonesia juga memiliki peradilan khusus, yaitu:

- Peradilan Anak: Berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara yang terdakwanya
adalah anak. Anak adalah mereka yang berumur antara 8 - 18 tahun.

- Peradilan Niaga: Berwenang menangani, memeriksa, dan memutuskan berbagai sengeketa di bidang
perniagaan. Termasuk kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran hutang.

- Peradilan Hak Asasi Manusia atau HAM: Berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran
HAM berat yang dilakukan di Indonesia atau di luar wilayah Indonesia oleh warga negara Indonesia.

- Peradilan Pajak: Berwenang memutus sengketa pajak antara wajib pajak dengan pejabat yang
berwenang dalam bidang perpajakan.

Kekuasaan kehakiman, dalam konteks negara Indonesia, adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi
terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan.
Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh:
- Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara.

- Mahkamah Konstitusi

Selain itu terdapat pula Peradilan Syariah Islam di Provinsi Aceh, yang merupakan pengadilan khusus
dalam Lingkungan Peradilan Agama (sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan
agama) dan Lingkungan Peradilan Umum (sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan
peradilan umum).

Di samping perubahan mengenai penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, UUD 1945 juga


memperkenalkan suatu lembaga baru yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman
yaitu Komisi Yudisial. Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan
hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat serta perilaku hakim.

4. KPK

Peran KPK Dalam Indonesia Anti-Corruption Forum

Korupsi merupakan malapetaka bagi masyarakat, tidak hanya melemahkan nilai-nilai demokrasi, nilai-
nilai etika dan keadilan serta supremasi hukum, juga menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia,
merusak tatanan ekonomi dan pembangunan serta mengikis kualitas hidup dengan menumbuhkan
kejahatan terorganisasi lainnya,termasuk tindak pidana ekonomi dan tindak pidana pencucian uang yang
mengancam keberlangsungan hidup bangsa.
Perkembangan tindak pidana korupsi di Indonesia, baik dari sisi kuantitas maupun sisi kualitas dewasa
ini dapat dikatakan bahwa korupsi tidak lagi merupakan kejahatan biasa (ordinary crimes), akan tetapi
sudah merupakan kejahatan yang sangat luar biasa (extra ordinary crimes) mengingat kompleksitas
serta efek negatifnya. Untuk itu dalam pemberantasannya diperlukan upaya dengan cara-cara yang luar
biasa juga (extra ordinary measure). Diakuinya korupsi sebagai transnational crime, maka Pemerintah
Indonesia berkomitmen untuk memberantas korupsi bersama negara-negara di dunia, dibuktikan
dengan meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Korupsi (United Nations
Convention Against Corruption, UNCAC 2003) melalui Undang-Undang No. 7 tahun 2006.

Sebagai negara peratifikasi, Indonesia wajib mengimplementasikan ketentuan UNCAC secara penuh.
Hanya saja dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan UNCAC, penyelerasan regulasi terkait
pencegahan dan pemberantasan korupsi sebagaimana ketentuan yang tertuang dalam UNCAC masih
belum optimal. Hasil gap analysis yang dilakukan oleh KPK menunjukkan bahwa, sejumlah ketentuan
UNCAC belum sepenuhnya diadopsi oleh Indonesia.

Untuk lebih meningkatkan berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi yang sejalan dengan
UNCAC, Pemerintah Indonesia telah berhasil menetapkan kebijakan terkait upaya Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi melalui beberapa peraturan, yaitu Inpres No 5/2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi; Inpres No 9/2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan & Pemberantasan Korupsi
tahun 2011; Inpres No 17/2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan & Pemberantasan Korupsi tahun
2012; Perpres Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014; Inpres Nomor 1 tahun 2013
tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2013 serta : Inpres Nomor 2 Tahun 2014
tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tahun 2014.

Kewajiban pemberantasan tindak pidana korupsi itu, bukan hanya terletak pada pundak aparat penegak
hukum, bukan pula menjadi tanggung jawab jajaran pemerintahan semata, namun kewajiban
pemberantasan tindak pidana korupsi itu juga menjadi tanggung jawab masyarakat Indonesia secara
keseluruhan. Untuk itu upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi memerlukan partisipasi semua
komponen bangsa, karena ini bukan saja masalah penegakan hukum, tetapi juga tentang cara berpikir
dan tingkah laku. Dengan kata lain, korupsi juga merupakan masalah sosial dan budaya.

Sejalan dengan amanat UNCAC yang termaktub dalam pasal 13 tentang Peran Serta Masyarakat, dimana
disebutkan bahwa setiap negara peserta wajib mengupayakan sesuai kemampuan dan prinsip hukum
negaranya untuk meningkatkan partisipasi aktif dari perseorangan maupun kelompok di luar sektor
publik, seperti masyarakat sipil, LSM dan organisasi masyarakat lainnya, dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi dan meningkatkan kesadaran publik terkait keberadaan, penyebab dan
keseriusan serta ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi.

Penguatan partisipasi masyarakat dilaksanakan antara lain dengan upaya :

- Peningkatkan transparansi dan kontribusi publik dalam pengambilan keputusan

- Memastikan bahwa publik memiliki akses terhadap informasi dengan efektif


- Pelaksanaan pelayanan informasi masyarakat yang berkontribusi terhadap sikap antikorupsi
sebagaimana program pendidikan masyarakat termasuk kurikulum sekolah dan universitas

- Menghormati, mempromosikan dan melindungi kebebasan mencari, menerima, mengumumkan dan


menyebarkluaskan informasi terkait korupsi. Kebebasan dimaksudkan adalah sesuai batasan peraturan
perundangan (terkait atas hak dan nama baik orang lain serta demi perlindungan keamanan
nasional/ketertiban umum, kesehatan atau moralitas masyarakat).

1.Sejalan dengan semangat tersebut, dan dalam rangka menciptakan ruang di mana pelibatan
masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, termasuk untuk mendapatkan hak
informasi terkait upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi dari pemerintah dan lembaga
pemberantas korupsi terkait, maka KPK bekerjasama dengan UNODC, Bappenas serta Transparency
Indonesia menyediakan Forum sebagai wadah diseminasi antara Pemerintah (kementerian-lembaga),
penegak hukum, lembaga akademis, media, organisasi masyarakat sipil, organisasi-organisasi sektor
swasta dari seluruh Indonesia dalam rangka mendukung pelaksanaan Strategi Nasional Antikorupsi serta
menjadi rangkaian agenda Hari Anti Korupsi sedunia (9 Desember 2010).

Indonesia Anti-Corruption Forum yang pertama diselenggarakan di Nikko Hotel Jakarta, tanggal 21
Desember 2010, dengan harapan forum ini dapat digunakan sebagai suatu mekanisme koordinasi,
dengan mandat untuk memfasilitasi kerjasama pencegahan korupsi dan untuk mempercepat
pelaksanaan Strategi Antikorupsi Nasional sekaligus sebagai kesempatan bagi peserta untuk
mendiskusikan dan memperdebatkan prioritas inti pelaksanaan dari strategi nasional pemberantasan
korupsi itu sendiri.

Dihadiri 61 peserta, yang mewakili lembaga-lembaga akademis, media, organisasi masyarakat sipil,
organisasi-organisasi sektor swasta dan pejabat pemerintah dari seluruh Indonesia, forum menghasilkan
rekomendasi sebagai berikut :

- Peningkatan kesadaran publik yang lebih besar atas Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi melalui
kampanye publik.

- Kejelasan mengenai praktik terbaik dan langkah-langkah hukuman (reward & punishment systems).

- Peningkatan dukungan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kapasitasnya untuk
melaksanakan Strategi Nasional.

- Mekanisme pengawasan yang lebih kuat di tingkat nasional dan daerah.

- Transparansi yang lebih besar dan kepercayaan dalam berbagi informasi nasional atas upaya
antikorupsi.

2. Anti-Corruption Forum kedua dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 14-15 Juni 2011 untuk menjawab
beberapa masukan dari peserta AC Forum pertama dalam rangka penguatan Strategi Nasional
Percepatan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) dan juga gerakan antikorupsi, dengan rekomendasi
diantaranya memperjelas sistem reward and punishment, memperkuat dukungan kepada KPK dan juga
perlunya terobosan baru dalam pemberantasan korupsi. Hasil dalam AC Forum I dirasakan masih terlalu
luas, maka pada AC Forum kedua diharapkan menjadi forum yang lebih kuat, tidak sekedar merespon,
namun juga sebagai forum kerjasama anti korupsi. Steering Committee AC Forum yang terdiri dari unsur
Bappenas, KPK, UNODC dan TII akhirnya menetapkan bahwa AC Forum II di posisikan sebagai wadah
diskusi stakeholders antikorupsi untuk membicarakan sejumlah persoalan dan strategi melawan korupsi
di Indonesia sekaligus menyikapi Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2011 yang berisi delapan instruksi
terkait Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi yang ditandatangani pada tanggal 12 Mei
2011, dimana 3 (tiga) lembaga yang menjadi sasaran pertama dan utama adalah Kepolisian,
Kementerian Hukum & HAM dan Kementerian Keuangan.Hari pertama AC Forum II diisi oleh beberapa
pembicara, di antaranya adalah Wakil Presiden RI, Boediono sebagai pembicara utama yang
menjelaskan substansi Inpres no 9 tahun 2011, dilanjutkan sub-tema forum adalah Strategi Monitoring
dan Evaluasi Implementasi Inpres 9/ 2011 yang disampaikan oleh Kepala UKP4, Dr. Ir. Kuntoro
Mangkusubroto, pemaparan Rencana Pelaksanaan Inpres 9/2011: Program Single Identity Number (SIN)
oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan terakhir, Rencana dan Strategi Implementasi Inpres 9/
2011 di Institusi Polri yang disampaikan Wakapolri, Komjen Polisi Nanan Sukarna.

5. ADVOKAD

Pengertian Advokat

Kata advokat diambil dari bahasa latin yakni advocare, yang memiliki arti to defend (mempertahankan) ,
to call to ones said (memanggil seseorang untuk mengatakn sesuatu), to vouch or to warrant
(menjamin). Adapun dalam bahasa english advokat diungkapkan dengan diksi advocate, artinya to
defend by argument (mempertahankan dengan argumentasi), to support (mendukung), indicate or
recommend publicly (menendai adanya atau merekomendasikan di depan umum).

Sedangkan dalam kamus hukum, advokat diartikan sebagai pembela atau seorang ahli hukum yang
pekerjaannya mengajukan dan membela perkara didalam atau diluar sidang pengadilan. Terakhir
pengertian advokat menurut undang-undang nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat Pasal 1 Ayat 1
menjelaskan bahwa “advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun
diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang ini”.
Arti advokat secara umum dipahami sebagai seorang yang melaksanakan kegiatan advokasi yaitu suatu
kegiatan yang dilakukan seseorang atau kelompok orang untuk memfasilitasi dan memperjuangkan hak-
hak, kewajiban seseorang atau kelompok berdasarkan aturan yang berlaku.

Tugas & Wewenang Advokat

Secara mendasar seorang advokat memiliki tugas untuk membuat legal opinion dan memberikan
nasihat hukum dalam rangka kepentingan klien. Sedangkan secara litigas yaitu beracara di pengadilan
advokat bertugas untuk mengajukan atau membela kepentingan kliennya. Dalam agenda litigasi tugas
pokok advokat adalah mengajukan fakta dan pertimbangan yang ada sangkut pautnya dengan klien yang
dibelanya dalam perkara tersebut, sehingga dengan itu memungkinkan bagi hakim untuk memberikan
putusan yang seadil-adilnya.

Adapun tugas dan wewenang advokat sebagai berikut; diantaranya ialah bertugas untuk mewawancara
calon klien, mempersiapkan dan meneliti kasus klien, menulis catatan hukum dan mempersiapkan
pembelaan tertulis atau lisan untuk kasus perdata, mengkhususkan diri dalam bidang hukum tertentu,
mewakili klien di muka pengadilan, menjawab pertanyaan publik, menghadiri arbitrase, bertanya pada
saksi-saksi, dan melakukan negosiasi dengan pihak lawan. Terakhir bahwa kewenangan advokat sebagai
kuasa hukum atau penasihat hukum dari klien sesuai dengan apa yang terdapat atau tercantum dalam
surat kuasa. Perlu diperhatikan pula bunyi pasal 14 undang-undang 18 tahun 2003 bahwa “Advokat
bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung
jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan
perundang-undangan“. Serta bunyi padal 15 dalam undang-undang yang sama bahwa “Advokat bebas
dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan
tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan”.

Advokat sebagai penegak hukum menjalankan kedudukan, peran dan fungsinya secara mandiri untuk
memberikan memberikan konsultansi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela
dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien (tersangka atau terdakwa pelaku
tindak pidana) dalam proses peradilan.Namun, selama ini terdapat selama ini, masih adanya sebagian
masyarakat yang mempunyai persepsi negatif terhadap Advokat yang menjalankan kedudukan, peran
dan fungsinya dalam proses peradilan pidana. Masyarakat menganggap bahwa Advokat hanya membela
untuk membebaskan tersangka atau terdakwa dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan. Tak jarang
muncul cibiran atau tudingan bahwa: “Sudah jelas-jelas terdakwa itu bersalah, kok, masih juga dibela
oleh Advokat? Apakah Advokat kerjanya cuma membela orang-orang yang bersalah agar menjadi tidak
bersalah.

Tugas advokat adalah membela kepentingan masyarakat (public defender) dan kliennya. Secara garis
besar, fungsi dan peran advokasi di antaranya:

- Memperjuangkan hak asasi manusia

- Memegang tegung sumpah advokat dalam rangka menegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran.
- Melaksanakan kode etik advokat

- Menjunjung tinggi serta mengutamakan idealisme (nilai keadilan, kebenaran, dan moralitas).

- Melindungi dan memelihara kemandirian, kebebasan, derajat, dan martabat advokat.

- Menjaga dna meningkatkan mutu pelayanan advokat terhadap masyarakat dengan cara terus belajar
untuk memperluas wawasan dan ilmu hukum.

- Menangani perkara sesuai dengan kode etik advokat, baik secara nasional maupun internasional.

- Menjaga hubungan baik dengan klien maupun dengan teman sejawat.

- Memberikan pelayanan hukum, nasihat hukum, konsultasi hukum, informasi hukum, dan menyusun
kontrak-kontrak.

- Membela kepentingan klien dan mewakili klien di muka pengadilan (legal representation).

- Memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma kepada masyarakat yang lemah dan tidak mampu.
Pembelaan bagi orang tidak mampu, baik dalam maupun luar negeri merupakan bagian dari fungsi dan
peran advokat di dalam memperjuangkan hak asasi manusia.

- Fungsi advokat sendiri adalah mengaja obyektivitas dan prinsip persamaan di hadapan hukum yang
berlaku dalam sistem peradilan Indonesia.

Kode Etik Advokat Indonesia

Pengertian advokat dalam Kode Etik Advokat Indonesia yakni:

- Advokat merupakan orang yang berpraktik memberi jasa hukum, baik di dalam maupun luar
Pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik sebagai
advokat, pengacara, penasihat hukum, pengacara praktik, ataupun sebagai konsultan hukum.

- Honorarium yaitu pembayaran kepada advokat sebagai imbalan jasa advokat berdasarkan kesepakatan
dan/atau perjanjian dengan klien.

Kewajiban dan tanggung jawab:


- Para Advokat setiap saat harus mempertahankan kehormatan dan martabat profesi mereka sebagai
bagian yang amat penting dari pelaksanaan keadilan.
- Kewajiban para Advokat terhadap klien-klien mereka harus mencakup:
(a) Memberi nasehat kepada para klien mengenai hak dan kewajiban hukum mereka dan mengenai
fungsi dari sistem hukum sejauh bahwa hal itu relevan dengan berfungsinya sistem hukum dan sejauh
bahwa hal itu berkaitan dengan hak dan kewajiban hukum para klien.
(b) Membantu para klien dengan setiap cara yang tepat, dan mengambil tindakan hukum untuk
melindungi kepentingannya.
(c) Membantu para klien di depan pengadilan, majelis atau pejabat pemerintahan, di mana sesuai.
- Para Advokat dalam melindungi hak klien-klien mereka dan dalam memajukan kepentingan keadilan,
akan berusaha untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang diakui oleh hukum
nasional dan internasional dan setiap akan bertindak bebas dan tekun sesuai dengan hukum dan standar
serta etika profesi hukum yang diakui.
- Para Advokat harus selalu menghormati dengan loyal kepentingan para klien.

Anda mungkin juga menyukai